Uraikan 4 bukti yang menunjukan toleransi kerukunan beragama di kerajaan Sriwijaya

Abdurrahman, Dudung. (1999). Metode Penelitian Sejarah. Jakarta: Logos Wacana Ilmu

Balai Pelestarian Cagar Budaya Jambi. (2013). Percandian Bumiayu, Jambi: Peestarian Cagar Budaya Jambi Sumatera Selatan.

Bosch, F.D.K. (1930). “Verslaag vaan een reis door Sumatra”, OV: 133-157.

Marhaeni, Tri, S. (2007). Karya Seni Bangun Candi Hindu di Bumi Ayu (dalam Tabir Peradaban Sungai Lematang). Palembang: Balai Arkeologi Sumatera Selatan.

Nasir, M.1980. Arkeologi Klasik Daerah Jambi, Proyek pengembangan permusiuman Jambi Kantor wilayah Depertemen pendiidkan dan Kebudayaan Privinsi Jambi.

Rangkuti, Nurhadi. (2007). Tabir Peradaban Sungai Lematang, Palembang: Balai Arkeologi Sumatera Selatan.

Sholeh, K. (2017). Prasasti Talang Tuo Peninggalan Kerajaan Sriwijaya Sebagai Materi Ajar Sejarah Indonesia Di Sekolah Menengah Atas. HISTORIA Jurnal Program Studi Pendidikan Sejarah, 5(2), 175-194.

Sjamsuddin, Helius. 2012. Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Ombak

Satari, Bijlage V. Soejatm. (2001). “Sebuah situs Hindu di Sumatra Selatan: Temuan kelompok candi dan arca di Bumiayu”, Makalah dalam Seminar 25 tahun Kerjasama Perancis di Bidang Penelitian Kebudayaan di Asia Tenggara Kepulauan, Palembang, 16-18 Juli 2001.

Siregar, Sondang, M. (2007). Komplek Pecandian Bumiayu (Tinjauan Tata Letak Bangunan), Jurnal Naditira Widya, Vol 1. No. 1 tahun 2007.

Siregar, Sondang M. (2016). Jejak Tantrayana di Candi Bumi Ayu, Jurnal Naditira Widya, Vol 10 No. 1 tahun 2016. Kalimantan Selatan: Balai Arkeologi.

Susetyo, Sukowati. (2007). Permukiman di Lingkungan Candi Bumi Ayu. Palembang: Balai Arkeologi Sumatera Selatan

Utomo, B. B. (2012). Pengembangan Kawasan dan Kepariwisataan Situs Kompleks Percandian Bumiayu. KALPATARU, 21(2), 73-84.

Kerajaan Mataram Kuno (Medang) merupakan salah satu kerajaan bercorak Hindu-Buddha di Indonesia yang berdiri pada abad ke-8 M. Kehidupan sosial kerajaan Mataram Kuno dikenal dengan toleransi beragama yang sangat baik. Hal ini dibuktikan dengan peninggalan - peninggalan dinasti Sanjaya yang beragama Hindu dan dinasti Syailendra yang beragama Budha berupa candi-candi yang didirikan secara berdampingan. Selain itu, kerajaan mataram sendiri dikuasai dan diperintah dua dinasti yakni Syailendra dan Sanjaya. Persaingan yang terjadi diantara dua dinasti tersebut tidak berlangsung lama karena adanya pernikahan antara  Rakai Pikatan dari dinasti Sanjaya yang beragama Hindu dengan Pramodhawardhani dari dinasti Syailendra yang beragama Buddha.  

Dengan demikian, bukti adanya toleransi antara umat Hindu dengan umat Buddha di Kerajaan Mataram Kuno adalah dibangunnya berbagai candi dan Buddha yang tersebar di berbagai tempat di wilayah Mataram Kuno dan masih tetap terpelihara dengan baik dan adanya pernikahan antara Rakai Pikatan dari Dinasti Sanjaya (Hindu) dan Pramodhawardani dari Dinasti Syailendra (Buddha).

Uraikan 4 bukti yang menunjukan toleransi kerukunan beragama di kerajaan Sriwijaya

Uraikan 4 bukti yang menunjukan toleransi kerukunan beragama di kerajaan Sriwijaya
Lihat Foto

Wikimedia Commons/M Yusril Mirza

Candi Plaosan di Kabupaten Klaten merupakan wujud akulturasi budaya Hindu dan Buddha peninggalan Kerajaan Mataram Kuno.

KOMPAS.com - Kerajaan Mataram Kuno berdiri pada sekitar abad ke-8 hingga abad ke-11.

Kerajaan bercorak Hindu-Buddha ini sempat beberapa kali mengalami perpindahan pusat pemerintahan, dari Jawa Tengah hingga akhirnya ke Jawa Timur.

Ketika di Jawa Tengah, Mataram Kuno diperintah oleh dua dinasti berbeda, yaitu Dinasti Sanjaya dan Dinasti Sayilendra.

Sedangkan pada periode Jawa Timur, yang lebih dikenal dengan sebutan Kerajaan Medang, diperintah oleh Dinasti Isyana.

Meski bercorak Hindu-Buddha, masyarakat Mataram Kuno tetap memegang teguh toleransi antarumat beragama.

Berikut ini bukti adanya toleransi antaraumat beragama di Kerajaan Mataram Kuno.

Baca juga: Sejarah Berdirinya Kerajaan Mataram Kuno

Perkawinan beda agama

Dinasti-dinasti yang berkuasa di Kerajaan Mataram Kuno mempunyai perbedaan yang sangat mencolok, di mana Dinasti Sanjaya bercorak Hindu, sedangkan Dinasti Syailendra bercorak Buddha.

Kekuasaan Mataram Kuno pertama kali dipegang oleh Raja Sanjaya, dibuktikan dengan Prasasti Canggal.

Raja Sanjaya dikenal sebagai raja yang bijaksana, cakap, adil, dan taat dalam beragama.

Di bawah pemerintahannya, kerajaan ini mejadi pusat pembelajaran agama Hindu, dibuktikan dengan banyaknya pendeta yang berkunjung dan menetap di Mataram.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Wilayah Nusantara dahulu seringkali dikenal sebagai jalur rempah, sebutan jalur rempah bagi wilayah Nusantara tidaklah berlebihan. Daerah Nusantara sedari dulu telah memiliki catatan panjang perdagangan rempah-rempah. Pedagang dari berbagai tempat di belahan dunia seperti dari Arab, Persia, India hingga Tiongkok telah pergi ke Nusantara dalam perjalanannya mencari rempah-rempah. Lokasi wilayah Nusantara yang strategis karena letaknya yang berada di dua samudra dan dua benua, membuatnya telah menjadi tempat persilangan budaya antara berbagai budaya yang berbeda.

            Tidaklah jelas kapan kelompok budaya lain di luar rumpun Austronesia telah datang ke Indonesia. Hingga sekarang sumber sejarah tertua yang tercatat hingga hari ini ialah Prasasti Yupa yang ditemukan di Kutai, dalam prasasti tersebut tercatat adanya kerajaan Hindu pada abad ke-4 Masehi. Hingga sebelum abad ke-4 Masehi belum ditemukan adanya catatan sejarah di wilayah Nusantara, kendati demikian telah diyakini adanya persilangan budaya antara Indonesia dengan budaya lain di luar Indonesia.

            Tradisi pengobatan di Barus, dapat menjadi bukti nyata bahwa telah terjadi persilangan budaya di wilayah Nusantara pada masa sebelum masehi. Wilayah Barus yang dikenal sebagai penghasil kemenyan dan kapur barus, diyakini telah memiliki kontak dengan peradaban lain di luar Nusantara. Seperti dalam berbagai peninggalan arkeologis peradaban Mesir Kuno menunjukkan bahwa rempah-rempah dan kapur barus telah lama digunakan dalam lingkungan istana para Fir'aun Mesir, tidak sedikit bukti yang menunjukkan bahwa kapur barus dan rempah-rempah juga digunakan untuk mengawetkan mayat untuk selanjutnya dibuat mummy.

 Sejak masa peradaban Tiongkok Kuno, tepatnya lebih lebih dari 2000 tahun yang lalu sudah ada aturan bahwa pejabat atau siapa pun yang ingin menghadap kaisar harus mengunyah cengkeh terlebih dahulu untuk menghilangkan bau mulut. Adanya aturan ini menandakan bahwa telah adanya silang budaya dengan peradaban lain dari sejak sebelum masehi.

            Perdagangan komoditas rempah baru benar-benar tercatat di kawasan Nusantara setelah masuknya agama Hindu-Buddha dari India. Silang budaya dengan India bukan saja mempengaruhi bidang agama, melainkan budaya dan juga tradisi keberaksaraan serta kesusastraan. Kita patut berterima kasih dengan datangnya budaya India, sebab diyakini bangsa India yang memperkenalkan budaya tulis ke Nusanatara. Terlihat pada Prasasti Yupa yang tersimpan di Museum Nasional, prasasti yang menjadi sumber sejarah pertama bangsa Indonesia tersebut ditulis menggunakan huruf Pallawa dan ditulis dalam bahasa Sansekerta.

            Persilangan budaya dengan India dan masuknya agama Hindu-Buddha turut berpengaruh besar dalam perkembangan peradaban di kawasan Nusantara. Mulai munculnya berbagai kerajaan yang menganut agama Hindu ataupun Buddha. Salah satunya ialah Kerajaan Sriwijaya atau lazim disebut Kedatuan Sriwijaya. Kedatuan Sriwijaya dalam perkembangan sejarahnya telah berhasil menjadi thalassocracy(kekaisaran maritim). Kerajaan yang didirikan oleh Dapunta Hyang ini, kemudian berhasil mencapai kejayaannya pada masa Balaputradewa. Di masa Balaputradewa, Kedatuan Sriwijaya bukan saja menjadi pusat perdagangan melainkan juga center of knowledge.Raja Balaputradewa mengirim ribuan mahasiswa untuk belajar ke Universitas Nalanda, India. Prasasti Nalanda, India telah menjadi saksi bisu akan kehadiran mahasiswa Sriwijaya di Nalanda. 

Universitas Nalanda dan juga Universitas Vikramasila di abad ke-9 dikenal sebagai pusat pembelajaran agama Buddha terbaik di masanya. Dalam Prasasti Nalanda disebutkan bahwa Raja Balaputradewa membangunkan asrama khusus bagi mahasiswa dari Sriwijaya yang kuliah di Universitas Nalanda, tidak hanya itu Raja Balaputradewa pun turut memberikan donasi bagi Universitas Nalanda. Terlihat bahwa Sriwijaya pada masanya sangat memperhatikan sektor pendidikan, bahkan dari Prasasti Nalanda kita dapat menyimpulkan bahwa Kerajaan Sriwijaya memberikan beasiswa full support,  bandingkan dengan pemerintah Republik Indonesia yang hingga kini belum sanggup melakukannya.

            Para mahasiswa yang telah lulus dari India kemudian turut mengembangkan sektor pendidikan di Sriwijaya. Pada masa kejayaannya Sriwijaya telah memiliki universitas yang termasyur, khususnya untuk pembelajaran agama Buddha; kita masih dapat temui sisa peninggalan arkeologis universitas tersebut yang sekarang kita kenal sebagai Candi Muaro Jambi dan Candi Muaro Takus yang hingga kini masih terdapat di Jambi.

 Di masanya kedua universitas ini dikenal sebagai world class universitypada masanya, bahkan banyak mahasiswa dari dalam dan luar negeri yang belajar di kedua universitas tersebut. Demikian juga pengajarnya tidak sedikit dari luar negeri yang menjadi pengajar di kedua universitas tersebut, kendati demikian Sriwijaya memiliki guru besar agama Buddha yang tersohor yakni Sakyakirti atau lazim dikenal di Tibet dan India terutama sebagai Dharmakirti.

            Mulanya Sakyakirti berkelana di berbagai tempat di India untuk mendalami Buddhisme dan akhirnya setelah memperdalam ilmunya, ia dipercaya untuk mengajar di Universitas Nalanda. Kemudian setelah beberapa tahun mengajar ia pulang ke Sriwijaya dan mengajar di Muaro Jambi dan Muaro Takus. Namanya yang tersohor sebagai guru besar agama Buddha, membuat banyak bhiksu mancanegara yang menimba ilmunya di Sriwijaya. S

eperti I-Tsing, ia seorang bhiksu dari Tiongkok yang hendak mendalami Buddhisme di India. Sebelum ia pergi ke India, ia terlebih dahulu kuliah di Sriwijaya terutama untuk mendalami bahasa Sansekerta. Universitas di Sriwijaya menjadi tempat pengantar memahami Buddhisme sebelum ke India, bagi para bhiksu dari Tiongkok sebab tingkat akreditasi universitas-universitas Sriwijaya dianggap hampir sama dengan di India. Catatan perjalanan I-Tsing ini penting, sebab dari catatan perjalanannya kemudian diketahui adanya Kerajaan Sriwijaya.


Page 2

Wilayah Nusantara dahulu seringkali dikenal sebagai jalur rempah, sebutan jalur rempah bagi wilayah Nusantara tidaklah berlebihan. Daerah Nusantara sedari dulu telah memiliki catatan panjang perdagangan rempah-rempah. Pedagang dari berbagai tempat di belahan dunia seperti dari Arab, Persia, India hingga Tiongkok telah pergi ke Nusantara dalam perjalanannya mencari rempah-rempah. Lokasi wilayah Nusantara yang strategis karena letaknya yang berada di dua samudra dan dua benua, membuatnya telah menjadi tempat persilangan budaya antara berbagai budaya yang berbeda.

            Tidaklah jelas kapan kelompok budaya lain di luar rumpun Austronesia telah datang ke Indonesia. Hingga sekarang sumber sejarah tertua yang tercatat hingga hari ini ialah Prasasti Yupa yang ditemukan di Kutai, dalam prasasti tersebut tercatat adanya kerajaan Hindu pada abad ke-4 Masehi. Hingga sebelum abad ke-4 Masehi belum ditemukan adanya catatan sejarah di wilayah Nusantara, kendati demikian telah diyakini adanya persilangan budaya antara Indonesia dengan budaya lain di luar Indonesia.

            Tradisi pengobatan di Barus, dapat menjadi bukti nyata bahwa telah terjadi persilangan budaya di wilayah Nusantara pada masa sebelum masehi. Wilayah Barus yang dikenal sebagai penghasil kemenyan dan kapur barus, diyakini telah memiliki kontak dengan peradaban lain di luar Nusantara. Seperti dalam berbagai peninggalan arkeologis peradaban Mesir Kuno menunjukkan bahwa rempah-rempah dan kapur barus telah lama digunakan dalam lingkungan istana para Fir'aun Mesir, tidak sedikit bukti yang menunjukkan bahwa kapur barus dan rempah-rempah juga digunakan untuk mengawetkan mayat untuk selanjutnya dibuat mummy.

 Sejak masa peradaban Tiongkok Kuno, tepatnya lebih lebih dari 2000 tahun yang lalu sudah ada aturan bahwa pejabat atau siapa pun yang ingin menghadap kaisar harus mengunyah cengkeh terlebih dahulu untuk menghilangkan bau mulut. Adanya aturan ini menandakan bahwa telah adanya silang budaya dengan peradaban lain dari sejak sebelum masehi.

            Perdagangan komoditas rempah baru benar-benar tercatat di kawasan Nusantara setelah masuknya agama Hindu-Buddha dari India. Silang budaya dengan India bukan saja mempengaruhi bidang agama, melainkan budaya dan juga tradisi keberaksaraan serta kesusastraan. Kita patut berterima kasih dengan datangnya budaya India, sebab diyakini bangsa India yang memperkenalkan budaya tulis ke Nusanatara. Terlihat pada Prasasti Yupa yang tersimpan di Museum Nasional, prasasti yang menjadi sumber sejarah pertama bangsa Indonesia tersebut ditulis menggunakan huruf Pallawa dan ditulis dalam bahasa Sansekerta.

            Persilangan budaya dengan India dan masuknya agama Hindu-Buddha turut berpengaruh besar dalam perkembangan peradaban di kawasan Nusantara. Mulai munculnya berbagai kerajaan yang menganut agama Hindu ataupun Buddha. Salah satunya ialah Kerajaan Sriwijaya atau lazim disebut Kedatuan Sriwijaya. Kedatuan Sriwijaya dalam perkembangan sejarahnya telah berhasil menjadi thalassocracy(kekaisaran maritim). Kerajaan yang didirikan oleh Dapunta Hyang ini, kemudian berhasil mencapai kejayaannya pada masa Balaputradewa. Di masa Balaputradewa, Kedatuan Sriwijaya bukan saja menjadi pusat perdagangan melainkan juga center of knowledge.Raja Balaputradewa mengirim ribuan mahasiswa untuk belajar ke Universitas Nalanda, India. Prasasti Nalanda, India telah menjadi saksi bisu akan kehadiran mahasiswa Sriwijaya di Nalanda. 

Universitas Nalanda dan juga Universitas Vikramasila di abad ke-9 dikenal sebagai pusat pembelajaran agama Buddha terbaik di masanya. Dalam Prasasti Nalanda disebutkan bahwa Raja Balaputradewa membangunkan asrama khusus bagi mahasiswa dari Sriwijaya yang kuliah di Universitas Nalanda, tidak hanya itu Raja Balaputradewa pun turut memberikan donasi bagi Universitas Nalanda. Terlihat bahwa Sriwijaya pada masanya sangat memperhatikan sektor pendidikan, bahkan dari Prasasti Nalanda kita dapat menyimpulkan bahwa Kerajaan Sriwijaya memberikan beasiswa full support,  bandingkan dengan pemerintah Republik Indonesia yang hingga kini belum sanggup melakukannya.

            Para mahasiswa yang telah lulus dari India kemudian turut mengembangkan sektor pendidikan di Sriwijaya. Pada masa kejayaannya Sriwijaya telah memiliki universitas yang termasyur, khususnya untuk pembelajaran agama Buddha; kita masih dapat temui sisa peninggalan arkeologis universitas tersebut yang sekarang kita kenal sebagai Candi Muaro Jambi dan Candi Muaro Takus yang hingga kini masih terdapat di Jambi.

 Di masanya kedua universitas ini dikenal sebagai world class universitypada masanya, bahkan banyak mahasiswa dari dalam dan luar negeri yang belajar di kedua universitas tersebut. Demikian juga pengajarnya tidak sedikit dari luar negeri yang menjadi pengajar di kedua universitas tersebut, kendati demikian Sriwijaya memiliki guru besar agama Buddha yang tersohor yakni Sakyakirti atau lazim dikenal di Tibet dan India terutama sebagai Dharmakirti.

            Mulanya Sakyakirti berkelana di berbagai tempat di India untuk mendalami Buddhisme dan akhirnya setelah memperdalam ilmunya, ia dipercaya untuk mengajar di Universitas Nalanda. Kemudian setelah beberapa tahun mengajar ia pulang ke Sriwijaya dan mengajar di Muaro Jambi dan Muaro Takus. Namanya yang tersohor sebagai guru besar agama Buddha, membuat banyak bhiksu mancanegara yang menimba ilmunya di Sriwijaya. S

eperti I-Tsing, ia seorang bhiksu dari Tiongkok yang hendak mendalami Buddhisme di India. Sebelum ia pergi ke India, ia terlebih dahulu kuliah di Sriwijaya terutama untuk mendalami bahasa Sansekerta. Universitas di Sriwijaya menjadi tempat pengantar memahami Buddhisme sebelum ke India, bagi para bhiksu dari Tiongkok sebab tingkat akreditasi universitas-universitas Sriwijaya dianggap hampir sama dengan di India. Catatan perjalanan I-Tsing ini penting, sebab dari catatan perjalanannya kemudian diketahui adanya Kerajaan Sriwijaya.


Uraikan 4 bukti yang menunjukan toleransi kerukunan beragama di kerajaan Sriwijaya

Lihat Humaniora Selengkapnya


Page 3

Wilayah Nusantara dahulu seringkali dikenal sebagai jalur rempah, sebutan jalur rempah bagi wilayah Nusantara tidaklah berlebihan. Daerah Nusantara sedari dulu telah memiliki catatan panjang perdagangan rempah-rempah. Pedagang dari berbagai tempat di belahan dunia seperti dari Arab, Persia, India hingga Tiongkok telah pergi ke Nusantara dalam perjalanannya mencari rempah-rempah. Lokasi wilayah Nusantara yang strategis karena letaknya yang berada di dua samudra dan dua benua, membuatnya telah menjadi tempat persilangan budaya antara berbagai budaya yang berbeda.

            Tidaklah jelas kapan kelompok budaya lain di luar rumpun Austronesia telah datang ke Indonesia. Hingga sekarang sumber sejarah tertua yang tercatat hingga hari ini ialah Prasasti Yupa yang ditemukan di Kutai, dalam prasasti tersebut tercatat adanya kerajaan Hindu pada abad ke-4 Masehi. Hingga sebelum abad ke-4 Masehi belum ditemukan adanya catatan sejarah di wilayah Nusantara, kendati demikian telah diyakini adanya persilangan budaya antara Indonesia dengan budaya lain di luar Indonesia.

            Tradisi pengobatan di Barus, dapat menjadi bukti nyata bahwa telah terjadi persilangan budaya di wilayah Nusantara pada masa sebelum masehi. Wilayah Barus yang dikenal sebagai penghasil kemenyan dan kapur barus, diyakini telah memiliki kontak dengan peradaban lain di luar Nusantara. Seperti dalam berbagai peninggalan arkeologis peradaban Mesir Kuno menunjukkan bahwa rempah-rempah dan kapur barus telah lama digunakan dalam lingkungan istana para Fir'aun Mesir, tidak sedikit bukti yang menunjukkan bahwa kapur barus dan rempah-rempah juga digunakan untuk mengawetkan mayat untuk selanjutnya dibuat mummy.

 Sejak masa peradaban Tiongkok Kuno, tepatnya lebih lebih dari 2000 tahun yang lalu sudah ada aturan bahwa pejabat atau siapa pun yang ingin menghadap kaisar harus mengunyah cengkeh terlebih dahulu untuk menghilangkan bau mulut. Adanya aturan ini menandakan bahwa telah adanya silang budaya dengan peradaban lain dari sejak sebelum masehi.

            Perdagangan komoditas rempah baru benar-benar tercatat di kawasan Nusantara setelah masuknya agama Hindu-Buddha dari India. Silang budaya dengan India bukan saja mempengaruhi bidang agama, melainkan budaya dan juga tradisi keberaksaraan serta kesusastraan. Kita patut berterima kasih dengan datangnya budaya India, sebab diyakini bangsa India yang memperkenalkan budaya tulis ke Nusanatara. Terlihat pada Prasasti Yupa yang tersimpan di Museum Nasional, prasasti yang menjadi sumber sejarah pertama bangsa Indonesia tersebut ditulis menggunakan huruf Pallawa dan ditulis dalam bahasa Sansekerta.

            Persilangan budaya dengan India dan masuknya agama Hindu-Buddha turut berpengaruh besar dalam perkembangan peradaban di kawasan Nusantara. Mulai munculnya berbagai kerajaan yang menganut agama Hindu ataupun Buddha. Salah satunya ialah Kerajaan Sriwijaya atau lazim disebut Kedatuan Sriwijaya. Kedatuan Sriwijaya dalam perkembangan sejarahnya telah berhasil menjadi thalassocracy(kekaisaran maritim). Kerajaan yang didirikan oleh Dapunta Hyang ini, kemudian berhasil mencapai kejayaannya pada masa Balaputradewa. Di masa Balaputradewa, Kedatuan Sriwijaya bukan saja menjadi pusat perdagangan melainkan juga center of knowledge.Raja Balaputradewa mengirim ribuan mahasiswa untuk belajar ke Universitas Nalanda, India. Prasasti Nalanda, India telah menjadi saksi bisu akan kehadiran mahasiswa Sriwijaya di Nalanda. 

Universitas Nalanda dan juga Universitas Vikramasila di abad ke-9 dikenal sebagai pusat pembelajaran agama Buddha terbaik di masanya. Dalam Prasasti Nalanda disebutkan bahwa Raja Balaputradewa membangunkan asrama khusus bagi mahasiswa dari Sriwijaya yang kuliah di Universitas Nalanda, tidak hanya itu Raja Balaputradewa pun turut memberikan donasi bagi Universitas Nalanda. Terlihat bahwa Sriwijaya pada masanya sangat memperhatikan sektor pendidikan, bahkan dari Prasasti Nalanda kita dapat menyimpulkan bahwa Kerajaan Sriwijaya memberikan beasiswa full support,  bandingkan dengan pemerintah Republik Indonesia yang hingga kini belum sanggup melakukannya.

            Para mahasiswa yang telah lulus dari India kemudian turut mengembangkan sektor pendidikan di Sriwijaya. Pada masa kejayaannya Sriwijaya telah memiliki universitas yang termasyur, khususnya untuk pembelajaran agama Buddha; kita masih dapat temui sisa peninggalan arkeologis universitas tersebut yang sekarang kita kenal sebagai Candi Muaro Jambi dan Candi Muaro Takus yang hingga kini masih terdapat di Jambi.

 Di masanya kedua universitas ini dikenal sebagai world class universitypada masanya, bahkan banyak mahasiswa dari dalam dan luar negeri yang belajar di kedua universitas tersebut. Demikian juga pengajarnya tidak sedikit dari luar negeri yang menjadi pengajar di kedua universitas tersebut, kendati demikian Sriwijaya memiliki guru besar agama Buddha yang tersohor yakni Sakyakirti atau lazim dikenal di Tibet dan India terutama sebagai Dharmakirti.

            Mulanya Sakyakirti berkelana di berbagai tempat di India untuk mendalami Buddhisme dan akhirnya setelah memperdalam ilmunya, ia dipercaya untuk mengajar di Universitas Nalanda. Kemudian setelah beberapa tahun mengajar ia pulang ke Sriwijaya dan mengajar di Muaro Jambi dan Muaro Takus. Namanya yang tersohor sebagai guru besar agama Buddha, membuat banyak bhiksu mancanegara yang menimba ilmunya di Sriwijaya. S

eperti I-Tsing, ia seorang bhiksu dari Tiongkok yang hendak mendalami Buddhisme di India. Sebelum ia pergi ke India, ia terlebih dahulu kuliah di Sriwijaya terutama untuk mendalami bahasa Sansekerta. Universitas di Sriwijaya menjadi tempat pengantar memahami Buddhisme sebelum ke India, bagi para bhiksu dari Tiongkok sebab tingkat akreditasi universitas-universitas Sriwijaya dianggap hampir sama dengan di India. Catatan perjalanan I-Tsing ini penting, sebab dari catatan perjalanannya kemudian diketahui adanya Kerajaan Sriwijaya.


Uraikan 4 bukti yang menunjukan toleransi kerukunan beragama di kerajaan Sriwijaya

Lihat Humaniora Selengkapnya


Page 4

Wilayah Nusantara dahulu seringkali dikenal sebagai jalur rempah, sebutan jalur rempah bagi wilayah Nusantara tidaklah berlebihan. Daerah Nusantara sedari dulu telah memiliki catatan panjang perdagangan rempah-rempah. Pedagang dari berbagai tempat di belahan dunia seperti dari Arab, Persia, India hingga Tiongkok telah pergi ke Nusantara dalam perjalanannya mencari rempah-rempah. Lokasi wilayah Nusantara yang strategis karena letaknya yang berada di dua samudra dan dua benua, membuatnya telah menjadi tempat persilangan budaya antara berbagai budaya yang berbeda.

            Tidaklah jelas kapan kelompok budaya lain di luar rumpun Austronesia telah datang ke Indonesia. Hingga sekarang sumber sejarah tertua yang tercatat hingga hari ini ialah Prasasti Yupa yang ditemukan di Kutai, dalam prasasti tersebut tercatat adanya kerajaan Hindu pada abad ke-4 Masehi. Hingga sebelum abad ke-4 Masehi belum ditemukan adanya catatan sejarah di wilayah Nusantara, kendati demikian telah diyakini adanya persilangan budaya antara Indonesia dengan budaya lain di luar Indonesia.

            Tradisi pengobatan di Barus, dapat menjadi bukti nyata bahwa telah terjadi persilangan budaya di wilayah Nusantara pada masa sebelum masehi. Wilayah Barus yang dikenal sebagai penghasil kemenyan dan kapur barus, diyakini telah memiliki kontak dengan peradaban lain di luar Nusantara. Seperti dalam berbagai peninggalan arkeologis peradaban Mesir Kuno menunjukkan bahwa rempah-rempah dan kapur barus telah lama digunakan dalam lingkungan istana para Fir'aun Mesir, tidak sedikit bukti yang menunjukkan bahwa kapur barus dan rempah-rempah juga digunakan untuk mengawetkan mayat untuk selanjutnya dibuat mummy.

 Sejak masa peradaban Tiongkok Kuno, tepatnya lebih lebih dari 2000 tahun yang lalu sudah ada aturan bahwa pejabat atau siapa pun yang ingin menghadap kaisar harus mengunyah cengkeh terlebih dahulu untuk menghilangkan bau mulut. Adanya aturan ini menandakan bahwa telah adanya silang budaya dengan peradaban lain dari sejak sebelum masehi.

            Perdagangan komoditas rempah baru benar-benar tercatat di kawasan Nusantara setelah masuknya agama Hindu-Buddha dari India. Silang budaya dengan India bukan saja mempengaruhi bidang agama, melainkan budaya dan juga tradisi keberaksaraan serta kesusastraan. Kita patut berterima kasih dengan datangnya budaya India, sebab diyakini bangsa India yang memperkenalkan budaya tulis ke Nusanatara. Terlihat pada Prasasti Yupa yang tersimpan di Museum Nasional, prasasti yang menjadi sumber sejarah pertama bangsa Indonesia tersebut ditulis menggunakan huruf Pallawa dan ditulis dalam bahasa Sansekerta.

            Persilangan budaya dengan India dan masuknya agama Hindu-Buddha turut berpengaruh besar dalam perkembangan peradaban di kawasan Nusantara. Mulai munculnya berbagai kerajaan yang menganut agama Hindu ataupun Buddha. Salah satunya ialah Kerajaan Sriwijaya atau lazim disebut Kedatuan Sriwijaya. Kedatuan Sriwijaya dalam perkembangan sejarahnya telah berhasil menjadi thalassocracy(kekaisaran maritim). Kerajaan yang didirikan oleh Dapunta Hyang ini, kemudian berhasil mencapai kejayaannya pada masa Balaputradewa. Di masa Balaputradewa, Kedatuan Sriwijaya bukan saja menjadi pusat perdagangan melainkan juga center of knowledge.Raja Balaputradewa mengirim ribuan mahasiswa untuk belajar ke Universitas Nalanda, India. Prasasti Nalanda, India telah menjadi saksi bisu akan kehadiran mahasiswa Sriwijaya di Nalanda. 

Universitas Nalanda dan juga Universitas Vikramasila di abad ke-9 dikenal sebagai pusat pembelajaran agama Buddha terbaik di masanya. Dalam Prasasti Nalanda disebutkan bahwa Raja Balaputradewa membangunkan asrama khusus bagi mahasiswa dari Sriwijaya yang kuliah di Universitas Nalanda, tidak hanya itu Raja Balaputradewa pun turut memberikan donasi bagi Universitas Nalanda. Terlihat bahwa Sriwijaya pada masanya sangat memperhatikan sektor pendidikan, bahkan dari Prasasti Nalanda kita dapat menyimpulkan bahwa Kerajaan Sriwijaya memberikan beasiswa full support,  bandingkan dengan pemerintah Republik Indonesia yang hingga kini belum sanggup melakukannya.

            Para mahasiswa yang telah lulus dari India kemudian turut mengembangkan sektor pendidikan di Sriwijaya. Pada masa kejayaannya Sriwijaya telah memiliki universitas yang termasyur, khususnya untuk pembelajaran agama Buddha; kita masih dapat temui sisa peninggalan arkeologis universitas tersebut yang sekarang kita kenal sebagai Candi Muaro Jambi dan Candi Muaro Takus yang hingga kini masih terdapat di Jambi.

 Di masanya kedua universitas ini dikenal sebagai world class universitypada masanya, bahkan banyak mahasiswa dari dalam dan luar negeri yang belajar di kedua universitas tersebut. Demikian juga pengajarnya tidak sedikit dari luar negeri yang menjadi pengajar di kedua universitas tersebut, kendati demikian Sriwijaya memiliki guru besar agama Buddha yang tersohor yakni Sakyakirti atau lazim dikenal di Tibet dan India terutama sebagai Dharmakirti.

            Mulanya Sakyakirti berkelana di berbagai tempat di India untuk mendalami Buddhisme dan akhirnya setelah memperdalam ilmunya, ia dipercaya untuk mengajar di Universitas Nalanda. Kemudian setelah beberapa tahun mengajar ia pulang ke Sriwijaya dan mengajar di Muaro Jambi dan Muaro Takus. Namanya yang tersohor sebagai guru besar agama Buddha, membuat banyak bhiksu mancanegara yang menimba ilmunya di Sriwijaya. S

eperti I-Tsing, ia seorang bhiksu dari Tiongkok yang hendak mendalami Buddhisme di India. Sebelum ia pergi ke India, ia terlebih dahulu kuliah di Sriwijaya terutama untuk mendalami bahasa Sansekerta. Universitas di Sriwijaya menjadi tempat pengantar memahami Buddhisme sebelum ke India, bagi para bhiksu dari Tiongkok sebab tingkat akreditasi universitas-universitas Sriwijaya dianggap hampir sama dengan di India. Catatan perjalanan I-Tsing ini penting, sebab dari catatan perjalanannya kemudian diketahui adanya Kerajaan Sriwijaya.


Uraikan 4 bukti yang menunjukan toleransi kerukunan beragama di kerajaan Sriwijaya

Lihat Humaniora Selengkapnya