ASTALOG.COM – Penyebaran agama islam di Indonesia dilakukan dengan banyak cara, salah satunya seperti cara penyebaran agama islam yang dilakukan oleh para walisongo. Walisongo atau Walisanga dikenal sebagai penyebar agama Islam di tanah Jawa pada abad ke-17. Mereka tinggal di tiga wilayah penting pantai utara Pulau Jawa, yaitu Surabaya-Gresik-Lamongan di Jawa Timur, Demak-Kudus-Muria di Jawa Tengah, dan Cirebon di Jawa Barat.Walisongo muncul saat runtuhnya dominasi kerajaan Hindu Budha di Indonesia. Walisongo terdiri dari sembilan orang; Maulana Malik Ibrahim, Sunan Ampel, Sunan Bonang, Sunan Giri, Sunan Kudus, Sunan Drajat, Sunan Muria, Sunan Gunung Jati, dan Sunan Kalijaga.Kesembilan “wali” yang dalam bahasa Arab artinya “penolong” ini merupakan para intelektual yang terlibat dalam upaya pembaharuan sosial yang pengaruhnya terasa dalam berbagai manifestasi kebudayaan mulai dari kesehatan, bercocok-tanam, perniagaan, kebudayaan, kesenian, kemasyarakatan, hingga ke pemerintahan. Yang menarik dari kiprah para Walisongo ini adalah aktivitas mereka menyebarkan agama di bumi pertiwi tidaklah dengan armada militer dan pedang,tidak juga dengan menginjak-injak dan menindas keyakinan lama yang dianut oleh masyarakat Indonesia yang saat itu mulai memudar pengaruhnya,Hindu dan Budha. Namun mereka melakukan perubahan sosial secara halus dan bijaksana.Mereka tidak langsung menentang kebiasaan-kebiasaan lama masyarakat namun justru menjadikannya sebagai sarana dalam dakwah mereka.Salah satu sarana yang mereka gunakan sebagai media dakwah mereka adalah wayang. Berikut beberapa nama walisongo yang menyebarkan agama islam beserta media yang digunakannya. PELAJARI: Apa Penyebab Perbedaan Waktu di Dunia? 1. Sunan Gunung Jati
2. Sunan Ampel 3. Sunan Gresik PELAJARI: Apa yang Dimaksud Homonim dan Homofon? 4. Sunan Bonang 5. Sunan Drajat PELAJARI: Apa Kepanjangan GBHN? 6. Sunan Muria 7. Sunan Kudus 8. Sunan Kalijaga
Red: Agung Sasongko REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Islam datang ke Nusantara dengan damai. Ajaran Islam diterima masyarakat tanpa ada paksaan. Di Pulau Jawa, Islam disebarkan para ulama yang dikenal dengan julukan Walisongo: Sunan Gresik, Sunan Ampel, Sunan Bonang, Sunan Drajat, Sunan Kudus, Sunan Giri, Sunan Kalijaga, Sunan Muria, serta Sunan Gunung Jati, melalui dakwah kultural. Para wali berdakwah dengan bahasa lokal, memperhatikan kebudayaan dan adat, serta kesenangan dan kebutuhan masyarakat setempat. Ketika masyarakat Jawa amat senang dengan kesenian, para wali menggunakan berbagai kesenian itu sebagai media dakwah. Salah satu kesenian rakyat yang dijadikan media dakwah adalah wayang. Sunan Kalijaga, misalnya, mengembangkan wayang purwa, yakni wayang kulit bercorak Islam. Selain itu, Sunan Kalijaga juga menciptakan corak batik bermotif burung (kukula) yang mengandung ajaran etik agar seseorang selalu menjaga ucapannya. Wayang secara harfiah berarti bayangan. Ia merupakan istilah untuk menunjukkan teater tradisional di Indonesia. Ada yang berpendapat, wayang berasal dari India dan rekaman pertama pertunjukan wayang telah ada sejak 930 M. Namun, ada pula yang meyakini wayang kulit sebagai salah satu dari berbagai akar budaya seni tradisional Indonesia. “Ada yang menginterpretasikan bahwa wayang berasal dari India, meskipun apabila kita menunjukkan wayang kepada orang-orang India, mereka tidak tahu apa-apa,” ujar Dr Suyanto, pengajar ISI Surakarta dalam “Diskusi Wayang, Islam, dan Jawa” di Solo, akhir November lalu. R Gunawan Djajakusumah dalam bukunya, Pengenalan Wayang Golek Purwa di Jawa Barat, mengungkapkan bahwa wayang adalah kebudayaan asli Indonesia, khususnya Pulau Jawa. Ada yang berpendapat, kata wayang berasal dari Wad an Hyang, artinya “leluhur”. Sejatinya, wayang merupakan media yang digunakan Wali Songo untuk menyebarkan Islam di Nusantara. Cikal bakal wayang berasal dari wayang beber—yang gambarnya mirip manusia dan lakonnya bersumber dari sejarah sekitar zaman Majapahit. Wayang dinilai sebagai media dakwah Islam yang sukses di Indonesia. Wayang dianggap berhasil sebagai media dakwah dan syiar Islam karena menggunakan pendekatan psikologi, sejarah, pedagogi, hingga politik. Dulu, wayang dipertunjukkan di masjid dan masyarakat bebas untuk menyaksikan. Namun, dengan syarat, mereka harus berwudhu dan mengucap syahadat dulu sebelum masuk masjid. Memang, wayang kulit merupakan produk budaya yang telah ada sebelum Islam berkembang di Pulau Jawa. Namun, sejak Islam datang dan disebarkan, wayang telah mengalami perubahan. Budaya keislaman dalam wayang kulit purwa tak hanya dijumpai pada wujudnya, tetapi juga pada istilah-istilah dalam bahasa padhalangan, bahasa wayang, nama tokoh wayang, dan lakon (cerita) yang dipergelarkan. Nama-nama tokoh pewayangan khas Jawa (Punakawan), seperti Semar, Petruk, Bagong, dan Gareng pun berasal dari bahasa Arab. Setiap tokoh memiliki karakter tertentu, yang memiliki peran sebagai media penyampai syiar dan dakwah Islam pada zaman itu. Tema utama edisi ini secara khusus mengupas tentang peran wayang sebagai media dakwah Islam.
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
SEJARAH penyebaran Islam di Nusantara tidak lepas dari peran walisongo. Walisongo terutama Sunan Kalijaga menggunakan pendekatan budaya untuk menyebarkan islam. Pendekatan ini dipilih dalam rangka memudahkan dakwah kepada masyarakat yang pada masa itu masih menganut hindu dan budha. Salah satu bentuk kesenian yang dipakai adalah wayang. Kesenian ini diciptakan oleh para wali untuk syiar agama Islam sekaligus mengumandangkan rasa persaudaran. Sedangkan ceritanya disadur dari kisah Mahabarata dan Ramayana. Sunan kalijaga yang merupakan Salah satu dari walisongo mempunyai pandangan bahwa dakwah itu harus disesuaikan dengan situasi dan kondisi. Tatar sunda Salah seorang dalang muda Dadan Sunandar Sunarya misalnya, berdakwah dengan menggunakan sarana kesenian dan kebudayaan. Dadan Salah satu Budayawan sekaligus dalang keturunan dari Asep Sunandar Sunarya yang menjadi maestro dalang di Tatar Sunda. Dadang Sunandar Sunarya memanfaatkan pagelaran wayang sebagai media dakwah untuk penyebaran agama Islam. "Wayang sudah merupakan media informasi dan komunikasi yang efektif, edukatif, dan persuatif," kata Dadan yang di temui di Padepokan Giri Harja di Kampung Jelekong, Kabupaten Bandung. Berhasil tidaknya dakwah itu di antaranya tergantung pada da'i. Sedangkan keberhasilan dakwah dengan menggunakan media wayang itu, tergantung pada dalangnya dalam memainkan wayang dan menyisipkan ajaran-ajaran Islam. Peran dalang sangat penting dalam pertunjukan wayang. Karena pertunjukan wayang itu tidak mungkin ada tanpa adanya dalang. "Memainkan wayang itu tidak mudah, dan antara ngawayang dengan mendalang juga beda," ungkap Dadan. Ditegaskan Dadan, wayang tidaklah hanya sekedar tontonan tetapi juga sebagai tuntunan. Wayang bukan hanya sekadar sebagai saran hiburan, akan tetapi juga sebagai media komunikasi, media penyuluhan, media pendidikan dan juga bisa digunakan sebagai media dakwah. Dari aspek wayang sebagai tuntunan, peranan dalang hampir-hampir sangat mutlak. Untuk bisa memberikan tuntunan kepada masyarakat, khususnya para penonton, seorang dalang harus menguasai hampir segala hal. "Seorang dalang itu bukan saja hanya sebagai penghibur tetapi juga sebagai komunikator, sebagai penyuluh, sebagai penutur, pendidik atau guru bagi masyarakat," tegasnya. Dadan menyebutkan, dalam perkembangannya, banyak wujud wayang kulit dibuat dalam kreasi baru. Hal ini agar para penonton tidak merasa bosan sehingga perlu adanya inovasi dari dalang. Yang dalam filosofi sunda dikatakan dalang kudu mi indung ka waktu mi bapa ka jaman [harus beribu ke waktu dan berbapa pada zaman]. [H-1] Lihat Foto Sunan Kalijaga KOMPAS.com - Sunan Kalijaga adalah salah satu wali songo [sembilan wali] yang merupakan penyebar agama Islam di tanah Jawa. Tahukah kamu kisah mengenai Sunan Kalijaga? Raden Mas Syahid merupakan nama kecil Sunan Kalijaga yang lahir pada 1450 Masehi di Tuban, Jawa Timur. Ia merupakan putra seorang Bupati Tuban bernama Tumenggung Wilatikta. Sunan Kalijaga adalah murid dari Sunan Bonang. Dalam menyebarkan agama Islam, cara pendekatan yang dilakukan Sunan Kalijaga dengan memakai sarana kesenian dan kebudayaan. Sebelum menjadi penyebar agama Islam, Raden Mas Syahid saat remaja sering melakukan tindakan kekerasan, berkelahi, hingga merampok. Baca juga: Peran Walisongo dalam Penyebaran Islam di Tanah Jawa Dalam buku Sunan Kalijaga, Mistik dan Makrifat [2013], karya Achmad Chodjim, Raden Mas Syahid membongkar gudang kadipaten dengan mengambil bahan makanan, dan membagi-bagikannya kepada orang-orang yang memerlukannya dengan cara diam-diam. Saat diintai oleh penjaga keamanan kadipaten, Raden Mas Syahid tertangkap basah. Kemudian dibawa dan dihadapkan kepada ayahnya Adipati Tumenggung Wilatikta. Tindakan yang dilakukan Raden Mas Syahid membuat ayahnya malu dan mengusirnya. Namun, Sunan Kalijaga tetap melakukan tindakan tersebut. Hasil dibagi-bagikan ke masyarakat miskin. Bertemu Sunan BonangSaat berada di hutan Jatiwangi, Raden Mas Syahid bertemu dengan Sunan Bonang dibegal dan merampas tongkatnya. Saat menjalankan aksinya, Sunan Bonang menasehati dan membuat Raden Mas Syahid sadar. Akhirnya sadar dan belajar dari Sunan Bonang. Ia pun kemudian menjadi murid Sunan Bonang dan menjadi salah satu wali yang menyebarkan Islam di pulau Jawa. Baca juga: Sunan Gresik, Wali Pertama Penyebar Islam di Tanah Jawa Latar belakang penelitian ini adalah proses penyebaran agama Islam di Pulau Jawa yang dilakukan oleh Walisongo. Salah satu anggota Walisongo yang terkenal akan dakwahnya adalah Sunan Kalijaga. Sunan Kalijaga terkenal karena model dan media dakwah yang dipakai berbeda dengan model dan media dakwah anggota Walisongo lainnya. Sunan Kalijaga memakai model dakwah kultural yang berkaitan erat dengan kebudayaan rakyat setempat. Alasan Sunan Kalijaga memakai model dakwah kultural sebagai jalan dakwahnya karena beranggapan bahwa lebih mudah menyebarkan agama Islam dengan cara memadukan dengan unsur kebudayaan masyarakat setempat yang tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Pelaksanaan dakwah kultural ini diharapkan dapat segera menarik hati masyarakat setempat yang masih banyak memeluk agama lama yaitu Hindu dan Buddha. Selain itu diharapkan masyarakat setempat bersedia memeluk agama Islam dengan senang hati dan tanpa adanya paksaan. Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini yaitu: [1] Apa yang melatarbelakangi Raden Sahid [Sunan Kalijaga] dalam menyebarkan agama Islam di Pulau Jawa? [2] Bagaimana bentuk usaha yang dilakukan oleh Raden Sahid [Sunan Kalijaga] dalam menyebarkan agama Islam dengan media wayang kulit dan suluk?. Sedangkan tujuan yang ingin dicapai oleh penulis adalah: [1] Untuk menganalisis latar belakang Raden Sahid [Sunan Kalijaga] dalam menyebarkan agama Islam di Pulau Jawa; [2] Untuk mengkaji bentuk usaha yang dilakukan oleh Raden Sahid [Sunan Kalijaga] dalam menyebarkan agama Islam dengan media wayang kulit dan suluk. Adapun manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini yaitu: [1] bagi peneliti,sebagai sarana latihan dalam melakukan penelitian dan penulisan karya ilmiah, latihan berfikir dan memecahkan masalah secara kritis dan logis memperdalam pengetahuan tentang peranan Raden Sahid [Sunan Kalijaga] dalam penyebaran agama Islam melalui seni budaya wayang kulit dan suluk. [2] bagi Mahasiswa dan calon guru sejarah dapat menambah wawasan mengenai peranan Raden Sahid [Sunan Kalijaga] dalam penyebaran agama Islam melalui seni budaya wayang kulit dan suluk; [3] bagi almamater dapat menambah koleksi perpustakaan mengenai peranan Raden Sahid [Sunan Kalijaga] dalam penyebaran agama Islam melalui seni budaya wayang kulit dan suluk ; [4] bagi Pembaca dapat menambah wawasan mengenai peranan Raden Sahid [Sunan Kalijaga] dalam penyebaran agama Islam melalui seni budaya wayang kulit dan suluk. Penelitian ini menggunakan metode penelitian sejarah yang terdiri dari beberapa langkah yaitu heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan Sosiologi Agama. Penelitian ini juga menggunakan teori Otoritas atau Legitimasi Kekuasaan dari Max Weber sebagai dasar dalam pemecahan masalah yang akan dikaji. Simpulan dari pembahasan dalam penelitian ini antara lain; [1] faktor yang melatar belakangi Raden Sahid [Sunan Kalijaga] dalam menyebarkan agama Islam di Pulau Jawa adalah ingin meraih kesejatian hidup dan ingin membebaskan masyarakat dari kesengsaraan yang diakibatkan oleh pemerintah yang lalai pada saat itu. [2] Sedangkan tindakan Raden Sahid [Sunan Kalijaga] dalam menyebarkan agama Islam melalui media wayang kulit dan suluk adalah dengan menjadi penanggung jawab perubahan segala aspek tentang pertunjukkan wayang sehingga tidak bertentangan dengan agama Islam. Selain itu pada budaya suluk, Raden Sahid [Sunan Kalijaga] membuat beberapa suluk yang ditujukan untuk menambah keimananan dan ketakwaan masyarakat yang telah memeluk Islam. Salah satu suluk ciptaan Raden Sahid [Sunan Kalijaga] yang paling terkenal adalah Suluk Linglung. Video yang berhubungan |