Suatu judul hendaknya mempunyai titik-titik dengan tema yang dimiliki

Prasyarat wacana meliputi: a. Topik

Topik adalah sesuatu yang dibicarakan dalam kalimat. Topik merupakan atau argumen dalam suatu proposisi. Paragraf biasanya memiliki satu topik atau tema utama, bahkan mungkin memiliki beberapa subtopik lagi. Dan secara keseluruhan, wacana memiliki banyak topik, salah satunya ada yang diutamakan, yaitu topik atau tema. Pada tingkat kalimat, istilah ini selalu merujuk pada masalah subjek kalimat dan secara tradisional dihubungkan dengan tatabahasa. Tetapi sebenarnya tidaklah demikian. Kalimat bisa saja memiliki lebih dari satu topik, meskipun salah satunya diberikan penonjolan lebih dari yang lainnya, melalui struktuk sintaksis.

b. Judul Judul adalah nama yang dipakai untuk buku, bab dalam buku, kepala berita, dan lain-lain; identitas atau cermin dari jiwa seluruh karya tulis, bersipat menjelaskan diri dan yang manarik perhatian dan adakalanya menentukan wilayah (lokasi). Dalam artikel judul sering disebut juga kepala tulisan. Ada yang mendefinisikan Judul adalah lukisan singkat suatu artikel atau disebut juga miniatur isi bahasan. Judul hendaknya dibuat dengan ringkas, padat dan menarik. Judul artikel diusahakan tidak lebih dari lima kata, tetapi cukup menggambarkan isi bahasan. Syarat-syarat pembuatan judul : 1. Harus relevan, yaitu harus mempunyai pertalian dengan temanya, atau ada pertalian dengan beberapa bagian penting dari tema tersebut. 2. Harus provokatif, yaitu harus menarik dengan sedemikian rupa sehingga menimbulkan keinginan tahu dari tiap pembaca terhadap isi buku atau karangan.

3. Harus singkat, yaitu tidak boleh mengambil bentuk kalimat atau frasa yang panjang, tetapi harus berbentuk kata atau rangklaian kata yang singkat. Usahakan judul tidak lebih dari lima kata.

c. Tema Tema merupakan suatu gagasan pokok atau ide pikiran dalam membuat suatu tulisan. Tema berasal dari bahasa Yunani “thithenai”, berarti sesuatu yang telah diuraikan atau sesuatu yang telah ditempatkan. Tema merupakan amanat utama yang disampaikan oleh penulis melalui karangannya. Dalam karang mengarang, tema adalah pokok pikiran yang mendasari karangan yang akan disusun. Dalam tulis menulis, tema adalah pokok bahasan yang akan disusun menjadi tulisan. Tema ini yang akan menentukan arah tulisan atau tujuan dari penulisan artikel itu. Menentukan tema berarti menentukan apa masalah sebenarmya yang akan ditulis atau diuraikan oleh penulis. d. Kohesi Kohesi dalam wacana diartikan sebagai kepaduan bentuk secara struktural membentuk ikatan sintaktikal. Anton M. Moelino ( 1988:34) menyatakan bahwa wacana yang baik dan utuh mensyaratkan kalimat-kalimat yang kohesif. Konsep kohesif sebenarnya mengacu kepada hubungan bentuk. Artinya unsur-unsur wacana (kata atau kalimat) yang digunakan untuk menyusun suatu wacana memiliki keterkaitan secara padu dan utuh. Menurut Anton M. Moelino, dkk ( 1987:96) untuk memperoleh wacana yang baik dan utuh, maka kalimat-kalimatnya harus kohesif. Hanya dengan hubungan kohesif seperti itulah suatu unsur dalam wacana dapat di interpretasikan, sesuai dengan ketergantungannya dengan unsure-unsur lainnya. Kohesi wacana terbagi dalam dua aspek yaitu kohesi gramatikal dan kohesi leksikal. Kohesi gramatikal artinya kepaduan bentuk sesuai dengan tata bahasa. Kohesi leksikal artinya kepaduan bentuk sesuai dengan kata. 1. Kohesi gramatikal meliputi: a. Referensi (pengacuan) Referensi merupakan pengacuan satuan lingual tertentu terhadap satuan lainnya. Di lihat dari acuannya, referensi terbagi atas: 1. Referensi eksofora yaitu pengacuan satuan lingual yang berada di luar teks wacana. Contoh: Itu matahari, kata itu pada tuturan tersebut mengacu pada sesuatu di luar teks, yaitu “benda berpijar yang menerangi alam ini”. 2. Referensi endofora yaitu pengacuan satuan lingual yang berada di dalam teks wacana. Referensi endofora terbagi atas: e. Referensi anaphora yaitu pengacuan satual lingual yang disebutkan terlebih dahulu, mengacu yang sebelah kiri. Contoh: Peringatan HUT ke-66 Indonesia ini akan di ramaikan dengan pagelaran pesta kembang api. f. Referensi katafora yaitu pengacuan satuan lingual yang disebutkan setelahnya, mengacu yang sebelah kanan. Contoh: Kamu harus pergi! Ayo, cici cepatlah! Di lihat dari klasifikasinya, referensi terbagi atas: 1. Referensi persona yaitu pengacuan satual lingual berupa pronomina atau kata ganti orang. Tunggal Jamak Persona pertama Aku, saya Kami, kita Persona kedua Kamu, engkau, anda Kalian, kami sekalian Persona ketiga Dia, ia, beliau Mereka 2. Referensi demonstrasi yaitu pengacuan satual lingual yang dipakai untuk menunjuk. Biasanya menggunakan kata : kini, sekarang, saat ini, di sini, di situ, ini, itu, dan sebagainya. Contoh: Pohon-pohon kelapa itu, tumbuh di tanah lereng diantara pepohonan lain yang rapat dan rimbun. 3. Referensi interogatif yaitu pengacuan satuan lingual berupa kata tanya. Contoh: Kamu mau kemana? 4. Referensi komparatif yaitu pengacuan satual lingual yang dipakai untuk membandingkan satual lingual lain. Contoh: Tidak berbeda jauh dengan ibunya, Nita orangnya cantik, ramah, dan lemah lembut. b. Substitusi ( penggantian) Substitusi diartikan sebagai penggantian satuan lingual dengan satuan lingual lain dalam wacana untuk memperoleh unsur pembeda. Substitusi dilihat dari satuan lingualnya dapat dibedakan atas: 1. Substitusi nominal yaitu penggantian satuan lingual dengan satuan lingual lain yang berupa kata benda. Contoh: Memang Soni mencintai gadis itu. Wanita itu berasal dari Surakarta. Pacarnya itu memang cantik, halus budi bahasanya, dan bersifat keibuan. 2. Substitusi verbal yaitu penggantian satuan lingual dengan satuan lingual lain yang berupa kata kerja. Contoh: Soni berusaha menyembuhkan penyakitnya dengan berobat ke dokter kemarin sore. Ternyata dia di vonis menderita penyakit kanker. Selain berusaha ke dokter, dia juga tidak lupa berdoa dan selalu berikhtiar pada allah. 3. Substitusi frasa yaitu penggantisn satuan lingual tertentu dengan satuan lingual lain yang berupa frasa. Contoh: Hari ini hari minggu. Mumpung hari libur aku manfaatkan saja untuk menengok Nenek di desa. 4. Substitusi klausal yaitu penggantian satuan lingual tertentu dengan satuan lingual lain yang berupa klausa. Contoh: Nida: jika perubahan yang dialami oleh azam tidak bisa diterima dengan baik oleh orang-orang di sekitarnya, mungkin hal itu dikarenakan oleh kenyataan bahwa orang –orang tesebut banyak yang tidak sukses seperti azam. Barik: tampaknya memang begitu! c. Elipsis atau pelesapan Elipsis adalah pelesapan satuan lingual tertentu yang sudah disebutkan sebelumnya. Adapun fungsi dari elipsis yaitu: 1. Untuk efektifitas kalimat 2. Untuk mencapai nilai ekkonomis dalam pemakaian bahasa 3. Untuk mencapai aspek kepaduan wacana 4. Untuk mengaktifkan pikiran pendengar atau pembaca terhadap sesuatu yang di ungkapkan dalam satuan kata. Contoh: Tuhan selalu memberikan kekuatan, ketenangan, ketika saya menghadapi saat-saat yang menentuksn dalam penyusunan skripsi ini. Terima kasih. Kalimat kedua yang berbunyi terima kasih merupakan elipsis. Unsur yang hilang adalah subjek dan predikat. Kalimat tersebut selengkapnya berbunyi: Tuhan selalu memberikan kekuatan, ketenangan, ketika saya menghadapi saat-saat yang menentukan dalam penyusunan skripsi ini. Saya mengucapkan terima kasih. d. Konjungsi (perangkaian) Konjungsi adalah kohesi gramatikal yang dilakukan dengan menghubungkan unsure yang satu dengan unsure yang lain. Unsur yang dirangkai berupa kata, frasa, klausa, dan paragraf. Macam-macam konjungsi sebagai berikut: 1. Sebab-akibat Hubungan sebab-akibat terjadi apabila salah satu proposisi menunjukkan penyebab terjadinya suatu kondisi tertentu yang merupakan akibat atau sebaliknya. Konjungsi yang digunakan antara lain: karena, sebab, makanya, sehingga, oleh karena itu, dengan demikian dan sebagainya. Contoh: Adik sakit sehingga tidak masuk sekolah. 2. Pertentangan Hubungan pertentangan terjadi apabila ada dua ide atau proposisi yang menunjukkan kebalikan atau kekontrasan. Konjungsi yang digunakan yaitu tetapi dan namun. Contoh: Nyamuk berseliweran, pengemis, pelacur, pencoleng, dan gelandangan berkeliaran. Namun, di kampung kumuh tersebut sedang dibangun sekolah mewah. 3. Kelebihan atau eksesif Hubungan eksesif digunakan untuk menyatakan kelebihan, ditandai dengan konjungsi malah. Contoh: Karena tadi malam kurang istirahat, dia tertidur di dalam kelas. Malah tugasnya belum dikerjakan pula. 4. Perkecualian atau eksepsif Hubungan eksepsif digunakan untuk menyatakan pengecualian, ditandai dengan konjungsi kecuali. Contoh: Anda tidak boleh mengkonsumsi obat tersebut kecuali dengan persetujuan dokter. 5. Tujuan Hubungan tujuan terjadi sebagai pewujudan untuk menyatakan tujuan yang ingin dicapai. Konjungsi yang digunakan yaitu: agar dan sehingga. Contoh: Agar naik kelas, kamu harus rajin belajar. 6. Penambahan atau aditif Penambahan berguna untuk menghubungkan bagian yang bersifat menambahkan informasi dan pada umumnya digunakan untuk merangkaikan dua proposisi atau lebih. Konjungsi yang digunakan yaitu: dan, juga, serta, selain itu. Contoh: Tingkah lakunya menawan. Tutur katanya sopan. Murah senyum, jarang marah, dan tidak pernah berbohong. Juga tidak mau mempercakapkan orang lain. Selain itu, ia suka menolong sesama teman. Dan dia penyabar. 7. Pilihan atau alternatif Pilihan digunakan menyatakan pilihan antara dua hal. Konjungsi yang digunakan yaitu atau dan apa. Contoh: Pelajaran apa yang lebih kamu suka IPA atau IPS? 8. Harapan atau optatif Konjungsi harapan digunakan untuk menyatakan harapan yang ingin dicapai. Konjungsi yang digunakan yaitu semoga, moga-moga. Contoh: Semoga, dia lulus dengan nilai terbaik. 9. Urutan atau sekuential Merupakan proposisi yang menunjukkan suatu hubungan kesejajaran atau urutan waktu. Konjungsi yang digunakan yaitu setelah itu, lalu, kemudian, terus, mula-mula. Contoh: Intan bangun tidur pukul 05.00, kemudian ambil air wudlu. Setelah itu dia menunaikan sholat subuh dengan khusyuk. Lalu tak lupa ia mengaji 10. Syarat Merupakan proposisi yang menunjukkan suatu hubungan syarat. Konjungsi yang digunakan yaitu: apabila dan jika. Contoh: Jika bulan ini aku bisa bekerja lebih giat maka gajiku akan bertambah. 11. Cara Merupakan proposisi yang menunjukkan suatu hubungan cara. Konjungsi yang digunakan yaitu: dengan cara. Contoh: Mungkin dengan cara seperti ini, aku membantu beban keluarga. 2. Kohesi leksikal meliputi: 1. Pengulangan atau repetisi Repetisi merupakan salah satu cara untuk mempertahankan hubungan konsesif antar kalimat. Hubungan ini dibentuk dengan mengulang satuan lingual. Contoh: Berfilsafat didorong untuk mengetahui apa yang telah kita tahu dan apa yang belum kita tahu. Berfilsafat berarti berendah hati bahwa tidak semuanya akan pernah kita ketahui dalam kesemestaan yang seakan tidak terbatas ini. 2. Sinonimi Sinonimi merupakan persamaan makna kata. Contoh: Hari pahlawan diperingati tiap 10 November. Mereka adalah pejuang bangsa yang rela mengorbankan jiwa raga demi kesatuan Negara Republik Indonesia. Jasa mereka selalu dikenang sepanjang masa. 3. Antonim Antonim merupakan perlawanan kata. Contoh: Dalam rangka menyambut peringatan kemerdekaan Republic Indonesia, warga setempat mengadakan kerja bakti. Bagi yang putri sebagian besar membawa sapu, sedangkan yang putra membawa sabit. Tak ketinggalan pula nenek maupun kakek ikut serta meramaikan peringatan tersebut. 4. Hiponim Hiponim merupakan sebuah pernyataan yang berpola umum-khusus. Contoh: Setiap hari Anita menyiram bunga di taman. Bermacam-macam bunga diantaranya mawar, melati, dahlia, dan anggrek. 5. Kolokasi Kolokasi merupakan sebuah pernyataan yang berpola khusus-umum. Contoh: Bermula dari goresan bolpoin pada selembar kertas namanya sekarang tenar. Dari lembaran-lembaran kertas tersebut di gabung dalam satu buku. Buku tersebut menjadi perbincangan banyak orang karena banyak dimuat dalam majalah, koran, televisi. Berkat media massa, namanya menjadi terkenal. 6. Ekuivalensi Ekuivalensi merupakan kesejajaran dalam sebuah kalimat. Contoh: Setiap hari aku belajar dengan rajin. Bu Narti sebagai guruku selain mengajarkan mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan, beliau juga mengajarkan pendidikan moral. Pada kondisi tertentu, unsure-unsur kohesi menjadi contributor penting bagi terbentuknya wacana yang koheren ( Halliday dan Hassan, 1976; Gunawan Budi Santosa, 1998:28). Namun demikian pelu disadari bahwa unsur-unsur kohesi tersebut tidak selalu menjamin terbentuknya wacana yang uth dan koheren. Alasannya, pemakaian alat-alat kohesif dalam suatu teks tidak langsung menghasilkan wacana yang koheren ( Anton M. Moeliono, dkk, 1988: 322). Dengan kata lain, srtuktur wacana yang baik dan utuh harus memiliki syarat-syatar kohesi sekaligus koherensi. e. Koherensi Koherensi adalah pertalian atau jalinan antar kata, atau kalimat dalam teks. Dua buah kalimat menggambarkan fakta yang berbeda dapat dihubungkan sehingga tampak koheren. Sehingga, fakta yang tidak berhubungan sekalipun dapat menjadi dapat berhubungan ketika seseorang menghubungkannya. Contohnya, Proporsi : “demonstrasi mahasiswa“ dan “nilai tukar rupiah melemah“ adalah dua fakta yang berlainan. Dua buah kalimat itu menjadi berhubungan sebab akibat ketika ia dihubungkan dengan kata hubung “mengakibatkan“ sehingga kalimatnya menjadi “demostrasi mahasiswa mengakibatkan nilai tukar rupiah melemah“. Dua buah kalimat itu menjadi tidak berhubungan ketika dipakai kata hubung “dan“, dimana kalimatnya kemudian menjadi “demonstrasi mahasiswa dan nilai tukar rupiah melemah”. Dalam kalimat ini, antara fakta banyaknya demonstrasi dan nilai tukar rupiah dipandang tidak saling berhubungan, kalimat satu tidak menjelaskan kalimat lain atau menjadi penyebab kalimat lain. Jadi kesimpulannya koherensi merupakan elemen wacana untuk melihat bagaimana seseorang secara strategis menggunakan wacana untuk menjelaskan suatu fakta atau peristiwa. (Deddy, 2011:242). Koherensi adalah kekompakan hubungan antar kalimat dalam wacana. Koherensi juga hubungan timbal balik yang serasi antar unsur dalam kalimat Keraf (dalam Mulyana 2005: 30). Sejalan dengan hal tersebut Halliday dan Hasan (dalam Mulyana 2005: 31) menegaskan bahwa struktur wacana pada dasarnya bukanlah struktur sintaktik, melainkan struktur semantik, yakni semantik kalimat yang di dalamnya mengandung proposisi-proposisi. Sebab beberapa kalimat hanya akan menjadi wacana sepanjang ada hubungan makna (arti) di antara kalimat-kalimat itu sendiri. Pada dasarnya hubungan koherensi adalah suatu rangkaian fakta dan gagasan yang teratur dan tersusun secara logis. Koherensi dapat terjadi secara implisit (terselubung) karena berkaitan dengan bidang makna yang memerlukan interprestasi. Disamping itu, pemahaman hubungan koherensi dapat ditempuh dengan cara menyimpulkan hubungan antarproposisi dalam tubuh wacana itu. Kohesi dapat diungkapkan secara eksplisit, yaitu dinyatakan dalam bentuk penanda koherensi yang berupa penanda hubungan antarkalimat. Penanda hubungan itu berfungsi untuk menghubungkan kalimat sekaligus menambah kejelasan hubungan antarkalimat dalam wacana. Tujuan aspek pemakaian aspek atau sarana koherensi antara lain ialah agar tercipta susunan dan struktur wacana yang memiliki sifat serasi, runtut, dan logis. Sifat serasi artinya sesuai, cocok, dan harmonis. Kesesuaian terletak pada serasinya hubungan antarproposisi dalam kesatuan wacana. Runtut artinya urut, sistematis, tidak terputus-putus, tetapi bertautan satu sama lain. Sedangkan sifat logis mengandung arti masuk akal, wajar, jelas, dan mudah dimengerti. Suatu rangkaian kalimat yang tidak memiliki hubungan bentuk dan makna secara logis, tidak dapat dikatakan sebagai wacana. Kohesi dan koherensi sebenarnya hampir sama. Beberapa penanda aspek kohesi merupakan aspek penanda koherensi. Demikian juga sebaliknya. Perbedaan antara keduanya dapat dilihat dalam tabel dibawah ini: Perbedaan kohesi dan koherensi! Kohesi Koherensi Kepaduan Keutuhan Aspek bentuk (form) Aspek lahiriah Aspek formal Organisasi sintaksis Unsur internal Kerapian Kesinambungan Aspek makna (meaning) Aspek batiniah Aspek ujaran Organisasi semantis Unsur eksternal Jadi perbedaan diantara kedua aspek tersebut adalah pada sisi titik dukung terhadap struktur wacana. Artinya, dari arah mana aspek itu mendukung keutuhan wacana. Bila dari dalam (internal), maka disebut sebagai aspek kohesi. Sebaliknya bila aspek tersebut berasal dari luar (eksternal), maka disebut sebagai koherensi.

*Dari Berbagai Sumber