Waktu dan tempat saya persilahkan kalimat tersebut tidak efektif karena

You're Reading a Free Preview
Pages 7 to 12 are not shown in this preview.

You're Reading a Free Preview
Pages 17 to 24 are not shown in this preview.

Oleh: Eka Suryatin

Balai Bahasa Provinsi Kalimantan Selatan

Ketika berada dalam suatu acara atau kegiatan resmi, biasanya kita melihat ada seorang yang bertugas membawakan acara. Dalam acara itu, ada beberapa variasi bentuk kalimat yang biasa digunakan oleh para pembawa acara ketika mempersilakan seseorang untuk memberikan sambutannya. Kalimat yang biasa digunakan pembawa acara [pewara] itu, di antaranya:

  1. waktu dan tempat kami persilahkan,
  2. waktu dan tempat dipersilahkan,
  3. Ibu Ketua Bhayangkari, waktu dan tempat kami persilahkan.

Pertanyaan yang muncul, dari keempat variasi kalimat yang bertujuan untuk memperilakan itu, manakah yang paling tepat?

Salah satu syarat dalam menyusun kalimat efektif adalah berpikir logis. Kelogisan berarti ide kalimat itu dapat diterima oleh akal dan penulisannya sesuai dengan ejaan yang berlaku.

Apabila kita berpikir logis, bahasa yang kita tuturkan dan lisankan menjadi baik dan benar sesuai dengan kaidah. Sebaliknya, apabila dalam berbahasa kita tidak berpikir logis makna kalimat yang ingin kita sampaikan menjadi rancu.

Penulisan kata persilahkan yang ada dalam tiga kalimat di atas sebenarnya tidak benar, karena penulisan katanya menggunakan huruf h. Kata yang benar dan baku adalah dipersilakan [tanpa huruf h] dari kata dasar sila [KBBI, 2002: 1604].

Kalimat [1] waktu dan tempat kami persilakan, [2] waktu dan tempat dipersilakan, dan [3] Ibu Ketua Bhayangkari, waktu dan tempat kami persilakan; yang sering disampaikan pewara merupakan kalimat yang tidak logis, karena ide dalam kalimat tersebut tidak dapat diterima akal.

Dari ketiga contoh itu yang dipersilakan adalah waktu dan tempat, bukan seseorang yang akan menyampaikan sambutan. Waktu dan tempat adalah benda mati yang tidak dapat dipersilakan.

Kalimat-kalimat itu hendaknya diperbaiki menjadi seperti berikut: Ibu Ketua Bhayangkari, kami persilakan atau Ibu Siska Rusiana, kami persilakan. Kalimat tersebut menjadi logis karena yang dipersilakan untuk memberikan sambutan adalah Ibu Ketua Bhayangkari atau Ibu Siska Rusiana, bukan waktu dan tempat. Setelah kalimat tadi diperbaiki, pesan atau gagasan yang ingin disampaikan menjadi tepat dan bernalar.

Contoh bentuk tuturan lainnya yang disampaikan oleh pewara yang tidak logis, yaitu Mohon perhatian, demi tertibnya acara, yang membawa HP mohon dimatikan. Kalimat tersebut jika diperhatikan, tidak logis dan tidak masuk akal karena berdasarkan makna kalimat itu, yang dimatikan adalah orang yang membawa HP [pemilik HP] bukan HP-nya.

Kalimat yang disampaikan oleh pembawa acara tadi akan menjadi logis apabila diperbaiki menjadi Mohon perhatian, demi tertibnya acara, yang membawa HP mohon mematikannya atau Mohon perhatian, demi tertibnya acara, yang punya HP mohon mematikan HP-nya. Perbaikan kalimat itu menjadikan kalimat yang tidak logis menjadi logis. Hal ini karena yang dimatikan bukan orang yang memiliki HP, melainkan HP-nya.

-3.334042 114.607110

Benarkah Kalimat "Kepada Bapak Drs. Anu Kami Persilakan"? | Kompas

Sejak SMP saat mulai tertarik pada dunia tulis-menulis, saya sudah tertarik pada tata bahasa Indonesia. Jadi, pengetahuan tentang bahasa Indonesia lebih banyak saya peroleh secara otodidakwalaupun saya juga pernah mengenyam Pendidikan di S-2 Prodi Bahasa Indonesia di Universitas Negeri Manado.

Di bawah ini saya kutip kembali tulisan saya yang dibuat untuk menanggapi artikel dalam rubrik "Bahasa Kita" yang dimuat dalam Majalah Intisari edisi sekian tahun silam [maaf saya lupa tanggal penerbitannya] dengan judul “Yang Berbahagia, Waktu dan Tempat Dipersilakan”. Penulisnya menjelaskan bahwa kekeliruan yang sering kitadengar dari seorang pembawa acara adalah, "Kepada Bapak Drs. Anu selaku pembicara, waktu dan tempat kami persilakan...."

Baca juga: Siapa yang Harus Bangga terhadap Bahasa Indonesia Kalau Bukan Kita Sendiri?

Menurutnya, kekeliruan ini terjadi karena adanya tambahan kata "waktu" dan "tempat" yang disejajarkan dengan Bapak Drs. Anu. Logikanya, yang dipersilakan hanyalah orang [persona], bukan keterangan [adverbia] ataupun benda mati [nomina] seperti "waktu", "tempat", dan sebagainya.

Baca juga: Miris, Akun Twitter Kemenag RI Menggunakan Bahasa Sangat Tidak Sopan

Lalu penulisnya melanjutkan, adapun kalimat yang benar cukuplah, "Kepada Bapak Drs. Anu selaku pembicara, kami persilakan....".

Menurut saya, contoh kalimat yang diberikan penulisnya keliru. Mengapa? Karena objek yang mengikuti kata kerja berakhiran -kan [termasuk mempersilakan] tidak memerlukan preposisi. Jadi, sesudah verba langsung ditulis objeknya [tanpa preposisi]. 

Baca juga: Lost in Translation: Keunikan Bahasa Indonesia

Contoh: "Dia menceritakan pengalaman hidupnya". Bukan "Dia menceritakan tentang pengalaman hidupnya". Nah,, kita boleh pakai preposisi tentang bila digunakan verba "bercerita". Contohnya, "Dia bercerita tentang pengalaman hidupnya.".

Jadi, kalau kita mengajukan pertanyaan untuk mengetahui objek kalimat iitu [siapa yang kami persilakan? atau siapa yang dipersilakan?], jawabannya adalah Bapak Drs. Anu, bukan kepada Bapak  Drs. Anu. Karena itu, kalimat yang tepat adalah Bapak Drs. Anu kami persilakan atau Bapak Drs. Anu dipersilakan.

Manado, 6 Agustus 2020

Oleh Richard Tuwoliu Mangangue

Page 2

Sejak SMP saat mulai tertarik pada dunia tulis-menulis, saya sudah tertarik pada tata bahasa Indonesia. Jadi, pengetahuan tentang bahasa Indonesia lebih banyak saya peroleh secara otodidakwalaupun saya juga pernah mengenyam Pendidikan di S-2 Prodi Bahasa Indonesia di Universitas Negeri Manado.

Di bawah ini saya kutip kembali tulisan saya yang dibuat untuk menanggapi artikel dalam rubrik "Bahasa Kita" yang dimuat dalam Majalah Intisari edisi sekian tahun silam [maaf saya lupa tanggal penerbitannya] dengan judul “Yang Berbahagia, Waktu dan Tempat Dipersilakan”. Penulisnya menjelaskan bahwa kekeliruan yang sering kitadengar dari seorang pembawa acara adalah, "Kepada Bapak Drs. Anu selaku pembicara, waktu dan tempat kami persilakan...."

Baca juga: Siapa yang Harus Bangga terhadap Bahasa Indonesia Kalau Bukan Kita Sendiri?

Menurutnya, kekeliruan ini terjadi karena adanya tambahan kata "waktu" dan "tempat" yang disejajarkan dengan Bapak Drs. Anu. Logikanya, yang dipersilakan hanyalah orang [persona], bukan keterangan [adverbia] ataupun benda mati [nomina] seperti "waktu", "tempat", dan sebagainya.

Baca juga: Miris, Akun Twitter Kemenag RI Menggunakan Bahasa Sangat Tidak Sopan

Lalu penulisnya melanjutkan, adapun kalimat yang benar cukuplah, "Kepada Bapak Drs. Anu selaku pembicara, kami persilakan....".

Menurut saya, contoh kalimat yang diberikan penulisnya keliru. Mengapa? Karena objek yang mengikuti kata kerja berakhiran -kan [termasuk mempersilakan] tidak memerlukan preposisi. Jadi, sesudah verba langsung ditulis objeknya [tanpa preposisi]. 

Baca juga: Lost in Translation: Keunikan Bahasa Indonesia

Contoh: "Dia menceritakan pengalaman hidupnya". Bukan "Dia menceritakan tentang pengalaman hidupnya". Nah,, kita boleh pakai preposisi tentang bila digunakan verba "bercerita". Contohnya, "Dia bercerita tentang pengalaman hidupnya.".

Jadi, kalau kita mengajukan pertanyaan untuk mengetahui objek kalimat iitu [siapa yang kami persilakan? atau siapa yang dipersilakan?], jawabannya adalah Bapak Drs. Anu, bukan kepada Bapak  Drs. Anu. Karena itu, kalimat yang tepat adalah Bapak Drs. Anu kami persilakan atau Bapak Drs. Anu dipersilakan.

Manado, 6 Agustus 2020

Oleh Richard Tuwoliu Mangangue


Lihat Bahasa Selengkapnya

Page 3

Sejak SMP saat mulai tertarik pada dunia tulis-menulis, saya sudah tertarik pada tata bahasa Indonesia. Jadi, pengetahuan tentang bahasa Indonesia lebih banyak saya peroleh secara otodidakwalaupun saya juga pernah mengenyam Pendidikan di S-2 Prodi Bahasa Indonesia di Universitas Negeri Manado.

Di bawah ini saya kutip kembali tulisan saya yang dibuat untuk menanggapi artikel dalam rubrik "Bahasa Kita" yang dimuat dalam Majalah Intisari edisi sekian tahun silam [maaf saya lupa tanggal penerbitannya] dengan judul “Yang Berbahagia, Waktu dan Tempat Dipersilakan”. Penulisnya menjelaskan bahwa kekeliruan yang sering kitadengar dari seorang pembawa acara adalah, "Kepada Bapak Drs. Anu selaku pembicara, waktu dan tempat kami persilakan...."

Baca juga: Siapa yang Harus Bangga terhadap Bahasa Indonesia Kalau Bukan Kita Sendiri?

Menurutnya, kekeliruan ini terjadi karena adanya tambahan kata "waktu" dan "tempat" yang disejajarkan dengan Bapak Drs. Anu. Logikanya, yang dipersilakan hanyalah orang [persona], bukan keterangan [adverbia] ataupun benda mati [nomina] seperti "waktu", "tempat", dan sebagainya.

Baca juga: Miris, Akun Twitter Kemenag RI Menggunakan Bahasa Sangat Tidak Sopan

Lalu penulisnya melanjutkan, adapun kalimat yang benar cukuplah, "Kepada Bapak Drs. Anu selaku pembicara, kami persilakan....".

Menurut saya, contoh kalimat yang diberikan penulisnya keliru. Mengapa? Karena objek yang mengikuti kata kerja berakhiran -kan [termasuk mempersilakan] tidak memerlukan preposisi. Jadi, sesudah verba langsung ditulis objeknya [tanpa preposisi]. 

Baca juga: Lost in Translation: Keunikan Bahasa Indonesia

Contoh: "Dia menceritakan pengalaman hidupnya". Bukan "Dia menceritakan tentang pengalaman hidupnya". Nah,, kita boleh pakai preposisi tentang bila digunakan verba "bercerita". Contohnya, "Dia bercerita tentang pengalaman hidupnya.".

Jadi, kalau kita mengajukan pertanyaan untuk mengetahui objek kalimat iitu [siapa yang kami persilakan? atau siapa yang dipersilakan?], jawabannya adalah Bapak Drs. Anu, bukan kepada Bapak  Drs. Anu. Karena itu, kalimat yang tepat adalah Bapak Drs. Anu kami persilakan atau Bapak Drs. Anu dipersilakan.

Manado, 6 Agustus 2020

Oleh Richard Tuwoliu Mangangue


Lihat Bahasa Selengkapnya

Page 4

Sejak SMP saat mulai tertarik pada dunia tulis-menulis, saya sudah tertarik pada tata bahasa Indonesia. Jadi, pengetahuan tentang bahasa Indonesia lebih banyak saya peroleh secara otodidakwalaupun saya juga pernah mengenyam Pendidikan di S-2 Prodi Bahasa Indonesia di Universitas Negeri Manado.

Di bawah ini saya kutip kembali tulisan saya yang dibuat untuk menanggapi artikel dalam rubrik "Bahasa Kita" yang dimuat dalam Majalah Intisari edisi sekian tahun silam [maaf saya lupa tanggal penerbitannya] dengan judul “Yang Berbahagia, Waktu dan Tempat Dipersilakan”. Penulisnya menjelaskan bahwa kekeliruan yang sering kitadengar dari seorang pembawa acara adalah, "Kepada Bapak Drs. Anu selaku pembicara, waktu dan tempat kami persilakan...."

Baca juga: Siapa yang Harus Bangga terhadap Bahasa Indonesia Kalau Bukan Kita Sendiri?

Menurutnya, kekeliruan ini terjadi karena adanya tambahan kata "waktu" dan "tempat" yang disejajarkan dengan Bapak Drs. Anu. Logikanya, yang dipersilakan hanyalah orang [persona], bukan keterangan [adverbia] ataupun benda mati [nomina] seperti "waktu", "tempat", dan sebagainya.

Baca juga: Miris, Akun Twitter Kemenag RI Menggunakan Bahasa Sangat Tidak Sopan

Lalu penulisnya melanjutkan, adapun kalimat yang benar cukuplah, "Kepada Bapak Drs. Anu selaku pembicara, kami persilakan....".

Menurut saya, contoh kalimat yang diberikan penulisnya keliru. Mengapa? Karena objek yang mengikuti kata kerja berakhiran -kan [termasuk mempersilakan] tidak memerlukan preposisi. Jadi, sesudah verba langsung ditulis objeknya [tanpa preposisi]. 

Baca juga: Lost in Translation: Keunikan Bahasa Indonesia

Contoh: "Dia menceritakan pengalaman hidupnya". Bukan "Dia menceritakan tentang pengalaman hidupnya". Nah,, kita boleh pakai preposisi tentang bila digunakan verba "bercerita". Contohnya, "Dia bercerita tentang pengalaman hidupnya.".

Jadi, kalau kita mengajukan pertanyaan untuk mengetahui objek kalimat iitu [siapa yang kami persilakan? atau siapa yang dipersilakan?], jawabannya adalah Bapak Drs. Anu, bukan kepada Bapak  Drs. Anu. Karena itu, kalimat yang tepat adalah Bapak Drs. Anu kami persilakan atau Bapak Drs. Anu dipersilakan.

Manado, 6 Agustus 2020

Oleh Richard Tuwoliu Mangangue


Lihat Bahasa Selengkapnya

Video yang berhubungan