Tuliskan ayat beserta artinya yang menjelaskan tentang qada dan qadar allah

Tuliskan ayat beserta artinya yang menjelaskan tentang qada dan qadar allah

Ilustrasi masjid. Kunci Jawaban Buku PAI dan Budi Pekerti Kelas 9 SMP Bab 8 Halaman 173: Beriman Kepada Qadha dan Qadar Allah /PEXELS/Rayn L/

PORTAL PEKALONGAN - Kunci jawaban Buku PAI dan Budi Pekerti Kelas 9 SMP Bab 8, Beriman Kepada Qadha dan Qadar Allah adalah latihan soal yang akan kita bahas pada artikel ini.

Artikel ini akan membahas Kunci jawaban Buku PAI dan Budi Pekerti Kelas 9 SMP Bab 8, halaman 173.

Sebelum mencocokkan dengan kunci jawaban diharapkan adik-adik telah mengerjakan soal terlebih dahulu. Kemudian setelah itu mencocokkan kunci jawaban dengan dibimbing orang tua.

Baca Juga: Kunci Jawaban IPS Kelas 9 SMP Uji Kompetensi Halaman 194 - 196: Perbedaan Proteksi dan Kuota Impor

Kunci jawaban yang akan dibahas dalam artikel ini diharapkan bisa membantu orang tua dalam membimbing anaknya belajar dirumah.

Kunci jawaban Buku PAI dan Budi Pekerti Kelas 9 SMP Bab 8, halaman 173.

Dilansir Portalpekalongan.com dari Buku PAI dan Budi Pekerti Kelas 9 SMP Bab 8 untuk Kelas 9 SMP dan penjelasan Priliansyah Ma'ruf Nur, S.Pd, M.Pd guru PAI SMA Negeri 1 Banjarnegara, berikut merupakan soal dan kunci jawaban PAI bab 8 tentang Beriman Kepada Qadha dan Qadar Allah.

Baca Juga: Kunci Jawaban IPS Kelas 9 SMP Uji Kompetensi Halaman 194 195 196 Semester 2: Perdagangan Internasional

Adik-adik, berikut pembahasan materi Kunci jawaban Buku PAI dan Budi Pekerti Kelas 9 SMP Bab 8, halaman 173.

Kunci Jawaban PAI Kelas 9 SMP Bab 8 Halaman 173 Esai

Sumber: Buku PAI dan Budi Pekerti Kelas 9 SMP

Tulislah satu buah dalil al-Qur’an tentang qada’ dan qadar ! berikut ini pembahasan dan penjelasan mengenai dalil yang dimaksud.

Dalil berarti berkaitan dengan dasar, hukum atau acuan. Yang karena brkaitan dengan Al Qur’an berarti berupa surat dan ayat di dalam Al Qur’an.

Yang mana dalam ayat tersebut menerangkan mengenai qada’ dan juga qadar yang sering kita sebut sebagai takdir.

Tulislah satu buah dalil al-Qur’an tentang qada’ dan qadar !

Jawab:

Dalil al Qur’an mengenai Qada’ dan Qadar, diterangkan di dalam surat ar Ra’d ayat 8:

Tuliskan ayat beserta artinya yang menjelaskan tentang qada dan qadar allah

Juga disebutkan di dalam surat ar Ra’d ayat 11:

Tuliskan ayat beserta artinya yang menjelaskan tentang qada dan qadar allah

Begitulah jawabannya teman-teman. Sebab pada belajar online kali ini, kan mengenai dalil berartai dasar, acuan atau hukum.

Karena berkaitan dengan Al Qur’an makanya berupa suarat dan ayat dalam Al Qur’an. Di dalam al Qur’an mengenai qada dan qadar diterangkan di dalam surat ar ra’d ayat 8 dan 11.

Pada ayat 8 disebutkan bahwa: “dan segala sesuatu ada ukuran di sisi-Nya”. Ukuran di sini berarti suatu ketetapan. Segala sesuatunya telah ditetapkan ukurannya.

Mulai dari bumi, matahari, dan segala alam semesta. Dari manusia, kehidupanya, rejekinya, dan lain sebagainya sudah ditentukan ukurannya oleh Allah, sudah ditetapkan.

Kemudian pada ayat yang ke 13, juga disebutkan bahwa: “Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri”

Di ayat tersebut merupakan dalil dari takdir muallaq, yaitu takdir atau ketentuan yang dipengaruhi oleh peran manusia berupa usaha atau ikhtiarnya. Untuk mengubah takdir tersebut. Misalnya sakit bila berusah berobat dan taat pada dokter bisa sembuh,

Atau miskin, bila berusaha dengan sungguh-sungguh disertai doa bisa menjadi kaya. Dan lain sebagainya.

Kunci jawaban

Tulislah satu buah dalil al-Qur’an tentang qada’ dan qadar

Demikianlah jawabannya teman-teman mengenai dalil yang dimaksud. ✅💯👍

Tuliskan ayat beserta artinya yang menjelaskan tentang qada dan qadar allah

Kebijakan masing-masing guru pembimbing 👩‍🏫

DALIL-DALIL IMAN KEPADA QADHA’ DAN QADHAR

Oleh
Syaikh Muhammad bin Ibrahim Al-Hamd

Dalil yang menunjukkan rukun yang agung dari rukun-rukun iman ini ialah al-Qur-an, as-Sunnah, ijma’, fitrah, akal, dan panca indera.

Dalil-Dalil Dari Al-Qur-an
Dalil-dalil dari al-Qur-an sangat banyak, di antaranya firman Allah Azza wa Jalla

وَكَانَ أَمْرُ اللَّهِ قَدَرًا مَقْدُورًا

“…Dan adalah ketetapan Allah itu suatu ketetapan yang pasti berlaku.” [Al-Ahzab/33 :38]

Juga firman-Nya:

إِنَّا كُلَّ شَيْءٍ خَلَقْنَاهُ بِقَدَرٍ

“Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran.” [Al-Qamar/54 : 49]

Dan juga firman-Nya yang lain:

وَإِنْ مِنْ شَيْءٍ إِلَّا عِنْدَنَا خَزَائِنُهُ وَمَا نُنَزِّلُهُ إِلَّا بِقَدَرٍ مَعْلُومٍ

“Dan tidak ada sesuatu pun melainkan pada sisi Kami-lah kha-zanahnya, dan Kami tidak menurunkannya melainkan dengan ukuran tertentu.” [Al-Hijr/15 : 21]

Juga firman-Nya:

إِلَىٰ قَدَرٍ مَعْلُومٍ فَقَدَرْنَا فَنِعْمَ الْقَادِرُونَ

“Sampai waktu yang ditentukan, lalu Kami tentukan (bentuknya), maka Kami-lah sebaik-baik yang menentukan.” [Al-Mursalaat/77 : 22-23]

Juga firman-Nya yang lain:

ثُمَّ جِئْتَ عَلَىٰ قَدَرٍ يَا مُوسَىٰ

“…Kemudian engkau datang menurut waktu yang ditetapkan hai Musa.” [Thaahaa/20 : 40]

Dan juga firman-Nya:

وَخَلَقَ كُلَّ شَيْءٍ فَقَدَّرَهُ تَقْدِيرًا

“…Dan Dia telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya.” [Al-Furqaan/25 : 2]

Dan firman-Nya yang lain:

وَالَّذِي قَدَّرَ فَهَدَىٰ

“Dan yang menentukan kadar (masing-masing) dan memberi petunjuk.” [Al-A’laa/87 : 3]

Firman-Nya yang lain:

لِيَقْضِيَ اللَّهُ أَمْرًا كَانَ مَفْعُولًا

“… (Allah mempertemukan kedua pasukan itu) agar Dia melakukan suatu urusan yang mesti dilaksanakan…” [Al-Anfaal/8: 42]

Serta firman-Nya yang lain :

وَقَضَيْنَا إِلَىٰ بَنِي إِسْرَائِيلَ فِي الْكِتَابِ لَتُفْسِدُنَّ فِي الْأَرْضِ مَرَّتَيْنِ

“Dan telah Kami tetapkan terhadap Bani Israil dalam Kitab itu, ‘Sesungguhnya kamu akan membuat kerusakan di muka bumi ini dua kali...” [Al-Israa’/17 : 4]

Dalil-Dalil Dari As-Sunnah
Sementara dari sunnah ialah seperti sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana yang terdapat dalam hadits Jibril Alaihissalam

وَتُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ

“…Dan engkau beriman kepada qadar, yang baik maupun yang buruk… .” [1]

Muslim meriwayatkan dalam kitab Shahiih dari Thawus, dia mengatakan, “Saya mengetahui sejumlah orang dari para Sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, ‘Segala sesuatu dengan ketentuan takdir.’ Ia melanjutkan, “Dan aku mendengar ‘Abdullah bin ‘Umar mengatakan, ‘Segala sesuatu itu dengan ketentuan takdir hingga kelemahan dan kecerdasan, atau kecerdasan dan kelemahan.’”[2]

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

وَإِنْ أَصَابَكَ شَيْئٌ فَلاَ تَقُل:ْ لَوْ أَنِّيْ فَعَلْتُ، كَانَ كَذَا وَكَذَا، وَلَكِنْ قُلْ: قَدَرُ اللهِ وَمَا شَاءَ فَعَلَ

“…Jika sesuatu menimpamu, maka janganlah mengatakan, ‘Se-andainya aku melakukannya, niscaya akan demikian dan demikian.’ Tetapi ucapkanlah, ‘Sudah menjadi ketentuan Allah, dan apa yang dikehendakinya pasti terjadi… .’” [3]

Demikianlah (dalil-dalil tersebut), dan akan kita temukan dalam kitab ini dalil-dalil yang banyak dari al-Qur-an dan as-Sunnah, sebagai tambahan atas apa yang telah disebutkan.

Dalil-Dalil Dari Ijma’
Sedangkan menurut Ijma’, maka kaum muslimin telah bersepakat tentang kewajiban beriman kepada qadar, yang baik dan yang buruk, yang berasal dari Allah. An-Nawawi Rahimahullah berkata, “Sudah jelas dalil-dalil yang qath’i dari al-Qur-an, as-Sunnah, ijma’ Sahabat, dan Ahlul Hil wal ‘Aqd dari kalangan salaf dan khalaf tentang ketetapan qadar Allah Azza wa Jalla.” [4]

Ibnu Hajar Rahimahullah berkata, “Sudah menjadi pendapat salaf seluruhnya bahwa seluruh perkara semuanya dengan takdir Allah Ta’ala.” [5]

Dalil-Dalil Dari Fitrah
Adapun berdasarkan fitrah, bahwa iman kepada qadar adalah sesuatu yang telah dimaklumi secara fitrah, baik dahulu maupun sekarang, dan tidak ada yang mengingkarinya kecuali sejumlah kaum musyrikin. Kesalahannya tidak terletak dalam menafikan dan mengingkari qadar, tetapi terletak dalam memahaminya menurut cara yang benar. Karena itu, Allah Azza wa Jalla berfirman tentang kaum musyrikin:

Baca Juga  Adakah Tingkat Keimanan Kepada Qadha' Dan Qadar

سَيَقُولُ الَّذِينَ أَشْرَكُوا لَوْ شَاءَ اللَّهُ مَا أَشْرَكْنَا وَلَا آبَاؤُنَا

“Orang-orang yang mempersekutukan Allah, akan mengatakan, ‘Jika Allah menghendaki, niscaya kami dan bapak-bapak kami tidak mempersekutukan-Nya… .’” [Al-An’aam/6 : 148]

Mereka menetapkan kehendak (masyii-ah) bagi Allah, tetapi mereka berargumen dengannya atas perbuatan syirik. Kemudian Dia menjelaskan bahwa ini merupakan keadaan umat sebelum mereka, dengan firman-Nya:

كَذَٰلِكَ كَذَّبَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ

“… Demikian pulalah orang-orang yang sebelum mereka telah mendustakan (para Rasul)… .” [Al-An’aam/6 : 148]

Bangsa ‘Arab di masa Jahiliyyah mengenal takdir dan tidak mengingkarinya, serta di sana tidak ada orang yang berpendapat bahwa suatu perkara itu memang telah ada sebelumnya (terjadi dengan sendirinya, tanpa ada Yang menghendakinya).

Hal ini kita jumpai secara nyata dalam sya’ir-sya’ir mereka, sebagaimana yang disebutkan sebelumnya, dan sebagaimana dalam ucapan ‘Antarah:
Wahai tetumbuhan, ke mana aku akan lari dari kematian
jika Rabb-ku di langit telah menentukannya [6]

Sebagaimana juga ucapan Tharfah bin al-‘Abd:
Seandainya Rabb-ku menghendaki, niscaya aku menjadi Qais bin Khalid
dan sekiranya Rabb-ku menghendaki, niscaya aku menjadi ‘Amr bin Martsad [7]

Suwaid bin Abu Kahil berkata:
Yang Maha Pemurah, dan segala puji untuk-Nya, telah menuliskan
keluasan akhlak pada kami begitu juga kebengkokannya [8]

Al-Mutsaqqib al-‘Abdi berkata:
Aku yakin, jika Rabb menghendaki,
bahwasanya kekuatan dan tujuan-Nya akan sampai kepadaku [9]

Zuhair berkata:
Jangan menyembunyikan kepada Allah apa yang ada dalam jiwa kalian
agar tersembunyi, dan meskipun disembunyikan Allah tetap mengetahuinya
Dia menunda lalu diletakkan dalam kitab untuk disimpan
bagi hari Penghisaban, atau disegerakan untuk diberi balasan [10]

Sebagaimana kita dapati juga dalam khutbah-khutbah mereka, seperti dalam pernyataan Hani’ bin Mas’ud asy-Syaibani dalam khutbahnya yang masyhur pada hari Dzi Qar, “Sesungguhnya sikap waspada (hati-hati) tidak dapat menyelamatkan dari takdir.” [11]

Tidak seorang pun dari mereka yang menafikan qadar secara mutlak, sebagaimana yang ditegaskan oleh salah seorang pakar bahasa ‘Arab, Abul ‘Abbas Ahmad bin Yahya Tsa’lab Rahimahullah, dengan ucapannya, “Saya tidak mengetahui ada orang ‘Arab yang mengingkari takdir.” Ditanyakan kepadanya, “Apakah di hati orang-orang ‘Arab terlintas pernyataan menafikan takdir?” Ia menjawab, “Berlindunglah kepada Allah, tidak ada pada bangsa ‘Arab kecuali menetapkan takdir, yang baik maupun yang buruk, baik semasa Jahiliyyah maupun semasa Islam. Pernyataan mereka sangat banyak dan jelas.” Kemudian dia mengucapkan sya’ir:

Takdir-takdir berlaku atas jarum yang menancap
dan tidaklah jarum berjalan melainkan dengan takdir
Lalu dia mengucapkan sya’ir milik Umru-ul Qais:
Kesengsaraan pada dua kesengsaraan telah tertuliskan [12]

Labid berkata:
Bertakwa kepada Rabb kami adalah sebaik-baik kewajiban
dan dengan seizin Allah hidup dan ajalku
Aku memuji Allah dan tidak ada sekutu bagi-Nya
di kedua tangan-Nya tergenggam kebajikan, apa yang dikehendaki-Nya pasti terjadi
Siapa yang diberi petunjuk kepada jalan kebajikan, maka dia telah mendapat petunjuk dan hidupnya menyenangkan
dan siapa yang dikehendaki-Nya (untuk disesatkan), maka Dia menyesatkannya [13]

Ka’b bin Sa’ad al-Ghanawi berkata:
Tidakkah engkau mengetahui bahwa dudukku tidak menjauhkan kematianku dariku
dan tidak pula kepergianku mendekatkanku kepada kematian
Bersama takdir yang pasti, hingga kematianku menimpaku
seandainya jiwa tidak terburu-buru [14]

Dalil-Dalil Dari Akal
Sedangkan dalil akal, maka akal yang sehat memastikan bahwa Allah-lah Pencipta alam semesta ini, Yang Mengaturnya dan Yang Menguasainya. Tidak mungkin alam ini diadakan dengan sistim yang menakjubkan, saling menjalin, dan berkaitan erat antara sebab dan akibat sedemikian rupa ini adalah secara kebetulan. Sebab, wujud itu sebenarnya tidak memiliki sistem pada asal wujud-nya, lalu bagaimana menjadi tersistem pada saat adanya dan perkembangannya?

Baca Juga  Jika Perbuatan Orang Kafir Telah Ditulis Mengapa Dia Disiksa

Jika ini terbukti secara akal bahwa Allah adalah Pencipta, maka sudah pasti sesuatu tidak terjadi dalam kekuasaan-Nya melainkan apa yang dikehendaki dan ditakdirkan-Nya.

Di antara yang menunjukkan pernyataan ini ialah firman Allah Azza wa Jalla:

اللَّهُ الَّذِي خَلَقَ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ وَمِنَ الْأَرْضِ مِثْلَهُنَّ يَتَنَزَّلُ الْأَمْرُ بَيْنَهُنَّ لِتَعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ وَأَنَّ اللَّهَ قَدْ أَحَاطَ بِكُلِّ شَيْءٍ عِلْمًا

“Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi. Perintah Allah berlaku padanya, agar kamu mengetahui bahwasanya Allah Mahakuasa atas segala sesuatu, dan sesungguhnya Allah, ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu.” [Ath-Thalaaq/65 : 12]

Kemudian perincian tentang qadar tidak diingkari akal, tetapi merupakan hal yang benar-benar disepakati, sebagaimana yang akan dijelaskan nanti.

Dalil-Dalil Dari Panca Indera
Adapun bukti secara inderawi, maka kita menyaksikan, mendengar, dan membaca bahwa manusia akan lurus berbagai urusan mereka dengan beriman kepada qadha’ dan qadar -dan telah lewat penjelasan tentang hal ini pada pembahasan “Buah Keimanan kepada Qada’ dan Qadar”-. Orang-orang yang benar-benar beriman kepadanya adalah manusia yang paling berbahagia, paling bersabar, paling berani, paling dermawan, paling sempurna, dan paling berakal.

Seandainya keimanan kepada takdir tersebut tidaklah nyata, niscaya mereka tidak mendapatkan semua itu.

Kemudian, qadar adalah “sistem tauhid,” [15] sebagaimana dikatakan oleh Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu ‘anhu, dan tauhid itu sendiri adalah sebagai sistem kehidupan. Maka kehidupan manusia tidak akan benar-benar istiqamah (lurus), kecuali dengan tauhid, dan tauhid tidak akan lurus kecuali dengan beriman kepada qadha’ dan qadar.

Mudah-mudahan apa yang akan disebutkan di akhir kitab ini mengenai kisah-kisah manusia yang menyimpang dalam masalah takdir akan menjadi bukti atas hal itu.

Kemudian dalam perkara yang telah diberitakan Allah dan Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam, berupa perkara-perkara ghaib di masa mendatang yang telah terjadi, sebagaimana disebutkan dalam hadits, adalah bukti yang jelas dan nyata bahwa iman kepada qadar adalah hak dan benar.

[Disalin dari kitab Al-Iimaan bil Qadhaa wal Qadar, Edisi Indoensia Kupas Tuntas Masalah Takdir, Penulis Muhammad bin Ibrahim Al-Hamd, Penerjemah Ahmad Syaikhu, Sag. Penerbit Pustaka Ibntu Katsir] _______ Footnote [1]. HR. Muslim, kitab al-Iimaan, (I/38, no. 8). [2]. Muslim, (no. 2655) diriwayatkan juga oleh Ahmad dalam al-Musnad, yang diteliti oleh Ahmad Syakir, (VIII/152, no. 5893), dan diriwayatkan oleh Malik dalam al-Muwaththa’, (II/879). [3]. HR. Muslim, (no. 2664). [4]. Syarh Shahiih Muslim, an-Nawawi, (I/155). [5]. Fat-hul Baari, (XI/287) lihat, Syarh Ushuul I’tiqaad Ahlis Sunnah wal Jamaa’ah, al-Lalika-i, (III/534-538), di mana dia menukil ijma’ atas hal itu dari sejumlah besar kaum salaf, dan lihat, Majmuu’ul Fataawaa, (VIII/449, 452, 459). [6]. Diiwaan ‘Antarah, hal. 74. [7]. Syarh al-Mu’allaqaatil ‘Asyr, az-Zauzani, hal. 119. [8]. Al-Mufadh-dhaliyyaat, al-Mufadh-dhal adh-Dhabi, hal. 197. [9]. Al-Mufadhdhaliyyaat, hal. 151. [10]. Syarh Diiwaan Zuhair bin Abi Sulma, hal. 25. [11]. Al-Amaali, Abu ‘Ali al-Qali, (I/171), Jamharatul Khuthabil ‘Arab, Ahmad Zaki Shafwat, (I/37), dan Taariikhul Adabil ‘Arabi, Ahmad Hasan az-Zayyat, hal. 33. [12]. Lihat, Syarh Ushuul I’tiqaad Ahlis Sunnah wal Jamaa’ah, al-Lalika-i, (III/538) dan lihat, (IV/704-705) dari kitab yang sama. [13]. Syarh Ushuul I’tiqaad Ahlis Sunnah wal Jamaa’ah, al-Lalika-i, (IV/705), dan lihat, Syi’r Labid Ibn Rabi’ah baina Jaahiliyyatih wa Islaamih, Zakaria Shiyam, hal. 95. [14]. Al-‘Ashma’iyyaat, al-‘Ashma’i ‘Abdulmalik bin Quraib, hal. 74.

[15]. Majmuu’ul Fataawaa, (II/113)