Tidaklah seorang muslim yang berjabat tangan dengan muslim lainnya kecuali

Alhamdulillah, pada kesempatan kali ini kami akan coba membahas keutamaan berjabat tangan. Semoga pembahasan singkat ini bisa bermanfaat untuk kita semua.

Dari al-Bara’ bin ‘Azib radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَا مِنْ مُسْلِمَيْنِ يَلْتَقِيَانِ فَيَتَصَافَحَانِ إِلاَّ غُفِرَ لَهُمَا قَبْلَ أَنْ يَفْتَرِقَا

“Tidaklah dua orang muslim saling bertemu kemudian berjabat tangan, kecuali akan diampuni (dosa-dosa) mereka berdua sebelum mereka berpisah.” [1]

Hadits yang mulia ini menunjukkan keutamaan berjabat tangan ketika bertemu, dan ini merupakan perkara yang dianjurkan berdasarkan kesepakatan para ulama [2], bahkan ini merupakan sunnah yang muakkad (sangat ditekankan) [3].

Faidah-Faidah Penting yang Terkandung Dalam Hadits:

  1. Arti mushaafahah (berjabat tangan) dalam hadits ini adalah berjabat tangan dengan satu tangan, yaitu tangan kanan, dari kedua belah pihak [4]. Cara berjabat tangan seperti ini diterangkan dalam banyak hadits yang shahih, dan inilah arti “berjabat tangan” secara bahasa [5]. Adapun melakukan jabat tangan dengan dua tangan adalah cara yang menyelisihi sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam [6].
  2. Berjabat tangan juga disunnahkan ketika berpisah, berdasarkan sebuah hadits yang dikuatkan oleh syaikh al-Albani [7]. Maka pendapat yang mengatakan bahwa berjabat tangan ketika berpisah tidak disyariatkan adalah pendapat yang tidak memiliki dalil/argumentasi. Meskipun jelas anjurannya tidak sekuat anjuran berjabat tangan ketika bertemu [8].
  3. Berjabat tangan adalah ibadah yang disyari’atkan ketika bertemu dan berpisah, maka melakukannya di selain kedua waktu tersebut, misalnya setelah shalat lima waktu, adalah menyelisihi ajaran Nabi, bahkan sebagian ulama menghukuminya sebagai perbuatan bid’ah [9]. Di antara para ulama yang melarang perbuatan tersebut adalah al-‘Izz bin ‘Abdussalam, Ibnu Hajar al-Haitami asy-Syafi’i, Quthbuddin bin ‘Ala-uddin al-Makki al-Hanafi, al-Laknawi dan lain-lain[10].
  4. Adapun berjabat tangan setelah shalat bagi dua orang yang baru bertemu pada waktu itu (setelah shalat lima waktu, pen), maka ini dianjurkan, karena niat keduanya adalah berjabat tangan karena bertemu dan bukan karena shalat [11].
  5. Mencium tangan seorang guru/ustadz ketika bertemu dengannya adalah diperbolehkan, berdasarkan beberapa hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan perbuatan beberapa orang sahabat radhiyallahu ‘anhum. Akan tetapi kebolehan tersebut harus memenuhi beberapa syarat, yaitu:
    (a) Tidak menjadikan hal itu sebagai kebiasaan, karena para sahabat radhiyallahu ‘anhum sendiri tidak sering melakukannya kepada Rasuluillah shallallahu ‘alaihi wa sallam, terlebih lagi jika hal itu dilakukan untuk tujuan mencari berkah dengan mencium tangan sang guru.
    (b) Perbuatan itu tidak menjadikan sang guru menjadi sombong dan merasa dirinya besar di hadapan orang lain, seperti yang sering terjadi saat ini.
    (c) Jangan sampai hal itu menjadikan kita meninggalkan sunnah yang lebih utama dan lebih dianjurkan ketika bertemu, yaitu berjabat tangan, sebagaimana keterangan di atas [12].

Baca Juga:

Catatan kaki:

[1] HR Abu Dawud (no. 5212), at-Tirmidzi (no. 2727), Ibnu Majah (no. 3703) dan Ahmad (4/289), dinyatakan shahih oleh syaikh al-Albani dengan berbagai jalur dan pendukungnya dalam kitab Silasilatul Ahaaditsish Shahiihah (no. 525).

[2] Lihat Syarh Shahih Muslim (17/101) dan Fathul Baari (11/55).

[3] Lihat kitab Faidhul Qadiir (5/499).

[4] Lihat kitab Tuhfatul ahwadzi (7/429) dan ‘Aunul Ma’bud (14/80).

[5] Lihat kitab Lisanul ‘Arab (2/512).

[6] Lihat kitab Silasilatul Ahaaditsish Shahiihah (1/51-52).

[7] Dalam Silasilatul Ahaaditsish Shahiihah (1/48).

[8] Ibid (1/52-53).

[9] Seperti al-Fadhil ar-Ruumi, al-Laknawi dan syaikh al-Albani.

[10] Lihat nukilan ucapan mereka dalam kitab al-Qaulul Mubin fi Akhtha-il Mushallin (hal. 294-296).

[11] Lihat Silasilatul Ahaaditsish Shahiihah (1/53).

[12] Lihat Silasilatul Ahaaditsish Shahiihah (1/302).

Penulis: Ustadz Abdullah bin Taslim al-Buthoni, M.A.
Artikel muslim.or.id

🔍 Keutamaan Syukur, Khitan Adalah, Kaidah Ilmu Tajwid, Suami Mengucap Cerai Berkali Kali

puisi agama katolik tema amos 5:6 carilah tuhan maka kamu akan hidup

krama inggil e " Budhe arep nonton pameran neng alon alon"​

basa inggil e " ibu lungo neng lasar numpak sepeda​

Salah satu faktor keberhasilan kewirausahaan adalah menguasai bidang yang digeluti, jelaskan maksud nya!

Artekena paribasan ngisor iki! 1. kejala sutera 2. kaya ngerageni manuk miber 3. kaya rangkep nyawane 4. kaya perkutut keneng pulut 5. kaya eri ning j … erone daging minta tolong jawab. jawab dengan bahasa using ya.

Artekena paribasan ngisor iki! 1. kejala sutera 2. kaya ngerageni manuk miber 3. kaya rangkep nyawane 4. kaya perkutut keneng pulut 5. kaya eri ning j … erone daging minta tolong jawab. jawab dengan bahasa using ya.

Ilmu merupakan teras untuk menjalani kehidupan seharian. Antara kepentingan ilmu adalah untuk mendapatkan peluang pekerjaan yang lebih luas. Selain it … u, penguasaan ilmu pengetahuan juga penting untuk melahirkan pakar pakar dalam pelbagai bidang. Ilmu ya g dimiliki boleh menjamin masa depan seseorang

negara Indonesia negara Kang Elok Endi Peni akeh budaya Lan suku uga akeh agama agawe bungah Lan bomdong ing atiku muga lir ing sambikala dimen rakyat … bisa mukti lelandhesan pancasila, ya bineka tunggal ika puniki, nyata kaesti satuhu, pranataning agama, seni, sastra lan budaya adiluhung dadi jatudhiri bangsa, indonesiaku yekti Soal nyadisuruh cari tembang pangkur terus nyari guru lagu sama lagu guru gatra sama lagu wilangan tolong di jawab ya kalau bisa

Owahana ukara-ukara ing ngisor iki dadi krama alus!!!!! A) pak dalang lagi mainake wayang kanthi judul perang Baratayuda. B) bapak melu simbah kakun … g nonton wayang ing alun-alun

jelaskan isi kandungan surat al muthafifin 1-17 pliss kak tolong bantu no ngasal​

Berjabat tangan akan menggugurkan dosa satu sama lain.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Dr KH Syamsul Yakin MA

Secara historis,  berjabat tangan sudah dikenal umat manusia sejak masa yang sangat lama. Maknanya tidak berubah dari zaman ke zaman, yakni untuk menunjukkan  rasa saling sepakat dan hormat akan harkat dan martabat masing-masing. Bahkan dalam koin Romawi terlukiskan tangan yang saling bersalaman sebagai simbol saling setia dan percaya di antara mereka.

Secara normatif, berjabat tangan atau bersalaman itu berpahala. Nabi SAW bersabda, “Tidaklah dua orang muslim saling bertemu kemudian berjabat tangan, kecuali akan diampuni (dosa-dosa) mereka berdua sebelum mereka berpisah.” (HR. Abu Daud, Turmudzi, Ibnu Majah, dan Ahmad). Namun musibah Covid-19 membuat orang menghindari berjabat tangan.

Hadits ini juga memberi pengertian bahwa berjabat tangan akan menggugurkan dosa satu sama lain. Hanya saja dengan ketentuan bahwa masing-masing berniat untuk memperbaiki hubungan kedua belah pihak dan bertekad akan terus menghentikan perang dingin. Jadi bukan karena terpaksa, di bawah tekanan pihak tertentu, atau karena berpura-pura saja.  

Secara psikologis, berjabat tangan memadamkan kecamuk dendam di antara orang-orang yang bertikai. Nabi SAW memberi informasi tentang hal ini dalam hadits yang ditulis Imam Malik, “Saling bersalamanlah (berjabat tanganlah) kalian, maka akan hilanglah kedengkian (dendam).”  Inilah pahala lain yang didapat dari berjabat tangan atau bersalaman.

Tampaknya saling berjabat tangan merupakan  cara Allah SWT menyatukan kembali hati manusia yang saling bersangka negatif. Allah SWT berfirman, “Walaupun kamu membelanjakan semua (kekayaan) yang berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka.” (QS. al-Anfal/8: 63).

Kedua informasi dari Nabi SAW di atas adalah berjabat tangan kepada sesama manusia. Berjabat tangan kepada kedua orangtua dengan cara menciumnya tentu berpahala lebih hebat lagi. Begitu juga bersalaman dengan guru dengan merendahkan badan sebagai lambang menghormati ilmunya, tentu akan bertambah-tambah pahalanya di sisi Allah SWT.

Termasuk menjabat tangan ulama.  Nabi SAW bersabda dalam hadits yang dikutip oleh Imam Jalaluddin al-Suyuthi dalam Lubab al-Hadits, “Barangsiapa yang menjabat tangan seorang ulama, maka seolah-olah ia menjabat tanganku.”  Ini sunguh informasi berharga, kendati Nabi SAW telah tiada tapi pewaris beliau bisa dijabat dan diciumi tangannya. Alhamdulillah.

Dari Jabir diceritakan bahwa Umar bin Khattab  bergegas menuju Rasulullah,  lalu ia mencium tangan beliau (HR. Ahmad). Hadits ini mempertegas dibolehkannya mencium tangan sesama manusia.  Oleh karena itu mencium tangan ulama, guru, dan orangtua hukumnya boleh dan dianjurkan untuk memberi rasa hormat atas jasa dan kebaikan yang telah mereka berikan.

Kendati berjabat tangan berpahala besar, namun Nabi SAW tidak memberi rekomendasi untuk berjabat tangan dengan lawan jenis. Aisyah berkata, “Demi Allah, tangan Rasulullah SAW tidak pernah memegang tangan wanita (yang bukan mahramnya).” (HR. Bukhari). Ketentuan ini berlaku bagi keperluan dinas, kesepakatan bisnis, maupun perhelatan olahraga dan budaya. 

Secara lebih tegas Nabi SAW mendeklarasikan diri, “Sesungguhnya aku tidak mau berjabat tangan dengan kaum wanita.” (HR. Turmudzi dan Nasa’i). Sekali lagi, hadits ini mempertegas dilarangnya bersalaman dengan lawan jenis,  termasuk di perayaan keagamaan seperti lebaran atau pengobatan seperti pijat refleksi,  kecuali keadaan yang mengancam nyawa.

Terakhir, sebagai manusia bisa kita tak lepas dari khilaf dan dosa. Sebagai orang yang berjiwa besar dan niat melakukan rekonsiliasi mari kita jabat tangan orang yang pernah kita sakiti. Pun dalam rangka mengamalkan sunah Nabi SAW kita bersilaturahim ke rumah orangtua, guru, dan ulama. Kita bersalaman dan mencium tangan mereka. Insya Allah berpahala.

Tidaklah seorang muslim yang berjabat tangan dengan muslim lainnya kecuali