Sumber mata air yang berhubungan dengan kisah nabi ismail bernama

Air zamzam adalah suatu keajaiban dunia yang dianggap sebagai air suci oleh umat Islam. Sumur Zamzam merupakan mata air yang terletak di kawasan Masjidil Haram, sebelah tenggara Kakbah, dengan kedalaman 42 meter. Setiap tahun banyak peziarah yang melakukan ibadah Haji dan Umrah berkunjung ke sumur zamzam ini. Sebagian besar dari mereka membawa pulang air Zamzam sebagai oleh-oleh.

Secara etimologi, kata zamzam berasal dari bahasa Arab  “zamzam” (زمزم)‎ yang berarti banyak, melimpah-ruah. Istilah ini didasarkan pada perkataan malaikat Jibril ketika mata air zamzam muncul dan melimpah ruah. Dia (Jibril) berkata, “Zam zam yang berarti berkumpullah”. Maka atas izin Allah swt, mata air Zamzam mengumpul. Sampai sekarang, mata air itu tidak pernah berhenti mengeluarkan air (Sejarah Zamzam).

Dalam Al-Qur’an istilah air zamzam memang tidak disebutkan secara eksplisit. Namun, terdapat ayat yang bersinggungan erat dengan peristiwa kemunculan air zamzam, yakni kisah Siti hajar dan nabi Ismail yang dipindahkan oleh nabi Ibrahim ke sebuah gurun pasir yang sekarang dikenal sebagai kota Mekah. Kisah ini tertuang dalam surah Ibrahim [14] ayat 37 yang berbunyi:

رَبَّنَآ اِنِّيْٓ اَسْكَنْتُ مِنْ ذُرِّيَّتِيْ بِوَادٍ غَيْرِ ذِيْ زَرْعٍ عِنْدَ بَيْتِكَ الْمُحَرَّمِۙ رَبَّنَا لِيُقِيْمُوا الصَّلٰوةَ فَاجْعَلْ اَفْـِٕدَةً مِّنَ النَّاسِ تَهْوِيْٓ اِلَيْهِمْ وَارْزُقْهُمْ مِّنَ الثَّمَرٰتِ لَعَلَّهُمْ يَشْكُرُوْنَ ٣٧

“Ya Tuhan, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, ya Tuhan (yang demikian itu) agar mereka melaksanakan salat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan berilah mereka rezeki dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur.”

Menurut Quraish Shihab, surah Ibrahim [14] ayat 37 ini merupakan doa nabi Ibrahim as kepada Allah swt agar melimpahkan anugerah dan kesejahteraan bagi anak istrinya, yakni nabi Ismail dan Siti Hajar yang telah ia kirim ke suatu lembah pasir nun gersang dekat Baitullah (kota mekah). Hal ini ia lakukan agar keduanya dapat melaksanakan shalat secara bersinambung lagi baik dan sempurna.

Baca Juga: Epidemiologi Al-Qur’an (2): Virus Sampar Dalam Kisah Nabi Shalih dan Kaum Tsamud

Pandangan serupa disampaikan oleh as-Sa’adi. Menurutnya, ayat ini dilantunkan oleh nabi Ibrahim manakala beliau membawa anak istrinya, nabi Ismail dan Siti Hajar, ke kota Mekah yang masih dalam keadaan tandus (tidak layak ditanami tumbuhan) dan tidak berpenghuni. Dalam doa tersebut, nabi Ibrahim berharap kepada Allah swt agar kebutuhan keduanya terpenuhi, terutama nabi Ismail yang masih dalam usia balita (Tafsir as-Sa’adi).

Berdasarkan ayat di atas, Quraish Shihab berargumen bahwa seseorang perlu/boleh berhijrah ke suatu tempat yang aman bagi keberlangsungan pendidikan agama untuk anak atau dalam rangka memelihara akidahnya. Sedangkan sebagian ulama – melalui ayat ini – melarang keluarga muslim bermukim atau bertempat tinggal di daerah yang dapat mengakibatkan kekaburan ajaran agama atau kedurhakaan kepada Allah swt (Tafsir Al-Misbah [7]: 71).

Nabi Ismail, Siti Hajar dan Asal Usul Air Zamzam

Sejarah asal-usul air Zamzam bermula setelah nabi Ibrahim dan Siti Hajar dikaruniai seorang anak, yakni nabi Ismail, pasca penantian yang panjang. Ketika Ismail balita – atas perintah Allah swt dan dengan berbagai pertimbangan – nabi Ibrahim kemudian memindahkan  anak dan istrinya tersebut ke lembah yang berdekatan dengan Kakbah. Lalu beliau bertolak kembali ke negeri Syam.

Melihat kepergian suaminya, Siti Hajar bertanya, “Pergi ke mana engkau Ibrahim? Apakah kau tega meninggalkan kami di tempat yang sunyi dan juga tandus ini?”. Karena tidak juga dijawab oleh suaminya, Siti Hajar kembali bertanya, “Adakah kepergianmu ini adalah perintah dari Allah?”. Nabi Ibrahim kemudian mengiyakan pertanyaan dari istrinya tersebut. Siti Hajar kemudian kembali berkata, “Jikalau demikian, pasti Allah tak akan menyia-nyiakan nasib kita.”.

Di atas bukit yang jauh dari tempat istri dan anaknya ditinggalkan, nabi Ibrahim menahan rasa sedihnya. Sungguh berat rasanya meninggalkan mereka di tempat yang begitu sepi tanpa makanan dan minuman yang memadai serta tanpa seseorang yang menemani. Di saat inilah beliau mengangkat lengannya dan memanjatkan doa kepada Sang Khalik untuk keselamatan keduanya sebagaimana yang tertuang dalam surah Ibrahim [14] ayat 37.

Setelah kepergian Nabi Ibrahim, Siti Hajar dan nabi Ismail mulai merasa kelaparan dan kehausan. Bekal yang diberikan oleh Nabi Ibrahim pun sudah habis. Karena tidak tega melihat anaknya kehausan dan kelaparan, ia akhirnya memutuskan untuk pergi mencari makanan atau minuman. Siti Hajar kemudian bergegas menuju Bukit Shafa. Namun sesampainya di atas, Siti Hajar tidak menemukan apapun (Sejarah Zamzam).

Siti Hajar turun kembali menuju Bukit Marwah. Namun, tidak juga ia menemukan makanan ataupun minuman.  Kemudian ia kembali ke bukit Shafa, kembali lagi ke bukit Marwah. Begitu seterusnya hingga tujuh kali. Perjalanan Siti Hajar dari bukit Shafa ke bukit Marwah tersebut terhitung sebanyak tujuh kali. Apa yang dilakukan Siti Hajar itu kini menjadi salah satu rukun haji yang wajib dilaksanakan umat Islam yang melaksanakan haji, yaitu sa’i.

Ketika sedang berada di atas bukit Marwah, Siti Hajar tiba-tiba mendengar suara. Setelah berlari ke sana kemari tanpa menemui seorang pun, ia beranggapan bahwa itu suara hatinya saja. “Rasa letih mungkin membuat pikirannya kacau”, ujarnya di dalam hati. Tapi suara itu terdengar kembali lagi dan lagi. Ternyata, beliau memang benar-benar mendengar sebuah suara. Ia segera kembali ke tempat nabi Ismail berada.

Ketika ia sampai, nabi Ismail sedang menangis sembari menghentak-hentakkan kakinya ke tanah. Dari hentakan kaki Ismail tersebut, kemudian mengalirlah air dari dalam tanah. Siti Hajar kemudian berkata, “berkumpulah”, yang dalam bahasa Arab adalah zam-zam. Akhirnya Hajar dapat minum air dan menyusui anaknya kembali. Kemudian malaikat berkata kepadanya:

لَا تَخَافُوا الضَّيْعَةَ فَإِنَّ هَا هُنَا بَيْتَ اللَّهِ يَبْنِي هَذَا الْغُلَامُ وَأَبُوهُ وَإِنَّ اللَّهَ لَا يُضِيعُ أَهْلَهُ

“Janganlah kamu takut diterlantarkan, karena di sini adalah rumah Allah, yang akan dibangun oleh anak ini dan ayahnya. Sesungguhnya Allah tidak akan menyia-nyiakan hamba-Nya.” (99 Kisah Menakjubkan Dalam Al-Qur’an).

Baca Juga: Abu Manshur Al-Khayyat, Pendikte Al-Quran yang Masuk Surga sebab Mengajarkan Al-Fatihah

Alkisah, nabi Ismail dan Siti Hajar kemudian bermukim di sekitar lembah tersebut. Karena adanya sumber mata air Zamzam, maka orang-orang mulai berdatangan dan tinggal di sana. Diantaranya adalah suku Jurhum yang datang dari jalur bukit Kadaa untuk mencari air. Melalui mereka inilah nabi Ismail belajar bahasa Arab. Selain itu, ia juga belajar di bawah bimbingan ibunya hingga bertemu kembali dengan nabi Ibrahim.

Dari kisah di atas, ada pelajaran yang bisa kita ambil, yakni: seseorang harus patuh dan taat terhadap perintah Allah swt meskipun terkesan sulit untuk dijalani. Yakinlah bahwa ada skenario terbaik yang disiapkan oleh-Nya dibalik perintah tersebut. Jika kita mau sabar dan berusaha, niscaya Allah swt akan memberikan pertolongannya sebagaimana yang diberikan kepada nabi Ismail dan Siti Hajar. Wallahu a’lam.

"Sesungguhnya Shafaa dan Marwa adalah sebahagian dari syi’ar Allah. Maka barang siapa yang beribadah haji ke Baitullah atau ber’umrah, maka tidak ada dosa baginya mengerjakan sa’i antara keduanya. Dan barang siapa yang mengerjakan suatu kebajikan dengan kerelaan hati, maka sesungguhnya Allah Maha Mensyukuri kebaikan lagi Maha Mengetahui."(Al Baqarah : 158)

Menyoal sa'i antara Shafaa dan Marwa, selain sebagai bentuk ibadah kepada sang pencipta alam semesta, ini juga sebagai pengingat akan sosok wanita mulia bernama Siti Hajar. Siti Hajar merupakan istri dari Nabi Ibrahim AS sekaligus ibunda dari Nabi Ismail AS.

Siti Hajar adalah wanita yang begitu mulia, cantik jelita lagi penuh kesabaran juga ketegaran. Sebagai seorang istri, Siti Hajar begitu patuh pada suami. Ia juga merupakan seorang wanita yang tawakal dan beriman dengan sungguh-sungguh hanya kepada Allah semata. Wanita yang menjadi perantara munculnya mukjizat air zam-zam ini bahkan dikenal sebagai sosok yang taat beribadah, tak pernah mengeluh atau pun pantang menyerah dalam berbuat kebaikan.

Pernikahan Siti Hajar dan Nabi Ibrahim AS

Siti Hajar merupakan istri kedua dari Nabi Ibrahim AS. Melalui Siti Hajar juga, Nabi Ibrahim AS memiliki buah hati dengan akhlak mulia yakni Nabi Ismail AS. Sebelum menikah dengan Siti Hajar, Ibrahim telah menikah dengan Siti Sarah. Sayang, pernikahannya dengan Siti Sarah tak kunjung memberikan buah hati di keluarganya.

Siti Sarah lantas meminta Ibrahim untuk menikah lagi. Awalnya, Ibrahim menolak permintaan Siti Sarah karena baginya, Siti Sarah lah satu-satunya wanita yang ada di hatinya. Namun Siti Sarah bersikeras meminta Ibrahim menikahi wanita lain dan berharap dari pernikahan tersebut sang suami akan mendapatkan keturunan.

Dengan berat hati namun tetap menyerahkan segalanya kepada Allah SWT, Ibrahim memenuhi permintaan Siti Sarah untuk menikah lagi. Ibrahim lalu mempersunting Siti Hajar. Dari pernikahannya dengan Siti Hajar, rupanya Ibrahim dikaruniai buah hati. Siti Hajar hamil dan melahirkan bayi laki-laki tampan yang diberi nama Ismail.

Kehamilan juga kelahiran Ibrahim ini rupanya membuat Siti Sarah merasa cemburu. Wanita itu meminta sang suami untuk membawa Siti Hajar ke tempat yang jauh. Ke tempat di mana Siti Sarah tak lagi bisa menemukan Siti Hajar dan buah hatinya.

Siti Hajar Dibuang ke Lembah Gersang

Atas kecemburuan istri pertamanya yang begitu menggebu-gebu, Nabi Ibrahim AS memutuskan untuk membawa Siti Hajar ke tempat yang jauh menuju Baitul Haram. Siti Hajar bersama Ismail buah hatinya dibawa menuju ke suatu lembah yang tiada rumput maupun tumbuhan sekali pun di sana. Tak ada juga air atau tanda-tanda kehidupan di sana.

Setelah berada di atas lembah, Nabi Ibrahim meninggalkan keduanya. Sebuah riwayat juga menceritakan bahwa Ibrahim tak menoleh sekali pun kepada Siti Hajar meski wanita tersebut menangis dan terus memanggil namanya.

Semakin jauh Ibrahim meninggalkannya, Siti Hajar lalu mengejar suaminya dan mengatakan, "Apakah Allah yang memerintahkan kepadamu untuk melakukan ini?." "Benar" jawab Ibrahim. "Kalau Allah yang memerintahkan demikian ini, niscaya Dia tidak akan menyia-nyiakan kami," ungkap Siti Hajar.

Munculnya Air Zam-Zam

Saat Ibrahim tak lagi kelihatan, Siti Hajar memandang semua wilayah di lembah, kosong, gersang dan sangat panas. Wanita berhati mulia ini pun berlari dari bukit Shafaa ke bukit Marwa sebanyak tujuh kali untuk mencari perbekalan dan berharap bertemu sufi yang akan membantunya. Sayang, ia tidak menemukan apapun.

Di tengah kebingungan juga kegelisahan yang menyelimuti hati juga pikirannya, Allah memberikan mukjizatNya. Dari bawah kaki Ismail kecil yang sedang menangis kehausan, muncul sumber mata air yang kini dikenal sebagai mata air Zam-Zam. Air itulah yang membantunya bertahan. Tak hanya muncul air, beberapa waktu kemudian juga lewat beberapa sufi yang akhirnya membantunya mengatasi segala kesulitan di lembah gersang.

Siti Hajar adalah sosok yang begitu tegar, tabah juga senantiasa bertawakal hanya kepada Allah semata. Ia juga menjadi cerminan sebagai seorang istri yang kuat dan tak mudah putus asa meski kesulitan bertubi-tubi menimpanya.

(vem/mim)