Uraikan pemahamanmu tentang toleransi dan harmoni dalam keberagaman masyarakat

Toleransi adalah suatu sikap saling menghormati dan menghargai antar kelompok atau antar individu dalam masyarakat atau dalam lingkup lainnya. Sikap toleransi menghindarkan terjadinya diskriminasi, walaupun banyak terdapat kelompok atau golongan yang berbeda dalam suatu kelompok masyarakat.

Dalam Islam, toleransi yang dilarang adalah toleransi dalam masalah aqidah; artinya kita dilarang mempertukarkan aqidah atau turut serta dalam peribadatan agama lain atau mengikuti ajaran agama lain. Dalam masalah muamalah maliyah umat Islam dapat berhubungan dengan non muslim selama objek yang ditransaksikan dan akadnya dibolehkan dalam Islam.

Penjelasan

Dalam Islam sendiri, sangat jelas diajarkan bahwa Islam adalah agama yang sangat toleran. Hal ini dapat dibuktikan dalam beberapa ayat Al-Qur’an dan hadits Rasulullah saw.

قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ (1) لَا أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُونَ (2) وَلَا أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ (3) وَلَا أَنَا عَابِدٌ مَا عَبَدْتُمْ (4) وَلَا أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ (5) لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ (6)

Artinya:

Katakanlah: “Hai orang-orang yang kafir, aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. Untukmulah agamamu, dan untukkulah, agamaku”. (QS. Al-Kafirun: 1-6)

لَا إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ قَدْ تَبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ فَمَنْ يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِنْ بِاللَّهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَى لَا انْفِصَامَ لَهَا وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

Artinya:

“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam). Sesungguhnya telah jelas yang benar dari jalan yang sesat. Karena itu, barangsiapa yang inkar kepada thagut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang pada buhul tali yang amat kuat dan tidak akan putus. Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. ” (al-Baqarah: 256)

Dalam kehidupan Rasulullah saw, beliau juga telah menunjukkan diri sebagai orang yang sangat toleran. Sebagai contoh dalam Piagam Madinah, Rasulullah saw. siap bekerjasama dengan orang-orang non muslim, untuk saling melindungi kalau di serang muasuh.

Toleransi (dalam bahasa Arabnya “tasamuh”) telah banyak diajarkan dan dipraktikkan oleh Rasulullah saw. kepada umatnya. Rasulullah saw. paham betul bahwa masyarakat Arab yang menjadi obyek dakwahnya terdiri dari berbagai suku. Apalagi di lingkungan bangsa Arab sendiri, sikap kesukuan sangat tinggi, yang terdiri dari banyak kabilah. Salah satu contohnya adalah bagaimana Nabi saw. mampu bergaul dan berhubungan secara sosial dengan tetangganya yang beragama Yahudi di Madinah. Bahkan suatu kali ada seorang Yahudi meninggal dunia yang dibawa oleh para kerabatnya untuk dimakamkan. Pada saat yang sama, Nabi saw. dan para sahabat sedang duduk-duduk. Mengetahui ada jenazah orang Yahudi sedang lewat, Nabi saw. kemudian berdiri sebagai tanda penghormatan. Spontanitas para sahabat bertanya, “wahai Nabi, kenapa engkau berdiri, padahal jenazah tersebut adalah seorang Yahudi? Jawaban Rasuullah singkat: “setidaknya ia adalah seorang manusia”. Sikap Nabi saw. ini menunjukkan bahwa Nabi Muhammad saw. adalah tipe yang menjunjung tinggi toleransi.

Sejarah membuktikan betapa Islam menjunjung tinggi berbagai perbedaan. Sikap toleran berarti tidak ada pemaksaan kehendak pribadi atas orang lain. Toleransi ini dianjurkan dalam segala bidang kehidupan, terutama sekali dalam bidang kehidupan keagamaan. Firman Allah SWT. dalam al-Qur’an :

لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ

Artinya:

Untukmu agamamu, dan untukku agamaku. (Q.S. al-Kâfirûn: 6) Ayat Al-Quran tersebut memberi pelajaran kepada kita betapa toleransi yang diajarkan Al-Quran telah sampai pada pokok-pokok kehidupan, yaitu soal keyakinan. Di mana kita harus menghormati keyakinan orang lain. Namun, alam sikap saling menghormati itu kita tetap ada batasannya, yaitu agamamu agamamu dan agamaku agamaku.

BUKAN rahasia lagi keragaman budaya di Indonesia ialah wajah penuh warna yang tidak dapat dimanipulasi. Dengan jumlah penduduk Indonesia sekitar 260 juta individu, yang tersebar dari Sabang hingga Merauke, mereka mendiami wilayah dengan kondisi geografis yang beragam, mulai pegunungan sampai pesisir pantai, tepian hutan hingga di hutan belantara, dataran rendah dan tinggi, perdesaan, hingga perkotaan.

Kondisi itu lalu memunculkan beberapa pendapat. Mereka yang tinggal di padang gersang cenderung temperamental, sama seperti yang tinggal di pesisir.

Sementara itu, yang menghuni perbukitan hijau, penuh kebun teh, dengan suhu dingin, cenderung memiliki sifat pendiam. “Tidak ada yang salah dengan penilaian-penilaian tersebut selama dapat hidup berdampingan serta saling memahami perbedaan, kekayaan warna bangsa akan semakin indah dan harmoni.” (hal 2).

Baca juga: Merawat Persatuan dan Kesatuan

Nyatanya, keragaman di Indonesia bukan hanya dalam hal budaya, melainkan juga agama dan keyakinan-keyakinan transendental, termasuk kehidupan manusia, tata cara, pola pikir, kebiasaan, dan praktik-praktik interaktif antaranggota masyarakat. Sedemikian beragamnya bangsa ini, tidak akan mudah menghindari konflik budaya, tetapi bukan berarti tidak bisa.

Berkaitan dengan keragaman budaya, dewasa ini kerap kali konflik mengemuka sebagai reaksi keragaman yang tidak dipahami sebagai kemajemuk­an dan keharmonisan. Sudah demikian banyak contoh kejadian yang merujuk pada perkara tersebut.

Padahal, kesadaran atas budaya yang berbeda memungkinkan untuk saling mempelajari cara-cara berkomunikasi yang unik sehingga semangat keragaman budaya terus bertunas dan menjadi benih harmoni.

Setidaknya itulah gambaran singkat buku Komunikasi Lintas Budaya; Memahami Teks Komunikasi, Media, Agama, dan Kebudayaan Indonesia karya Dedi Kurnia Syah. Melalui lembar setebal 142 halaman, buku itu menjelaskan dengan singkat setiap kata yang terdapat dalam judul.

Apa yang dimaksud dengan harmoni dalam keberagaman sosial budaya?

Harmoni dalam keberagaman sosial budaya adalah adanya keserasian, dan keselarasan dalam keberagaman budaya, dan dalam kekayaan sosial, atau hal tersebut adalah cerminan dari Bhineka Tunggal Ika, yang berarti berbeda-beda tetap satu jua.

Buku terbitan Simbiosa Rekatama Media ini punya delapan bab utama yang nantinya akan dipecah menjadi beberapa subbab terkait pembahasan tema. Bab utama tersebut ialah Mengenal Keragaman Budaya (hal 1), Budaya Komunitarianisme (hal 23), Interpretasi Kebudayaan (hal 41), Masyarakat Budaya Media (hal 57), Dinamika Masyarakat Budaya (hal 89), Budaya dan Isu Sender (hal 101), Bahasa Budaya (hal 111), dan Interaksi Lintas Budaya (hal 125).

Pembahasan dimulai dengan Mengenal Keragaman Budaya (hal 1). Dalam bab ini, Dedi secara langsung menyebut contoh keragaman dengan subbab tentang Kearifan Masyarakat Samin (hal 3) dan Idealisme Masyarakat Badui (hal 5). Melalui dua subbudaya tersebut, didapati nilai yang unik. Kepemilikan nilai tersebut ada pada sikap keterbukaan (inklusivitas).

Masyarakat Samin secara sosiologis membaur dengan masyarakat konvensional nonbudaya di Blora. Bagi kalangan aktivis pluralis, masyarakat Samin lebih dikenal dengan nama Sedulur Sikep. Samin memiliki arti sama, kesamaan, sama saja, setara, atau senasib sepenanggungan.

Arti-arti tersebut melahirkan makna tentang kehidupan yang tidak memiliki perbedaan di mata alam dan Tuhan. Tidak ada yang bisa membedakan antara satu individu dan individu lain, kecuali kebaikan serta nilai ketuhanan dalam diri atau ketakwaan.

Baca juga: Mendikbud Berkomitmen Lindungi Adat dan Budaya Papua Barat

Lain halnya dengan masyarakat Badui, selain lebih populer bagi masyarakat Indonesia, masyarakat Badui juga termasuk komunitas budaya yang masih terus menjaga nilai luhur kebudayaan asli dan mulai membaur dengan masyarakat luar.

Bahkan secara politis mulai mengakui adanya pemerintahan dalam hal ini adalah gu­­bernur. Setiap tahun masyarakat Badui melakukan ritual serah upeti kepada gubernur. Kondisi ini hanya terjadi di Badui.

Harmoni dalam keberagaman sosial budaya adalah keselarasan atau keserasian dalam kekayaan sosial dan budaya yang bertujuan untuk menjaga persatuan dan kesatuan.

Komunikasi lintas budaya

Berangkat dari contoh itu lalu lahirlah komunikasi lintas budaya. Yakni komunikasi yang terjadi di antara orang-orang yang memiliki kebudayaan yang berbeda, baik dalam bentuk ras, entitas budaya, kelas sosial, ekonomi, gender, dan politik.

Komunikasi lintas budaya dimaknai sebagai kajian kolaboratif yang menggabungkan semua unsur perbedaan menjadi satu kesatuan. Sebab ketika perbedaan dimusuhi, masyarakat dari lintas pembeda tidak jarang bertemu dalam ketegangan, saling memandang sinis, dan penuh kecurigaan.

Perlu ditegaskan, lintas budaya bukan semata memahami bahwa kita berbeda, lalu selesai. Lebih dari itu, lintas budaya berbicara bagaimana kita menerima perbedaan sebagai bagian dari jati diri bangsa.

Lintas budaya juga tidak semata bicara pembeda budaya ritualistis, misalnya lintas agama, ras, suku, dan adat istiadat, tetapi juga memahami perbedaan pemikiran, ideologi, sikap, serta pandangan hidup majemuk. Ketika kita kehilangan kesadaran pluralitas tersebut, akan mudah melahirkan friksi-friksi sebagai embrio kekerasan budaya Kelompok mayoritas merasa dominan menguasai minoritas dengan dalih penghormatan.

Menarik untuk memperhatikan logika sederhana dari penulis yang meneguhkan betapa pentingnya komunikasi lintas budaya. “Kita bisa urai dari hal sederhana, sebelum Indonesia dilegalkan sebagai sebuah negara, kita hidup di satu komunitas besar yang disebut komunitas budaya. Masyarakat Dayak, masyarakat Samin, masyarakat Anak Dalam, masyarakat Badui, masyarakat Bugis, masyarakat Minang, semuanya telah mapan dengan kebudayaannya yang kemudian dunia modern, melalui peperangan, menyatukan mereka menjadi Indonesia.” (hal 130) (M-2)