2 panduan-bk-smp-2022 ditjen-gtk frz

PERSPEKTIF ILMU PENDIDIKAN Vol. 30 No.1

ISSN 1411-5255

April 2016

Susunan Redaksi Penanggung Jawab: Dr. Sofia Hartati, M.Si. Pemimpin Redaksi: Dr. Gantina Komalasari, M.Psi. Sekretaris Redaksi: Prof. Dr. B. P. Sitepu, M.A. Mitra Bestari: Prof. Dr. Bambang Budi Wiyono, M.Pd (MP / UM) Dr. Lambas (Puskurbuk, Balitbang, Kemendikbud) Dr. Totok Bintoro (PLB / UNJ) Dr. Awaludin Tjalla (BK / UNJ) Dr. Anan Sutisna (PLS / UNJ) Dr. Karnadi (PLS /UNJ)

Penyunting Pelaksana: Retno Widyaningrum, M.M. Ika Lestari, S. Pd, M.Si

Staf Sekretariat: Mita Septiani, M.Pd

Alamat Redaksi: Kampus A UNJ, Gedung Daksinapati, Fakultas Ilmu Pendidikan lt. 3. Universitas Negeri Jakarta, Rawamangun, Jakarta Timur 13220 Telp. (021) 47860970. Faks: (021) 4897535 E-mail: [email protected] website: http://journal.unj.ac.if/jurnalfip/index/perspektif

ISSN : 1411-5255 Jurnal Ilmiah

PERSPEKTIF ILMU PENDIDIKAN Susunan Redaksi & Daftar Isi.......................................................................................................................... Redaksi Menulis................................................................................................................................................. Meningkatkan Keterampilan Belajar Mahasiswa dengan Modul Belajar Mandiri / Improving The Students’ Learning Skills Through Self-Study Module; Suprayekti, Hirmana Wargahadibrata, & Cecep Kustandi

1-10

Meningkatkan Hasil Belajar IPS SMP dengan Paket Pembelajaran Berbasis Masalah / Improving Students’ Learning Achievement in Social Science With Problem-Based Instructional Package; Ira Arini

11-20

Buku Pop-up untuk Pembelajaran Bercerita Siswa Kelas Sekolah Dasar / Developing Pop-up Book for Story-Telling Lesson in Elementary School; Rachmadini Nur Fadillah & Ika Lestari

21-26

Pengembangan Collaborative Strategic Reading dalam Pembelajaran Membaca Pemahaman Bagi Murid dengan Problema Belajar Membaca di Sekolah Dasar / Developing Collaborative Strategic Reading in Reading Comprehension for The Students With Reading Comprehension Problems in Primary School; Leliana Lianty

27-32

Adaptasi Kurikulum Pendidikan Inklusif Siswa dengan Hambatan Sosial Emosional di Sekolah Dasar / The Curriculum Adaptation on Inclusive Education for Students With Emotional Social Disorder in Elementary School; Suharsiwi

33-40

Analisis Kualitas Buku Pelajaran IPS SD / Quality Analysis of Primary School Social Science Textbook; Arifin Maksum & Juwita

41-46

Profil Google Scholar Dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Berbasis Webometrics / Google Scholar Profile of Lecturers Based on Webometrics at UIN Syarif Hidayatullah Jakarta; Azkia Muharom Albantani

47-58

Menggagas LPTK Masa Depan: Ikhtiar Mengatasi Problem Pendidikan di Indonesia Dari Hulu / Designing Future Teacher Education: The Efforts to Solve The Indonesian Education; Fauzi

59-66

Petunjuk Penulisan.............................................................................................................................................

PERSPEKTIF Ilmu Pendidikan - Vol.30 No. 1 April 2016

Redaksi Menulis...

REDAKSI MENULIS Pada umumnya harapan besar diletakkan pada pendidikan nasional untuk meningkatkan kualitas hidup suatu bangsa sehingga lebih baik dan lebih beradab serta setara dengan bangsa-bangsa maju lainnya. Oleh karena itu, berbagai upaya dilakukan dalam menjalankan dan mengembangkan sistem pendidikan nasional serta menjadi proritas dalam pembangunan nasional. Akan tetapi, dalam kenyataannya membangun dan mengembangkan sistem pendidikan nasional berkaitan dengan berbagai aspek seperti ekonomi, politik, sosial, dan budaya. Besarnya jumlah penduduk dengan latar belakang demografi dan geografi yang beragam antara lain merupakan tantangan dalam menyelenggarakan pendidikan di Indonesia. Berbagai upaya telah dilakukan Pemerintah dan masyarakat Indonesia agar mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana menjadi salah satu cita-cita kemerdekaan Republik Indonesia dapat terwujud melalui pendidikan. Akan tetapi, tidak dapat dipungkiri pekembangan pendidikan di Indonesia belum secepat dan semaju negara lain bila dilihat dari ranking pendidikan dunia tahun 2015. Indonesia belum menempati jajaran peringkat di atas rata-rata. Meskipun dalam Undang – Undang Tentang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 tahun 2003 telah dinyatakan, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat bangsa dan negara. Pernyataan di dalam undang-undang ini dapat dijadikan suatu acuan bagi Indonesia untuk menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas unggul. Oleh karena itu, semua jenis dan tingkat pendidikan, termasuk pendidikan tinggi, seharusnya mengacu pada pernyataan tersebut. Kebijakan pendidikan tinggi Indonesia diarahkan pada penciptaan masyarakat yang berbasis pengetahuan. Untuk itu, dibutuhkan sumber daya manusia yang mampu membelajarkan dan mendidik generasi muda. Dosen sebagai salah satu warga universitas memiliki andil di dalam pengembangan insan berkarakter dan kreatif yang berbasis pada penguasaan ilmu pengetahuan. Untuk mewujudkan hal itu, dosen dituntut untuk terus mengembangkan diri melalui kegiatan tri dharma perguruan tinggi yang meliputi pengajaran, penelitian, dan pengabdian masyarakat. Di dalam bidang pengajaran, dosen hendaknya dapat meningkatkan keterampilan belajar mahasiswa seperti penelitian yang dilakukan oleh Suprayekti, Hirmana, dan Cecep Kustandi mengenai Meningkatkan Keterampilan Belajar Mahasiswa dengan Modul Belajar Mandiri menunjukkan bahwa proses pembelajaran tidak lagi hanya berada pada ruang kelas semata tetapi sudah beralih ke bersifat mandiri. Modul memiliki karakteristik yang berbeda dengan buku teks karena disusun berdasarkan pola belajar yang fleksibel, struktur berdasarkan kebutuhan mahasiswa dan kompetensi akhir yang hendak dicapai serta disesuaikan dengan laju belajar mahasiswa sehingga setiap modul yang dibuat akan sangat bergantung pada karakteristik subjek belajar. Dalam bidang penelitian, dosen dituntut untuk selalu PERSPEKTIF Ilmu Pendidikan - Vol.30 No.1 April 2016

Redaksi Menulis...

mempublikasikan hasil penelitiannya melalui publikasi ilmiah yang dapat diakses secara online. Penelitian yang dilakukan oleh Azkia Muharom Albantani berjudul Profil Google Scholar Dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Berbasis Webometrics ingin menunjukkan jumlah dosen yang publikasi ilmiahnya dapat diindeks dan dikutip secara online. Hasil menunjukkan bahwa belum semua dosen mempublikasikan penelitiannya secara online padahal, dengan semakin banyaknya publikasi ilmiah yang diterbitkan secara online menunjukkan antusias yang tinggi dalam bidang penelitian dan baiknya peringkat suatu perguruan tinggi. Dengan tingginya minat penelitian diharapkan dapat mengatasi masalah pendidikan di Indonesia. Seperti artikel yang ditulis oleh Fauzi tentang Menggagas LPTK Masa Depan: Ikhtiar Mengatasi Problem Pendidikan di Indonesia dari Hulu menunjukkan bahwa LPTK sebagai pencetak guru harus mampu mencetak calon-calon guru yang melahirkan anak-anak bangsa yang unggul, cerdas, dan kompetitif. Konsep pendidikan di masa depan tentu berbeda dengan masa kini dikarenakan perkembangan era pengetahuan dan informasi yang semakin maju maka perlu memadukan perkembangan ilmu pengetahuan dan kelestarian nilai luhur serta jati diri bangsa. Kekhawatiran terhadap pengikisan nilai luhur serta jati diri bangsa muncul dikarenakan banyaknya pelanggaran maupun tindakan kriminal yang terjadi di lingkup sekolah. Untuk menangkal hal tersebut, LPTK berkewajiban untuk menyiapkan guru masa depan yang tidak hanya mumpuni di dalam penguasaan teknologi informasi dan komunikasi, tetapi juga perlu berkarakter kuat, teladan, peduli kepada bangsanya, dan mau menanamkan nilai-nilai budi pekerti kepada anak didiknya. Guru sudah pasti merupakan faktor kunci keberhasilan pendidikan di suatu negara. Di tangan gurulah, akan tercipta agen-agen pembaharu yang diharapkan dapat mengisi pembangunan ke arah yang lebih baik dan maju. Mutu guru akan berdampak pada sektor lainnya sehingga program peningkatan kualitas guru merupakan program yang sangat strategis. Masalah pendidikan tidak hanya berada pada tingkat perguruan tinggi tetapi juga dialami oleh pendidikan dasar. Proses pembelajaran terus dikembangkan untuk mengatasi masalah belajar yang dimiliki siswa. Penelitian yang dilakukan oleh Leliana Lelianty berjudul Pengembangan Collaborative Strategic Reading dalam Pembelajaran Membaca Pemahaman Bagi Murid dengan Problema Belajar Membaca di Sekolah Dasar menunjukkan bahwa upaya perbaikan kualitas pembelajaran terus dilakukan. Berbagai macam model pembelajaran terus diupayakan untuk membantu siswa-siswa yang mengalami masalah belajar. Tentu hal yang menggembirakan bahwa perbaikan kualitas pembelajaran selalu diupayakan melalui berbagai tindakan penelitian. Tidak hanya untuk pendidikan umum, bagi anak-anak yang berbakat atau berada pada kategori inklusif juga mendapatkan perhatian dari pemerintah. Penelitian yang dilakukan oleh Suharsiwi tentang Adaptasi Kurikulum Pendidikan Inklusif Siswa dengan Hambatan Sosial Emosional di SD Islam Semut-semut sebagai bukti bahwa pendidikan inklusif juga menjadi perhatian bagi semua orang. Ketika berbicara mengenai pembelajaran, maka ada berbagai unsur yang masuk di dalamnya karena pembelajaran merupakan sebuah sistem. Salah satu unsur dari pembelajaran yaitu media pembelajaran. PERSPEKTIF Ilmu Pendidikan - Vol.30 No. 1 April 2016

Penciptaan media pembelajaran dimaksudkan untuk memudahkan siswa dalam belajar. Oleh karena itu, munculnya media pembelajaran yang kreatif dan berdaya guna sangat menunjang keberhasilan siswa di dalam belajar. Salah satunya penelitian yang dilakukan oleh Rachmadini Nur Fadillah tentang Pengembangan Buku Pop-up untuk Pembelajaran Bercerita Siswa Kelas III SD. Penelitian ini bertujuan menghasilkan buku cerita anak berbentuk Pop-up yang dapat menstimulus siswa dalam bercerita. Penelitian berikutnya mengenai Analisis Kualitas Buku Pelajaran IPS Kelas VI SD yang menilai tentang mutu buku pelajaran terbitan swasta yang dipakai di SD. Tentunya mutu sumber belajar akan sangat menentukan hasil belajar siswa. Penyeleksian buku pelajaran wajib dilakukan agar siswa memperoleh informasi yang tepat, akurat, dan terhindar dari SARA maupun pornografi. Meskipun, setiap buku pelajaran yang diedarkan di sekolah-sekolah harus lolos seleksi penilaian terlebih dahulu tetapi tidak menutup kemungkinan masih ada beberapa buku pelajaran yang mengandung gambar maupun tulisan mengandung porno. Agar ditemukan akar permasalahan dan alternatif pemecahannya yang andal, diperlukan penelitian yang dilakukan secara profesional. Oleh karena itu, perguruan tinggi dan berbagai lembaga penelitian didorong melakukan penelitian di bidang pendidikan sehingga upayaupaya yang dilakukan memecahkan masalah serta mengembangkan pendidikan dapat dilakukan secara tepat dan berhasil. Hal ini juga berarti bahwa mutu penelitian yang dilakukan juga perlu ditingkatkan sehingga secara praktis hasilnya benar-benar dapat dijadikan rujukan dalam pengambilan keputusan dalam mengembangkan pendidikan di Indonesia. Di samping itu, hasil penelitian itu diharapkan juga dapat dijadikan rujukan dalam pengembangan ilmu pendidikan di tingkat nasional dan internasional. Secara jumlah, sudah banyak penelitian di bidang pendidikan yang dilakukan oleh perguruan tinggi dan juga berbagai lembaga penelitian. Akan tetapi, jumlah laporan atau hasil penelitian di bidang pendidikan yang dimuat di jurnal internasional, apa lagi jurnal yang terindeks, masih sangat sedikit. Fenomena ini menunjukkan, mutu penelitian di bidang pendidikan di Indonesia, masih harus ditingkatkan di tengah-tengah berbagai hambatan seperti dana penelitian yang tidak cukup, waktu yang terbatas, serta penghargaan yang belum memadai. Mutu perguruan tinggi serta lembaga penelitian antara lain diukur dari jumlah dan mutu hasil penelitiannya. Untuk itu program penelitian hendaknya menjadi salah satu unggulan dan andalan perguruan tinggi. ***

PERSPEKTIF Ilmu Pendidikan - Vol.30 No.1 April 2016

Penelitian

MENINGKATKAN KETERAMPILAN BELAJAR MAHASISWA DENGAN MODUL BELAJAR MANDIRI Suprayekti, Hirmana Wargahadibrata, & Cecep Kustandi e-mail: [email protected] Teknologi Pendidikan Universitas Negeri Jakarta Jalan Rawamangun Muka Jakarta Timur Abstrak: Keterampilan belajar berfungsi sebagai pondasi utama agar mahasiswa mampu berprestasi dalam studi dan mampu mengaktualisasikan dirinya secara optimal dalam dunia kerja. Namun, kenyataannya mayoritas mahasiswa belum memiliki keterampilan belajar yang mencakup kemampuan: mengingat efektif, membuat jadwal belajar, mencatat efektif, membaca cepat dan efektif, dan merumuskan tujuan kuliah secara spesifik. Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan sumber belajar mandiri (modul) untuk memfasilitasi belajar mahasiswa dalam mengembangkan keterampilan belajar di perguruan tinggi/ universitas. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian pengembangan dengan menggunakan model pengembangan Rowntree. Penelitian ini dilaksanakan selama 11 bulan, mulai bulan Januari hingga November 2014 di FIP UNJ. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, baik pada tahap expert review, one to one evaluation, small group, maupun field trials, Modul Keterampilan Belajar untuk Mahasiswa sudah baik. Modul Keterampilan Belajar untuk Mahasiswa telah terbukti dapat meningkatkan keterampilan belajar mahasiswa. Implikasi penelitian ini adalah dengan adanya modul keterampilan belajar memfasilitasi mahasiswa untuk belajar mandiri dan mengembangkan keterampilan belajar sehingga mampu mencapai kompetensi lulusan yang diharapkan Kata-kata Kunci: sumber belajar, modul, belajar mandiri, keterampilan belajar.

IMPROVING STUDENTS’ LEARNING SKILLS TROUGH SELF-LEARNING MODUL Abstract: Learning skill functions as the basic foundation to enable the students to attain good learning achievement and practice optimal self-actualization at their work places. However, in fact majority of the students have not possessed learning skills for effective remembering, planning learning schedule, effective note-taking, fast and effective reading. This research aims at producing self-study module to facilitate the students to improve their learning skill in higher education. The model applied in this research was Rowntree’s research and development. The research was conducted for 11 months as from Jan through November 2014 in The School, Education of State University of Jakarta.The research result showed the module was effective based on expert review, one to one evaluation, small group, and field trials. It could improve the students’ learning skill. The implication of this study is the module facilitates the students to learn independently and develop their learning skills so that they can achieve the expected graduate competence. Keywords: learning resource, module, learning independently, learning skill.

PENDAHULUAN Di era globalisasi, perkembangan teknologi dirasakan begitu cepat. Perkembangan tersebut menuntut perkembangan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas. Menurut data dari Human Development Indeks tahun 2011, kualitas SDM Indonesia berada di posisi 108, masih jauh di bawah Malaysia (peringkat 57), Thailand (peringkat

92), bahkan Filipina (peringkat 97). Hal tersebut didukung dengan masih banyaknya pngangguran di Indonesia. Hingga pada Agustus 2013, tercatat jumlah pengangguran di Indonesia mencapai 7,39 juta jiwa atau 6,25% yang secara umum mengalami peningkatan persentase Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) sebesar 0,33% dibandingkan TPT pada bulan Februari 2013. Pengangguran merupakan masalah bangsa

PERSPEKTIF Ilmu Pendidikan - Vol. 30 No. 1 April 2016

1

Meningkatkan Keterampilan Belajar ...

yang tidak pernah selesai. Ada tiga hambatan yang menjadi alasan kenapa orang tidak bekerja, yaitu hambatan kultural, kurikulum sekolah, dan pasar kerja. Hambatan kultural yang dimaksud adalah menyangkut budaya dan etos kerja. Sementara yang menjadi masalah dari kurikulum sekolah adalah belum adanya standar baku kurikulum pengajaran di sekolah yang mampu menciptakan dan mengembangkan kemandirian SDM yang sesuai dengan kebutuhan dunia kerja. Sedangkan hambatan pasar kerja lebih disebabkan oleh rendahnya kualitas SDM yang ada untuk memenuhi kebutuhan pasar kerja. Universitas Negeri Jakarta (UNJ) mengemban fungsi untuk mengembangkan potensi SDM di bidang pendidikan dan nonkependidikan yang mandiri dan memiliki integritas sesuai dengan tuntutan pembangunan yang berkesinambungan. Kompetensi lulusan UNJ antara lain harus memiliki kemampuan professional yang tinggi, kewirausahaan yang profesional, kemampuan mengembangkan IPTEK, serta kemampuan untuk meningkatkan kualitas diri, wawasan, dan sikap dalam melaksanakan tugas keprofesionalannya. Untuk mencapai kompetensi lulusan UNJ tersebut, dibutuhkan penguasaan keterampilan belajar. Mahasiswa UNJ harus memiliki keterampilan belajar agar mampu berprestasi dan mampu mengaktualisasikan dirinya secara optimal dalam dunia kerja. Budiarjo (2008) menjelaskan bahwa dengan peserta didik memiliki keterampilan belajar, berarti dapat mempercepat untuk belajar, sehingga belajar akan memberi makna pada setiap apa yang sedang peserta didik pelajari. Oleh karena itu, keterampilan belajar memiliki peranan yang penting untuk mencapai proses aktualisasi diri individu di lingkungan masyarakat, sekaligus peserta didik mampu mengembangkan segala potensi pada dirinya serta dapat memberi makna di setiap apa yang dipelajari peserta didik. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan terhadap 120 mahasiswa di Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Jakarta pada tahun 2013 menunjukkan bahwa sebagian besar mahasiswa (82,22%) mengaku sudah mengetahui gaya belajarnya. Gaya belajar kinestetik (48,5%) mendominasi mahasiswa FIP UNJ dibandingkan dengan gaya belajar visual (29,2%) dan auditori (22, 3%). Mereka juga mempertimbangkan lingkungan dalam mempersiapkan belajar. Sedangkan untuk kemampuan mahasiswa dalam mengingat efektif 26,67%; membuat jadwal belajar 30%; mencatat

2

PERSPEKTIF Ilmu Pendidikan - Vol. 30 No.1 April 2016

efektif 32,58%; membaca efektif 47,13%; dan membuat presentasi 52,81%. Hal tersebut menunjukkan bahwa kemampuan sebagian besar mahasiswa masih rendah dalam mengingat efektif, membuat jadwal belajar, mencatat efektif, dan membaca efektif. Hasil studi pendahuluan juga menunjukkan bahwa sebagian besar (70%) mahasiswa memiliki kemampuan belajar mandiri. Hal tersebut didukung oleh motivasi kuat yang dimiliki (87,21%). Selain itu, pada dasarnya sebagian besar mahasiswa telah mengetahui tujuan (goals) dari kuliah, namun tujuan tersebut masih secara umum dan belum spesifik/ operasional. Dengan demikian, dibutuhkan bahan belajar mandiri untuk meningkatkan keterampilan belajar yang dimiliki oleh mahasiswa. Berdasarkan penjelasan yang telah diuraikan di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bahan belajar mandiri seperti apa yang mampu meningkatkan keterampilan belajar mahasiswa?”. Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan bahan belajar mandiri yang dapat membantu mahasiswa meningkatkan keterampilan belajar yang dimilikinya. Sitepu (2008) menyebutkan bahwa dalam proses belajar dan membelajarkan, secara rinci sumber belajar dapat berfungsi untuk meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar karena sumber belajar dapat mempercepat laju belajar dan membantu pendidik menggunakan waktu secara lebih efisien. Sumber belajar juga berfungsi membina dan mengembangkan gairah peserta didik sehingga dapat mengurangi beban guru dalam menyajikan informasi. Dengan adanya sumber belajar maka memberikan kemungkinan belajar bersifat lebih individual dengan jalan mengurangi kontrol guru yang kaku dan tradisional serta memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk belajar sesuai dengan kemampuannya. Selain itu, sumber belajar memberikan dasar yang lebih ilmiah dengan jalan merencanakan program pembelajaran yang lebih sistematis serta mengembangkan bahan pembelajaran yang dilandasi penelitian. Sumber belajar menjadikan pembelajaran lebih mantap dengan jalan meningkatkan kemampuan manusia dalam menggunakan berbagai media komunikasi serta penyajian data dan informasi secara lebih konkret. Dalam penelitian ini, sumber belajar yang digunakan adalah bahan belajar mandiri berupa modul yang berfungsi mengurangi beban dosen dalam menyajikan informasi sehingga dapat lebih

Meningkatkan Keterampilan Belajar ...

banyak membina dan mengembangkan gairah mahasiswa serta dapat memberikan kemungkinan belajar bersifat lebih individual dengan jalan mengurangi kontrol dosen yang kaku dan tradisional serta memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk belajar sesuai dengan kemampuannya. Bahan belajar mandiri mempunyai manfaat untuk memberikan informasi yang akurat serta memberikan motivasi positif sehingga mampu merangsang mahasiswa untuk berpikir dan bersikap lebih lanjut. Modul pada hakikatnya merupakan media yang dapat disusun dan dipergunakan untuk keperluan pembelajaran konvensional dan mandiri. Pemilihan modul cetak sebagai media pembelajaran dianggap perlu karena efektif dan efisien sebagai suatu sistem yang lengkap, berisi rangkaian kegiatan pembelajaran yang dirancang secara sistematis serta berisi tujuan belajar yang dirumuskan secara jelas dan khusus. Dengan adanya modul keterampilan belajar, diharapkan dapat membantu mahasiswa UNJ dalam mengembangkan keterampilan belajarnya secara mandiri. Fungsi modul adalah bahan ajar yang dinamis karena dapat digunakan untuk belajar mandiri atau pembelajaran konvensional (bersama fasilitator). Modul dapat digunakan dalam setiap proses pembelajaran mulai dari memberi motivasi, memberi informasi, sampai dengan menilai hasil belajar. Modul mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan buku teks pelajaran. Modul mempunyai struktur lebih rinci, komponen sistem pembelajaran yang lengkap, dan disusun berdasarkan kaidah disain pesan. Dalam penelitian ini, modul memiliki tiga bagian utama yaitu pendahuluan, penyajian, dan penutup. Dalam pengembangan modul keterampilan belajar, peneliti akan memperhatikan dan menggunakan komponenkomponen modul secara utuh, diantaranya bagian pendahuluan (deskripsi singkat, relevansi, dan tujuan pembelajaran), bagian penyajian (judul kegiatan belajar, uraian, contoh atau noncontoh, latihan dan rangkuman), serta bagian penutup (tes formatif, umpan balik, dan tindak lanjut). Selain itu, untuk memperkuat alasan pemilihan modul sebagai bahan ajar yang tepat untuk mengembangkan keterampilan belajar, dilakukan analisis terhadap bahan ajar keterampilan belajar, yang telah dikembangkan sebelumnya sebagai berikut. Pertama, modul keterampilan belajar yang merupakan bagian dari Pelatihan Keterampilan

Belajar yang dikembangkan oleh Irma Fitriani pada tahun 2011. Pemanfaatan bahan ajar keterampilan belajar digunakan saat pelatihan di kelas dengan bimbingan dari trainer. Materi yang dikembangkan cukup luas namun kurang mendalam mencakup 10 kompetensi dengan tujuan pembelajaran ranah kognitif C1, C2 dan C3. Kedua, pengembangan buku ajar di luar negeri dari berbagai sumber dari universitas di Amerika dan Eropa, juga mengharuskan fasilitator sebagai pendamping untuk memanfaatkan buku ajar tersebut. Ketiga, bahan ajar yang ada berupa handout pelatihan biasanya dalam bentuk powerpoint, trainer memberikan pelatihan dengan menggunakan presentasi tersebut. Bahan ajar yang dikembangkan biasanya hanya per topik misalkan membaca cepat, mengelola waktu, dan lain sebagainya. Materi yang dikembangkan juga tidak komprehensif karena dibuat per bagian terpisah dan deskripsi materi hanya berupa pointers-pointers. Buku bacaan yang ada di pasaran masih bersifat umum, tidak memiliki tujuan pembelajaran yang spesifik dan terukur. Selain itu isi materi tidak disesuaikan dengan kebutuhan mahasiswa di perguruan tinggi. Menurut Rowntree, ada tiga langkah yang ditempuh untuk menghasilkan sebuah modul atau bahan ajar konvensional (buku). Pertama, tahap perencanaan, meliputi menentukan profil pemelajar, menentukan tujuan pembelajaran, membuat garis besar (outline) isi pembelajaran, memilih media penyampaian, merencanakan pendukung pembelajaran, dan mempertimbangkan bahan ajar yang ada. Kedua, tahap persiapan penulisan meliputi: batasan dan sumber daya, mengurutkan gagasan, menentukan kegiatan belajar dan umpan balik, tentukan contoh, menentukan gambar atau grafis yang sesuai, menentukan perangkat akses, serta menentukan format bahan ajar. Ketiga, penulisan dan penyuntingan meliputi: memulai draf pertama, melengkapi dan mengedit draf pertama, menuliskan bahan penilaian, serta uji coba dan perbaikan. Menurut Budiarjo (2008), belajar bagaimana belajar berarti peserta didik mampu mengontrol belajar mereka dan menentukan bagaimana berinteraksi dengan lingkungan. Kemampuan demikian menyebabkan proses berpikir seseorang unik serta memampukan peserta didik berpikir kritis dan kreatif. Ia pun berkompetensi dalam memecahkan masalah, mengambil keputusan, dan mengevaluasi kasus. Beberapa keterampilan yang harus dimiliki

PERSPEKTIF Ilmu Pendidikan - Vol. 30 No. 1 April 2016

3

Meningkatkan Keterampilan Belajar ...

peserta didik, antara lain: (1) belajar bagaimana menemukan gaya belajar, (2) belajar bagaimana belajar menulis, (3) belajar bagaimana belajar menghafal, dan (4) belajar bagaimana belajar dengan sistem kredit semester (SKS). Mempelajari cara belajar adalah pengetahuan tentang cara belajar itu sendiri. Menurut Fry (2008), aspek-aspek mempelajari cara belajar, antara lain: (1) mempelajari belajar dengan benar, (2) menemukan gaya belajar, (3) mengelola belajar, (4) membaca dan mengingat, (5) mengatur waktu, (6) menjadi unggul di kelas, (7) melakukan penelitian, (8) menyusun karya tulis yang bermutu, (9) belajar untuk menghadapi ujian. DePorter & Hernacki (2001) menjelaskan bahwa aspek-aspek yang mendukung keterampilan belajar, yaitu: (1) kekuatan AMBAK (Apa Manfaatnya BagiKu?), (2) lingkungan belajar yang tepat, (3) memupuk sikap juara, (4) gaya belajar, (5) gaya berpikir, (6) teknik mencatat, (7) teknik menulis, (8) meningkatkan daya ingat, (9) kekuatan membaca, dan (10) berpikir kreatif. Berdasarkan pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa keterampilan belajar adalah proses pengoptimalan belajar dengan didukung oleh aspek-aspek belajar, seperti persiapan belajar (conditioning learning) gaya belajar, gaya berpikir, keterampilan membaca, teknik mencatat, dan keterampilan meningkatkan daya ingat serta membuat jadwal belajar (harian, mingguan dan bulanan) sehingga peserta didik dapat mengembangkan potensi yang ada pada dirinya. Setiap tokoh menyebut keterampilan belajar dengan kata yang berbeda, seperti belajar bagaimana belajar, learning how to learn, dan mempelajari cara belajar. Namun semua kata tersebut memiliki satu makna yang sama, yakni keterampilan belajar.

METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian pengembangan dengan menggunakan model pengembangan Rowntree. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2014 hingga November 2014 di FIP UNJ. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah melalui studi dokumentasi, wawancara, dan penyebaran angket. Studi dokumentasi dilakukan sebagai bahan untuk penyusunan materi modul. Wawancara penyebaran angket dilakukan kepada tiga

4

PERSPEKTIF Ilmu Pendidikan - Vol. 30 No.1 April 2016

orang ahli (ahli modul dan desain pembelajaran, ahli materi, dan ahli bahasa), serta lima orang mahasiswa pada tahap one to one evaluation. Penyebaran angket juga dilakukan kepada 10 orang mahasiswa pada tahap small group dan 20 orang mahasiswa pada tahap field trial. Analisis dalam penelitian ini menggunakan teknik deskriptif kualitatif.

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengembangan Modul Keterampilan Belajar untuk Mahasiswa telah melewati ujicoba yang meliputi: (a) expert review, (b) one to one evaluation, (c) small group, dan (d) field trialss yang hasilnya dijelaskan sebagai berikut. a. Expert Review Pada penelitian ini melibatkan tiga orang ahli, yaitu (a) ahli desain dan media pembelajaran, (b) ahli materi, serta (c) ahli bahasa. Ahli desain dan media pembelajaran yang dimaksud adalah Prof. Dr. Bintang Petrus Sitepu, MA. merupakan guru besar Universitas Negeri Jakarta. Beliau berprofesi sebagai dosen di jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan FIP UNJ. Untuk ahli materi, yaitu Bapak Yovan P Putra. Beliau merupakan praktisi dalam bidang keterampilan belajar, yaitu sebagai peak-performance learning coach sekaligus pemilik dari perusahaan Total Mind Learning. Untuk ahli Bahasa, yaitu Ibu Retno Widyaningrum, lulusan S1 Ilmu Komunikasi dan S2 Manajemen Universitas Indonesia, merupakan dosen jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan FIP UNJ. Selain itu, beliau juga berperan sebagai editor di Jurnal Ilmiah VISI PTK PAUDNI dan Jurnal PERSPEKTIF Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Jakarta. Hasil ujicoba ketiga ahli tersebut dijelaskan sebagai berikut. 1. Ahli Materi Keterampilan Belajar Dari hasil penyebaran kuesioner dan wawancara, ahli materi keterampilan belajar menyatakan bahwa modul yang dikembangkan sudah baik. Terdapat beberapa masukan dari ahli materi keterampilan belajar. Berdasarkan masukan yang diberikan, ahli materi keterampilan belajar mengatakan bahwa secara umum modul keterampilan belajar untuk mahasiswa dapat memberikan penjelasan kepada mahasiswa mengenai keterampilan belajar, walaupun masih terdapat beberapa item yang juga sangat penting untuk dibahas, misalnya terkait dengan konsentrasi. Modul tersebut mempunyai beberapa kelebihan, antara lain menggunakan gaya bahasa

Meningkatkan Keterampilan Belajar ...

yang sederhana dan informal, pembahasan yang tidak terlalu panjang sehingga mempermudah kebanyakan mahasiswa untuk mempelajarinya, serta adanya latihan evaluasi untuk menguji pemahaman mahasiswa. Namun demikian, modul keterampilan belajar untuk mahasiswa juga mempunyai beberapa kekurangan, antara lain tidak tersedianya subbab troubleshooting, yang berisi berbagai alternatif hambatan yang mungkin dihadapi mahasiswa dalam mengaplikasikan konten modul dalam keseharian, konten materi lebih condong pada memberikan pemahaman dan belum pada pemberikan kemampuan, serta daftar pustaka masih didominasi oleh buku, akan jauh lebih baik jika dilengkapi dengan studi jurnal terkait. Berdasarkan masukan, kritik dan saran yang diberikan oleh ahli materi keterampilan belajar, maka tindak lanjut yang dilakukan adalah melakukan revisi materi modul. Namun demikian, tidak semua masukan yang diberikan oleh ahli materi seluruhnya direalisasikan karena harus disesuaikan dengan karakteristik serta waktu yang diperlukan untuk memperbaiki serta estimasi waktu penggunaannya oleh mahasiswa. Beberapa tindak lanjut yang dilakukan adalah (a) menambahkan materi tentang “menumbuhkan passion” pada Unit 1 Merumuskan Tujuan, (b) menambahkan subbab tentang trouble shooting dalam Unit 2 Mengelola Waktu, dan (c) menambahkan subbab tentang meningkatkan kemampuan untuk konsentrasi (memusatkan perhatian) pada Unit 3 Membaca Efektif. 2. Ahli Desain dan Media Pembelajaran Dari hasil penyebaran kuesioner dan kegiatan wawancara, ahli materi modul dan desain pembelajaran menyatakan bahwa modul yang dikembangkan sudah baik, namun masih perlu perbaikan. Berdasarkan masukan-masukan yang diberikan, peneliti melakukan perbaikan/revisi modul sebagai tindak lanjut dari masukan-masukan yang telah diberikan oleh ahli desain dan media pembelajaran (modul). Semua masukan tersebut dapat diterima oleh peneliti sebagai bahan untuk perbaikan modul. 3. Ahli Bahasa Dari penyebaran kuesioner dan kegiatan wawancara, ahli bahasa menyatakan bahwa modul yang dikembangkan sudah baik. Beberapa masukan dari ahli bahasa adalah (a) masih terdapat kesalahan dalam penulisan; (b) jarak antar paragraf yang ada

bullet and numbering nya terlalu rapat. Sebaiknya diatur spasinya agar tidak terkesan terlalu rapat; dan (c) gaya bahasa yang digunakan mudah dimengerti dan sesuai dengan responden Berdasarkan masukan-masukan tersebut, peneliti melakukan perbaikan/revisi modul sebagai tindak lanjut dari masukan-masukan yang telah diberikan oleh ahli bahasa. Semua masukan tersebut dapat diterima oleh peneliti sebagai bahan untuk perbaikan modul. b. One to one evaluation Uji coba one to one dilaksanakan di Universitas Negeri Jakarta. Mahasiswa FIP UNJ yang dilibatkan dalam uji coba one to one berjumlah 6 orang, akan tetapi 1 orang mahasiswa berhalangan hadir, total yang hadir sebanyak 5 orang. Saat uji coba one to one mahasiswa diminta membaca isi modul, secara bertahap mulai dari unit 1. Selama proses membaca apabila mahasiswa mengalami kesulitan dalam memahami isi modul, maka mahasiswa diperkenankan bertanya dan memberi feedback untuk bagian modul yang perlu ditambah penjelasan atau bahasanya perlu disederhanakan sehingga lebih mudah dipahami. Penulis mencatat kesan dan masukan dari mahasiswa selama proses membaca modul per unit. Secara keseluruhan mahasiswa responnya positif, antusias dan fokus dalam proses membaca modul serta merasakan manfaatnya bahwa pengetahuan yang diperoleh saat uji dapat segera dipraktikkan dalam studi di perguruan tinggi. Selain itu mahasiswa diminta mengisi kuesioner sebagai umpan balik, setelah selesai membaca modul mulai dari unit 1 sampai dengan unit 5. Hasil pengisian kuesioner mahasiswa pada tahap one to one evaluation disajikan pada tabel 1. Tabel 1. Hasil Kuesioner One to One Evaluation Kurang

Cukup

Baik

Sangat Baik

n

1

37

65

42

145

Bahasa

10

17

21

12

60

Kegrafikan

12

22

26

19

79

N

23

76

112

73

284

%

8

27

39

26

100

Aspek Penyajian Isi

Selain itu mahasiswa diminta memberikan kesan dan saran secara keseluruhan setelah membaca modul Keterampilan Belajar. Adapun deskripsi kesan dan saran mahasiswa sebagai berikut. Pertama, “buku diperkaya dengan warna dan

PERSPEKTIF Ilmu Pendidikan - Vol. 30 No. 1 April 2016

5

Meningkatkan Keterampilan Belajar ...

gambar, dan agar lebih menarik bagi anak-anak muda, Kalau bisa dibuat versi gaul agar anak muda semakin menarik dan ingin tahu dengan buku tersebut. Buku ini membuat saya jadi tahu belajar yang cocok untuk saya”. Kedua, “buku ini sangat membantu untuk mahasiswa baru seperti saya. Saya harap kekurangan seperti sulit untuk dipahami, panjang kalimat sebaiknya sedikit dikurangi. Banyak kata-kata agak kurang dipahami oleh saya, terlalu berbelit-belit untuk orang awam seperti saya”. Ketiga, “kalimat di dalam buku lebih dibuat simple, untuk penjelasan diperbanyak contoh yang dapat dimengerti oleh khalayak ramai”. Keempat, saran untuk modul ini harus lebih banyak variasi warna dan gambar agar tidak jenuh dan bosan. Materi jangan terlalu panjang, jadi bingung di akhir. Tapi modul ini tetap keren, akurat, dan lengkap sekali. Kelima, materi pembahasan lebih diringkas, divariasikan dengan gambar. Soal latihan juga lebih bervariasi agar lebih menarik. Setelah mempertimbangkan berbagai kesan dan saran mahasiswa dari hasil uji coba one to one, maka perbaikan yang dilakukan oleh penulis, antara lain sebagai berikut. Pertama, revisi perbaikan pada Unit 1 Perumusan Tujuan, menambahkan contoh-contoh passion agar mahasiswa lebih mengenal passionnya masing-masing Kedua, revisi perbaikan pada Unit 2 Pengelolaan Waktu, pada bagian latihan dan tes formatif 2, tabel Jadwal Mingguan diperbesar kolom kegiatan setiap harinya, sehingga mahasiswa lebih leluasa mengisi kegiatan harian. Ketiga, revisi perbaikan pada Unit 3 Membaca Efektif, artikel Tes Formatif 2 tentang “Darimana Asal Manusia” lebih diringkas supaya tidak membosankan mahasiswa, paragraf 1 dan 2 dihapus. Kunci jawaban juga direvisi disesuaikan dengan jumlah dan isi paragraf. Keempat, revisi perbaikan pada Unit 4 Mencatat Efektif, menambah ilustrasi mengenai mencatat efektif. Kelima, revisi perbaikan untuk Unit 5 Mengingat Efektif, Metode mengingat yang sulit bila dipelajari secara mandiri dan kurang relevan dengan mahasiswa dihapus, seperti metode Sanjak, metode Kata Kunci, dan metode Imej-Teknik Penamaan. Pada latihan dan tes formatif 2 dalam unit 3 juga ditambahkan petunjuk pengerjaan latihan dan tes

6

PERSPEKTIF Ilmu Pendidikan - Vol. 30 No.1 April 2016

formatif agar lebih mudah dipahami mahasiswa. c. Small Group Uji coba small group melibatkan 10 mahasiswa. Uji coba dilakukan selama 2 hari agar mahasiswa dapat lebih fokus mempelajari isi modul dan tidak lelah selama di perjalanan apabila tidak menginap. Saat uji coba small group, mahasiswa diminta membaca isi modul, secara bertahap mulai dari unit 1. Selama proses membaca apabila mahasiswa mengalami kesulitan dalam memahami isi modul, maka mahasiswa diperkenankan bertanya dan memberi feedback untuk bagian modul yang perlu ditambah penjelasan atau bahasanya perlu disederhanakan sehingga lebih mudah dipahami. Mahasiswa diminta mencatat kesan, kesulitan dan memberi masukan selama proses membaca modul per unit. Secara keseluruhan kegiatan uji coba small group kondusif, respon mahasiswa positif, antusias dan fokus dalam proses membaca modul serta merasakan manfaatnya bahwa pengetahuan yang diperoleh saat uji coba small group dapat segera dipraktikkan dalam studi di perguruan tinggi. Selain itu mahasiswa diminta mengisi kuesioner sebagai umpan balik, setelah selesai membaca modul mulai dari unit 1 sampai dengan unit 5. Hasil pengisian kuesioner mahasiswa pada tahap small group disajikan pada tabel 2. Tabel 2. Hasil Kuesioner Small Group Kurang

Cukup

Baik

Sangat Baik

n

Penyajian Isi

20

101

123

46

290

Bahasa

24

51

51

4

130

Kegrafikan

22

65

58

12

157

N

66

217

232

62

577

%

11

38

40

11

100

Aspek

Selain itu mahasiswa diminta memberikan saran/ masukan/ tanggapan secara keseluruhan setelah membaca modul Keterampilan Belajar. Adapun deskripsi saran/masukan/tanggapan mahasiswa sebagai berikut. Pertama, tampilan fisik sebaiknya dibuat lebih menarik lagi. Kedua, buku sudah menarik tambahkan contoh-contoh soal. Ketiga, secara keseluruhan modul sudah cukup baik, jika dilihat dari berbagai aspek. Namun, alangkah baiknya apabila konten modul tidak terlalu padat dan diperhatikan lagi mengenai EYD, penggunaan bahasa, banyaknya latihan/tugas, dan kepraktisan tentang ilustrasinya. Keempat, seharusnya menggunakan kertas yang tidak membuat cepat lelah.

Meningkatkan Keterampilan Belajar ...

Selain itu, ada baiknya di evaluasi kembali tampilan bukunya. Kelima, untuk keseluruhan, modul ini sudah cukup bagus tetapi harus dibuat lebih menarik dengan warna yang banyak. d. Field Trialss Uji coba field trials melibatkan 20 orang mahasiswa. Saat field trials, sebelumnya mahasiswa diminta untuk mengisi pretest terkait materi keterampilan belajar. Hal ini bertujuan untuk mengukur pengetahuan awal mahasiswa sebelum mempelajari isi modul. Selanjutnya mahasiswa diminta membaca isi modul, secara bertahap mulai dari unit 1 dalam kurun waktu tertentu. Selama proses membaca apabila mahasiswa mengalami kesulitan dalam memahami isi modul, maka mahasiswa diperkenankan bertanya dan memberi feedback untuk bagian modul yang perlu ditambah penjelasan atau bahasanya perlu disederhanakan sehingga lebih mudah dipahami. Mahasiswa mencatat kesan, kesulitan dan memberi masukan selama proses membaca modul per unit. Setelah selesai membaca dan mengerjakan evaluasi formatif modul, maka siswa mengisi post test terkait materi keterampilan belajar yang sudah dipelajari, hal ini bertujuan untuk mengukur perubahan peningkatan pengetahuan mahasiswa sebelum dan sesudah mempelajari dan mengerjakan evaluasi formatif di dalam modul. Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil rekapitulasi nilai hasil pre test dan post test mahasiswa ujicoba field trials maka dapat disimpulkan sebagai berikut. Dari 20 mahasiswa yang mengikuti uji coba field trials, setelah mengerjakan pre test rata-rata nilainya adalah 40,8, sedangkan setelah mengikuti post test rata-rata nilainya meningkat menjadi 55,4 dengan selisih peningkatan sebesar 14,6 poin. Sedangkan dari total 20 orang, ada 6 orang yang nilai rata-rata pre test 43,3 dan hasil post testnya meningkat menjadi 74 poin, Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa sebagian besar hasil post test mahasiswa ada sedikit peningkatan nilai, sedangkan ada sebagian mahasiswa nilai post testnya meningkat signifikan. Secara keseluruhan kegiatan uji coba field trials berjalan kondusif, respon mahasiswa positif, antusias dan cukup fokus dalam proses mempelajari modul serta merasakan manfaatnya bahwa pengetahuan yang diperoleh saat uji coba field trials dapat segera dipraktikkan dalam studi di perguruan tinggi. Selain itu mahasiswa mengisi kuesioner sebagai umpan balik, setelah selesai membaca modul mulai dari unit 1 sampai dengan unit 5. Hasil pengisian kuesioner

mahasiswa pada tahap field trialss disajikan pada tabel 3. Tabel 3. Hasil Kuesioner Field Trials Aspek

Kurang

Cukup

Baik

Sangat Baik

n

Penyajian Isi

1

95

346

138

580

Bahasa

2

48

169

41

260

8

48

200

64

320

N

11

191

715

243

1160

%

1

16

62

21

100

Kegrafikan

Selain itu berdasarkan hasil isian kuesioner umpan balik field trials dapat dikelompokkan dan disimpulkan beberapa kesan dan saran dari mahasiswa. Kesan mahasiswa setelah mempelajari isi modul antara lain sebagai berikut. Pertama, uji coba sangat bagus berjalan baik. Kedua, modul ini bahasanya komunikatif, sederhana, mudah dimengerti, menginspirasi dan memotivasi. Ketiga, kertas yang digunakan untuk modul ini bagus. Keempat, secara keseluruhan modul ini sudah sangat baik, sangat menarik, mendorong pembaca ingin lebih tahu dan membantu untuk mempelajari. Modul ini sangat efektif dan efisien, mudah diingat materimaterinya. Kelima, modul ini isinya bagus sekali untuk mahasiswa baru, isi modul juga inspiratif. Keenam, buku ini sangat memotivasi untuk seseorang yang ingin menjadi mahasiswa yang baik. Sangat membantu kita untuk berpikir dan mencari lebih jauh bagaimana kita untuk merumuskan tujuan perkuliahan dengan baik Dari kesan sebagian mahasiswa di atas dapat disimpulkan bahwa field trials berjalan dengan baik, secara keseluruhan kualitas modul sudah sangat baik, sangat menarik, memotivasi dan membantu mahasiswa baru untuk mempelajari isi modul, dengan bahasa yang sederhana, komunikatif dan menginspirasi sehingga materi modul mudah diingat, efektif dan efisien. Adapun sebagian saran dari mahasiswa mengenai isi modul antara lain sebagai berikut. 1. Fisik Modul: bahan modul/kertas terlalu terang sehingga mata mudah lelah ketika terlalu lama membaca, penjilidannya masih kurang baik. 2. Desain Modul: Desain sampul kurang menarik dan kaku, sehingga terkesan terlalu tua untuk para mahasiswa baru. Bahan modul 3. Bahasa modul: (a) sebaiknya bahasa yang digunakan konsisten, memilih menggunakan

PERSPEKTIF Ilmu Pendidikan - Vol. 30 No. 1 April 2016

7

Meningkatkan Keterampilan Belajar ...

bahasa baku atau tidak baku; (b) masih ada bahasa yang sulit dipahami sehingga perlu dibaca ulang ; perlu disederhanakan kata-kata yang sulit; (c) masih ada kesalahan ketik; (d) banyak tanda baca yang tidak sesuai ataupun hilang; dan (e) terdapat font size yang tidak konsisten 4. Ilustrasi / visual modul : visual dan gambarnya perlu ditambah lagi, diberi penekanan berupa warna yang berbeda pada pokok-pokok atau inti materi. 5. Tata letak: paragraf terlalu masuk ke dalam jadi membacanya mesti ditekuk modulnya. 6. Waktu mempelajari modul : waktunya sangatlah sedikit, yang membuat peserta tidak fokus dan banyak yang kelelahan karena kurangnya jam istirahat. 7. Tes Formatif : (a) petunjuk beberapa latihan soal perlu diperjelas, (b) untuk soal latihan sebaiknya diberi lebih banyak variasinya, (c) perlu beberapa revisi di bagian tes formatif yang kadang masih membuat bingung, dan (d) dari setiap tes yang diberikan perlu petunjuk yang lebih lanjut karena buku pegangan tersebut merupakan buku pegangan sendiri tanpa tutorial video Selain menyebarkan kuesioner, pada tahap filed trialss juga dilakukan pre-test dan post-test untuk mengetahui peningkatan keterampilan belajar setelah mempelajari modul. Hasil uji coba tersebut disajikan pada tabel 4. Tabel 4. Hasil Uji Coba Pretest dan Postest Responden

8

Nilai

Peningkatan Nilai

Pre-test

Post-test

1

36

56

20

2

52

76

24

3

52

56

4

4

36

72

36

5

36

76

40

6

32

48

16

7

48

48

0

8

44

44

0

9

48

44

-4

10

48

52

4

11

48

76

28

12

40

44

4

13

44

48

4

14

36

68

32

15

36

44

8

16

44

40

-4

17

32

48

16

PERSPEKTIF Ilmu Pendidikan - Vol. 30 No.1 April 2016

Responden

Nilai

Peningkatan Nilai

Pre-test

Post-test

18

20

44

24

19

52

76

24

20

32

48

16

Rata-Rata

40.8

55.4

14.6

Pembahasan Berdasarkan hasil ujicoba yang dilakukan kepada ahli modul dan desain pembelajaran, ahli materi, serta ahli Bahasa menunjukkan bahwa modul yang dikembangkan sudah baik. Namun demikian, masih perlu dilakukan perbaikan-perbaikan sebelum diujicobakan kepada mahasiswa. Perbaikanperbaikan yang dilakukan berdasarkan atas saran dan masukan para ahli. Tidak semua masukan dan saran dapat diterima seperti masukan yang diberikan oleh ahli materi mengenai tambahan penjelasan mengenai metode peningkatan fokus. Hal ini dilakukan karena jika konten tersebut ditambahkan maka materi yang disajikan dalam modul akan terlalu luas. Oleh karena itu, tidak ada penambahan mengenai penjelasan tersebut. Setelah dilakukan perbaikan atas saran dan masukan dari para ahli, maka modul diujicobakan kepada mahasiswa dengan tiga tahap: (a) one to one evaluation, (b) small group, dan (c) field trialss. Dari ujicoba yang dilakukan menunjukkan bahwa, baik pada tahap one to one evaluation, small group, maupun field trialss, Modul Keterampilan Belajar untuk Mahasiswa sudah baik. Berbagai masukan yang diberikan oleh mahasiswa menjadi bahan pertimbangan untuk memperbaiki draf modul berikutnya. Namun tidak semua masukan mahasiswa diterima. Hal ini disebabkan karena masukan tersebut kurang tepat jika mengacu kepada teori. Sebagai contoh, penambahan warna pada aspek grafika modul agar terlihat menarik. Meskipun penambahan warna dapat menambah daya tarik, namun oleh karena yang menjadi sasaran pengguna adalah mahasiswa, yang dapat dikatakan sebagai orang dewasa, maka fungsi warna tersebut tidak terlalu fungsional dan tidak memberikan makna. Selain ini, penambahan warna juga dapat meningkatkan biaya produksi modul. Oleh karena itu, penambahan warna yang hanya bersifat dekoratif atau kurang fungsional tanpa memberikan makna, maka saran tersebut tidak ditinjaklanjuti. Selain itu, hasil pretest dan posttest menunjukkan adanya peningkatan rata-rata meskipun hanya

Meningkatkan Keterampilan Belajar ...

sedikit. Hasil post-test menunjukkan bahwa tidak ada mahasiswa yang mencapai nilai 80. Hal ini disebabkan karena ketika ujicoba dilakukan, hampir semua mahasiswa tidak bisa konsentrasi dalam mempelajari modul. Tidak konsentrasinya mahasiswa dikarenakan mereka dikumpulkan dalam satu ruangan dengan temannya, sehingga kemungkinan besar mereka memanfaatkannya untuk membicarakan hal-hal di luar kepentingan modul keterampilan belajar selama ujicoba berlangsung. Selain itu, waktu uji coba hanya dilaksanakan selama dua hari satu malam. Mahasiswa merasa waktu yang tersedia masih kurang. Sehingga dapat disimpulkan agar penggunaan modul keterampilan belajar tersebut membuahkan hasil yang optimal, maka diperlukan waktu yang tidak sedikit. Hal ini terlihat dari hasil ujicoba telah menunjukkan peningkatan rata-rata, apalagi jika modul tersebut digunakan dalam rentang waktu yang lebih lama, mahasiswa tentu akan lebih leluasa untuk mempelajarinya sehingga peningkatan ketrampilan belajar menjadi lebih optimal.

PENUTUP Kesimpulan Keterampilan belajar merupakan hal yang penting untuk dimiliki bagi setiap mahasiswa untuk menunjang perkuliahannya. Untuk membantu meningkatkan ketrampilan belajar, mahasiswa mahasiswa memerlupkan bahan belajar mandiri. Bahan belajar mandiri yang dimaksud adalaah Modul Ketrampulan Belajar Untuk Mahasiswa. Modul Keterampilan Belajar Untuk Mahasiswa telah melewati tahapan-tahapan ujicoba. Dari ujicoba yang dilakukan menunjukkan bahwa, baik pada tahap expert review, one to one evaluation, small group, maupun field trials, Modul Keterampilan Belajar Untuk Mahasiswa sudah baik Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa Modul Keterampilan Belajar Untuk Mahasiswa telah terbukti dapat meningkatkan keterampilan belajar mahasiswa. Saran Untuk menggunakan modul tersebut, beberapa hal yang perlu diperhatikan sebagai berikut. Pertama, untuk menggunakan modul tersebut, dibutuhkan rentang waktu yang tidak sedikit agar mahasiswa mampu mempelajari modul dengan leluasa. Kedua,

oleh karena modul tersebut bersifat mandiri, maka pengguna modul harus sudah memiliki kemampuan belajar mandiri. Ketiga, kehadiran fasilitator merupakan hal pendukung dalam penggunaan modul tersebut untuk menunjang mahasiswa meningkatkan keterampilan belajarnya.

DAFTAR PUSTAKA Belawati, T dkk. (2003). Pengembangan bahan ajar. Jakarta: Universitas Negeri Jakarta Budiarjo, L. (2008). Keterampilan belajar: Belajar bagaimana belajar. Yogyakarta: Andi Fry, R. (2008). How to study. Diterjemahkan oleh PT. Bhuana Ilmu Populer USA: Career Press Kompasiana. (2011). Kualitas SDM Indonesia di dunia. Diakses dari situs http://ekonomi. kompasiana.com/bisnis/2011/03/14/kualitassdm-Indonesia -di-dunia/ pada tanggal 7 Maret 2012. Kompasiana. (2011). Tantangan SDM Indonesia di era globalisasi. Diakses dari situs http://regional. kompasiana.com/2011/06/16/tantangan-sdmindonesia -di-era-globalisasi/ pada tanggal 7 Maret 2012. Prawiradilaga, D.S. (2006). Penulisan modul untuk pelatihan peneliti. Jakarta: LIPI Pusat Komputer UNJ, Rata-rata Indeks Prestasi Kumulatif Semester Ganjil 083 UNJ tahun Angkatan 2005-2006. Seel, B.B., & Richey, R C. (2004). Instructional technology: The definition and domains of the field (diterjemahkan oleh Dewi S. Prawiladilaga, Raphael Raharjo dan Yusufhadi Miarso. Jakarta: UNJ. Sitepu, B.P. (2004). Penyusunan buku pelajaran. Jakarta: Verbum Publishing Sitepu, B.P. (2008). Pengembangan sumber belajar. Jurnal Pendidikan Penabur - No.11/Tahun ke-7/ Desember 2008 Sudrajat, A. (2008). Sumber belajar untuk mengefektifkan pembelajaran siswa. Diakses dari situs http:// akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/04/15/ sumber-belajar-untuk-mengefektifkanpembelajaran-siswa/ pada tanggal 16 April 2013. Suparman, M.A. (2005). Desain pembelajaran. Jakarta: PAU-PPAI Universitas Terbuka UNJ. (2009). Buku pedoman akademik UNJ 2009/2010. Jakarta: UNJ.

PERSPEKTIF Ilmu Pendidikan - Vol. 30 No. 1 April 2016

9

Meningkatkan Keterampilan Belajar ...

10

PERSPEKTIF Ilmu Pendidikan - Vol. 30 No.1 April 2016

Penelitian

MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPS KELAS VIII SMP DENGAN PAKET PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH Ira Arini e-mail: [email protected] Teknologi Pendidikan, Program Pascasarjana Universitas Negeri Jakarta Jalan Rawamangun Muka Jakarta Timur Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan paket pembelajaran IPS berbasis masalah dalam proses pembelajaran di kelas VIII SMP dilengkapi dengan buku siswa, buku guru, media pembelajaran dan kumpulan evaluasi agar tujuan pembelajaran dapat tercapai secara optimal. Dilaksanakan di SMP wilayah Kecamatan Rangkasbitung, Kabupaten Lebak, Banten pada bulan September 2014 sampai dengan Mei 2015 dengan metode research and development model pengembangan Rowntree. Hasil penelitian adalah produk bernama Paket Pembelajaran Aplikasi Konsep IPS yang terdiri dari: buku siswa, buku guru, media pembelajaran dan kumpulan evaluasi. Hasil evaluasi formatif: pakar, face to face tryout, dan field test menyatakan bahwa produk tersebut telah dianalisis secara keseluruhan memiliki kategori “sangat baik”, sehingga menjadi produk akhir yang layak digunakan sebagai paket pembelajaran IPS berbasis masalah yang menarik, menyenangkan dan tidak membosankan. Kata-kata Kunci: pengembangan, paket pembelajaran IPS, pembelajaran berbasis masalah.

IMPROVING STUDENTS’ LEARNING ACHIEVEMENT IN SOCIAL SCIENCE WITH PROBLEM-BASED INSTRUCTIONAL PACKAGE Abstract: The purpose of this research is to produce problem-based instructional package for Social Science Subject in Grade VIII, Junior Secondary School. The package consisted of students book, teacher’s manual, instructional media, and evaluation materials. The research was conducted in Junior Secondary School in September 2014 through May 2015 in Rangkasbitung Sub-district, Lebak District, Banten applying research and development model introduced by Derek Rowntree. The research produced Instructional Package for Social Science Application consisting of students book, teacher’s manual, instructional media, and evaluation materials. Formative evaluation indicated by expert review, face to face try out, and field test was ‘very good’. The final product is feasible to be used as the problem-based instructional package for Social Science which is interesting, joyful and motivating. Keywords: development, Social Science instructional package, problem based learning.

PENDAHULUAN Mata pelajaran IPS mengarahkan peserta didik untuk dapat menjadi warga negara Indonesia yang demokratis dan bertanggung jawab, serta warga dunia yang cinta damai. Nilai-nilai ini dapat ditanamkan pada peserta didik, baik sekolah dasar maupun menengah, terutama pada usia remaja yaitu pada usia 15-21 tahun atau usia mulai kelas VIII SMP sampai universitas semester awal. Kelas VIII SMP dianggap sebagai usia yang dapat mewakili usia remaja awal untuk mendapatkan bekal nilainilai tanggung jawab terhadap hak dan kewajiban sebagai warga negara yang patuh terhadap hukum dan peraturan yang berlaku. Mata pelajaran IPS disusun secara sistematis, komprehensif, dan terpadu dalam proses pembelajaran

menuju kedewasaan dan keberhasilan dalam kehidupan di masyarakat. Dalam implementasinya, tujuan umum mata pelajaran IPS dapat dicapai dengan optimalisasi seluruh komponen pembelajaran seperti tujuan pembelajaran, peserta didik, guru, materi dan media pembelajaran, strategi, sumber belajar, serta evaluasi. Semua komponen pembelajaran ini saling berhubungan dan mempengaruhi satu sama lain sehingga dapat disebut sebagai sistem. Komponen pembelajaran tentunya harus mencakup semua aspek, baik dari aspek pengetahuan, keterampilan, sikap, dapat dengan mudah diterapkan serta harus berhubungan dengan permasalahan yang dihadapi peserta didik dalam kehidupan seharihari di lingkungan sekitarnya. Permasalahan yang dihadapi ini tentunya dapat menjadi salah satu konteks untuk para peserta didik belajar berpikir PERSPEKTIF Ilmu Pendidikan - Vol. 30 No. 1 April 2016

11

Meningkatkan Hasil Belajar ...

kritis dan keterampilan memecahkan masalah, dan memperoleh pengetahuan. Namun, permasalahan yang dihadapi peserta didik sering kali tidak terstruktur dengan baik bahkan mereka tidak menyadari bahwa permasalahan tersebut bisa saja menjadi bahan untuk membangun pengetahuannya. Pembelajaran berbasis masalah dalam pembelajaran IPS dapat memungkinkan peserta didik untuk mengumpulkan, mengintegrasikan, dan menerapkan pengetahuan baru melalui permasalahan yang dihadapi sehari-hari. Untuk itu diperlukan pengembangan sumber belajar berupa bahan belajar berbasis masalah dalam proses pembelajaran IPS yang dapat memungkinkan peserta didik dalam mencapai tujuan pembelajaran. Pengembangan sumber belajar ini dapat berupa paket pembelajaran yang disusun secara sistemik dan sistematis karena dilakukan validasi oleh para expert, serta evaluasi secara one to one, small group, dan field test. Pengembang membatasi ruang lingkup dari beberapa masalah yang dikemukakan di atas pada satu masalah saja, yaitu bagaimana mengembangkan paket pembelajaran IPS berbasis masalah dalam proses pembelajaran di Kelas VIII SMP sesuai dengan kebutuhan peserta didik sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai secara optimal. Kemudian dipersempit lagi lingkup masalahnya, yaitu cara mengembangkan dan menghasilkan pembelajaran pembelajaran IPS berbasis masalah di kelas VIII SMP. Penelitian ini difokuskan pada bagaimana mengembangkan dan menghasilkan paket pembelajran IPS berbasis masalah untuk kelas VIII di SMP wilayah Kecamatan Rangkasbitung, Kabupaten Lebak. Paket pembelajaran dapat berupa buku siswa, buku guru, media pembelajaran, dan kumpulan evaluasi pembelajaran. Tujuan dari penelitian pengembangan ini adalah untuk menghasilkan suatu produk pembelajaran berupa paket pembelajaran IPS berbasis masalah kelas VIII SMP dan menambah sumber belajar agar tujuan pembelajaran dapat tercapai secara optimal. Secara praktis pengembangan paket pembelajaran ini memberikan manfaat pada: (a) peserta didik, khususnya peserta didik kelas VIII SMP di kecamatan Rangkasbitung, Kabupaten Lebak dapat bermanfaat dalam memecahkan masalah belajar, memberikan solusi bahwa bahan ajar dapat menjadi sumber belajar yang dapat memenuhi kebutuhan dalam mencapai tujuan pembelajaran; (b) peserta didik lainnya yang ingin 12

PERSPEKTIF Ilmu Pendidikan - Vol. 30 No.1 April 2016

memperdalam keilmuan mengenai IPS; (c) guru, sebagai fasilitator dalam pembelajaran bermanfaat untuk lebih memaksimalkan beraneka ragam sumber belajar dalam kegiatan pembelajaran; (d) pengembang, bermanfaat untuk memberikan saran dan rekomendasi mengenai bahan ajar yang sesuai dengan kebutuhan mata pelajaran IPS Kelas VIII SMP; serta (e) SMP di wilayah kecamatan Rangkasbitung, dapat memberikan sumbangan berupa pengembangan sumber belajar berupa paket pembelajaran yang dapat diintegrasikan dalam proses pembelajaran. Secara teoretis, pengembangan paket pembelajaran berbasis masalah ini diharapkan dapat menjadi: (a) sebagai salah satu penerapan teori yang telah didapat selama mendapat pendidikan di Jurusan Teknologi Pendidikan, (b) sebagai salah satu produk pembelajaran yang diharapkan dapat memecahkan masalah belajar, serta (c) memberikan bentuk penyajian materi pembelajaran yang menarik dan memotivasi peserta didik dan guru dalam meningkatkan hasil belajar dan kreatifitas mengajar. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2002 disebutkan pengembangan adalah kegiatan ilmu pengetahuan dan teknologi yang bertujuan memanfaatkan kaidah dan teori ilmu pengetahuan yang telah terbukti kebenarannya untuk meningkatkan fungsi, manfaat, dan aplikasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah ada, atau menghasilkan teknologi baru. Menurut Seels and Richey (1994), pengembangan adalah proses penerjemahan spesifikasi rancangan ke dalam bentuk fisik. Pengembangan merupakan salah satu komponen dalam definisi Teknologi Pendidikan yang terdapat dalam definisi konsep AECT 2004 dalam Molenda, dkk. (2008): “educational technology is the study and ethical practice of facilitating learning and improving performance by creating, using, managing appropiate technological processes and resources”. Dari definisi yang telah disebutkan, terdapat kata “creating” yang berarti menciptakan teknologi yang tepat guna. Menciptakan teknologi yang tepat guna dalam pembelajaran bisa dalam bentuk mengembangkan beberapa komponen berupa produk, proses dan sistem. Semuanya bertujuan untuk mengatasi masalah belajar yang dihadapi oleh peserta didik agar dapat mencapai tujuan pembelajaran yang efektif dan efisien. Menurut Khaerudin dan Rusmono (2014), pengembangan juga merupakan salah satu jenis penelitian campuran (mixed methode) karena dalam pelaksanaannya menggunakan metode yang

Meningkatkan Hasil Belajar ...

relavan, seperti metode penelitian deskriptif, evaluatif dan eksperimen atau penggabungan jenis penelitian kualitatif dan kuantitatif. Richey dan Klein dalam Emzir (2012) mendefinisikan penelitian pengembangan sebagai “the systematic study of design, development and evaluation processes with the aim of esablishing an empirical basis for the creation of instructional products and tools and new or enhanced models that govern their development”. Penelitian ini mengembangkan sistem instruksional yang didefinisikan oleh Reigeluth dalam Suparman (2010) sebagai tiga tahap kegiatan, yaitu: (1) desain yang bagi seorang pengembang instruksional berfungsi sebagai cetakan biru atau blue print bagi ahli bangunan, (2) produksi yang berarti penggunaan desain untuk membuat program instruksional, dan (3) validasi yang merupakan penentuan kualitas atau validitas. Reigeluth (2009) juga mengemukakan definisi dari instruksional sebagai “as anything that is done purposely to facilitate learning”. Dari definisi-definisi yang telah dijelaskan dapat disimpulkan bahwa pengembangan adalah proses kegiatan dalam meningkatkan atau mengembangkan meningkatkan fungsi, manfaat, dan aplikasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah ada, atau menghasilkan teknologi baru dari spesifikasi desain ke dalam bentuk fisik. Pengembangan sistem instruksional merupakan proses yang sistematis dalam mengidentifikasi masalah, mengembangkan bahan dan strategi instruksional, serta mengevaluasi efektifitas dan efisiensinya dalam mencapai tujuan instruksional. Model pengembangan menurut Gustafson dan Branch (1981) mencakup model pengembangan berorientasi kelas, produk dan sistem. Model pengembangan berorientasi kelas berada dalam lingkup yang kecil, di mana guru berperan penting dalam proses pembelajaran di kelas. Sedangkan model pengembangan berorientasi produk meliputi model-model yang berfokus pada menghasilkan pembelajaran dengan produk yang spesifik. Model pengembangan berorientasi sistem ini menghasilkan pembelajaran yang luas seperti rangkaian pembelajaran atau kurikulum. Dengan adanya sebuah model dalam pengembangan pembelajaran akan memudahkan menyusun dan menerapkan langkah-langkah untuk mencapai hasil yang diinginkan dengan baik. Salah model pengembangan berorientasi produk adalah model pengembangan Rowntree (1994). Rowntree (1994) menggagas sebuah model pengembangan bahan belajar mandiri. Menurut

Rowntree, dalam mengembangkan bahan belajar terdapat tiga tahapan, yaitu (a) tahap perencanaan, (b) tahap persiapan penulisan, serta (c) tahap penulisan dan penyuntingan. Gambar 1 berikut merupakan bagan model pengembangan pada penelitian ini yang merujuk pada model pengembangan Rowntree (1994).

START

TAHAP 1: PERENCANAAN • Analisis kebutuhan • Rumusan tujuan pembelajaran

TAHAP 2: PENGEMBANGAN • Pengembangan topik • Penyusunan draf • Produksi prototype jenis produk yang akan digunakan untuk belajar

TAHAP 2: EVALUASI • Melaksanakan ujicoba prototype • Revisi atau perbaikan berdasarkan masukan yang telah diperoleh

Gambar 1. Tahap model pengembangan (merujuk pada model Rowntree) Produk yang dikembangkan dalam penelitian ini yaitu paket pembelajaran IPS berbasis masalah untuk SMP kelas VIII. Pembelajaran berbasis masalah pada mulanya diterapkan pada ilmu kesehatan di MsMaster University, Kanada pada tahun 1980 karena pada saat itu siswa tidak mampu menerapkan sebagian besar pengetahuan ilmiah mereka untuk situasi klinis. Menurut Savin (2006), problem bassed learning atau pembelajaran berbasis masalah adalah sebuah metode pembelajaran yang inovatif untuk melibatkan siswa dalam pembelajaran berdasarkan masalah yang dihadapinya sehari-hari. Menurut Tan dalam Rusman (2010), pembelajaran berbasis masalah merupakan penggunaan berbagai macam kecerdasan yang diperlukan untuk melakukan konfirmasi terhadap tantangan dunia nyata, kemampuan untuk menghadapi segala sesuatu yang baru dan kompleksitas yang ada. Pembelajaran berbasis masalah dilandasi oleh beberapa teori belajar dari segi pedagogis yang merupakan proses membantu peserta didik dalam mengembangkan kapasitas untuk belajar bagaimana menghubungkan kesulitan mereka dengan teka-teki yang berguna untuk membentuk masalah. Dalam memecahkan masalah yang ada, perlu menyadari bahwa seluruh proses kognitif dan aktivitas mental terlibat di dalamnya. Otak bekerja dengan siklus tertentu dan literasi dari berpikir sistematis, sistemik, analisis general, dan divergen. Berdasarkan teori belajar konstruktivisme, ciri pembelajaran berbasis masalah antara lain (a) pemahaman diperoleh dari interaksi dengan skenario permasalahan dan lingkungan belajar, (b) pergulatan PERSPEKTIF Ilmu Pendidikan - Vol. 30 No. 1 April 2016

13

Meningkatkan Hasil Belajar ...

dengan masalah dan proses inkuiri masalah menciptakan disonansi kognitif yang menstimulasi belajar, dan (c) pengetahuan terjadi melalui proses kolaborasi negosiasi sosial dan evaluasi terhadap keberadaan sebuah sudut pandang (Siregar, dkk, 2010) Hal pertama yang harus diperhatikan dalam merancang pembelajaran berbasis masalah adalah akar desain masalah yang riil berupa kenyataan hidup. Dalam pembelajaran berbasis masalah, sebuah masalah yang dikemukakan kepada peserta didik harus sangat membangkitkan pemahaman peserta didik terhadap masalah; sebuah kesadaran akan adanya kesenjangan, pengetahuan, dan keinginan memecahkan masalah; serta adanya persepsi bahwa mereka mampu memecahkan masalah tersebut. Permasalahan menjadi fokus, stimulus, dan pemandu proses belajar, sementara guru menjadi fasilitator dan pembimbing. Setelah itu, menentukan tujuan pembelajaran berbasis masalah yang berisi penguasaan disiplin ilmu dan pengembangan keterampilan pemecahan masalah. Kurikulum dalam pembelajaran berbasis masalah dalam Rusman (2010) meliputi (1) mega level (the why), yaitu profil lulusan yang diharapkan, tujuan umum program pengetahuan, keterampilan, sikap, dan kompetensi lainnya yang menekankan pada pengembangan disiplin ilmu; (2) makro level (the what), yaitu latihan dan modul tujuan lembaga, belajar dari materi dan silabus, penilaian tujuan, struktur, kriteria, dan kegiatan evaluasi; serta (3) mikro level (the how), yaitu struktur kegiatan, jadwal sesi pembelajaran berbasis masalah, tutorial, struktur belajar mandiri, dan kemasan belajar, sumber masalah dan belajar. Model pembelajaran IPS berbasis masalah yang digunakan dalam pembelajaran ini terdiri dari beberapa langkah. Pertama, studi kasus. Studi kasus memberikan rangsangan kepada peserta didik untuk berpikir kritis mengenai masalah yang tersirat di dalam sebuah paragraf atau ilustrasi yang diberikan. Kedua, inkuiri masalah. Peserta didik yang telah menemukan masalah pada tahap sebelumnya memulai mendeteksi dan menyusun masalah dalam urutan prioritas. Ketiga, materi pembelajaran. Langkah ini mengaitkan masalah yang ditemukan dengan materi pembelajaran yang relavan. Keempat, pemecahan masalah. Setelah menghubungkan masalah yang ditemukan dengan materi pembelajaran, peserta didik bersama-sama dengan guru diharapkan dapat memecahkan masalah. Pemecahan masalah dapat dilakukan 14

PERSPEKTIF Ilmu Pendidikan - Vol. 30 No.1 April 2016

secara individu dan kelompok, baik dalam bentuk penugasan tertulis ataupun lisan. Kelima, evaluasi dan refleksi. Tahap terakhir dalam pembelajaran IPS berbasis masalah yang berisi solusi dari masalah yang diangkat pada materi tertentu dan kesan-kesan selama melakukan langkah-langkah tersebut. Dalam kaitannya dengan pembelajaran, paket pembelajaran adalah sejumlah komponen pembelajaran berupa bahan, alat, media, petunjuk, dan pedoman yang akan digunakan dalam proses pembelajaran. Paket pembelajaran didefinisikan oleh Pearson (2014:1) bahwa “a freely available virtual resource, designed to help country and sector level practitioners expand their knowledge and skills for facilitating sustainable capacity development”. Pernyataan tersebut menjelaskan bahwa serangkaian media atau sarana yang digunakan oleh guru dan peserta didik dalam proses pembelajaran. Rangkaian ini dapat meliputi buku bahan pembelajaran untuk peserta didik, petunjuk pemanfaatan untuk guru, power point, serta kumpulan tes. Bahan ajar atau learning material adalah bahan yang berisi informasi dan pengetahuan yang dapat digunakan oleh siswa untuk melakukan proses belajar dalam upaya mencapai kompetensi spesifik. Selain digunakan sebagai sarana utama dalam aktivitas pembelajaran, bahan ajar juga sering digunakan untuk dalam kegiatan pembelajaran yang bersifat perbaikan (remedial) dan pengayaan (enrichment). Bahan ajar tersebut biasanya berupa paket-paket pembelajaran yang terdiri dari media cetak dan non-cetak. Media cetak biasanya terdiri dari buku, modul, dan petunjuk belajar. Sedangkan media noncetak terdiri dari program audio, video, dan program berbasis komputer (computer based program). Menurut Dick dan Carey dalam Sitepu (2012), bahan ajar yang digunakan dalam penyelenggaraan pembelajaran dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu (a) bahan yang sudah tersedia, (b) bahan yang dapat digunakan untuk melakukan kegiatan pembelajaran, dan (c) bahan yang sengaja diproduksi untuk dapat membantu siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran tertentu. Buku pelajaran pokok atau sering juga disebut buku wajib atau buku paket adalah buku acuan utama yang dipergunakan oleh peserta didik dan guru dalam kegiatan belajar dan membelajarkan. Buku ini memuat bahan pembelajaran yang dipilih dan disusun secara teratur untuk satu mata pelajaran.Isi buku ini merupakan bahan minimal yang harus dikuasai oleh peserta didik pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu sesuai dengan isi kurikulum yang berlaku.

Meningkatkan Hasil Belajar ...

Pengertian media pembelajaran dikemukakan oleh Gerlach & Elly dalam Arsyad (1997), media dapat dipahami sebagai penghubung antara manusia, materi, atau kejadian yang membangun kondisi yang membuat siswa mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan, atau sikap. Definisi lain juga dijelaskan oleh Miarso (2007) bahwa media adalah segala sesuatu yang digunakan untuk menyalurkan pesan serta dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan kemauan pemelajar sehingga dapat mendorong terjadinya proses yang disengaja, bertujuan, dan terkendali. Penerapan media pembelajaran dilandasi oleh teori perluasan konsep media yang mana teknologi bukan hanya sekedar benda, alat, bahan atau perkakas, tetapi tersimpul pula sikap, perbuatan organisasi, dan manajemen yang berhubungan dengan penerapan ilmu. Artinya, dalam penerapannya, media disampaikan dengan menggunakan alat ataupun bahan, serta perlu adanya manajemen dan kemampuan guru dalam mengelola pesan berupa materi pembelajaran melalui media. Media pembelajaran yang dikembangkan dalam paket pembelajaran IPS berbasis masalah ini adalah media pembelajaran articulate. Articulate adalah perangkat lunak buatan Global Incorporation, Amerika Serikat yang dikhususkan untuk mendesain media pembelajaran berbasis ICT (Kurniawan, 2015). Perangkat lunak ini dapat digunakan untuk para desainer pembelajaran dari tingkat pemula hingga tingkat ahli. Program perangkat lunak ini memiliki kelebihan, yaitu smart brainware yang sederhana dengan prosedur tutorial interaktif melalui template yang dapat dipublikasikan secara offline maupun online sehingga memudahkan pengguna untuk memformatnya dalam bentuk web personal, CD, word processing, dan Leraning Management System (LMS). Untuk mengetahui tercapai tidaknya kompetensi, guru perlu mengadakan evaluasi setiap selesai menyajikan satu bahasan kepada peserta. Fungsi penilaian ini adalah memberikan umpan balik kepada guru dalam rangka memperbaiki proses belajar mengajar dan melaksanakan program berikutnya bagi peserta didik belum berhasil. Evaluasi menurut Gronlund (2009) adalah “… is the process of interpreting the evidence and making judgements and decisions based on the evidence”. Artinya, suatu proses secara sistematis yang berguna untuk menentukan atau membuat keputusan yang dapat dijadikan indikator untuk mengetahui sejauh mana tujuan-tujuan pengajaran yang telah ditetapkan. Bentuk evaluasi yang digunakan di dalam

pengembangan paket pembelajaran IPS berbasis masalah ini berupa kumpulan tes hasil belajar yang meliputi semua tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Penilaian pada tes hasil belajar menurut Jihad (2012) adalah proses memberikan memberikan atau menentukan terhadap hasil belajar tertentu berdasarkan suatu kriteria tertentu. Proses pemberian tersebut berlangsung dalam bentuk interpretasi yang diakhiri dengan judgement yang merupakan tema penilaian yang mengaplikasikan adanya suatu perbandingan antara kriteria dan kenyataan dalam konteks situasi tertentu. Atas dasar itu, dalam penilaian selalu ada objek atau program, kriteria, dan judgement. Fungsi evaluasi dalam pendidikan, yaitu (1) untuk mengetahui perkembangan dan kemajuan serta keberhasilan bagi para peserta didik setelah mengalami atau menjalani kegiatan belajar selama jangka waktu tertentu, (2) untuk mengetahui tingkat keberhasilan program pengajaran yang telah dijalankan, (3) untuk keperluan BK atau Bimbingan dan Konseling pada para peserta didik, serta (4) untuk keperluan dalam perbaikan dan pengembangan kurikulum sekolah. Mata pelajaran IPS di SMP dan MTs merupakan salah satu mata pelajaran yang wajib ditempuh oleh siswa SMP dan MTs. IPS pada kurikulum sekolah (satuan pendidikan), pada hakikatnya merupakan mata pelajaran wajib sebagaimana dinyatakan dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada pasal 37 yang berbunyi bahwa kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat ilmu pengetahuan sosial. National Council for Social Studies (NCSS) dalam Michaelis (2009) mendefinisikan dan merumuskan pengertian ilmu pengetahuan sosial sebagai berikut “Social studies is the integrated study of the social sciences and humanities to promote civic competence. Within the school program, Social Studies provides coordinated, systematic study drawing upon such disciplines as anthropology, archaeology, economics, geography, history, law, philosophy, political science, psychology, religion, and sociology, as well as appropriated content from the humanities, mathematics, and natural sciences.” Pendapat senada oleh Kumari (2011) yang menjelaskan beberapa pendekatan, isi, dan maksud tentang social studies sebagai kurikulum sehingga menjadi mata pelajaran IPS, yakni: Subcjet-centered approaches argue that the Social Studies curriculum derives its content and purposes from disciplines taught in higher education. Some advocates would limit Social PERSPEKTIF Ilmu Pendidikan - Vol. 30 No. 1 April 2016

15

Meningkatkan Hasil Belajar ...

Studies curriculum ti the study of traditional history and geography while others would also include the traditional social sciences (e.g., anthropology, economics, political science, sociology, psychology). Still other would inter and multidisciplinary areas such as ethnic studies, law, women’s studies, cultural studies, and gay/lesbian studies. Berdasarkan pendapat Kumari, maka mata pelajaran IPS (social studies) tidak hanya sebatas disiplin ilmu sosial yang terdiri dari antropologi, ekonomi, geografi, sejarah, dan hukum namun dapat dikaitkan dengan berbagai multidisipliner keilmuan yang terdiri dari suku, gender, budaya, dan penyimpangan sosial. Begitu pula dengan mata pelajaran IPS yang ada di Indonesia. Sebagaimana definisi dari NCSS bahwa mata pelajaran IPS merupakan sebuah nama mata pelajaran integrasi dari mata pelajaran sejarah, geografi, dan ekonomi serta pelajaran ilmu sosial lainnya, Michaelis (1957:2) menjelaskan dan merumuskan tentang Social Studies di tingkat sekolah adalah suatu penyederhanaan disiplin ilmu-ilmu sosial, psikologi, filsafat, ideologi negara, dan agama yang diorganisasikan dan disajikan secara ilmiah dan psikologis untuk tujuan pendidikan.

METODE PENELITIAN Tujuan penelitian ini adalah menghasilkan paket pembelajaran IPS berbasis masalah untuk kelas VIII SMP di wilayah kecamatan Rangkasbitung, kabupaten Lebak. Penelitian ini telah dilaksanakan di tiga SMP wilayah kecamatan Rangkasbitung selama 6 minggu dengan rencana dari bulan September 2014 – Juli 2015. Responden penelitian ini adalah peserta didik kelas VIII serta guru mata pelajaran IPS di SMP wilayah kecamatan Rangkasbitung. Penelitian ini dikembangkan untuk pembelajaran persiapan kemerdekaan RI, Pranata Sosial dan Masalah Kerja. Dengan adanya paket pembelajaran IPS berbasis masalah ini diharapkan dapat membantu mempercepat proses pembelajaran dan meningkatkan hasil belajar peserta didik secara efektif dan efisien. Penelitian ini menggunakan metode penelitian dan pengembangan (Research and Development). Sebagaimana yang dikatakan oleh Borg dan Gall dalam Emzir (2012), penelitian dan pengembangan adalah suatu proses untuk mengembangkan dan memvalidasi produk-produk pendidikan. Menurut Sugiyono (2008), penelitian dan pengembangan merupakan “jembatan” antara penelitian dasar (basic research) dan penelitian terapan (applied research). Penelitian 16

PERSPEKTIF Ilmu Pendidikan - Vol. 30 No.1 April 2016

pengembangan bertujuan untuk menemukan, mengembangkan dan memvalidasi suatu produk. Penelitian pengembangan juga didefinisikan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pendidikan Indonesia (2008) sebagai penelitian yang memuat 3 komponen yaitu model pengembangan, prosedur pengembangan, dan uji coba produk. Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian pengembangan ini adalah pendekatan pengembangan pembelajaran berorientasi kelas dan produk yang menggunakan model pengembangan Rowntree. Penelitian ini diawali dengan mengkaji permasalahan dengan melakukan analisis kebutuhan pembelajaran di sekolah untuk menentukan perlu atau tidaknya paket pembelajaran yang dapat membantu guru dalam memahami dan menguasai kompetensi analisis kebutuhan pembelajaran. Selain itu, model pengembangan berbasis kelas dan produk juga melibatkan tenaga ahli yang sesuai dengan klasifikasi akademiknya, di luar dari lembaga yang memiliki tenaga akademik tetap. Prosedur penelitian ini merujuk pada model pengembangan Rowntree. Pertama, tahap perencanaan yang meliputi analisis kebutuhan dan perumusan tujuan pembelajaran. Kedua, tahap pengembangan meliputi pengembangan topik, penyusunan draf dan produksi prototype produk yang akan digunakan untuk belajar siswa. Penyusunan draf dilakukan dengan penulisan format naskah (storyboard). Penulisan format naskah (storyboard) merupakan proses menuangkan materi yang sudah disusun dalam Garis Besar Isi Media (GBIM) dan dijabarkan dalamJabaran Materi (JM) ke dalam suatu format sajian tertentu dengan bahasa penyampaian dan istilah teknis yang telah dipahami dan disepakati bersama antara penulis naskah dengan pengembang. Ketiga, tahap evaluasi yang meliputi self evaluation, expert review, face to face tryout dan field test.

HASIL DAN PEMBAHASAN Tahap Analisis Kebutuhan Tahap analisis kebutuhan dilakukan pada bulan Juli 2014 dengan cara observasi di kelas VIII SMP Negeri 3 Rangkasbitung. Observasi dilakukan untuk melihat suasana kegiatan belajar mengajar di kelas. Pada akhir kegiatan observasi, peserta didik diberikan selembar kertas dan menuliskan satu mata pelajaran yang paling tidak disukai beserta alasannya. Dari hasil jawaban peserta didik dalam satu kelas, sebagian besar memilih mata pelajaran

Meningkatkan Hasil Belajar ...

IPS sebagai perlajaran yang kurang atau paling tidak disukai. Alasan yang dituliskan beragam, di antaranya guru IPS di kelas terlalu serius, penyampaian pelajaran masih bersifat konvensional, guru kurang memberikan kesan yang baik, cara penyampaian materi yang kurang menarik perhatian peserta didik, pembelajaran kurang interaktif, dan materi yang kurang menarik dan terlalu lama. Setelah melakukan observasi, analisis kebutuhan dilanjutkan dengan melakukan wawancara terhadap kepala sekolah dan guru yang bersangkutan. Hasil wawancara guru dan kepala sekolah menunjukkan bahwa memang benar guru yang bersangkutan kurang menarik perhatian peserta didik dalam penyampaian materi. Akibatnya, ketertarikan peserta didik dalam proses pembelajaran IPS berkurang dan tentunya berdampak pada hasil belajar. Hal lain yang ditemukan saat mewawancarai guru dan kepala sekolah di antaranya (a) banyaknya masalah belajar yang dihadapi peserta didik, (b) media pembelajaran yang digunakan kurang maksimal karena masih berbasis pada buku teks yang ada, (c) lingkungan sekolah dan guru belum memungkinkan dalam membangun semangat belajar peserta didik, (d) mayoritas guru mata pelajaran IPS sudah memiliki komputer pribadi dan mampu mengoperasikan komputer sehingga memungkinkan untuk memberikan beberapa strategi pembelajaran serta media pembelajaran berbasis IT, serta (e) mayoritas peserta didik sudah bisa mengoperasikan komputer namun belum memiliki komputer secara pribadi sehingga belum memungkinkan dilakukannya pembelajaran berbasis komputer secara mandiri. Berdasarkan masalah yang ditemukan saat analisis kebutuhan, maka untuk mengatasinya dapat dikembangkan paket pembelajaran IPS berbasis masalah yang terdiri dari buku siswa, buku guru, media pembelajaran, serta kumpulan evaluasi untuk mengukur keberhasilan belajar peserta didik. Tahap Analisis Instruksional Tahap analisis instruksional dilakukan agar produk paket pembelajaran yang dihasilkan sesuai dengan kurikulum yang berlaku dan karakteristik peserta didik dengan lingkungannya. Tahap Pemilihan Materi Pada tahap ini dipilih materi-materi pembelajaran yang relavan dengan kurikulum yang ada dan disesuaikan dengan kompetensi dasar yang ada. Materi dan kompetensi dasar tersebut kemudian dihubungkan dengan masalah yang berkaitan dengan kehidupan dan lingkungan peserta didik. Hasil pengembangan dan masukan dari

berbagai pihak maka dipilih materi proses persiapan kemerdekaan Indonesia, pranata sosial dalam kehidupan masyarakat, serta permasalahan kerja. Tahap Pemilihan Media Dalam mengembangkan media pembelajaran pada paket IPS berbasis masalah ini menggunakan media satu arah yang hanya digunakan oleh guru pada saat proses pembelajaran. Perangkat lunak (software) yang dipilih untuk membuat media ini adalah Articulae Storyline. Software ini menggabungkan sistem presentasi yang umunya digunakan pada Microssoft Office Power Point serta bentuk gerak animasi pada Macromedia Flash. Software ini diharapkan dapat efektif dalam menyampaikan pesan materi kepada peserta didik dengan menyenangkan. Pembuatan Story Board Pembuatan story board diperlukan agar langkahlangkah dalam pembuatan paket pembelajaran IPS berbasis masalah tersusun secara sistematis. Selain itu, pembuatan story board juga bertujuan untuk menganalisa materi-materi yang akan ditulis pada buku siswa dan buku guru. Hasil Uji Kelayakan Paket Pembelajaran IPS Berbasis Masalah Dalam uji kelayakan ini, terdapat dua tahap kelayakan, yaitu (a) uji kelayakan secara teoretis dan (b) uji kelayakan secara empiris. Uji kelayakan teoretis melibatkan pakar media, pakar materi dan pakar desain pembelajaran yang kompeten di bidangnya. Sedangkan uji kelayakan secara empiris melibatkan pengguna paket pembelajaran IPS berbasis masalah, yaitu guru dan peserta didik. a. Uji kelayakan Expert Review Tahap uji coba ini dilakukan dengan melibatkan bapak Dr. Budiaman sebagai ahli materi, Bapak Cecep Kustandi, M.Pd sebagai ahli media dan Bapak Dr. Robinson Situmorang sebagai ahli desain instruksional. Tabel 1 berikut merupakan hasil rekapitulasi yang didapat dari uji coba ahli Tabel 1. Hasil Rekapitulasi Review Ahli Aspek

Rata-rata (skala 4)

Materi

3,28 (Sangat Baik)

Media

3,52 (Sangat Baik)

DesainInstruksionaal

3,63 (Sangat Baik)

Rata-Rata Keseluruhan

3,47 (Sangat Baik)

Uji Kelayakan Pengguna Setelah dilakukan uji coba ahli, maka langkah selanjutnya adalah uji coba pengguna secara bertahap PERSPEKTIF Ilmu Pendidikan - Vol. 30 No. 1 April 2016

17

Meningkatkan Hasil Belajar ...

yaitu face to face dan field test. Hasil ujicoba face to face adalah seperti yang disajikan pada Tabel 2 dan Tabel 3. Tabel 2. Hasil Rekapitulasi Ujicoba Face to Face No

Aspek

Jawaban Responden R1

R2

R3

1

Penggunaan sudah baik bahasa

baik

baik

2

Ukuran huruf

kurang besar dan terlalu rapat

kurang terbaca

kurang besar

3

Tata letak

sangat menarik

menarik

menarik dan berwarna

4

Butir tes

tidak terlalu sulit

tidak sulit

tidak sulit

5

Desain slide

kurang menarik, sebaiknya ditambahkan gambar atau warna yang lebih menarik

slide sudah menarik

sudah menarik, namun sebaiknya ditambahkan warna yang lebih banyak

6

Jenis huruf pada media

ada beberapa yang sulit dibaca

sudah terbaca

terbaca

7

Jenis huruf articulate

ada beberapa yang sulit terbaca karena kurang tebal

sudah terbaca

sudah terbaca

8

Ukuran huruf articulate

ada beberapa yang sulit terbaca karena terlalu kecil

sudah terbaca

agak kecil

Adapun hasil ujicoba field test dilihat dari kemasan serta konten produk adalah pada Tabel 3 berikut. Tabel 3. Rekapitulasi Hasil Uji Coba Field Test Sekolah

Rata-rata (skala 4)

SMPN 1

3.41

SMPN 2

3.27

SMPN 3

3.20

Rata-rata Keseluruhan

3.29

Ket

Sangat Baik

Sedangkan untuk hasil ujicoba pretest dan posttest disajikan dalam grafik pada Gambar 2.

Gambar 2. Grafik hasil pretest dan posttest 18

PERSPEKTIF Ilmu Pendidikan - Vol. 30 No.1 April 2016

Pembahaasan Produk yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah paket pembelajaran IPS berbasis masalah yang ditunjukkan untuk peserta didik kelas VIII SMP semester 2 pada tiga SMP di Kecamatan Rangkasbitung, Kabupaten Lebak, Banten. Materi yang disajikan dalam produk ini berupa materi pembelajaran IPS dikaitkan dengan masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari. Dengan kata lain, peserta didik dapat dengan mudah memahami dan menerapkan masalah yang dihadapi sehari-hari dikaitkan dengan materi pembelajaran IPS yang diterima di sekolah. Paket pembelajaran IPS berbasis masalah ini terdiri dari buku siswa, buku guru, media pembelajaran dan kumpulan evaluasi. Adapun kelebihan yang dimiliki oleh hasil pengembangan paket pembelajaran IPS berbasis masalah ini adalah: (a) buku siswa dan buku guru disusun dengan tampilan, konten dan langkah-langkah yang komunikatif sesuai dengan kebutuhan pengguna sehingga dapat mencapai tujuan pembelajaran secara efektif dan efisien; (b) materi dalam paket pembelajaran dapat digunakan secara berurutan maupun acak; (c) materi yang disajikan dalam paket pembelajaran IPS berbasis masalah ini mengacu pada kurikulum dan analisis kebutuhan sehingga dapat membantu pengguna dalam mencapai tujuan pembelajaran yang ditetapkan; (d) paket pembelajaran dilengkapi dengan evaluasi tes dan nontes untuk mengukur pencapaian hasil belajar kognitif, afektif, dan psikomotor untuk mengukur pencapaian hasil belajar setelah menggunakan paket pembelajaran IPS berbasis masalah dalam proses pembelajaran; (e) pembelajaran dapat terkontrol karena dalam penggunaan paket pembelajaran terdapat langkahlangkah masalah dan memungkinkan peserta didik yang berbeda kecepatan belajarnya menjadi lebih teratur; (f) paket pembelajaran dapat memberikan wewenang kepada peserta didik dan guru dalam memilih masalah yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari dengan materi pembelajaran; serta (g) telah dilakukan revisi secara menyeluruh sesuai dengan langkah-langkah model pengembangan yang dipilih sehingga produk yang dihasilkan telah memenuhi analisis kebutuhan yang dilakukan. Kekurangan yang dimiliki oleh hasil pengembangan paket pembelajaran IPS berbasis masalah ini adalah: (1) membutuhkan perangkat listrik, komputer beserta LCD Projector untuk menampilkan media articulate selama proses pembelajaran sehingga jika lembaga tidak memiliki

Meningkatkan Hasil Belajar ...

fasilitas tersebut maka proses pembelajaran belum optimal; (2) semua komponen paket pembelajaran harus digunakan secara optimal sehingga jika salah satu komponen tidak digunakan, maka tujuan pembelajaran yang dicapai belum optimal; serta (3) materi yang digunakan dalam paket pembelajaran hanya materi tertentu sesuai dengan kebutuhan. Oleh karena itu, pengembangan materi dalam paket pembelajaran dapat dilanjutkan.

PENUTUP Kesimpulan Berdasarkan deskripsi yang telah dikemukakan mengenai prosedur pengembangan dan hasil pengembangan yang didapat, maka dapat diambil kesimpulan bahwa paket pembelajaran IPS berbasis masalah untuk kelas VIII SMP dapat diterima dengan baik dikalangan pengguna maupun ahli yang menjadi sasaran dalam pengembangan ini. Hal ini didasarkan pada proses pengembangan yang telah mengikuti alur dan prosedur pengembangan, serta hasil pengembangan yang telah melalui tahap uji coba ahli materi, ahli media dan ahli desain instruksional. Selain itu, tahap uji coba juga telah melalui tahap uji coba one-to-one dan uji coba kelompok besar. Berdasarkan hasil uji coba tersebut, paket pembelajaran IPS berbasis masalah ini memperoleh penilaian dari ahli sebesar 3,47 dan penilaian dari pengguna 3,41 yang tergolong dalam kriteria sangat baik berdasarkan skala penilaian yang telah ditentukan sebelumnya. Berdasarkan hasil evaluasi efektivitas pembelajaran paket pembelajaran IPS berbasis masalah setelah peserta didik mengerjakan tes akhir didapatkan hasil yang menunjukkan angka rerata pencapaian sebesar78,15. Adapun kriteria minimum pencapaian tujuan pembelajaran yang ditetapkan adalah sebesar 72. Dengan demikian, dapat dikatakan paket pembelajaran IPS berbasis masalah memberikan kontribusi positif bagi pembelajaran IPS Saran Berdasarkan kesimpulan dan implikasi yang telah diuraikan, berikut ini adalah beberapa saran yang dapat diberikan. Pertama, bagi peserta didik kelas VIII SMP diharapkan untuk mendukung paket pembelajaran ini dengan benar-benar menggunakannya secara maksimal, sesuai dengan petunjuk penggunaan dan kesepakatan dengan guru. Kedua, bagi pengajar mata pelajaran IPS, baik saat ini maupun kedepannya agar dapat

memanfaatkan paket pembelajaran ini selama materi yang disajikan masih relevan. Berikanlah kontribusi dengan meng-update materi jika diperlukan. Ketiga, bagi lembaga pendidikan dalam hal ini SMP di kecamatan Rangkasbitung agar memperhatikan berbagai keperluan teknis maupun nonteknis demi kelancaran penerapan paket pembelajaran ini, baik bagi peserta didik maupun bagi guru. Diperlukan dukungan untuk pengembanganpengembangan konten materi berikutnya atau mata pelajaran lainnya. Keempat, bagi peneliti atau pengembang selanjutnya, disarankan agar terus melakukan peningkatan kualitas terhadap proses pengembangan paket pembelajaran, khususnya media pembelajaran, buku teks dan kumpulan evaluasi. Peningkatan kualitas lebih baik dari segi pembelajaran/media instruksionalnya maupun dari segi teknis medianya untuk menghasilkan produk-produk yang lebih inovatif dan kreatif.

DAFTAR PUSTAKA Asep, J. (2012). Evaluasi pembelajaran. Yogyakarta: Multi Pressindo. Azhar, A. (1997). Media pembelajaran. Jakarta: Grafindo. Burke, K. (2009). How to access authentic learning. London: SAGE. Depdiknas. (2006). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi. Jakarta: Depdikbud. Emzir. (2012). Metodologi penelitian pendidikan kuantitatif dan kualitatif. Jakarta: Rajawali Pers. Grondlund, E.N. (2009). Measurement and evaluation in teaching. State Street, New York: Macmillan. Gustafson, K.L. (2002). Survey of instructional development models. Michigan: Clearing House on Information Resources Syracuse University. Kapfer, P.G. et all. (2010). Learning packages in American education. Chicago: University Of Chicago Press. 2010. Khaerudin.,& Rusmono. (2007). Ragam penelitian dalam teknologi pendidikan. Jakarta: PPs UNJ. Kumari, V., et. all. (2011). Methods of teaching social studies. New Delhi: Dynamic Printers. Kurniawan, J. (n.d). Modul Articulate. Diakses dari http;//slideshare.net/JajangKurniawan1/ modul-articulate pada 17 Maret 2105. Miarso, Y. (2007). Menyemai benih teknologi pendidikan. Jakarta: Kencana. Michaelis. (1957). Social studies for children in a democracy. Washington: Prentice-Hall.inc. PERSPEKTIF Ilmu Pendidikan - Vol. 30 No. 1 April 2016

19

Meningkatkan Hasil Belajar ...

Molenda, M., & Januszewski, A. (2008). Educational technology: A definition with commentary. New York: Lawrence Erlbaum Associates. Reigeluth, C.M.,& Chellman, A.A. (2009). Instructional design theories and models. New York: Madison Ave. Rowntree, D. (1994). Preparing materials for open, distance, and flexible learning. London: Kogan Page. Rusman. (2010). Model-model pembelajaran. Jakarta: Rajawali Pers. Savin, M., et.al. (2006). Foundation of problem-basep learning. New York: Open University Press Imprint.

20

PERSPEKTIF Ilmu Pendidikan - Vol. 30 No.1 April 2016

Seels, B.,& Richey. (1994). Teknologi pembelajaran; definisi dan kawasannya. Washington DC: AECT. Siregar, E., dkk. (2010). Teori belajar dan pembelajaran. Jakarta: Ghalia Indonesia. Sitepu, B.P. (2012). Penulisan buku teks pelajaran. Jakarta: Rosda. Suparman, A. (2010). Desain instruksional. Jakarta: Universitas Terbuka. Litbang. (2002). UU No 18 Tahun 2002. Diunduh dari http://www.litbang.depkes.go.id/sites/ download/regulasi/uu/UU_No._18_Th_2002_ danPenjelasannya.pdf pada 20 Juli 2014. Pearson. (n.d.). Learning. Diakses dari http://www. lencd.org/learning pada 30 November 2014)

Penelitian

BUKU POP-UP UNTUK PEMBELAJARAN BERCERITA SISWA SEKOLAH DASAR Rachmadini Nur Fadillah & Ika Lestari e-mail: [email protected] Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Universitas Negeri Jakarta Jalan Setiabudi Jakarta Selatan Abstrak: Penelitian dan pengembangan ini bertujuan untuk menghasilkan produk berupa buku pop-up untuk pembelajaran bercerita siswa kelas III sekolah dasar dengan judul “Bu, Perutku Sakit!”. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode penelitian dan pengembangan atau Research and Development (R & D) dengan mengacu pada model pengembangan ADDIE (Analysis, Design, Develop, Implement, Evaluate). Penelitian ini melibatkan 38 siswa kelas tiga SDN Jati 03 Pagi, Pulogadung, Jakarta Timur pada bulan September 2015 hingga September 2016. Penelitian ini menggunakan lembar penilaian berupa angket, wawancara, dan observasi yang dilakukan terhadap responden dengan tahapan evaluasi formatif berupa evaluasi satu-satu oleh ahli, evaluasi satu-satu oleh siswa, evaluasi kelompok kecil, dan uji coba lapangan. Hasil penilaian buku pop-up pada evaluasi satu-satu oleh ahli memperoleh rata-rata keseluruhan sebesar 93,26%. Pada tahapan uji coba lapangan memperoleh rata-rata keseluruhan sebesar 99,46%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengembangan buku Pop-up untuk pembelajaran bercerita memperoleh kriteria sangat baik. Kata-kata Kunci: buku bergambar, buku pop-up, Bahasa Indonesia, pembelajaran bercerita.

POP-UP BOOK FOR STORYTELLING LESSON IN ELEMENTARY SCHOOL Abstract: The purpose of this research and development is to produce a pop-up book for storytelling in Grade III, Elementary School. The pop-up book, entitled “Bu, Perutku Sakit!”.is as the result of research and development method based on ADDIE development model. This research involved 38 students of Grade III, Jati 3 Primary School, Pulogadung, East Jakarta in September through Junie2016. For formative evaluation this research used assesment forms such as questionnaire, interview guides, and observation sheets. The formative evaluation covered one-toone evaluation by expert, one-to-one evaluation by learners, small group evaluation by learners and field test. The result of one-to-one evaluation by expert indicated the overall average of 93,26%. The result of field test indicated the overall average of 99,46%. The result concluded that the development of Pop-up Book for Storytelling shows a very good result. Keywords : Picture book, pop-up book, Bahasa Indonesia, storytelling.

PENDAHULUAN Pendidikan merupakan bagian penting dalam proses pembangunan nasional. Pendidikan membantu siswa untuk mengembangkan potensi, kecerdasan serta keterampilan yang dimilikinya. Seiring berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini, dalam dunia pendidikan diperlukannya beberapa pengembangan. Pengembangan dalam dunia pendidikan dapat berupa program atau produk pembelajaran. Pengembangan produk pembelajaran berupa bahan ajar atau media pembelajaran diharapkan dapat membantu guru dan siswa dalam proses belajar dan pembelajaran yang dilakukan di kelas. Pengembangan media pembelajaran diperlukan

agar siswa mudah memahami materi pelajaran dan tertarik untuk mengikuti kegiatan belajar di kelas. Salah satu mata pelajaran yang memerlukan pengembangan media pembelajaran yaitu Bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia merupakan salah satu mata pelajaran yang ada di sekolah dasar yang dijadikan sebagai penghela ilmu pengetahuan. Pembelajaran Bahasa Indonesia di dalam kurikulum sekolah dasar mencakup empat keterampilan berbahasa, yaitu keterampilan menyimak, keterampilan berbicara, keterampilan membaca, dan keterampilan menulis. Pengembangan media pembelajaran pada mata pelajaran Bahasa Indonesia sangat diperlukan agar siswa mudah memahami materi pelajaran dan menguasai keempat keterampilan berbahasa. Salah satu pengembangan PERSPEKTIF Ilmu Pendidikan - Vol. 30 No. 1 April 2016

21

Buku Pop-up Untuk ...

media yang diperlukan pada mata pelajaran Bahasa Indonesia ialah pengembangan media untuk pembelajaran bercerita. Bercerita dapat diartikan sebagai suatu tuturan yang memaparkan atau menjelaskan bagaimana terjadinya suatu hal, peristiwa, dan kejadian, baik yang dialami sendiri maupun orang lain. Pada umumnya baik anak-anak maupun orang dewasa senang untuk bercerita. Bercerita merupakan salah satu bentuk kegiatan berbicara yang di pelajari oleh siswa dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas. Bentuk kegiatan bercerita bermacam-macam, seperti menceritakan pengalaman, menceritakan kembali sebuah cerita, ataupun menceritakan tentang kegiatan sehari-hari. Bercerita melatih kepercayaan diri untuk berbicara di depan orang banyak, memperkaya kosakata, mengenalkan bentuk-bentuk ekspresi dan emosi, menstimulasi daya ingat dan kreativitas, meningkatkan daya imajinasi, serta melatih kemampuan berpikir dan menghafal. Pembelajaran bercerita dijadikan sebuah langkah awal melatih keterampilan berbicara siswa yang dilakukan di sekolah dasar. Umumnya dalam pembelajaran bercerita siswa menceritakan tentang dirinya sendiri terlebih dahulu, selanjutnya menceritakan cerita atau pengalaman yang pernah dialami siswa. Ada pula pembelajaran bercerita dengan menceritakan kembali sebuah cerita berdasarkan buku cerita, buku bergambar tertentu dan peristiwa atau pengalaman yang dialami orang lain. Penggunaan media bercerita dapat menjadi rangsangan untuk siswa agar mudah memahami cerita dan agar mampu menceritakan kembali sebuah cerita dengan baik. Guru sebaiknya mampu mengembangkan media yang menarik dan inovatif agar dapat memberikan stimulus untuk bercerita pada siswa. Penggunaan media yang tepat, bervariasi dan menarik akan memberikan dampak yang positif bagi siswa dalam pembelajaran bercerita. Berdasarkan wawancara dan observasi yang dilakukan saat kegiatan PKM di SDN Jati 03 Pagi Jakarta Timur, media yang digunakan guru dalam pembelajaran bercerita biasanya menggunakan gambar dari cerita di buku LKS ataupun foto tertentu. Guru belum terampil dalam mengembangkan media untuk membantu siswa dalam bercerita. Guru juga biasanya menggunakan metode ceramah untuk menjelaskan kepada siswa mengenai bercerita. Tidak jarang, guru juga mendemonstrasikan kepada siswa secara spontan bagaimana bercerita. Siswa jarang diberi kesempatan untuk berbicara lisan di 22

PERSPEKTIF Ilmu Pendidikan - Vol. 30 No.1 April 2016

depan kelas sehingga saat pembelajaran bercerita berlangsung, masih banyak siswa yang malu dan takut untuk bercerita. Kurangnya stimulus atau rangsangan berupa media bercerita yang menarik juga menyebabkan beberapa kesulitan bercerita yang dialami siswa. Buku pop-up merupakan salah satu media yang dapat digunakan guru dalam pembelajaran bercerita di kelas. Buku pop-up merupakan sebuah buku yang memiliki bagian yang dapat bergerak atau memiliki unsur 3 dimensi. Ada tiga poin unggulan dari buku pop-up, yang pertama, buku pop-up ini praktis digunakan oleh guru serta mudah dibawa; kedua, buku pop-up berbeda dengan buku pada umumnya karena memiliki dimensi ketika buku itu dibuka sehingga menambah antusiasme siswa; ketiga, mengajak interaktivitas siswa dalam penggunaannya, siswa dapat menggunakan secara mandiri maupun berkelompok dan kegiatan belajar pun akan lebih menyenangkan. Buku popup mempunyai kemampuan untuk memperkuat kesan yang ingin disampaikan dalam sebuah cerita sehingga dapat lebih dapat terasa. Tampilan visual yang lebih berdimensi membuat cerita semakin terasa nyata ditambah lagi dengan kejutan yang diberikan dalam setiap halamannya. Gambar dapat secara tibatiba muncul dari balik halaman dengan cara ini, kesan yang ingin ditampilkan dapat lebih tersampaikan. Berdasarkan uraian latar belakang, maka fokus masalah yang akan diteliti untuk dicarikan solusinya melalui penelitian dan pengembangan ini adalah “Bagaimana mengembangkan buku pop-up yang dapat digunakan dalam pembelajaran bercerita siswa di kelas III SD?”. Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan produk hasil pengembangan berupa buku pop-up bercerita untuk pembelajaran bercerita siswa kelas III SD. Oleh karena itu, diharapkan dapat memberi manfaat bagi siswa, guru, sekolah, dan pihak lainnya, baik secara teoretis maupun secara praktis. Buku pop-up merupakan satu hal yang asing bagi guru dan siswa sekolah dasar. Hal tersebut terlihat dari masih banyak guru yang belum mengetahui apa itu buku pop-up. Buku pop-up biasanya berisi gambar-gambar dan tulisan-tulisan tertentu yang berisi informasi, pengetahuan, ataupun cerita yang akan disampaikan. Menurut Bunanta (1998), buku pop-up merupakan salah satu jenis buku bacaan bergambar (picture-book) yang memberikan efek tiga dimensi yang bila buku dibuka maka gambar ilustrasinya akan mencuat ke luar. Kiefer dan Tyson (2010) menjelaskan bahwa buku bergambar

Buku Pop-up Untuk ...

(picture-book) adalah buku yang memadukan gambar dan ide cerita dalam satu paduan yang unik. Bluemel dan Taylor (2012) menjelaskan bahwa “Pop-up book is a book that offers potential for motion and interactions through the use of paper mechanisms such as folds, scrolls, slides, tabs, or wheels”. Artinya, buku pop-up adalah buku yang memberikan potensi gerak dan interaksi dengan penggunaan mekanisme kertas berupa lipatan, gulungan, geseran, sentuhan atau putaran. Adapun teknik-teknik pop-up yang umum digunakan untuk pembuatan buku pop-up ataupun kartu pop-up yaitu teknik floating layers, teknik v-fold, teknik multiple layers, teknik magic box, dan teknik hinged. Karakteristik dan kriteria buku pop-up dalam aspek isi cerita dan gambar, di antaranya: (1) memiliki isi cerita, topik dan ilustrasi gambar pop-up yang menarik, relevan dengan budaya, latar belakang budaya dan disukai pembaca khususnya anak-anak; (2) cerita, tokoh, alur, dan pesan yang terkandung disesuaikan dengan perkembangan intelektual dan bahasa anak; (3) Memberikan cerita ataupun gambar yang berhubungan dengan pengalaman dan ketertarikan anak serta penulisan cerita yang mudah dipahami bagi anak; (4) Ilustrasi gambar memberikan informasi yang baru bagi anak dan membantu pembaca dalam memahami isi cerita; (5) Keterapaduan antara gambar, isi cerita dan teks yang akan disampaikan. Adapun beberapa kriteria buku pop-up dalam aspek sajian buku dan teknik pop-up yaitu (1) buku pop-up dapat dibuka dan ditutup tanpa merusak atau merobek lembaran kertas yang lain, (2) kertas lembaran buku pop-up tidak berpotongan sehingga tidak ada halangan saat membuka atau menutup buku, (3) buku pop-up rapi saat tertutup, (4) buku popup memiliki unsur bentuk, warna, dan tekstur yang menarik, dan (5) buku pop-up tidak mudah rusak. Menurut Yudhawati dan Haryanto (2011) pembelajaran merupakan suatu proses yang dilakukan individu untuk memperoleh perubahan perilaku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Sama halnya dengan belajar, pembelajaran dilakukan untuk memperoleh perubahan perilaku bagi individu, namun pembelajaran berasal dari hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungan. Jika belajar dilakukan oleh siswa saja, maka pembelajaran dilakukan baik oleh siswa maupun guru. Menurut Nurgiyantoro bercerita adalah salah satu kegiatan berbicara berupa tugas menceritakan kembali teks

atau cerita yang dapat dilakukan dengan rangsangan gambar objek, gambar cerita ataupun buku cerita. Rangsangan ini akan memudahkan siswa untuk memahami cerita dan menceritakan kembali cerita tersebut. Pembelajaran bercerita dapat diartikan sebagai suatu proses kegiatan terprogram untuk membuat siswa belajar secara aktif dalam menuturkan kembali sebuah cerita secara lisan, baik cerita yang benar-benar terjadi (pengalaman atau perbuatan) ataupun cerita rekaan belaka dengan alat peraga ataupun rangsangan berupa gambar, gambar susun atau buku cerita bergambar yang bertujuan untuk menyampaikan informasi, ilmu ataupun nasihat. Bercerita memiliki banyak manfaat diantaranya, mengenalkan bentuk emosi dan ekspresi, memperkaya kosakata, melatih kepercayaan diri, menstimulasi daya ingat dan kreativitas, meningkatkan daya imajinasi, dan melatih kemampuan berpikir dan menghafal. Siswa kelas III SD berada pada tahap operasional konkret dimana siswa belajar berdasarkan hal-hal yang konkret yang pernah dilihat atau dialaminya. Daya pikirnya juga mengalami perkembangan ke arah rasional, objektif, dan logis. Perkembangan bahasa anak meliputi penambahan kosakata, kemampuan analisis kata atau kalimat, kemampuan membentuk kalimat, dan kemampuan menggunakan kalimat yang lebih singkat dan padat yang semakin meningkat seiring perkembangan kognitif anak.

METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan pada penelitian adalah metode penelitian pengembangan (Research and Development) dengan model pengembangan ADDIE (Analysis, Desain, Develop, Implement, Evaluate). Penelitian ini dilakukan di kelas III sekolah dasar yaitu di SDN Jati 03 Pagi Jakarta Timur pada semester satu dan dua tahun ajaran 2015/2016, pada bulan September 2015 sampai Juni 2016. Teknik analisis data yang digunakan adalah statistik deskriptif kuantitatif, yaitu statistik yang digunakan untuk menganalisis data dengan cara menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa ada maksud membuat kesimpulan yang bersifat umum atau generalisasi. Teknik evaluasi data yang digunakan dalam pengembangan ini yakni evaluasi formatif. Tahap evaluasi formatif meliputi empat tahap yakni evaluasi satu-satu oleh para ahli (one to one evaluation by experts), evaluasi satu-satu oleh peserta didik (one to one PERSPEKTIF Ilmu Pendidikan - Vol. 30 No. 1 April 2016

23

Buku Pop-up Untuk ...

evaluation by learners), evaluasi kelompok kecil (small group evaluation), dan uji coba lapangan (field tryout atau field testing).

HASIL DAN PEMBAHASAN Nama produk dari hasil pengembangan ini adalah Buku Pop-up Bercerita dengan judul “Bu, Perutku Sakit!”. Buku ini berisi cerita anak yang dibuat dalam bentuk pop-up pada setiap halaman ilustrasi gambarnya. Buku pop-up ini dapat digunakan pada pembelajaran Bahasa Indonesia khususnya pembelajaran bercerita untuk siswa kelas III SD. Produk berupa buku pop-up berisi cerita anak yang ilustrasi gambarnya dibuat pop-up (mencuat keluar) untuk pembelajaran Bahasa Indonesia khususnya pembelajaran bercerita untuk siswa kelas III SD. Buku pop-up ini diharapkan menjadi media yang inovatif dan menarik bagi siswa dalam pembelajaran bercerita. Buku pop-up yang dikembangkan berukuran A5 yaitu 5.8 x 8.3 inci dan berjumlah 24 halaman yang berisi cerita anak. Ilustrasi gambar pada buku pop-up dibuat ilustrasi gambar kartun. Pewarnaan pada buku pop-up disesuaikan dengan teori psikologi warna untuk anak yaitu warna yang cerah seperti merah, kuning, hijau, biru, dan orange. Jenis tulisan yang digunakan yaitu Print Bold dengan ukuran huruf berkisar 12-40pt. Teknik pop-up yang digunakan pada buku pop-up ini yaitu teknik v-fold. Material kertas yang digunakan yaitu art carton 230 gram untuk isi buku dan potongan ilustrasi pop-up. Teknik penjilidan yang digunakan yaitu teknik perfect-binding dengan material hard cover pada bagian depan dan belakang. Tabel 1 berikut adalah penilaian ahli sastra anak berdasarkan instrumen yang digunakan pada tahapan expert review.

Aspek yang dinilai

Jumlah Butir

Skor Kriterium

Skor yang Didapat

1. Kebahasaan

8

32

30

2. Tipografi

4

16

16

12

48

46

Jumlah

%

95,83

Berdasarkan tabel 2 di atas, dapat dilihat bahwa produk buku pop-up yang telah dikembangkan dari aspek kebahasaan dan tipografi mendapatkan persentase penilaian oleh ahli bahasa sebesar 95,83% maka dapat dikategorikan sangat baik. Sedangkan untuk hasil penilaian ahli media pembelajaran tersaji pada Tabel 3. Tabel 3. Hasil Rekapitulasi Ahli Media Aspek yang dinilai

Jumlah Butir

Skor Skor yang Kriterium Didapat

1. Ilustrasi Gambar

4

16

16

2. Sajian Buku Pop-up

10

40

40

3. Tipografi

4

16

16

4. Kegrafikaan

6

32

31

Jumlah

24

96

95

%

98,95

Aspek yang dinilai

Jumlah Butir

Skor Kriterium

Skor yang Didapat

%

Berdasarkan hasil pada tabel 3 tersebut maka dapat diartikan bahwa buku pop-up pada aspek ilustrasi gambar, sajian buku pop-up, tipografi, dan kegrafikaan mendapatkan persentase penilaian oleh ahli media sebesar 98,95% maka dapat dikategorikan sangat baik. Setelah dilakukan validasi produk oleh para ahli, peneliti memperbaiki produk sesuai saran dari para ahli. Tahapan selajutnya yang dilakukan adalah evaluasi formatif. Evaluasi formatif yang pertama adalah evaluasi satu-satu oleh siswa (one to one evaluation by learners). Tiga orang siswa dijadikan responden untuk tahapan evaluasi ini, setiap siswa mengisi kuesioner yang telah disediakan. Adapun hasil one-to-one evaluation, diperoleh hasil rekapitulasi angket tersaji pada Tabel 4.

Isi cerita

10

40

34

85

Tabel 4. Hasil Rekapitulasi One-To-One Evaluation

Tabel 1. Hasil Rekapitulasi Ahli Sastra Anak

Berdasarkan tabel 1 di atas, dapat terlihat bahwa produk pop-up yang telah dikembangkan dari aspek isi cerita mendapatkan persentase penilaian oleh ahli sastra anak sebesar 85% maka dapat dikategorikan sangat baik. Selanjutnya, Tabel 2 berikut adalah penilaian ahli bahasa berdasarkan instrumen yang digunakan pada tahapan expert review.

24

Tabel 2. Hasil Rekapitulasi Ahli Bahasa

PERSPEKTIF Ilmu Pendidikan - Vol. 30 No.1 April 2016

No.

Jumlah skor yang didapat

%

1

AAF

Responden

7

100

2

LR

7

100

3

N

6

85,71

26

95,23

Jumlah

Berdasarkan tabel 4 di atas, dapat dilihat bahwa buku pop-up mendapatkan persentase penilaian pada tahap one-to-one evaluation sebesar 95,23% maka dikategorikan sangat baik.

Buku Pop-up Untuk ...

Evaluasi formatif selanjutnya yaitu evaluasi kelompok kecil (small group evaluation). Tahapan evaluasi ini melibatkan 10 orang siswa. Berdasarkan evaluasi formatif kelompok kecil (small group) maka diperoleh hasil rekapitulasi seperti pada Tabel 5. Tabel 5. Hasil Rekapitulasi Small Gorup Evaluation No.

Responden

Jumlah skor yang didapat

% 100

1

GFS

13

2

AS

13

100

3

MRF

12

92,3

4

T

12

92,3

5

AZ

13

100

6

BGAM

13

100

7

SIP

13

100

8

R

13

100

9

AN

12

92,3

10

HA Jumlah

12

92,3

126

96,92

Berdasarkan tabel 5 di atas, dapat dilihat bahwa buku pop-up mendapatkan persentase penilaian pada tahap small group evaluation sebesar 96,92% maka dikategorikan sangat baik. Evaluasi formatif selanjutnya yaitu uji coba lapangan (field test). Tahapan evaluasi ini melibatkan 25 orang siswa. Berdasarkan uji coba lapangan (field test) maka diperoleh hasil rekapitulasi seperti pada Tabel 6. Tabel 6. Hasil Rekapitulasi Field Test No.

Jumlah skor yang didapat

%

1

MFM

Responden

15

100%

2

MAWS

15

100%

3

NYK

15

100%

4

ZAP

15

100%

5

NR

15

100%

6

KDR

15

100%

7

DPR

14

93,3%

8

ASR

15

100%

9

G

15

100%

10

J

15

100%

11

FRS

15

100%

12

ADS

15

100%

13

JA

15

100%

14

AZR

15

100%

15

ZNA

15

100%

16

RYD

15

100%

17

KHS

15

100%

18

RF

15

100%

19

KAA

15

100%

20

SS

15

100%

Tabel 6 (Lanjutan). Hasil Rekapitulasi Field Test No.

Responden

Jumlah skor yang didapat

%

21

F

14

93,3%

22

SID

15

100%

23

AWK

15

100%

24

AF

15

100%

25

MF Jumlah

15

100%

373

99,46%

Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa buku pop-up mendapatkan persentase penilaian pada tahap field test sebesar 99,46% maka dikategorikan sangat baik.

PENUTUP Kesimpulan Penelitian dan pengembangan ini menghasilkan buku pop-up untuk pembelajaran bercerita siswa kelas III SD dengan judul “Bu, Perutku Sakit!”. Buku pop-up “Bu, Perutku Sakit!” yang dikembangkan mengacu pada model pengembangan ADDIE (Analysis, Design, Development, Implementation, Evaluation). Berdasarkan hasil expert review yang dilakukan oleh tiga orang ahli (ahli sastra anak, ahli media, dan ahli bahasa) rata-rata hasil penilaian buku popup mendapatkan persentase sebesar 93,26% dengan kriteria sangat baik. Hasil rata-rata penilaian buku pop-up oleh siswa pada tahap one to one evaluation mendapatkan persentase sebesar 95,23% dengan kriteria sangat baik. Hasil rata-rata penilaian buku pop-up oleh siswa pada tahapan small group evaluation mendapatkan persentase sebesar 96,92% dengan kriteria sangat baik. Hasil observasi pada tahapan small group evaluation menunjukkan penggunaan waktu yang dibutuhkan guru dan siswa saat pembelajaran bercerita dengan menggunakan buku pop-up yaitu hanya 1 jam pelajaran (35 menit). Guru dan siswa terlihat tidak mengalami kesulitan saat menggunakan buku pop-up meskipun guru baru pertama kali menggunakan buku pop-up di kelas serta tidak perlu adanya bahan ajar atau media tambahan untuk mendukung buku pop-up. Hasil wawancara dengan guru dan siswa pada tahap small group evaluation menunjukkan, guru dan siswa sangat tertarik pada buku pop-up dan ingin menggunakan buku pop-up sebagai media untuk pembelajaran Bahasa Indonesia selanjutnya khususnya pembelajaran bercerita. Hasil rata-rata penilaian buku pop-up oleh siswa pada tahap field test mendapatkan persentase sebesar 99,46% dengan kriteria sangat baik. Hasil observasi PERSPEKTIF Ilmu Pendidikan - Vol. 30 No. 1 April 2016

25

Buku Pop-up Untuk ...

pada tahap field test menunjukkan penggunaan waktu yang dibutuhkan guru dan siswa saat pembelajaran bercerita dengan menggunakan buku pop-up yaitu hanya 50 menit. Guru dan siswa terlihat tidak mengalami kesulitan saat menggunakan buku popup. Siswa sangat tertarik dan minat untuk melakukan kegiatan bercerita dengan menggunakan buku pop-up sebagai media bercerita. Hasil wawancara dengan guru menunjukkan pada tahap field test, guru berpendapat buku pop-up sangat bagus dan guru ingin menggunakan buku pop-up sebagai media untuk pembelajaran bercerita selanjutnya. Berdasarkan hasil evaluasi formatif expert review, one to one evaluation, small group evaluation, dan field test dapat dinyatakan buku pop-up bercerita dengan judul “Bu, Perutku Sakit!” merupakan produk yang valid dan dapat digunakan sebagai media bercerita pada pembelajaran bercerita di kelas III sekolah dasar. Saran Berdasarkan kesimpulan dan implikasi yang telah dikemukakan maka peneliti menyampaikan beberapa saran sebagai berikut. Pertama, pada pembelajaran bercerita di kelas, sebaiknya guru menggunakan media yang lebih inovatif dan menarik bagi siswa agar terciptanya suasana belajar yang menyenangkan dan tidak membosankan. Kedua, dalam penggunaan buku pop-up untuk pembelajaran bercerita,

26

PERSPEKTIF Ilmu Pendidikan - Vol. 30 No.1 April 2016

sebaiknya guru lebih kreatif untuk menyampaikan cerita dengan mimik, suara, ataupun gaya cerita akan menjadi contoh yang baik untuk siswa, sehingga siswa akan menirukan dan kemampuan bercerita siswa diharapkan dapat berkembang. Ketiga, siswa dapat menggunakan buku pop-up secara individu maupun kelompok. Keempat, siswa dapat membawa buku pop-up saat bercerita ke depan kelas. Kelima, sekolah diharapkan dapat menjadikan buku pop-up sebagai salah satu alternatif media bercerita yang inovatif dan menarik bagi siswa. Keenam, peneliti selanjutnya dapat mengembangkan produk yang lebih baik lagi dengan menggunakan lebih dari satu teknik pop-up sehingga bisa lebih menarik.

DAFTAR PUSTAKA Bluemel, N. & Taylor, R. (2012). Pop-up books: A guide for teachers and librarians. Santa Barbara: Libraries Unlimited. Bunanta, M. (1998). Problematika penulisan cerita rakyat untuk anak di Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Kiefer, B.Z. & Tyson, C.A. (2010). Charlotte Huck’s children’s literature. New York: Mc. Graw Hill Higher Education. Yudhawati & Haryanto. (2011). Teori-teori dasar psikologi pendidikan. Jakarta: Prestasi Pustaka

Penelitian

PENGEMBANGAN COLLABORATIVE STRATEGIC READING DALAM PEMBELAJARAN MEMBACA PEMAHAMAN BAGI MURID DENGAN PROBLEMA BELAJAR MEMBACA DI SEKOLAH DASAR Leliana Lianty e-mail: [email protected] Pendidikan Luar Biasa Universitas Negeri Jakarta Jalan Rawamangun Muka Jakarta Timur Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan strategi pembelajaran membaca pemahaman yang dapat diimplementasikan secara efektif dalam proses pembelajaran bagi siswa dengan masalah belajar. Ide awal dari penelitian ini didasarkan pada temuan bahwa strategi pembelajaran membaca belum berhasil diaplikasikan untuk meningkatkan keterampilan siswa dalam membaca pemahaman. Penelitian ini dilakukan mulai bulan Juli 2012 hingga September 2013 di sekolah penyelenggara pendidikan inklusif wilayah DKI Jakarta. Penelitian ini menggunakan pendekatan Penelitian dan Pengembangan (R & D), terdiri dari: (1) tahap awal, (2) tahap pengembangan, dan (3) pengujian dan validasi tahap. Unit analisis melibatkan guru kelas yang mengajar bahasa Indonesia dan siswa dengan masalah belajar di sekolah reguler. Teknik pengumpulan data menggunakan: observasi, wawancara dan tes. Analisis data kualitatif dengan data deskriptif dan kuantitatif menggunakan analisis data non-parametrik dan uji Wilcoxson. Hasil penelitian menunjukkan bahwa New Collaborative Strategic Reading sangat mempengaruhi keterampilan siswa dalam membaca dengan pemahaman dan dengan demikian, meningkatkan proses pembelajaran. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa New Collaborative Strategic Reading dapat digunakan sebagai strategi alternatif untuk membaca pemahaman. Kata-kata Kunci: strategi membaca kolaboratif, murid dengan masalah belajar, membaca pemahaman

DEVELOPING COLLABORATIVE STRATEGIG READING IN READING COMPREHENSION FOR THE STUDENTS WITH READING COMPREHENSION PROBLEMS IN PRIMARY SCHOOL Abstract: This study aims at producing the reading comprehention instructional strategies that can be implemented effectively in the instructional process for students with learning problems. The initial idea of this research was based on the fact that reading comprehention instructional strategies had not been seccessfully appied to improve studens’ skills in reading comprehension. This research, conducted as from July 2012 through September 2013 at inclusive schools in Jakarta, applied the Research and Development (R&D) approach; consisting: (1) a preliminary stage, (2) development stage, and (3) testing and validation phase. The unit of analysis involves the classroom teacher who teaches Indonesian and students with learning problems in regular schools. Data collection applied the technique of observation, interviews, and test. The analysis of qualitative data with descriptive and quantitative data used non-parametric data analysis and Wilcoxson test. The results of the study show New Collaborative Strategic Reading affects the students’ reading skill and their comprehension and improve instructional process. Therefore, the New Collaborative Strategic Reading can be used as an alternative strategy to reading comprehension. Keywords: collaborative strategies reading, student with learning problem, reading comprehention

PENDAHULUAN Kemampuan membaca merupakan kemampuan dasar dari keseluruhan kurikulum sekolah, yang dalam pembelajarannya bertujuan untuk mengidentifikasi kata, makna kata dan memahami sebuah teks. Kemampuan membaca seseorang tidaklah datang dengan sendirinya, melainkan melalui sebuah proses, yakni proses belajar. Proses belajar untuk memperoleh

kemampuan membaca dapat ditempuh melalui jalur formal dan nonformal. Proses belajar membaca perlu dilakukan karena membaca menduduki posisi penting dalam kehidupan manusia. Melalui membaca seseorang mendapatkan pengalaman dan memperoleh informasi demi keperluan ilmu pengetahuan. Seseorang yang dapat membaca namun tidak memahami apa yang dibaca, sesungguhnya tidaklah benar-benar mampu membaca. Membaca menjadi PERSPEKTIF Ilmu Pendidikan - Vol. 30 No. 1 April 2016

27

Pengembangan Collaborative Strategic ...

tugas penting bagi murid dalam pembelajaran. Murid diharapkan untuk membaca teks yang bervariasi dan memahaminya menjadi sebuah pengetahuan. Sementara membaca pemahaman di sekolah melibatkan pemahaman terhadap tugas-tugas, dan mempengaruhi kemampuan dalam memahami instruksi tertulis, pekerjaan rumah, dan literatur lainnya (Harris, 2006). Dalam dunia pendidikan dan pengajaran, kegiatan membaca dan tugas membaca merupakan hal yang mutlak dilakukan. Karena sebagian besar pemerolehan ilmu pengatahuan dilakukan murid melalui kegiatan membaca. Keberhasilan murid dalam meraih pencapaian belajar akan sangat ditentukan oleh keterampilan membacanya. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan oleh DeBoer dan Dallaman (1964) bahwa keterampilan membaca yang baik merupakan salah satu kunci untuk mencapai sukses dalam pendidikan. Bahkan diperlukan juga setelah menamatkan studinya, keterampilan membaca akan sangat mempengaruhi keluasan dan cara pandang terhadap berbagai masalah yang dihadapinya. Kemampuan untuk memahami bacaan tidaklah mudah bagi sebagian orang, sebagai contohnya pada murid dengan problema belajar membaca. Mereka seringkali mengalami kesulitan dalam memahami bacaan disetiap tugas yang diberikan oleh guru. Bos dan Vaughn (2009) menyatakan bahwa problema belajar adalah istilah umum yang digunakan untuk murid dengan prestasi akademik yang rendah di satu atau lebih area akademik, masalah perhatian, kurangnya kemampuan mengingat, motivasi belajar dan lainnya. Kebanyakan murid dengan problema belajar mendapatkan layanan pendidian di sekolah reguler bersama dengan teman sebayanya. Namun penanganan bagi murid dengan problema belajar belum optimal, hal ini disebabkan oleh pengetahuan dan pemahaman guru tentang murid problema belajar belum memadai. Seringkali guru memberikan label kepada murid dengan istilah “bodoh” dikarenakan ketidakmampuan murid problema belajar ini dalam menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan. Menurut Mardiatmadja pada tahun 2003 di Indonesia ada sekitar 37,6 persen murid yang tidak mengerti apa yang mereka baca. Dari 41 negara, kemampuan membaca murid Indonesia berada di peringkat ke-39. Hal ini menunjukkan bahwa muridmurid di Indonesia belum menguasai keterampilan membaca pemahaman dengan baik. Temuan tersebut diperkuat dengan hasil penelitian pada tahun 2009, IEA (International Association for Evaluation Education Achievement) 28

PERSPEKTIF Ilmu Pendidikan - Vol. 30 No.1 April 2016

mengungkapkan bahwa kebiasaan membaca murid Indonesia berada pada urutan bawah dari beberapa negara yang diteliti. Rendahnya kemampuan membaca tersebut dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri murid, diantaranya persepsi, motivasi, minat, konsentrasi, atensi dan lainnya. Sedangkan faktor eksternal berasal dari luar diri murid diantaranya adalah penggunaan pendekatan, dan strategi belajar. Berdasarkan hasil penelitian IEA dapat dikatakan bahwa penggunaan pendekatan, dan strategi belajar yang tepat menjadi penentu keberhasilan proses belajar membaca. Strategi membaca pemahaman dalam pembelajaran bagi murid yang memiliki kesulitan membaca pemahaman telah ada dan sudah diaplikasikan. Namun guru seringkali menemukan kesulitan untuk dapat mengoperasionalkan dan mengaplikasikan strategi-strategi tersebut untuk mempermudah proses pembelajaran. Strategi pembelajaran yang digunakan pun harus disesuaikan dengan kebutuhan murid sehingga selama ini pembelajaran membaca pemahaman hanya meliputi kegiatan membaca bahan bacaan dan kemudian guru meminta murid untuk menjawab sejumlah pertanyaan yang berhubungan dengan bacaan. Kondisi ini juga dapat ditemukan di Sekolah Dasar Negeri 09. Di sana dapat dijumpai murid yang mengalami problema belajar dalam membaca pemahaman. Dari hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti pada tahap pendahuluan ditemukan bahwa ada murid yang mengalami kesulitan untuk menceritakan kembali rincian-rincian dalam teks. Mereka lebih terfokus kepada pengidentifikasian kata saat membaca. Selain kesulitan dalam menceritakan kembali rincian-rincian dalam teks, mereka juga kesulitan dalam memonitor pemahaman teks yang dibaca, sehingga sulit untuk menemukan ide pokok pikiran dan kesulitan dalam memberi gambaran kesimpulan yang tepat yang sesuai dengan teks. Bagi murid dengan problema belajar sangat diperlukan strategi yang sesuai dengan kebutuhannya. Ada beberapa strategi yang dapat digunakan dalam mengajarkan membaca pemahaman bagi murid dengan problema belajar, salah satunya adalah Collaborative Strategic Reading (CSR). Strategi ini meminjam dari strategi multikomponen (multicomponent strategy) dan pengajaran timbal balik (reciprocal teaching) yang dibuat oleh Palincsar dan kolega, di mana dalam pengajarannya strategi ini memfokuskan kepada teks ekspositori, spesifikasi dalam strategi, melibatkan murid berpasangan atau secara berkelompok

Pengembangan Collaborative Strategic ...

dan mengajar murid untuk merekam apa yang mereka pelajari melalui pembelajaran (Klingner et al., 2007; Klingner, Vaughn, dan Schumm, 1996). Melalui strategi ini murid dengan problema belajar mendapatkan kesempatan untuk terlibat secara aktif dalam pembelajaran dan memiliki kesempatan untuk menumbuhkan sikap kerjasama dengan teman sebaya. Melalui pengembangan CSR diharapkan guru-guru di sekolah memiliki pengetahuan dan keterampilan yang dapat mendukung proses pembelajaran membaca pemahaman bagi murid dengan problema belajar. Tulisan ini membahas hasil penelitian tentang pengembangan CSR yang dapat mengatasi permasalahan guru dalam meningkatkan kemampuan murid dengan problema belajar.

METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode Research and Development Borg and Gall. Diawali dengan penelitian pendahuluan yang pengumpulan datanya dilakukan dengan cara observasi untuk melihat bagaimana kondisi objektif murid dengan problema belajar dalam kemampuan membaca pemahaman dan proses pembelajaran membaca pemahaman yang dilakukan oleh guru. Sebagai penguat hasil observasi dilakukan wawancara terhadap guru di sekolah mengenai kebutuhan strategi khusus dalam mengajarkan membaca pemahaman. Wawancara dilakukan kepada empat orang guru yang mengajarkan membaca pemahaman. Penelitian ini dilakukan selama 1 tahun 4 bulan, yakni mulai bulan Juli 2012 sampai bulan September 2013, bertempat di sekolah penyelenggara pendidikan inklusif wilayah DKI Jakarta. Untuk mengetahui efektivitas produk dilakukan uji ahli yaitu ahli bahasa, ahli pendidikan khusus, praktisi pendidikan khusus di sekolah inklusif. Setelah melalui berbagai macam uji coba dan revisi maka produk yang dihasilkan dianggap final. Sebelum strategi diimplementasikan terlebih dahulu diuji kefektivitasannya melalui hasil pre-test dan post-test yang terdiri dari butir-butir soal yang terkait dengan keterampilan membaca pemahaman. Instrumen yang terdapat dalam pre-test dan post-test ini bertujuan untuk mengukur kemampuan awal murid sebagai subjek penelitian sebelum dan sesudah diterapkan CSR, hasil dari pre-test digunakan untuk membentuk kelompok kolaboratif dalam pembelajaran. Untuk post-test digunakan untuk mengukur peningkatan capaian dari murid setelah

diterapkan CSR di dalam pembelajaran membaca pemahaman. Setelah dianalisis terjadi peningkatan yang signifikan maka dapat dikatakan pengembangan CSR dalam pembelajaran membaca pemahaman bagi murid dengan problema belajar di sekolah penyelenggara pendidikan inklusif ini efektif untuk diterapkan.

HASIL PENELITIAN Penelitian ini menemukan, murid belum memiliki keterampilan membaca pemahaman yang sesuai dengan kebutuhan belajar membaca pemahaman, seperti memahami perincian fakta yang terdapat dalam teks bacaan, mengetahui urutan peristiwa, mengetahui ide pokok, membuat kesimpulan dari sebuah teks, memaknai sebuah kata, dan mengevaluasi sebuah teks. Temuan lain guru belum mampu melakukan pembelajaran membaca pemahaman sesuai dengan karakteristik murid dengan problema belajar, seperti harus menyatakan tujuan dan materi pembelajaran, memberikan kesempatan kepada murid untuk mengungkapkan pernyataan-pernyatakan terkait dengan teks yang digunakan sebagai bahan belajar. Guru belum menggunakan strategi yang spesifik dalam mengajarkan keterampilan membaca pemahaman. Hasil pengembangan dari penelitian ini berupa “Buku panduan Penerapan New Collaborative Strategic Reading (NCSR) dalam Pembelajaran Membaca Pemahaman” sebagai nama produk. Sedangkan isi panduan ini meliputi: (1) pendahuluan yang terdiri dari dasar pemikiran, pengertian, tujuan, manfaat, ruang lingkup dan pengguna panduan new collaborative strategic reading; (2) prosedur penerapan NCSR, yang terdiri dari persiapan pembelajaran, perencanaan pembelajaran yang terdiri dari asesmen, tujuan, materi, metode, media, dan evaluasi, waktu pelaksanaan, implementasi pembelajaran yang terdiri dari kegiatan pembukaan, inti dan penutup; (3) evaluasi pembelajaran; dan (4) penutup. Karakteristik dari produk buku panduan NCSR dalam pembelajaran membaca pemahaman bagi murid dengan membaca pemahaman ini adalah sebagai berikut. Pertama, buku panduan penerapan CSR dirancang dan dikembangkan dengan mengacu pada karakteristik murid dengan problema belajar. Kedua, buku panduan penerapan CSR dirancang dan dikembangkan berdasarkan analisis kebutuhan dan dikemas dengan praktis agar dapat mempermudah guru dalam menggunakan dalam pembelajaran PERSPEKTIF Ilmu Pendidikan - Vol. 30 No. 1 April 2016

29

Pengembangan Collaborative Strategic ...

membaca pemahaman. Ketiga, buku panduan penerapan CSR dirancang dan dikembangkan mengacu kepada keterampilan membaca pemahaman yang akan dicapai oleh murid dengan problema belajar. Keempat, pengguna buku panduan ini adalah guru yang mengajarkan mata pelajaran Bahasa Indonesia di sekolah reguler, dimana di dalam kelas tersebut terdapat murid dengan problema membaca pemahaman. Berdasarkan temuan penelitian maka pembahasan hasil penelitian ini akan dijabarkan sebagai berikut. Pembahasan penelitian ini difokuskan kepada hasil penemuan penelitian: (1) konsep dasar pengembangan strategi, (2) kontribusi NCSR terhadap keterampilan murid dalam membaca pemahaman, dan (3) faktor pendukung dan penghambat dalam penerapan NCSR. Pembahasan ini akan dipaparkan secara berurutan sesuai dengan hasil temuan penelitian. 1. Konsep Dasar Pengembangan NCSR Berdasarkan hasil temuan penelitian pada tahap pendahuluan didapatkan data mengenai kondisi objektif keterampilan murid dalam membaca pemahaman dan kondisi objektif pembelajaran membaca pemahaman yang berlangsung di sekolah yang dijadikan lokasi penelitian. Berikut hasil analisis terhadap hasil temuan pada tahap pendahuluan. a. Kondisi Objektif Keterampilan Murid dalam Membaca Pemahaman Dari kelima orang murid yang dijadikan subjek penelitian diketahui bahwa murid tersebut mengalami kesulitan dalam menyelesaikan tugas dalam aspek keterampilan membaca pemahaman. Aspek kesulitan yang paling utama dihadapi oleh murid adalah pada aspek keterampilan pemahaman kritis dan pemahaman makna kata dalam konteks. Sedangkan pada aspek keterampilan keterampilan pemahaman literal dan pemahaman interpretatif dari kelima subjek diketahui ada dua orang murid yang mengalami kesulitan. Kesulitan yang dihadapi oleh murid dalam aspek pemahaman makna kata dalam konteks dikarenakan kurangnya perbendaharaan kata yang dimilikinya sehingga masih diperlukan bantuan guru untuk menjelaskan makna kata satu persatu. Dapat dianalisis bahwa rendahnya jumlah kosakata akan mempengaruhi pemahaman murid hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Enright dan Choate (2004) yaitu “rendahnya jumlah kosakata akan mempengaruhi keterampilan pemahaman”. Selain aspek pemahaman makna kata dalam konteks, murid juga kesulitan dalam aspek pemahaman 30

PERSPEKTIF Ilmu Pendidikan - Vol. 30 No.1 April 2016

kritis. Hal ini dikarenakan murid tidak terbiasa untuk mengungkapkan pendapatnya. Murid terbiasa belajar dengan hanya mendengarkan dan menulis apa yang dikatakan oleh guru kemudian dihapalkan. Sehingga pembelajaran yang dialami tidak memberikan makna mendalam terhadap pengetahuan murid terutama berkaitan dengan keterampilan pemahaman kritis. Berkaitan dengan hal ini Piaget (Budimansyah, 2002) menyarankan untuk menjadikan murid belajar bermakna dengan menggali sendiri pengetahuan yang dibutuhkan berdasarkan sumber-sumber belajar yang ada sehingga kedudukan guru dalam pembelajaran sebagai fasilitator belajar. Dilihat dari sikap murid dalam menyelesaikan soal membaca pemahaman, menampakkan bahwa murid kurang termotivasi. Sebagian murid menganggap membaca teks adalah kegiatan yang membosankan. Dalam penelitian yang dilakukan kepada lima orang subjek terlihat sebagian dari mereka memiliki motivasi yang rendah dalam belajar dan sangat mempengaruhi dalam proses pembelajaran. Hal ini sejalan dengan pernyataan bahwa dalam kegiatan belajar, maka motivasi dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak di dalam diri murid yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar dan memberikan arah pada kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subjek belajar itu dapat tercapai (Sardiman, 2000). b. Kondisi Objektif Pembelajaran Membaca Pemahaman Faktor penyebab kesulitan murid dalam membaca pemahaman bukan merupakan faktor penyebab tunggal, namun setiap faktor memiliki keterkaitan antara satu dan yang lainnya. Salah satu faktor yang menyebabkan kesulitan yang dihadapi oleh murid adalah faktor proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru. Pada tahap pendahuluan, peneliti menemukan bahwa guru sangat minim dalam menggunakan strategi pembelajaran. Dalam menyampaikan materi pelajaran guru dominan menggunakan metode ceramah dengan alasan bahwa metode ini paling mudah untuk dilakukan karena materi pelajaran yang harus diberikan sangat banyak dan tidak membutuhkan media pembelajaran yang rumit. Namun metode ceramah memiliki kelemahan dalam proses pembelajaran, seperti yang dikemukakan oleh Sheal and Peter (Fajar, 2004) bahwa mengajar dengan ceramah hanya memperoleh pengetahuan sebanyak 20% karena dalam ceramah kegiatan yang aktif hanyalah mendengarkan. Hal ini sejalan dengan pendapat Putrayasa (2001)

Pengembangan Collaborative Strategic ...

bahwa pembelajaran dengan metode ceramah membuat murid pasif dan tidak termotivasi mengikuti pembelajara, membosankan dan membelenggu keatifitas murid. Selain hal tersebut, pembelajaran yang dilakukan masih terpusat pada guru, dan pelaksanaan pembelajaran membaca pemahaman masih berlangsung secara konvensional, yaitu murid diminta untuk membaca teks dan guru meminta murid untuk menyelesaikan soal-soal yang tersedia berkaitan dengan teks yang telah mereka baca. Dari hasil penelitian ditemukan bahwa guru tidak spesifik melakukan pembelajaran membaca pemahaman, namun pembelajaran membaca pemahaman termasukdi dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia. Hal ini menjadikan guru tidak memberikan perhatian khusus kepada area ini. Sedangkan keterampilan membaca pemahaman merupakan keterampilan yang sangat penting untuk dikuasai oleh murid karena berimplikasi kepada mata pelajaran lainnya. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Harris (2006) bahwa membaca pemahaman di sekolah melibatkan pemahaman terhadap tugas-tugas, dan mempengaruhi keterampilan murid dalam memahami instruksi tertulis, pekerjaan rumah, dan literatur lainnya. Pada proses evaluasi pembelajaran peneliti menemukan bahwa guru hanya menekankan pada hasil belajar saja dan tidak memberikan penilaian terhadap proses belajar yang telah dilaksanakan. Evaluasi dilakukan dengan memberikan soal tes dan penilaian didasarkan pada jawaban saja tidak pada prosesnya. Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Suwarna (Najimudin, 2004) bahwa penilaian hasil belajar di sekolah dasar lebih menekankan aspek kognitif level rendah, lebih menyangkut kepada hafalan dan mengulang apa yang telah diberikan. Bahan evaluasi bersumber dari buku paket pelajaran. 2. Kontribusi New Collaboratiive Strategic Reading (NCSR) Terhadap Keterampilan Murid dalam Membaca Pemahaman. Berdasarkan hasil rangkaian uji validasi ahli, uji coba pre-eliminary, dan hasil uji validasi produk maka didapatkan hasil bahwa NCSR dalam pembelajaran membaca pemahaman dapat diimplementasikan di sekolah reguler, dan memberikan pengaruh terhadap keterampilan murid yang mengalami problema belajar. Hal utama dalam pembelajaran membaca pemahaman menggunakan NCSR adalah pada tahap perencanaan pembelajaran, karena pada tahap

ini guru harus melakukan asesmen terkait dengan keterampilan membaca pemahaman sehingga tujuan belajar yang direncanakan menjadi relevan untuk semua murid di kelasnya. Pada tahap perencanaan, asesmen yang dilakukan oleh guru difokuskan untuk menemukan kesulitan yang dihadapi oleh murid dalam membaca pemahaman. Selain untuk menemukan kesulitan yang dihadapi oleh murid asesmen digunakan untuk mengelompokkan murid berdasarkan tinggi rendahnya keterampilan murid. Pengelompokkan murid berdasarkan tinggi rendahnya keterampilan ini merupakan persyaratan dalam pembelajaran kolaboratif yang membutuhkan kelompok heterogen agar memberikan dampak positif terhadap murid yang mengalami hambatan. Pada tahap implementasi pembelajaran dikemas dengan tiga kegiatan yaitu: (1) kegiatan pendahuluan, (2) kegiatan inti, dan (3) kegiatan penutup. Dalam proses uji coba pre-eliminary dan uji coba validasi ketiga kegiatan ini dilakukan dengan cara yang sama. Pada tahap kegiatan pendahuluan dirancang untuk mempersiapkan murid untuk belajar, dimana guru membangun interaksi yang hangat dan menyenangkan melalui kegiatan ice breaking yang dapat disesuaikan dengan kreativitas guru masingmasing. Dalam kegiatan ini pun terintegrasi dengan kegiatan apersepsi yang bertujuan untuk mengaktifkan pengetahuan murid sebelumnya dengan materi yang akan diajarkan. Kegiatan inti dilakukan dengan membentuk kolaboratif dan praktek pemodelan yang dilakukan oleh guru. Pada kegiatan inti murid melakukan aktivitas belajar dalam kelompok kolaboratif. melalui kelompok kolaboratif murid dikelompokkan berdasarkan kelompok yang heterogen. Dalam kelompok ini murid memperlihatkan penerimaan terhadap teman sekelompokknya dan memberikan implikasi positif terhadap keberagamaan di kelas tersebut. Pada tahap penutup guru dan murid menyimpulkan materi pelajaran dan mereview proses pembelajaran dalam rangka menilai proses pembelajaran dan hasil belajar. selain membuat kesimpulan guru pun memberikan penguatan berupa pujian dan benda kepada setiap murid dengan kinerja yang baik dalam proses belajar. 3. Faktor Pendukung dan Penghambat Penerapan New Collaborative Strategic Reading Dalam proses pengembangan NCSR ditemukan faktor yang menjadi pendukung maupun penghambat keberhasilan, yaitu faktor guru, murid, alokasi waktu PERSPEKTIF Ilmu Pendidikan - Vol. 30 No. 1 April 2016

31

Pengembangan Collaborative Strategic ...

dan sarana prasarana. Adapun paparan faktor tersebut sebagai berikut. Pertama, pada faktor pendukung, guru memiliki peranan yang sangat besar di dalam proses pembelajaran, di mana guru memiliki keinginan yang besar untuk mempelajari strategi lainnya selain strategi yang telah diterapkan olehnya. Selain keinginan untuk belajar guru pun berkemauan untuk meluangkan waktu dalam melakukan asesmen dalam rangka mempersiapkan pembelajaran dan mendiskusikan jenis teks dan bentuk soal yang akan digunakan dalam proses evaluasi. Pada faktor penghambat, guru belum pernah mengelola pembelajaran secara kolaboratif dengan kelompok heterogen secara konsisten, dimana dalam prosesnya diperlukan kemampuan analisis terhadap keterampilan murid dalam membaca pemahaman. Selain itu, guru belum menguasai tujuan dari aspek-aspek keterampilan membaca pemahaman secara mendalam dan hanya terfokus kepada pemahaman literal dan pemahaman interpretatif saja sehingga kurang memperhatikan aspek lainnya yang juga sangat penting. Kedua, murid mampu berperan aktif pada setiap tahap pembelajaran dan mengikuti proses pembelajaran dengan kooperatif. Murid pun mampu menerima keberagamaan dalam kelompoknya sehingga proses pembelajaran kolaboratif dapat berjalan dengan baik. Ketiga, alokasi waktu yang tepat dalam proses pembelajaran merupakan faktor yang mendukung keberhasilan penerapan NCSR, sehingga guru dituntut untuk cermat dalam mengalokasikan waktu pada tahap perencanaan agar seluruh proses pembelajaran dapat terlaksana dengan baik. Namun penerapan NCSR dalam pembelajaran membaca pemahaman diperlukan waktu adaptasi yang cukup agar guru mampu memaknai setiap aktivitas yang terdapat dalam rangkaian kegiatan dalam NCSR.

PENUTUP Kesimpulan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. Pertama, bahwa murid dengan problema belajar belum memiliki keterampilan dalam membaca pemahaman. Kedua, bahwa guru di sekolah belum menggunakan strategi khusus di dalam pembelajaran membaca pemahaman. Untuk mengatasi permasalahan tersebut dikembangkanlah buku panduan NCSR. Ketiga, hasil uji coba menunjukkan

32

PERSPEKTIF Ilmu Pendidikan - Vol. 30 No.1 April 2016

bahwa NCSR dapat meningkatkan hasil belajar membaca pemahaman. Dengan demikian dapat disimpulan bahwa pengembangan NCSR ini dapat mengatasi permasalahan dalam pembelajaran membaca pemahaman.

DAFTAR PUSTAKA Barkley F. E. (2005). Collaborative learning techniques. San Francisco: John Willey. Bender, N. W. & Martha J. L. (2003). Reading strategies for elementary students with learning difficulties. United States of Amerika: Corwin Press, Inc. Borg, W.R. & Gall, M.D. (1989). Educational research: An introduction (Fifth Ed.) New York: Longman Christine, D.B. (2001). Collaborative strategic reading (CSR): Improving secondary students reading comprehension skills.USA : Allyn and Bacon. Choate, S. J., & Enright, E.B. (1992). Curriculum based assessment and programming. UAS: Allyn and Bacon. Dixon, Lisbeth., & Krauss. (1996). Vygotsky in the classroom, mediated literacy instruction and assessment. USA: Longlman Publisher. Gall, M., Gall, J., & Borg, W.R. (2003). Educational research: An introduction, fifth edition. New York: Longman. Hanim, F. (2007). Pengajaran membaca di sekolah dasar. Jakarta: Bumi Aksara. Holt, J. (2006). Reading problems assessment and teaching strategies. USA: Pearson Education. Lerner, J. W. (1988). Learning disabilities: Theories, diagnosis, and teaching strategies. London: Houghton Mifflin Company. Reid, R. & Torri, O. (2006). Strategy instruction for students with learning disabilities. USA: The Guilford Press. Slavin, R. (1994). Educational psychology theory and practice. USA: Allyn & Bacon Sugiyono. (2007). Metode penelitian kuantitatif, kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta Somadayo, S. (2011). Strategi dan teknik pembelajaran membaca. Yogyakarta: Graha Ilmu Vaughn, S. & Bos S. C. (2009). Strategies for teaching students with learning and behavior problems (seven edition). USA: Pearson, Westwood, P. (2008). What teachers need to know about reading and writing difficulties. Australia: Acer Press.

Penelitian

ADAPTASI KURIKULUM PENDIDIKAN INKLUSIF SISWA DENGAN HAMBATAN SOSIAL EMOSIONAL DI SEKOLAH DASAR Suharsiwi e-mail : [email protected] Universitas Muhammadiyah Jakarta Jalan KH. Ahmad Dahlan, Ciputat Abstrak: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana upaya guru sekolah dasar mengadaptasi kurikulum, dengan fokus pada kesulitan yang dihadapi oleh anak-anak, bagaimana membuat adaptasi kurikulum, dan upaya apa yang dilakukan untuk mengatasi permasalahan guru dalam pembelajaran. Hasil penelitian menunjukkan bahwa anak-anak dengan gangguan sosial emosional di SD Semut-semut, Kelapa Dua, Depok memiliki IQ bawah rata-rata, kesulitan berinteraksi, berkomunikasi dan kemandirian. Mereka berada pada kelas rata-rata di kelas reguler antara 50% - 75%, sebagian besar waktu lainnya dalam Departemen Bantuan Pembelajaran, belajar secara individual atau sekitar 3-4 anak. Seperti yang terlihat dari adaptasi kurikulum kemampuan yang ada pada anak-anak secara terbatas. Anak-anak yang belum mampu beradaptasi di kelas reguler, program ini dipergunakan untuk mengembangkan aspek sosial dan pembekalan membaca, menulis, dan menghitung untuk persiapan di kelas reguler. Kata-kata Kunci: adaptasi kurikulum, hambatan sosial emosional, kebutuhan khusus.

THE CURRICULUM ADAPTATION ON INCLUSIVE EDUCATION FOR STUDENTS WITH EMOTIONAL SOCIAL DISORDER IN ELEMENTARY SCHOOL Abstract: The purposes of this study are to discover the efforts of the primary school teachers to adopt the curriculum focusing on the students’ problems, curriculum adaptation, and the teachers’ effprts in solving instructional problems. The research was conducted at Semut-semut Primary School, Kelapa Dua, Depok. The findings are the IQ of the students with social-emotional problems is under the average, they have difficulties in interaction, communication, and independence. The spend between 50 % to 75 % of their time in the classroom and the remaining time they spend in Learning Support Department and 3 – 4 children learn individually. As in the curriculum adaptation, the students’ competence is developed with limitation. The children which have not been able to adopt in the class, this program is used to develop social aspect and reading, writing, and arithmetic skills as their preparation to join regular class. Keywords: curriculum adaptation, social-emotional disorder, special needs.

PENDAHULUAN Upaya pemenuhan hak asasi anak berkebutuhan khusus (ABK) untuk mengenyam pendidikan oleh berbagai pihak dirasakan masih mengalami kendala, pelaksanaannya masih belum sepenuh hati. Hal tersebut terlihat dari keberadaan ABK yang masih terbatas penerimaannya di sekolah umum, padahal ide pendidikan inklusif sudah lama dilontarkan oleh berbagai pihak dan pakar pendidikan. Masih terdengar bahwa sebagian ABK masih memperoleh pendidikan yang diskriminatif dan pengabaian,

demikian juga belum banyak masyarakat yang bisa menerima dengan baik keberadaan ABK bersekolah bersama-sama anak-anak normal lainnya. Kenyataan tersebut membuat sebagian orang tua ABK menjadi malu dan merasa rendah diri karena merasa ditolak oleh lingkungannya, sehingga ada juga yang cenderung menyembunyikan / tidak mempedulikan pendidikan buah hatinya, terlebih bagi orangtua yang kondisi ekonominya miskin dan kurang mampu membiayai sekolah anaknya. Slogan yang selalu dikedepankan adalah sekolah untuk semua berarti semua seharusnya bisa sekolah,

PERSPEKTIF Ilmu Pendidikan - Vol. 30 No. 1 April 2016

33

Adaptasi Kurikulum Pendidikan ...

tetapi pada kenyataannya tidak semua ABK bisa mendapatkan sekolah yang memudahkan mereka melakukan penyesuaian sosial yang dapat mencegah ABK dari perasaan rendah diri. Bagi orangtua yang ingin ABK-nya dapat mandiri, masih cukup sulit mendapatkan sekolah yang tidak diskriminatif seperti sekolah inklusif, kalaupun ada, sekolah inklusif yang ideal masih jauh dari harapan, akan tetapi seting sekolah inklusif ini merupakan hal yang ideal bagi ABK untuk melakukan pengembangan program individual, terutama bagi mereka yang mengalami masalah perilaku dan sosial emosional seperti anak autis, ADHD, ADD dan gangguan perilaku lainnya, pilihan sekolah inklusif menjadi harapan karena memungkinkan mereka dapat berinteraksi dan berimitasi dengan lingkungannya. Anak ADHD dan ADD adalah anak dengan gangguan pemusatan perhatian dalam dunia kedokteran dikenal dengan terminologi ADD (Attention - Deficit Disorder). Pada tahun 1980, Asosiasi Psikiater Amerika Serikat menyarankan penggunaan terminologi ADD sebagai pengganti MOD (Minimal Brain Dysfunction). Sebelumnya, terminologi yang digunakan adalah brain injured ini selanjutnya dibagi menjadi dua tipe yaitu ADHD (Attention-Dificit Hyperactivity Disorder) dan ADD (Attention Deficit Disorder without Hyperactivity) Dikemukakan oleh Task Force on DSM-IV tahun 1991 yang dikutip oleh Azwandi (2005:14). Pada UUD 1945 pasal 31 (1) yaitu Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran. UU No.2 tahun 1989 pasal 5 dijelaskan bahwa setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk mernperoleh pendidikan. Pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia, dalam upaya mewujudkan tujuan Nasional (UUD 1945) Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003 bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Berdasarkan hal itu, negara memiliki kewajiban untuk memberikan pelayanan pendidikan yang bermutu kepada setiap warganya tanpa terkecuali

34

PERSPEKTIF Ilmu Pendidikan - Vol. 30 No.1 April 2016

termasuk mereka yang memiliki perbedaan dalam kemampuan (difabel) yang disahkan pada Maret 2007 (Convention on the Rights of Person with Disabilities and Optional Protocol, 2012). Pada pasal 24 adalah salah satu kesepakatan Internasional yang mendorong terwujudnya sistem pendidikan inklusif dalam konvensi ini disebutkan bahwa setiap negara berkewajiban untuk menyelenggarakan sistem pendidikan inklusif di setiap tingkatan pendidikan. Adapun salah satu tujuannya adalah untuk mendorong terwujudnya partisipasi penuh difabel dalam kehidupan masyarakat (Convention on the Rights of Person with Disabilities and Optional Protocol, 2012) Pendidikan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia untuk menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat. Tetapi sistem pendidikan di Indonesia belum mengakomodasi keberagaman, sehingga menyebabkan munculnya segmentasi lembaga pendidikan yang berdasar pada perbedaan kemampuan baik fisik maupun mental yang dimiliki oleh siswa. Dampaknya segmentasi lembaga pendidikan ini telah menghambat para siswa untuk dapat belajar menghormati realitas keberagaman dalam masyarakat. Selama ini anakanak yang memiliki perbedaan kemampuan (difabel), disediakan fasilitas pendidikan khusus disesuaikan dengan derajat dan jenis perbedaan kemampuannya yang disebut dengan Sekolah Luar Biasa (SLB). Sistem pendidikan SLB telah membangun tembok eksklusifisme bagi anak-anak berkebutuhan khusus. Tembok eksklusifisme tersebut selama ini tidak disadari telah menghambat proses saling mengenal antara anak-anak difabel dengan anakanak non-difabel. Akibatnya dalam interaksi sosial di masyarakat kelompok difabel menjadi komunitas yang teralienasi (terasingkan) dari dinamika sosial di masyarakat. Masyarakat menjadi tidak akrab dengan kehidupan kelompok difabel. Sementara kelompok difabel sendiri merasa keberadaannya bukan menjadi bagian dari kehidupan masyarakat di sekitarnya. Slogan sekolah untuk semua yang sering didengungkan pakar pendidikan, berarti semua bisa sekolah termasuk ABK bisa sekolah bercampur dengan anak-anak normal, sistem pendidikan yang mencampurkan ABK dengan anak normal adalah sistem pendidikan inklusif yang harus menerapkan kurikulum adaptif. Hal ini juga yang menandakan bahwa pendidikan tersebut menganut sistem berkeadilan sosial yang berprinsip pada

Adaptasi Kurikulum Pendidikan ...

keseimbangan dan pemerataan hak serta kewajiban bagi setiap warga Negara. Pemerataan tersebut berlaku untuk semua warga negara, termasuk bagi yang memiliki hambatan belajar atau berkebutuhan khusus. Memang pendidikan inklusif mempunyai pengertian yang beragam. Stainback (1990) mengemukakan bahwa sekolah inklusif adalah sekolah yang menampung semua siswa di kelas yang sama. Sekolah ini menyediakan pendidikan yang layak, dengan menyusun kurikulum yang menantang tetapi sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan setiap siswa, maupun bantuan dan dukungan yang dapat diberikan oleh para guru agar anak-anak berhasil. Kurikulum yang dikembangkan oleh sekolah harus mengacu kepada standar nasional dan diarahkan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Dengan adanya otonomi daerah atau otonomi dalam bidang pendidikan, tiap sekolah berhak untuk mengembangkan kurikulum tersebut sesuai dengan sumber daya alam setempat baik itu menyangkut programn pengajaran, materi pelajaran, metode maupun evaluasi pembelajaran (Hidayat, 2009) Konsep kurikulum menurut Gagne (1974) adalah langkah-langkah pembelajaran per sesi pembelajaran yaitu setiap satu sesi dapat dicapai, jika sesi sebelumnya dikuasai. Hirst (1975) menjelaskan dalam pandangan klasik, lebih menekankan kurikulum dipandang sebagai rencana pelajaran di suatu sekolah. Pelajaran-pelajaran dan materi apa yang harus ditempuh di sekolah, itulah kurikulum. George A. Beauchamp (1986) mengemukakan bahwa: “A Curriculum is a written document which may contain many ingredients, but basically it is a plan for the education of pupils during their enrollment in given school” Kurikulum yang digunakan di sekolah penyelenggara pendidikan inklusif harus bersifat fleksibel sesuai dengan kemampuan atau kebutuhan peserta didik (Hidayat, 2009). Kurikulum harus bersifat lentur atau fleksibel artinya adalah bahwa kurikulum itu harus bisa dilaksanakan sesuai dengan kondisi yang ada. Kondisi kurikulum yang kaku atau tidak fleksibel akan sulit diterapkan dalam proses pelaksanaan sistem pendidikan yang bersifat inklusif. Fleksibilitas kurikulum adalah program pembelajarannya bersifat lentur, diantaranya adalah program pembelajaran individual (Individualized Education Program /IEP).

Program pembelajaran individual merupakan suatu kurikulum terindividualisasi yang didasarkan kepada kebutuhan khusus anak dalam belajar, karena dalam sekolah dengan pendekatan pendidikan inklusif tersebut terdapat ABK yang memiliki karakteristik, kebutuhan dan kemampuan yang berbeda, juga perlu diperhatikan bagaimana proses pembelajaran individual dapat dilaksanakan dengan baik tanpa harus merusak keberadaan kurikulum yang ada, dengan menyelaraskan kesenjangan antara kondisi yang ada dengan yang diharapkan. Fokus penelitian ini adalah bagaimana adaptasi kurikulum SD di sekolah dengan latar inklusif, adapun subfokus dalam penelitian ini adalah pada sejumlah anak berkebutuhan khusus dengan gangguan sosial emosional di SD Semut-Semut Kelapa Dua Depok, yaitu terarah kepada bagaimana kesulitan yang dihadapi anak dengan gangguan sosial emosional dalam mengikuti kegiatan pembelajaran di sekolah dengan latar inklusif, bagaimana bentuk adaptasi kurikulum yang dilakukan di sekolah dengan setting inklusif, serta upaya apa yang dilakukan guru dalam mengatasi permasalahan belajar anak berkebutuhan khusus di sekolah dengan setting inklusif SD SemutSemut Kelapa Dua Depok. Rumusan masalah penelitiannya dijabarkan ke dalam beberapa pertanyaan penelitian tentang anak berkebutuhan khusus di SD Semut-Semut Kelapa Dua Depok sebagai berikut: (1) Bagaimana mekanisme untuk penanganan anak dengan gangguan sosial emosional? (2) Bagaimana bentuk kesulitan yang ada pada anak gangguan sosial emosional? (3) Bagaimana model adaptasi kurikulum yang diterapkan? dan (4) Bagaimana pelaksanaan program kegiatan pembelajaran ABK di sekolah inklusif?

METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang mengacu kepada paradigma naturalistik yaitu paradigma alamiah yang bersumber pada pandangan fenomenologis khususnya yang berkaitan dengan teori yang dikembangkan oleh Spradley. Pandangan ini bersandar pada gejala-gejala yang menampakan diri, dimana peneliti berusaha memahami arti peristiwa dan kaitan-kaitannya dalam situasi tertentu dari perilaku seseorang atau sekelompok orang yang berhubungan dengan pengembangan anak dengan gangguan sosial emosional di SD Semut-semut, Kelapa Dua, Depok.

PERSPEKTIF Ilmu Pendidikan - Vol. 30 No. 1 April 2016

35

Adaptasi Kurikulum Pendidikan ...

Dalam penelitian kualitatif ini, peneliti terlibat langsung di lapangan, melihat, mendengarkan, dan ikut berpartisipasi dalam berbagai kegiatan untuk mendapatkan kebenaran empiris secara Iangsung berkenaan dengan upaya pengembangan pembelajaran inklusif anak autisme di sekolah dasar. Hal ini sejalan dengan pendapat Muhajir bahwa salah satu ciri penelitian phenomenologik menuntut bersatunya subjek peneliti dengan subjek pendukung objek peneliti (Muhajir, 2000). Dari cara penelitian tersebut menurut Moleong, akan menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang atau perilaku yang dapat diamati. Melalui data empiris yang terkumpul diyakini akan dapat memberi jawaban permasalahan dalam penelitian ini (Moleong, 2000). Pemilihan metode kualitatif juga didasarkan atas pertimbangan bahwa dengan menggunakan penelitian kualitatif akan dapat memberikan jawaban secara rinci, seperti mengetahui dan menemukan bentuk pembelajaran inklusif anak-anak dengan gangguan sosial emosional dan upaya guru dalam melakukan pengembangan pembelajaran inklusif yang dilakukan di sekolah. Hal ini sesuai dengan pendapat Straus dan Corbin (2000): Qualitative methods can be used to uncover and understand what lies behind any phenomenon about which little is yet known, and can give the intricate details of phenomena that are difficult to convey with quantitative methods. Metode kualitatif dapat digunakan untuk mengungkapkan dan memahami apa yang menjadi latar belakang sebuah fenomena, dan dapat pula memberikan data secara terinci dari sebuah fenomena yang mungkin sulit diteliti dengan metode-metode kuantitatif. Penelitian ini tidak hanya mencari satu jawaban yang pasti dari pengembangan pembelajaran inklusif anak dengan gangguan sosial emosional di SD Semut-semut, Kelapa Dua, Depok, melainkan juga menghendaki jawaban yang lebih mendalam dan luas dari pertanyaan: “Bagaimanakah cara belajar anak autis di sekolah, emosi apa yang menyertai ketika anak belajar, cara apa yang digunakan guru dalam mengembangkan pembelajaran inklusif anak autis, dan model pengembangan pembelajaran inklusif anak dengan gangguan sosial emosional di SD Semutsemut, Kelapa Dua, Depok? “. Dengan kata lain, penelitian kualitatif yang dapat memberikan jawaban pertanyaan tersebut secara lengkap. Hal ini sesuai pula dengan pendapat Lacey dan Luff yang menyatakan: Qualitative Reseach is particularly good at answering the ‘why, ‘what, or ‘how’

36

PERSPEKTIF Ilmu Pendidikan - Vol. 30 No.1 April 2016

questions, such as; Why are some patient? What are the perceptions? How is the work? (Lacey, 2000) Hal yang sangat menarik dalam penelitian kualitatif ini adalah peneliti sebagai instrumen utama dan sebagai peneliti mandiri yang melaksanakan sendiri berbagai tugas. Pertimbangan terakhir dalam pemilihan metode penelitian adalah penelitian kualitatif ini sebagai langkah awal yang mempermudah jalannya penelitian lanjutan (tindakan kelas) di dunia pendidikan dasar khususnya untuk penanganan anak-anak dengan kebutuhan khusus di sekolah inklusif. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data yang berkaitan dengan proses pengembangan pembelajaran inklusif ABK di sekolah. Dengan fokus penelitian tentang upaya guru dalam mengembangkan pembelajaran inklusif yang meliputi pemberian contoh, bimbingan, pembiasaan, dan pelibatan siswa autisme dalam berbagai program kegiatan sekolah. Dalam hal ini peneliti akan melihat sejauh mana partisipasi guru dalam melakukan upaya pengembangan pembelajaran inklusif anak dengan gangguan sosial emosional di SD Semutsemut, Kelapa Dua, Depok di sekolah dan bentukbentuk sistem pembelajaran inklusif pada mereka. Adapun sumber data dalam penelitian ini adalah dengan gangguan sosial emosional dalam satu kelas, guru kelas, guru pendamping anak autis dan beberapa teman kelas, serta responden tertentu yang dianggap penting seperti kepala sekolah dan orang tua murid.

HASIL DAN PEMBAHASAN SD Islam Semut-semut Cimanggis, Depok adalah sekolah inklusif yang memberikan kepedulian pada anak-anak berkebutuhan khusus. Jumlah anak berkebutuhan khusus di sana berjumlah sekitar 28 anak dengan berbagai hambatan seperti tunarungu, tunagrahita atau mental retarded, speech delayed, kesulitan belajar, dan anak-anak dengan hambatan sosial emosional seperti anak dengan kasus ADD/ ADHD dan ASD. Adapun yang menjadi fokus penelitian adalah anak dengan hambatan sosial emosional seperti anak ADD/ ADHD dan ASD. Berdasarkan data yang diperoleh oleh peneliti, bahwa anak-anak dengan gangguan sosial emosional berjumlah 6 anak, selebihnya adalah tunarungu, tunagrahita atau mental retarded, speech delayed, dan kesulitan belajar. SD Semut-semut adalah sekolah dengan setting pendidikan inklusif, dengan

Adaptasi Kurikulum Pendidikan ...

memperhatikan kebutuhan individual masingmasing anak sesuai kemampuannya. Penanganan anak berkebutuhan khusus demikian pula dengan anak yang mengalami gangguan emosi dan sosial ditangani oleh Learning Support Departemant (LSD). LSD adalah unit yang mendukung anak-anak berkebutuhan khusus dalam bermain, berlatih, dan berinteraksi dengan temantemannya di SD Semut-semut, sehingga diharapkan dapat memperoleh berbagai keterampilan untuk berinteraksi dengan lingkungan sekitar. LSD adalah satu unit yang mendukung anak-anak istimewa di Sekolah Semut-semut untuk bermain, berlatih, belajar dan berinteraksi dengan teman-teman lainnya yang ada di lingkungan Sekolah Semut-semut maupun lingkungan tempat tinggalnya. LSD memiliki 11 guru pendamping yang melakukan pendampingan di kelas ataupun di ruang LSD; 2 koordinator yang terdiri dari ketua dan wakilnya yang memiliki background pendidikan S1 Psikologi dan terapi okupasi bertugas memimpin guru-guru pendamping di sekolah. Mereka berdua memiliki pengalaman menangani anak-anak di sekolah inklusif, membuat program dan melakukan kegiatan terapi buat anak-anak berkebutuan khusus. 1. Mekanisme penanganan anak dilakukan dalam beberapa hal sebagai berikut. Pertama, pengidentifikasian, yaitu kegiatan menemukenali anak-anak yang terindikasi mengalami masalah dalam berinteraksi, mengenal konsep, menerima pelajaran, berkomunikasi dan masalahmasalah lain yang tidak dapat ditangani hanya dalam kelas biasa, namun harus melakukan kegiatan penanganan di LSD. Informasi yang didapat biasanya melalui orangtua dan observasi awal, namun dapat juga dari informasi yang didapat dari guru setelah anak masuk dan bersekolah ternyata baru terlihat memiliki masalah-masalah dalam perkembangannya. Kedua, melakukan asesmen, kegiatan asesmen dilakukan untuk melihat lebih rinci kemampuan dan masalah yang dihadapi anak berkaitan dengan perilaku dan kemampuan awal anak. Kegiatan asesmen melibatkan guru koordinator, guru kelas, dan psikolog. Hasil asesmen menjadi informasi yang berharga bagi guru koordinator untuk membuat program untuk anak-anak. Target atau tujuan disesuaikan dengan masalah yang dihadapi anak-anak. Khusus untuk anak-anak yang memiliki masalah perilaku dan gangguan emosional, maka program yang dilakukan adalah mengembangkan kemampuan sosial dan interaksinya dengan

lingkungan. Anak dilatih untuk mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya, tanpa harus berupa kemampuan akademik. Tujuannya bukan prestasi akademik melainkan kompetensi lain yang bernilai yang dapat dibanggakan. Ketiga, program IEP, adalah program individual agar siswa mendapatkan perlakuan sesuai dengan kemampuan dan kebutuhannya. Program IEP dibuat oleh guru pendamping dengan mendapat arahan dari guru koordinator. Informasi pembuatan program IEP juga dari guru kelas dan kepala sekolah yang memahami kurikulum TK dan SD sesuai jenjangnya. Program IEP kemudian dilaksanakan oleh guru pendamping dibantu oleh guru kelas. Keempat, kegiatan kelas, anak-anak berkebutuhan khusus termasuk anak-anak dengan gangguan perilaku dan emosi, masuk dalam kegiatan kelas seperti anak-anak lainnya dan juga melakukan kegiatan sebagian waktunya di LSD. Kelima, kegiatan pengembangan, yaitu kegiatan buat anak-anak yang tujuannya mengembangkan potensi anak yang lain bukan pada kejaran prestasi akademik. Kegiatan tersebut berupa kegiatan olah tubuh seperti senam, berenang, bersepeda, wiraga (menari). Ada juga berupa kegiatan kesenian, seperti seni musik vokal, angklung, perkusi, biola dan kegiatan seni rupa berupa art, serta kegiatan life skill yaitu AKS, citra rasa kuliner, gardening, dan komputer. 2. Bagaimana bentuk kesulitan anak gangguan sosial emosional ? Anak-anak berkebutuhan khusus yang bersekolah di SD Semut-semut rata-rata mengalami masalah hambatan intelektual dengan IQ di bawah rata-rata yaitu antara 80 – 40. Anak dengan gangguan sosial emosional, secara umum mengalami masalah kurang dapat berinteraksi dengan teman dan guru. Masih fokus pada diri sendiri, mudah frustasi, kurang dapat mengendalikan emosinya saat frustasi, melakukan kebiasaan-kebiasaan sosial seperti mengambil makanan orang lain tanpa izin, berbicara sendiri tanpa tujuan, tersenyum sendiri, melamun, berteriak dan acuh saja pada orang yang menegur atau berdiri di dekatnya. Secara fisik mereka tidak memiliki masalah, rata-rata mereka sehat dan cukup asupan gizinya. Setiap hari mereka membawa snack dan makan siang sendiri, walau ada juga beberapa yang menggunakan fasilitas catering dari sekolah. Anak-anak yang mengalami gangguan sosial emosional, dikarenakan adanya gangguan autisme, ADHD, ADD dan ada

PERSPEKTIF Ilmu Pendidikan - Vol. 30 No. 1 April 2016

37

Adaptasi Kurikulum Pendidikan ...

yang dikarenakan masalah pola asuh. Meski mereka sering memperlihatkan perilaku yang menarik diri dari lingkungan dan asyik dengan dirinya, seperti anak autis, namun rata-rata jarang melakukan tindakan agresif yang dapat melukai orang lain. Kadang juga merajuk atau menangis karena sebab tertentu atau marah, namun masih bisa dikendalikan oleh guru kelas, ataupun guru pendampingnya. Selain masalah interaksi dan keterampilan sosial lainnya, anak-anak dengan gangguan sosial emosional, juga mengalami masalah penerimaan dalam pelajarannya. Beberapa anak dapat mengikuti pelajaran tertentu, namun beberapa pelajaran tidak dapat diterimanya dan membutuhkan modifikasi dalam kurikulumnya, seperti keluasan materi, tingkat kesulitan dan cara mengajarkannya Dalam hal komunikasi, anak juga mengalami masalah sehingga kurang memahami apa yang dibicarakan oleh teman-temannya. Kebanyakan anak belum dapat bermain bersama teman-teman di kelasnya, terbatas pada teman-teman yang ada di LSD. Anak membutuhkan arahan dan bimbingan agar dapat bersikap yang diterima oleh temantemannya. Konsentrasi juga sering tidak fokus dan mudah terganggu, juga sering melakukan hh al-hal yang tidak perlu, seperti memukulmukul pensil ke meja, berjalan mondar-mandir, bermain crayon, pensil, menggambar atau hal lain di luar kegiatan yang diminta. 3. Bagaimana model adaptasi kurikulum yang diterapkan? Model adaptasi kurikulum yang diterapkan masih belum sepenuhnya menggunakan model pendidikan inklusif. Anak berkebutuhan khusus di Semut-semut rata-rata berada di kelas reguler antara 50% s/d 75%, sebagian waktu lainnya adalah di kelas LSD, dan belajar secara individual atau sekitar 3 – 4 anak. Adapun adaptasi kurikulum dilihat dari kemampuan yang ada pada anak, itulah yang akan dikembangkan, meski kemampuan tersebut masih terbatas. Sementara kemampuan-kemampuan lain yang belum berkembang, guru tidak memaksakan anak untuk melakukannya. Anak-anak yang memang belum dapat beradaptasi di kelas reguler, maka program yang diperuntukkan untuknya adalah mengembangkan aspek-aspek sosial dan pembekalan calistung untuk persiapan di kelas reguler. 4. Bagaimana pelaksanaan program kegiatan pembelajaran ABK di SD Semut-semut Cimanggis, Depok?

38

PERSPEKTIF Ilmu Pendidikan - Vol. 30 No.1 April 2016

Adapun program kegiatan LSD adalah sebagai berikut: (a) Program Terapi, (b) Program IEP, (c) Program Remedial, (d) Program KBI Kecil dan KBI Besar, serta (e) Program Pengembangan. Program terapi tidak diwajibkan oleh semua anak dan merupakan pilihan bagi orangtua. Rata-rata mereka memang masih mengikuti terapi, namun ada yang melakukannya di luar sekolah dan setelah pulang sekolah. Waktu terapi dilakukan setelah anak selesai jam sekolahnya, namun ada juga siswa di luar sekolah Semut-semut yang mengikuti program terapi dan biasanya mereka lakukan sebagai persiapan untuk masuk ke sekolah semut-semut. Mengingat peminat siswa ke sekolah Semutsemut cukup banyak, maka siswa baru dikenakan waiting list, demikian juga anak berkebutuhan khusus. Anak-anak berkebutuhan khusus yang belum dapat masuk, dapat ikut dalam kegiatan di LSD. Program terapi di LSD adalah Terapi Okupasi, Motorik Halus, SI, Behavior, AKS, dan Terapi Wicara. Program terapi dijalankan oleh 2 koordinator LSD. Program IEP, dilaksanakan oleh LSD dengan melibatkan koordinator, wali kelas dan guru pendamping. IEP adalah kepanjangan dari Individual Educational Program, atau dimaksudkan sebagai program pendidikan individual. IEP adalah program yang dirancang untuk memfasilitasi kebutuhan anak berkebutuhan khusus mengingat kemampuan anak tidak bisa disamakan dengan usia kronologisnya, baik berkaitan dengan kemampuannya maupun gaya belajarnya dan juga disesuaikan dengan karakteristik kebutuhannya yang istimewa. Program remedial, adalah program pembelajaran yang bersifat pengulangan dan diperuntukkan bagi mereka yang membutuhkan pengulangan materi dan tidak cukup dengan apa yang disampaikan di kelas regulernya. Program remedial, disesuaikan dengan materi apa yang diperlukan siswa untuk dilakukan remedial sehingga masing-masing anak akan berbeda dan bersifat individual. Kegiatan remedial dilakukan di ruang LSD, dan dilakukan oleh guru pendampingnya. Program KBI Kecil dan KBI Besar, adalah singkatan dari Program kelas Bintang Indonesia. Program tersebut terdiri dari KBI Kecil yaitu program persiapan dimana siswa berada di kelas LSD yang mempersiapkan anak-anak berkebutuhan khusus untuk masuk di kelas reguler bersama anak-anak lainnya. Program persiapan disesuaikan dengan kebutuhan anak sebagai bentuk bekal masuk ke kelas regulernya. Kelas persiapan masuk ke kelas reguler

Adaptasi Kurikulum Pendidikan ...

bukan berdasarkan kematangan secara akademis, namun dilihat umur dan kuota di kelas regulernya, mengingat ada ketentuan dan pertimbangan lain di dalan satu kelas reguler ada berapa anak berkebutuhan khusus. KBI besar merupakan program yang dilakukan pada akhir semester 1 atau semester 2 dan untuk melatih kemampuan beradaptasi terhadap orang dewasa baru dan teman-teman kecil kelas reguler untuk mendapatkan tauladan yang lebih baik. Prioritas utama bukan nilai atau hasil akhir, melainkan proses dimana teman-teman KBI dapat mengembangkan atau terstimulasi perkembangan mereka dari berbagai macam aspek. Program Pengembangan dibagi dalam berbagai kategori yaitu: (a) mampu didik: teman-teman yang dapat mengikuti materi pelajaran di kelas reguler, sesuai dengan kompetensi siswa; (b) mampu latih: teman-teman yang tidak dapat mengikuti materi pelajaran di kelas reguler; (c) teman kecil istimewa dapat dikatakan mampu didik atau mampu latih. Kategori ini dilihat dari hasil evaluasi belajar yang sudah berjalan dan juga hasil Tes IQ anak. Program pengembangan yaitu kegiatan (a) olah tubuh: olah raga, berenang, bersepeda, dan wiraga (menari); (b) seni musik: vokal, angklung, perkusi, dan biola; (c) seni rupa: art; serta (d) life skill: AKS, citra rasa kuliner, gardening, dan komputer.

PENUTUP Kesimpulan Maraknya kepedulian sekolah untuk menerima anak berkebutuhan khusus memang harus dibarengi dengan semangat untuk memberi bantuan kepada mereka dengan cara yang tepat. Banyak model yang dilakukan sekolah dalam melakukan modifikasi kurikulum untuk tiap anak dengan memperhatikan kebutuhan, keunikan dan kekuatannya. Adaptasi kurikulum yang dilakukan di SD Semut-semut dapat menjadi salah satu model penanganan anak berkebutuhan khusus di Sekolah Dasar. Adaptasi kurikulum yang dilakukan di sekolah, telah menjadi sistem yang cukup signifikan dalam mengembangkan kemampuan individu anak dengan gangguan sosial emosional di SD Semutsemut. Mengingat ini adalah sebuah penelitian kualitatif, yang tidak bisa di generalisasi, namun ke depan diharapkan dapat menjadi awal untuk

penelitian lebih lanjut seperti riset pengembangan model atau eksperimen, untuk menjadikan adaptasi kurikulum sebagai sebuah model yang dapat di lakukan di Sekolah-sekolah dasar di Indonesia baik Negeri maupun Swasta. Saran Keterlibatan pemerintah, orangtua, masyarakat sangat penting dalam mewujudkan pendidikan inklusif yang ramah untuk semua, juga mengembangkan sistem pendidikan yang dapat memberi jalan keluar bagi pendidikan anak berkebutuhan khusus dimanapun berada. Pemerintah, sebagai pembuat kebijakan, dapat berkontribusi baik moril dan meteriil, dan pro pada peningkatan pendidikan anak-anak berkebutuhan khusus di Indonesia. Membuat kebijakan pada sistem kurikulum anak berkebutuhan khusus dalam latar inklusif, bagaimana pelaksanaan ujian nasional dan hal-hal yang berkaitan dengan kebijakan lainnya.

DAFTAR PUSTAKA Beauchamp, G.A. (1968). Curriculum theory. Willmette, Illionis: The KAAG Press. 1968. Bogdan, R.C. (1992). Qualitative research for education: An introduction to theory and methods. Boston: Allyn and Bacond. Daley, C., Klein., & Tesser. (2004). Adapting early childhood curricula for children in inclusive setting. New Jersey: Pearson Merril Prentice. Gagne, R.M. & Harlen. (1990). Principles of instructional design. New York: Rinehort and Winston. Hall, G.E. & Jones, H.L. (1976). Competency-based education: A process for the improvement of education. Englewood Cliffs, NJ: Prentice-Hall, Inc. Hallahan & Kauffman. (1988). Exceptional children (Introduction to special education). London: Prentice Hall. Hidayat. (2009). Model pembelajaran yang ramah bagi semua anak dalam seting inklusif. Purwokerto: Seminar Nasional yang diselenggarakan oleh SD Al Irsyad Al Islamiyyah 02 Purwokerto 2009 Katalog Dalam Terbitan (KDT). (2007). UUD 1945. Jakarta: Visi Media. Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 78. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. 2003. Moleong, L.J. (2000). Metodologi penelitian kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosda Karya.

PERSPEKTIF Ilmu Pendidikan - Vol. 30 No. 1 April 2016

39

Adaptasi Kurikulum Pendidikan ...

Muhajir, N. (2000). Metodologi penelitian kualitatif. Yogyakarta: Rake Sarasin. Robert M, S., dkk. (1975). The exceptional child: A functional approach. New York: McGraw-Hill. Spradley, J. HAL. (1980). Participant observation. New

40

PERSPEKTIF Ilmu Pendidikan - Vol. 30 No.1 April 2016

York: Holt, Rinehart and Windson. Stainback, W. & Stainback, S. (1990). Support networks for inclusive schooling: Interdependent integrated education. Baltimoe: Paul H. Brookes.

Penelitian

ANALISIS KUALITAS BUKU PELAJARAN IPS SD Arifin Maksum & Juwita e-mail: [email protected] Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Universitas Negeri Jakarta Jalan Rawamangun Muka Jakarta Timur Abstrak: Saat ini banyak buku pelajaran yang beredar menyimpang dari isi materi yang sebagaimana mestinya. Pusat Perbukuan sebagai lembaga yang menerbitkan buku dari pemerintah hendaknya dapat memberikan contoh buku yang layak bagi siswa sehingga diadakannyalah penelitian ini. Penelitian ini dilakukan dimulai dari bulan Juni - November 2015 dengan objek penelitian buku pelajaran IPS kelas VI SD. Metode penelitian yang dilakukan yaitu analisis isi berupa daftar checklist mengenai indikatorindikator penilaian dari sebuah buku pelajaran. Hasil penelitian dari penelitian ini diharapkan akan menjadi pertimbangan dari layaknya sebuah buku pelajaran. Kata-kata Kunci: sumber belajar, buku teks, analisis kualitas

QUALITY ANALYSIS OF PRIMARY SCHOOL SOCIAL SCIENCE TEXTBOOK Abstract: Currently, many primary and secondary education textbooks are published and available in the market, but the quality does not meet the students’ needs. The Center for Textbook Development, Ministry of Education and Culture should produce textbook models to facilitate learning. This research conducted as from June through November 2015 examined Social Science textbooks for Grade VI Primary School. The research method used was content analysis and the data were collected by check list forms on the evaluation indicators of the textbooks. The result of the research is expected to become information for the appropriateness of textbooks. Keywords: learning resource, textbook,quality analysis

PENDAHULUAN Pendidikan merupakan hak bagi setiap warga negara Indonesia. Pendidikan wajib belajar yang saat ini di beberapa daerah menjadi 12 tahun menandakan bahwa Indonesia sedang serius dalam memajukan sumber daya manusia. Berkaitan dengan pendidikan, tidak terlepas dari adanya kegiatan belajar dan pembelajaran yang berkualitas tinggi menjadi tujuan pendidikan saat ini. Oleh karena itu, pemerintah membuat sebuah standar di dalam penyelenggaraan kegiatan belajar dan pembelajaran di semua jenjang. Guru sebagai pelaku utama dalam kelas yang berhubungan langsung dengan siswa sebaiknya dapat menyelenggarakan kegiatan belajar dan pembelajaran yang berkualitas. Salah satunya dengan menyediakan sumber belajar yang beranekaragam. Buku pelajaran merupakan salah satu sumber belajar yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan belajar dan pembelajaran. Buku pelajaran memegang peranan penting dalam kegiatan belajar dan pembelajaran karena menyampaikan materi kurikulum dalam mata pelajaran tertentu sehingga menjadi bagian sentral dalam suatu sistem pendidikan.

Bahkan buku pelajaran memiliki pengaruh yang besar terhadap prestasi belajar siswa, ini dapat dilihat dalam penelitian yang dilakukan oleh Supriadi (1997:37.57, dalam Supriadi, 2001: 46), dari studi yang dilakukan terhadap 867 SD dan MI di Indonesia mencatat bahwa tingkat kepemilikan siswa akan buku pelajaran di SD berkorelasi positif dan signifikan dengan hasil belajarnya sebagaimana diukur dengan Nilai Ebtanas Murni (NEM). Hal ini konsisten dengan studi tahun 1976 di Indonesia yang menunjukkan bahwa tingkat kepemilikan siswa akan buku dan fasilitas sekolah lainnya berkorelasi dengan prestasi belajarnya (World Bank, 1989:44, dalam Supriadi, 2001:46). Hal ini berarti bahwa semakin tinggi akses terhadap buku pelajaran, maka semakin tinggi pula hasil belajarnya. Akan tetapi buku pelajaran tersebut harus memiliki kualitas yang baik. Semakin baik kualitas buku pelajaran, maka semakin sempurna pengajaran mata pelajaran yang ditunjangnya. Buku yang baik adalah buku yang ditulis dengan menggunakan bahasa yang baik dan mudah dimengerti, disajikan secara menarik dilengkapi dengan gambar dan keteranganketerangannya, isi buku juga menggambarkan PERSPEKTIF Ilmu Pendidikan - Vol. 30 No. 1 April 2016

41

Analisis Kualitas Buku ...

sesuatu yang sesuai dengan ide penulisannya (Susetyo, 2010:164). Buku Sekolah Elektronik (BSE) merupakan buku-buku teks pelajaran yang telah dinilai kelayakan pakainya oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) dan telah ditetapkan sebagai buku teks pelajaran yang memenuhi syarat kelayakan untuk digunakan dalam pembelajaran melalui Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 46 Tahun 2007, Permendiknas Nomor 12 Tahun 2008, Permendiknas Nomor 34 Tahun 2008, dan Permendiknas Nomor 41 Tahun 2008. Tim penilai BSNP terdiri atas ahli bidang studi (dosen universitas nonkependidikan), ahli pembelajaran (dosen pendidikan bidang studi dari universitas kependidikan atau LPTK), guru mata pelajaran berpendidikan minimal S1 dengan pengalaman mengajarkan pelajaran dalam lima (5) tahun terakhir, dan ahli grafika. Tim penilai itu menilai buku dari empat komponen yaitu: kelayakan isi, kebahasaan, penyajian, dan kegrafikan. Setiap komponen dijabarkan beberapa subkomponen dan setiap subkomponen diturunkan lagi ke dalam butir-butir penilaian yang akan diberi skor oleh tim penilai (Muljono, 2007). Buku sebagai bahan ajar didefinisikan sebagai buku yang berisi suatu ilmu pengetahuan hasil analisis terhadap kurikulum dalam bentuk tertulis (Diknas, 2004 dalam Prastowo, 2011:167). Bukubuku yang dapat digunakan dalam proses belajar mengajar menurut Muslich (2010:24) dibedakan atas 7 jenis buku yaitu buku acuan,buku pegangan, buku teks/buku pelajaran, buku latihan,buku kerja, buku catatan, buku bacaan yang divisualisasikan sebagai berikut: Di sekolah dasar terdapat anatomi buku sekolah dasar (Supriadi, 2001:4) yang dapat digambarkan pada Gambar 1. Buku Teks Pokok Buku Teks

Buku Teks Pelengkap PBBA-SD

Buku SD

Buku Bacaan

Buku Sumber/ Pegangan Guru

Sumbangan/dibeli oleh sekolah PBBA-SD Sumbangan/dibeli oleh sekolah

Gambar 1. Anatomi Buku Sekolah Dasar

42

PERSPEKTIF Ilmu Pendidikan - Vol. 30 No.1 April 2016

Meskipun sudah dinilai kelayakan oleh BSNP, secara empiris ternyata masih banyak guru sebagai praktisi di dalam pembelajarannya tidak mempergunakan buku teks BSE tersebut sebagai salah satu bahan ajar. Guru di lapangan seringkali tidak merujuk pada kurikulum dalam perencanaan dan implementasi pembelajarannya tetapi pada buku pelajaran yang digunakan. Dengan demikian, jika mutu buku yang ada tidak memenuhi standar mutu, terutama dalam kaitannya dengan konsep dan aplikasi konsep (miskonsepsi, bahkan salah konsep), maka yang terjadi adalah buku tersebut akan menjadi sumber pembodohan, bukan sumber pencerdasan anak didik; tentunya hal ini sangat membahayakan dunia pendidikan. Masih banyak buku pelajaran yang belum dinilai dan memerlukan penilaian agar memenuhi standar yang ditetapkan, sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 dan Peraturan Menteri Nomor 22 dan 23 Tahun 2006. Buku pelajaran IPS dipilih untuk diteliti mengingat bahwa mata pelajaran IPS dirancang untuk mengembangkan kemampuan anak didik agar menjadi anggota masyarakat yang memiliki pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan analisis terhadap kondisi sosial masyarakat dalam memasuki kehidupan bermasyarakat yang dinamis. Selain itu juga diharapkan siswa memiliki sikap dan karakter sebagai warga negara, dan memiliki keterampilan berpartisipasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Mata pelajaran IPS disusun secara sistematis, komprehensif dan terpadu dalam proses pembelajaran menuju kedewasaan dan keberhasilan dalam kehidupan di masyarakat. Dengan pendekatan tersebut, siswa akan memperoleh pemahaman yang lebih luas dan mendalam pada bidang ilmu yang berkaitan sehingga kesalahan konsep dalam buku pelajaran IPS dapat berdampak pada peran anak didik nantinya berperilaku sosial di masyarakat. Dengan demikian, akan dilakukan analisis kelayakan buku pelajaran IPS terhadap standar isi KTSP di kelas VI SD dari terbitan Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional yang memang sebagai pemegang hak terbit buku sekolah elektronik. Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka penelitian ini berusaha menjawab: “Bagaimana kelayakan buku pelajaran IPS kelas VI SD terbitan Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional dilihat dari (1) kelayakan isi dan (2) kelayakan penyajian?” Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan khusus penelitian ini adalah untuk menganalisis secara keseluruhan kelayakan isi dan

Analisis Kualitas Buku ...

penyajian dari buku pelajaran IPS kelas VI SD terbitan Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.

METODE PENELITIAN Penelitian yang dilakukan adalah penelitian evaluatif. Menurut Sukmadinata (2010:120) penelitian evaluatif merupakan suatu desain dan prosedur evaluasi dalam mengumpulkan dan menganalisis data secara sistematik untuk menentukan nilai/ manfaat dari suatu praktik. Untuk meneliti faktafakta/data tersebut dituntut persyaratan yang harus dipenuhi, yaitu adanya kriteria, tolak ukur, atau standar, yang digunakan sebagai pembanding bagi data yang diperoleh, setelah data tersebut diolah dan merupakan kondisi nyata dari objek yang diteliti hal inilah yang ditekankan dalam penelitian evaluatifnya (Arikunto, 2010:37). Penelitian ini menggunakan metode deskriptif (evaluative study) yang dilakukan untuk menilai, mengetahui kualitas objek apakah objek yang diteliti sudah sesuai, kurang sesuai, atau tidak sesuai dengan kriteria (Arikunto, 2010:36) yang dalam penelitian ini berupa buku teks yang dilakukan secara objektif atau apa adanya. Selain itu karena menggunakan penelitian evaluatif, maka metode yang juga digunakan dalam penelitian ini adalah mixed methods research. Adapun data dalam penelitian ini berupa data kualitatif yang berwujud kata, kalimat, wacana, teks dari keseluruhan isi buku pelajaran yang diteliti serta data kuantitatif yang merupakan hasil penilaian kelayakan dalam buku pelajaran berupa persentase. Sumber data dalam penelitian disesuaikan dengan latar belakang dan tujuan penelitian. Sumber data adalah tempat data itu diambil atau diperoleh (Arikunto, 2010:172). Adapun sumber data untuk penelitian ini berupa buku pelajaran utama (buku paket) dari Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional. Pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini diawali dengan teknik dokumentasi. Menurut Arikunto (2010: 274), teknik dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, lengger, agenda, dan sebagainya. Teknik kedua yang digunakan untuk pengumpulan data hasil analisis kelayakan isi dan penyajian untuk mengungkap kualitas isi buku pelajaran. Pengumpulan data menggunakan dua macam bentuk instrumen penelitian. Pertama, daftar cocok

(checklist). Peneliti sebagai analis atau instrumen menggunakan daftar cocok atau checklist untuk mengumpulkan data yang memiliki pedoman pengamatan. Kedua, untuk pemberian skor terhadap buku pelajaran yang dianalisis peneliti memberikan indikator nilai penskoran. Indikator yang digunakan untuk menganalisis adalah kelayakan isi dan penyajian. Penilaian kelayakan buku ini sesuai dengan Permen Nomor 2 Tahun 2008 Buku 8, Permen 11 Tahun 2005 (Pusat Perbukuan, 2005 dalam Muslich, 2010: 357-362). Kelayakan isi, meliputi komponen: (1) kesesuaian uraian materi dengan SK dan KD, (2) Keakuratan materi, dan (3) pendukung materi pembelajaran. Analisis data hasil penelitian menggunakan pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Dari pendekatan kualitatif, jika pengumpulan informasi melalui dokumen, maka teknik yang dapat digunakan adalah teknik analisis dokumen, yang biasa disebut analisis isi (content analysis). Analisis isi itu sendiri merupakan sebuah teknik penelitian untuk membuat inferensi-inferensi dengan mengidentifikasi secara sistematik dan objektif karakteristik-karakteristik khusus dalam sebuah teks (Stone, dkk., 1965:5 dalam Krippedorf, 1991: 19). Kegiatan analisis ditujukan untuk mengetahui makna, kedudukan dan hubungan antara berbagai konsep, kebijakan, program, kegiatan, peristiwa yang ada atau yang terjadi, untuk selanjutnya mengetahui manfaat, hasil atau dampak dari hal- hal tersebut (Sukmadinata, 2010:81-82).

HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Data Buku yang akan diteliti berjudul Ayo Belajar sambil Bermain: Ilmu Pengetahuan Sosial untuk kelas VI SD penerbit Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional oleh SW Widodo dan Mulyadi HP. Buku akan dianalisis dengan meninjau kelayakan isi dan kelayakan penyajian. Kelayakan isi akan melihat pada kesesuaian uraian materi dengan SK dan KD, keakuratan materi, serta materi pendukung pembelajaran. Sedangkan kelayakan penyajian melihat pada teknik penyajian, penyajian pembelajaran, dan kelengkapan penyajian. 1. Kesesuaian Materi Pembelajaran dengan SK-KD Buku pelajaran belum mencantumkan mengenai kompetensi yang ingin dicapai sehingga tidak dapat diperiksa mengenai kompetensi yang ada di buku apakah sudah sesuai dengan yang ada di kurikulum. Hal yang dapat dilakukan hanya dengan memeriksa kesesuaian materi dengan SK-KD yang ada dalam kurikulum. Tabel 1 berikut ini akan disajikan mengenai PERSPEKTIF Ilmu Pendidikan - Vol. 30 No. 1 April 2016

43

Analisis Kualitas Buku ...

keluasan materi dan kedalaman materi. Tabel 1. Penilaian Kesesuaian Uraian Materi dengan SK-KD No

Aspek yang Dinilai

Nilai (%)

1

Keluasan materi

75

2

Kedalaman materi

75

Pada aspek keluasan materi dan kedalaman materi memiliki skor 75% karena satu KD tidak dijelaskan dalam buku, semua KD dimuat dalam materi, contoh, maupun latihan terkecuali KD 2.2 yang meminta siswa dapat mengenal cara-cara menghadapi bencana alam. Buku sudah menjabarkan secara meluas mengenai konsep-konsep yang perlu dipelajari kecuali KD 2.2. Di dalam buku, hanya disajikan mengenai berbagai bencana alam, memahami bencana alam, dan hikmah bencana alam. Buku telah menjelaskan materi sesuai dengan kata kerja operasional dalam KD yang sesuai dengan kompetensi yang diminta sehingga hasil belajar siswa dapat lebih berfokus pada kompetensi yang diinginkan. 2. Keakuratan Materi Tabel 2 berikut menyajikan hasil penilaian keakuratan materi. Tabel 2. Penilaian Keakuratan Materi No

Aspek yang Dinilai

Nilai (%)

1

Keakuratan fakta dan konsep

100

2

Keakuratan ilustrasi

100

Pada buku telah akurat dalam pemilihan materi karena materi yang disajikan sedang hangat dibicarakan (aktual), menyebutkan sumber yang jelas serta sesuai dengan tingkat perkembangan dan pemahaman peserta didik. Di dalam pemberian ilustrasi cenderung bersifat konkret terkecuali untuk ilustrasi mengenai bagian Lempeng Tektonik dan hal-hal yang sulit difoto secara langsung seperti pada Gambar 2.

Gambar 2. Contoh ilustrasi yang bukan konkret 44

PERSPEKTIF Ilmu Pendidikan - Vol. 30 No.1 April 2016

3. Materi Pendukung Pembelajaran Hasil penilaian materi pendukung pembelajaran seperti tersaji pada Tabel 3 berikut. Tabel 3. Penilaian Materi Pendukung Pembelajaran No

Aspek yang Dinilai

Nilai (%)

1

Kesesuaian dengan perkembangan ilmu

100

2

Keterkinian fitur, contoh dan rujukan.

100

3

Kontekstual

100

Materi yang ada dalam buku telah sesuai dengan perkembangan ilmu karena contoh-contoh yang diberikan semuanya memiliki kemutakhiran yang baik yaitu kejadian 5 tahun terakhir. Kalaupun menjelaskan seperti kejadian gunung Krakatau di tahun 1883 hanya sebagai perbandingan bahwa ada peristiwa yang paling dahsyat terjadi. Fitur, contoh, serta rujukan yang digunakan berada pada tahun 2005, 2006, 2007 dan 2008. Daftar pustaka yang dirujuk juga berada pada tahun 2007/2008. Uraian, contoh dan latihan yang disajikan berasal dari lingkungan terdekat dan akrab dengan kehidupan sehari-hari siswa seperti banjir, longsor, ataupun kalau terdapat contoh seperti tsunami diberikan ilustrasi konkret seperti apa kejadian tsunami sehingga siswa dapat membayangkannya sekalipun tidak merasakannya. 4. Teknik Penyajian Hasil penilaian teknik penyajian seperti tersaji pada Tabel 4 berikut. Tabel 4. Penilaian Teknik Penyajian No

Aspek yang Dinilai

Nilai (%)

1

Keruntutan konsep

100

2

Kekonsistenan sistematika

100

3

Keseimbangan antar bab

100

Konsep dipelajari siswa dimulai dari yang mudah hingga sulit dan setiap bab didahului dengan kuis untuk mengetahui kemampuan awal siswa dalam penguasaan materi. Semua bab dimulai dari pendahuluan, isi, penutup berupa ringkasan, maupun evaluasi. Semua bab disajikan dengan jumlah halaman yang proporsional sesuai dengan SK-KD yang diminta dikarenakan kompetensi berkisar pada kompetensi yang rendah yaitu hanya menjelaskan maka jumlah halaman semuanya seimbang. 5. Penyajian Pembelajaran Hasil penilaian penyajian pembelajaran seperti tersaji pada Tabel 5 berikut. Tabel 5. Penilaian Penyajian Pembelajaran

Analisis Kualitas Buku ... No

Aspek yang Dinilai

Nilai (%)

1

Berpusat pada peserta didik.

100

2

Mengembangkan keterampilan proses.

100

3

Memperhatikan aspek keselamatan kerja

4

Variasi penyajian

0 100

Semua materi, contoh, dan latihan telah mendukung keaktifan siswa misal siswa diberikan kuis berupa teka-teki silang di awal pembelajaran seperti pada Gambar 3 berikut.

Daftar pustaka beragam dan mutakhir dimulai tahun 2007-2008. Di semua bab memiliki rangkuman dan peta konsep. Di semua bab memiliki evaluasi berupa soal dan tugas. Terdapat banyak ilustrasi dan sedikit teks sesuai dengan kaidah siswa kelas tinggi yang dapat diberikan materi pembelajaran dengan banyak teks. Setiap peristiwa atau penjelasan selalu disertai dengan ilustrasi yang berwarna dan konkret. Hasil penilaian kelengkapan penyajian seperti tersaji pada Tabel 6 berikut. Tabel 6 Penilaian Kelengkapan Penyajian No

Gambar 3. Contoh kuis Penyajian dan pembahasan lebih menekankan pada keterampilan proses (berpikir dan psikomotorik) sesuai dengan kata kerja operasional pada SK/ KD, bukan hanya pada perolehan hasil akhir. Pola pembelajaran yang diberikan dalam buku yaitu pertama, siswa diberikan soal kuis, kemudian materi pembelajaran baru diberikan setelah itu siswa diberikan rangkuman serta soal latihan dan tugas untuk mengukur penguasaan belajar. Siswa tidak hanya diberikan tipe soal yang text book melainkan ada tugas berupa proyek. Karena ini bukan mata pelajaran IPA sehingga tidak memperhatikan keselamatan kerja karena semua tugas yang diberikan tidak ada yang melakukan percobaan dengan benda berbahaya. Materi disajikan dengan berbagai metode misal siswa diminta mengisi teka teki silang, menjodohkan, jawaban singkat serta disertasi dengan ilustrasi yang berwarna. 6. Kelengkapan Penyajian Di dalam setiap bab buku sudah menjelaskan mengenai sistematika dan cara belajar siswa tetapi belum mencantumkan kompetensi yang ingin dicapai oleh siswa sehingga perlu ditambahkan baik sebelum pendahuluan atau di dalam pendahuluan sehingga guru maupun orang tua dapat mengetahui kompetensi yang akan dicapai oleh siswa. Buku sudah menunjukkan bagian lengkap karena terdapat daftar isi, daftar gambar, daftar lampiran, dan daftar tabel. Glosarium pun diberikan dalam buku meskipun diletakkan di bagian akhir buku dan ditulis secara sistematis berdasarkan abjad.

Aspek yang Dinilai

Nilai (%)

1

Pendahuluan

100

2

Daftar Isi

100

3

Glosarium

100

4

Daftar Pustaka

100

5

Rangkuman dan Peta Konsep (khusus kl. 4 ke atas)

100

6

Evaluasi

100

7

Proporsi gambar dan teks yang tepat

100

8

Ilustrasi yang mendukung pesan

100

Pembahasan Berdasarkan hasil deskripsi data terlihat bahwa buku telah menunjukkan kelayakan isi dan penyajian yang sangat baik untuk diberikan ke siswa. Hal ini bisa disebabkan karena buku yang diteliti diterbitkan oleh Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional sehingga telah melalui uji kelayakan yang baik. Hanya saja yang perlu ditambahkan dalam buku yaitu mengenai KD 2.2 yang belum dibahas sama sekali dalam buku pelajaran sehingga perlu ditambahkan. Akan sangat berbahaya jika KD tersebut tidak tertuang dalam materi pembelajaran karena membuat siswa akan kehilangan satu kompetensi yang semestinya harus dikuasai. Dampaknya akan pada ujian akhir ketika keluar soal ujian mengenai hal tersebut, siswa bisa saja tidak mampu menjawabnya karena tidak ada dalam buku pelajaran. Terkecuali jika guru dapat melengkapi kekurangan yang ada dalam buku dan sekaligus mengetahui kekurangan dari buku. Tetapi tidak semua guru akan menyadari hal tersebut sehingga seyogianya buku perlu disusun sesuai dengan kurikulum yang ada. Seperti yang telah dikemukakan, buku pelajaran berfungsi sebagai bahan referensi atau bahan rujukan oleh peserta didik sehingga kelengkapan materi merujuk pada kurikulum yang berlaku mutlak diperlukan, sebagai bahan evaluasi karena di setiap akhir bab disediakan soal latihan dan tugas tetapi buku ini belum memberikan kunci jawaban sebagai umpan balik jawaban siswa sehingga PERSPEKTIF Ilmu Pendidikan - Vol. 30 No. 1 April 2016

45

Analisis Kualitas Buku ...

bantuan guru dibutuhkan dalam memberikan penguatan pada siswa atas jawaban yang diberikan, c) sebagai alat bantu pendidik dalam melaksanakan kurikulum, serta d) sebagai salah satu penentu metode atau teknik pembelajaran yang akan digunakan pendidik. Jadi pada dasarnya sebuah buku pelajaran sebaiknya memiliki fungsi sebagai bahan rujukan dan membantu memperlancar tugas akademik guru dan memperlancar efektivitas kegiatan pembelajaran. Sehebat apapun media atau sumber belajar yang dibuat oleh sekolah maupun lembaga pendidikan pada umumnya, keberadaan buku sebagai sumber belajar tidak dapat tergantikan oleh apapun. Sifatnya yang murah, dapat dipakai berulang kali, mudah dibawa menjadi pilihan utama bagi siswa dan guru dalam kegiatan pembelajaran. Sekolah hendaknya selektif dalam memilih buku teks pelajaran yang akan digunakan siswa tidak tertutup kemungkinan banyak pihak-pihak swasta yang turut berperan serta dalam menerbitkan buku pelajaran. Banyak kasus terjadi belakangan ini yang terjadi di buku-buku pelajaran yang diterbitkan swasta seolah-olah lolos dari pengawasan pemerintah. Pengetatan peraturan berkaitan dengan penerbitan buku pelajaran menjadi wajib diperlukan karena peredaran buku yang bebas akan menyebabkan buku menjadi mudah untuk diterbitkan misal ketika membuat ISBN proses yang diperlukan mudah, hanya melampirkan cover buku serta daftar isi maka buku dapat keluar tanpa dilihat terlebih dahulu naskah keseluruhan dari sebuah buku.

PENUTUP Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian didapatkan kesimpulan bahwa aspek keluasan dan kedalaman materi dikategorikan baik dengan skor 75% karena untuk KD 2.2 tidak dijelaskan dalam materi pembelajaran, contoh, maupun latihan. Aspek keakuratan materi dikategorikan sangat baik dengan skor 100% dalam hal keakuratan fakta dan konsep serta keakuratan ilustrasi. Aspek materi pendukung pembelajaran dikategorikan sangat baik dengan skor 100% dalam hal kesesuaian dengan perkembangan ilmu; keterkinian fitur, contoh dan rujukan; serta kontekstual. Aspek teknik penyajian dikategorikan sangat baik dengan skor 100% dalam hal keruntutan konsep, kekonsistenan sistematika, dan keseimbangan antarbab. Aspek penyajian pembelajaran dikategorikan sangat baik dengan skor 100% dalam hal berpusat pada peserta didik dan mengembangkan keterampilan proses. Sedangkan 46

PERSPEKTIF Ilmu Pendidikan - Vol. 30 No.1 April 2016

untuk aspek kelengkapan penyajian dikategorikan sangat baik dengan skor 100% dalam hal pendahuluan, daftar isi, glosarium, daftar pustaka, rangkuman dan peta konsep, evaluasi, proporsi gambar dan teks yang tepat, serta ilustrasi yang mendukung pesan. Saran Berdasarkan kesimpulan di atas, saran yang diberikan dalam penelitian ini sebagai berikut. Di dalam kelayakan isi, perlu lebih diperhatikan kelengkapan kurikulum SK-KD yang dilihat. Dikarenakan kurikulum itu penting maka perlu diperhatikan isi materi pembelajaran agar mengacu pada SK-KD yang berlaku. Di dalam buku diberikan kompetensi yang ingin dicapai oleh siswa sehingga guru maupun orang tua dapat memeriksa materi pembelajaran apakah sudah sesuai dengan kompetensi yang diinginkan. Di dalam pendahuluan yang ada di setiap bab sebaiknya tidak hanya memuat cara belajar siswa dan sistematika subbab. Di setiap bab sebaiknya diberikan umpan balik hasil evaluasi yang dikerjakan oleh siswa sehingga tngkat ketergantungan dengan guru akan semakin minim.

DAFTAR PUSTAKA Arikunto, S. (2010). Prosedur penelitian suatu pendekatan praktik. Jakarta: Rineka Cipta. Krippendorff, K. (1991). Analisis isi pengantar teori dan metodologi diterjemahkan oleh Farid Wajidi dari Content analysis: Introduction to its theory and methodology. Jakarta: CV. Rajawali. Muslich, M. (2010). Text book writing: Dasar-dasar pemahaman, penulisan, dan pemakaian buku teks. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 11 Tahun 2005 Tentang Buku Pelajaran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 3 Tahun 2008 Tentang Buku Prastowo, A. (2011). Panduan kreatif membuat bahan ajar inovatif. Yogyakarta : DIVA Press. Sukmadinata, N. S. (2010). Metode penelitian pendidikan. Bandung: PT Rosdakarya Offset. Supriadi, D. (2001). Anatomi buku sekolah di Indonesia. Yogyakarta : Adicita Karya Nusa. Susetyo. (2010). Penelitian kuantitatif dan penelitian tindakan kelas. Bengkulu: FKIP UNIB.

Penelitian

PROFIL GOOGLE SCHOLAR DOSEN UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA BERBASIS WEBOMETRICS Azkia Muharom Albantani e-mail: [email protected] Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Jalan Ir. Haji Juanda No.95 Ciputat, Tangerang Selatan Abstrak: Penelitian ini dilakukan dengan tujuan mendapatkan gambaran tentang profil dosen berbasis webometrics; mendapatkan gambaran tentang fasilitas UIN Jakarta berbasis webometrics; dan mendapatkan gambaran tentang profil dosen dalam Google Scholar. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei, terutama dalam menjaring responden sebagai sumber data. Dalam penyajian data, penelitian ini menggunakan metode deskriptif analisis, yaitu menggambarkan hasil penelitian yang diperoleh dari survei mengenai Profil Dosen FITK berbasis Google Scholar. Penelitian dilakukan dalam kurun waktu 6 bulan (1 April – 31 September 2015). Daftar Urut Kepangkatan (DUK) menunjukkan bahwa jumlah dosen tetap PNS FITK UIN Jakarta sebanyak 163 orang. Namun setelah dilakukan studi pelacakan, hanya 35 dosen yang baru memiliki profil dalam Google Scholar. Dari 35 dosen tersebut, baru 19 orang yang memiliki nilai dalam kutipan, h-index, dan h20-index. Prof. Dr. Abuddin Nata, MA merupakan dosen terproduktif dan paling banyak dikutip versi Google Scholar di lingkungan FITK UIN Jakarta. Karya-karya ilmiahnya sudah dikutip 1600-an kali di dalam karya ilmiah lain. Beliau juga memiliki nilai h-index tertinggi yaitu 17 (tujuh belas) dan nilai i10-index tertinggi yaitu 21 (dua puluh satu). Kata-kata Kunci: profil dosen, google scholar, webometrics

GOOGLE SCHOLAR PROFILE OF LECTURERS BASED ON WEBOMETRICS AT UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA Abstract: This research aims to obtain an overview of the profiles of lecturers based on webometrics, a general description of webometrics-based facilities at UIN Jakarta, and the profiles of the lecturers on Google Scholar. The method used in this study is a survey method, especially in taking the respondents as a data source. In presenting the data, this study uses descriptive analysis method which illustrates the results obtained from the survey of the profiles of FITK (Faculty of Education and Teachers Training) lecturers on Google Scholar. The study was conducted within a period of 6 months (April 1st to September 31st, 2015). List of Ranks shows the number of permanent lecturers (civil servants) of FITK UIN Jakarta is 163 lecturers. Nevertheless, after conducting a tracking study, there are 35 lecturers only who already have a profile account on Google Scholar. Out of 35 lecturers, only 19 lecturers have values in citations, h-index, and h20-index. Prof. Dr. Abuddin Nata, M.A. is the most prolific and most widely cited lecturer on Google Scholar in the Faculty of Education and Teachers Training (FITK) of UIN Jakarta. His scientific works have been cited 1600 times in other works. He has also the highest h-index value, 17 (seventeen), and the highest i10-index, 21 (twenty one). Keywords: profile of lecturer, google scholar, webometrics

PENDAHULUAN Reformasi pendidikan yang diawali dengan kebijakan otonomisasi pada satuan pendidikan, dan berujung pada perluasan kewenangan guru dalam mengembangkan pembelajaran yang digerakkan sejak akhir abad ke-20 telah berpenetrasi pada semua aspek pendidikan, bahkan PP No. 19 tahun 2005, tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP),

mengamanahkan untuk dilakukan standarisasi delapan aspek pendidikan, yakni isi kurikulum, rumusan kompetensi lulusan, pendidikan tan tenaga kependidikan, proses pembelajaran, sarana dan prasarana pendidikan, pembiayaan, penilaian, dan pengelolaan. Proses pendidikan terus berkembangan seiring dengan perkembangan zaman kehidupan manusia, terutama berkaitan dengan perkembangan teknologi. PERSPEKTIF Ilmu Pendidikan - Vol. 30 No. 1 April 2016

47

Profil Google Scholar ...

Perkembangannya yang sangat pesat mengubah hampir semua hal dalam proses pendidikan. Banyak sekali hal positif dari perkembangan teknologi untuk menghasilkan pendidikan yang efisien dan efektif. Tuntutan global menuntut dunia pendidikan untuk selalu senantiasa menyesuaikan perkembangan teknologi terhadap usaha dalam meningkatkan mutu pendidikan, terutama penyesuaian penggunaan Teknologi Informasi dan Komunikasi bagi dunia pendidikan (Rusman, 2012). Meningkatnya kebutuhan akan informasi mendorong manusia untuk mengembangkan teknologi-teknologi baru agar pengolahan data dan informasi dapat dilakukan dengan mudah dan cepat. Salah satu teknologi yang sedang berkembang dengan pesat saat ini adalah teknologi informasi/komputer dan teknologi internet. Dengan adanya internet akan mempermudah dan mempercepat proses pengolahan data, mencari informasi dan lain-lain. Universitas sebagai jenjang pendidikan tertinggi juga dituntut meningkatkan kualitas proses pendidikan dengan melalui ranking webometrics. Hal ini tentu merupakan pekerjaan rumah yang sangat besar bagi para tenaga pendidik dan tenaga kependidikan dalam rangka meningkatkan proses pendidikan berbasis teknologi informasi dan komunikasi. Dari tahun ke tahun, ranking Webometrics UIN Jakarta selalu mengalami peningkatan. Dilansir dari situs http://www.webometrics.info yang mereview ribuan situs-situs universitas di dunia tersebut, pada Januari 2015 UIN Jakarta menempati ranking 1 dari seluruh PTKIN di Indonesia, ranking 20 dari seluruh universitas yang ada di Indonesia, dan ranking 2294 universitas dunia (Redaksi UIN News, 2015). Dosen sebagai peneliti merupakan orang yang melakukan aktivitas dengan menggunakan metode ilmiah dalam memperoleh pengetahuan. Peneliti dalam hal ini juga termasuk dalam hal membimbing mahasiswa untuk membuat karya ilmiah seperti Tugas Akhir, Skripsi, Tesis, Disertasi maupun jurnal ilmiah. Kualitas dosen sebagai peneliti dilihat dari kualitas karya tulis ilmiah yang dihasilkan. Untuk menghasilkan karya ilmiah yang berkualitas dibutuhkan sumber-sumber yang valid dan up to date. Salah satu cara untuk mendapatkan sumbersumber ilmiah yang up to date adalah dengan menelusuri situs-situs yang menyediakan tulisan ilmiah dan bersertifikasi. Pada media online, informasi perkembangan ilmu pengetahuan terbaru terjadi dengan sangat cepat. Di sisi lain, situs online digunakan oleh dosen untuk menyebarkan informasi 48

PERSPEKTIF Ilmu Pendidikan - Vol. 30 No.1 April 2016

hasil penelitian. Jadi, di situs tersebut terjadi proses: ada yang menambah koleksi karya ilmiah dan ada yang mengambil/memanfaatkan karya ilmiah tersebut. Situs karya ilmiah ada yang berfungsi sebagai pintu gerbang atau ada yang merupakan rumah dari karya ilmiah tersebut. Situs yang berfungsi sebagai pintu gerbang hanya menunjukkan jalan menuju rumah karya ilmiah, sedangkan situs karya ilmiah menampung tulisan ilmiah. Beberapa contoh situs yang berfungsi sebagai pintu gerbang atau directory adalah Google Scholar atau Google Cendekia, DOAJ (Directory of Open Access Journals), dan Garuda Dikti. Seluruh dosen tetap UIN Jakarta sudah difasilitasi email dengan domain uinjkt. Namun, kenyataannya di lapangan masih banyak dosen yang lebih memilih menggunakan email tanpa afiliasi dengan alasan privasi dan sudah sejak lama digunakan. E-mail dengan domain uinjkt bekerjasama dengan perusahaan google yang menyediakan fasilitas Google Cendekia. Fasilitas tersebut memudahkan pemilik akun untuk mengetahui berapa banyaknya sitasi yang dilakukan untuk seluruh karya ilmiah yang dimilikinya. Fasilitas tersebut juga merupakan salah satu penilaian yang digunakan untuk memberikan peringkat webometric perguruan tinggi. Pada tahun 1997 ditemukan sebuah metode metric baru dan diberi nama dengan webometrics. Metode ini dideskripsikan sebagai sebuah studi tentang seluruh komunikasi berbasis jaringan komputer (termasuk world wide web) dengan menggunakan metode informetrics. Informetrics adalah studi tentang aspek-aspek kuantitatif dari informasi. Ini termasuk produksi, publikasi dan penggunaan semua bentuk informasi, terlepas dari bentuk atau asal. Dengan demikian, informetrics meliputi bidang: (1) Scientometrics, yang mempelajari aspek kuantitatif ilmu; (2) Webometrics, yang mempelajari aspek-aspek kuantitatif dari World Wide Web; (3) Cybermetrics, yang mirip dengan webometrics, namun memperluas definisi yang mencakup sumber daya elektronik; (4) Bibliometrics, yang mempelajari aspek kuantitatif dari informasi yang dicatat. Ada konsep yang berbeda dari informetrics, bibliometrics dan scientometrics. Bidang informetrics mencakup bidang bibliometrics dan scientometrics yang definisinya diadopsi secara luas oleh beberapa peneliti (Brookes, 1990, Egghe and Rousseau, 1990, TagueSutcliffe, 1992). Informetrics didefinisikan sebagai studi tentang aspek-aspek kuantitatif dari informasi dalam bentuk apapun. Bibliometrics didefinisikan

Profil Google Scholar ...

sebagai studi tentang aspek-aspek kuantitatif dari penyebaran, produksi dan penggunaan informasi yang dicatat, sedangkan scientometrics sebagai studi tentang aspek-aspek kuantitatif dari ilmu (Jati, 2013). Webometrics adalah sebuah sistem perangkingan dunia yang berbasis web. Peringkat ini diperbaharui dua kali dalam setahun (Januari dan Juli). Tujuan utama dari perangkingan ini adalah (1) Mendorong implementasi teknologi informasi dan komunikasi, khususnya kehadiran Perguruan Tinggi dalam komunitas WEB, dan (2) yang paling utama adalah memotivasi Perguruan Tinggi untuk mempublikasikan karya-karya ilmiahnya ke masyarakat dunia. Google Cendekia (Google Scholar) merupakan layanan yang memungkinkan pengguna malakukan pencarian materi-materi akademik berupa teks dalam berbagai format publikasi. Diluncurkan pada tahun 2004, indeks Google Cendekia mencakup jurnal-jurnal online dari publikasi ilmiah. Google Cendekia menyediakan sarana yang mudah untuk mencari literatur akademis secara luas. Seseorang dapat mencari karya ilmiah di seluruh bidang ilmu dan referensi dari satu tempat: makalah peer-reviewed, tesis, disertasi, buku, abstrak, dan artikel, yang berasal dari penerbit akademis, komunitas profesional, universitas, dan organisasi akademis lainnya. Google Cendekia sangat membantu seseorang dalam mengidentifikasi penelitian yang paling relevan dari seluruh penelitian akademis. Google Cendekia bertujuan menyusun artikel seperti yang dilakukan peneliti, dengan memperhatikan kelengkapan teks setiap artikel, penulis, publikasi yang menampilkan artikel, dan frekuensi penggunaan kutipan artikel dalam literatur akademis lainnya. Hasil paling relevan akan selalu muncul pada halaman pertama (Susrini, 2009). Google Cendekia adalah layanan pencarian materi – materi pelajaran berupa teks dalam berbagai format publikasi seperti doc dan pdf. Indeks Google Cendekia menyediakan cara yang mudah untuk mencari literatur akademis berupa jurnal – jurnal ilmiah, makalah peer-reviewed, thesis, buku, abstrak dan artikel dari penerbit akademis, komunitas profesional, pusat data pracetak, serta universitas dengan informasi yang relevan. Sumber informasi pada Google Cendekia lebih akurat dibanding dengan penggunaan search engine google yang harus menghubungkan terlebih dahulu ke situs – situs dengan sumber informasi yang kurang relevan. Saat ini Google Cendekia memiliki database yang mencapai jumlah ribuan record sudah lebih dari cukup untuk dapat menemukan berbagai informasi

mengenai tulisan ilmiah, laporan penelitian, artikel, dan jurnal-jurnal ilmiah. Profil di Google Cendekia berisi daftar semua tulisan seorang penulis (buku, makalah, artikel, dan sebagainya) yang dikutip (cited) oleh penulis lain. Tulisan karya penulis tersebut diacu sebagai referensi yang disebutkan di dalam daftar pustaka (bibliometrik). Daftar semua kutipan tersebut berasal dari search scholar yang secara otomatis ditemukan oleh Google apabila artikel/makalah terkait bisa ditemukan oleh Google. Di dalam Google Cendekia terdapat dua istilah populer, yaitu h-index dan h20-index. H-index adalah seorang ilmuwan memiliki indeks-h jika ia memiliki paper sebanyak h dengan jumlah kutipan untuk setiap paper tersebut minimal sama dengan h. Sedangkan yang dimaksud dengan i10-index adalah seorang ilmuwan memiliki indeks-i10 jika masingmasing paper yang dimiliki telah dikutip minimal dalam 10 artikel berbeda (Chandraleka, 2015). Saat ini, penggunaan Google Cendekia sudah merambah ke dalam kegiatan akademis perkuliahan. Contohnya berbagai karya tulis ilmiah dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, meliputi materi kuliah, laporan penelitian, artikel jurnal, dan sebagainya dapat diunggah melalui repository institusi dan selanjutnya akan terindeks oleh Google Cendekia. Tabel 1 berikut profil publik google cendikia 12 Dosen UIN Jakarta yang diambil secara random oleh penulis melalui situs http://scholar.google.co.id per tanggal 22 April 2015. Tabel 1. Profil Google Cendekia Dosen UIN Jakarta No

Nama Dosen

Jumlah Kutipan

h-index

i10-index

1

Azyumardi Azra

2201

23

43

2

Saiful Mujani

482

11

12

3

Jaenal Aripin

314

9

9

4

Arskal Salim

274

9

9

5

Oman Fathurahman

153

7

7

6

Muhbib Abdul Wahab

189

3

2

7

Ismiarni Komala

77

6

4

8

Jejen Musfah

48

2

2

9

Ismatu Ropi

39

5

1

10

Ayang Utriza Yakin

15

2

0

11

Ahmad Sayuti Anshari Nasution

7

1

0

12

Iwan Permana Suwarna

2

1

0

Prof. Dr. Azyumardi Azra, MA menempati peringkat ke-8 (delapan) peneliti produktif sePERSPEKTIF Ilmu Pendidikan - Vol. 30 No. 1 April 2016

49

Profil Google Scholar ...

Indonesia seperti dilansir oleh www.webometrics. info per Februari 2015. Namun jika dibandingkan dengan ilmuwan peringkat pertama sedunia seperti Sigmund Freud dengan jumlah kutipan 367305 dan h-index 251, peringkat beliau tersebut masih sangat tertinggal jauh. Dari 500 peringkat peneliti produktif se-Indonesia, hanya ada empat nama dosen UIN Jakarta yang menempati peringkat tersebut, yaitu Azyumardi Azra, Jaenal Aripin, Oman Fathurahman, dan Ismiarni Komala. Banyak dosen yang menulis buku dan karya ilmiah lainnya, sangat disayangkan jika tidak diwadahi dengan fasilitas Google Cendekia yang telah disediakan oleh akun email uinjkt. Apabila seluruh dosen telah memilik profil Google Cendekia, semua karya ilmiah akan terpublikasi ke seluruh penjuru dunia. Kita pun akan mendapati kemudian tidak hanya satu nama saja dari dosen UIN Jakarta yang menempati peringkat sepuluh besar peneliti produktif se-Indonesia versi webometrics. Sebagai timbal balik untuk institusi, dapat mengantarkan UIN Jakarta menempati peringkat pertama Webometrics dari seluruh universitas di Indonesia, bahkan di Asia Tenggara. Berdasarkan pemikiran di atas, dipandang perlu untuk dilakukan penelitian tentang “Profil Google Scholar Dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta berbasis Webometrics”. Webometrics sebagai tren dalam pengembangan dunia keilmuan di lingkungan universitas masih belum banyak dikenal oleh kalangan sivitas akademik sehingga menjadi pekerjaan rumah bagi pihak kampus untuk membuat istilah tersebut familiar. UIN Jakarta sebagai ikon universitas Islam harus dicarikan banyak solusi tentang pengembangan dan peningkatan peringkat webometrics dalam rangka memperluas eksistensi pendidikan yang bersifat professional Islami di kancah internasional. Selain itu, Sivitas akademika UIN Jakarta meliputi Dosen/ Pegawai/Mahasiswa belum seluruhnya memahami pentingnya peringkat webometrics bagi kemajuan ilmu di kampus. Berdasarkan berbagai hal tersebut, permasalahan yang akan dijawab melalui penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: Bagaimana Profil Dosen Tetap FITK UIN Jakarta dalam Google Scholar? Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran tentang profil dosen berbasis webometrics. Selain itu, berbagai fasilitas UIN Jakarta berbasis webometrics perlu diungkap dalam rangka pengembangan dan peningkatan kualitas pengajaran, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.

50

PERSPEKTIF Ilmu Pendidikan - Vol. 30 No.1 April 2016

Secara khusus penelitian ini pun hendak mendapatkan gambaran tentang profil dosen dalam Google Scholar.

METODE PENELITIAN Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini merupakan perpaduan jenis penelitian kuantitatif dan kualitatif. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei, terutama dalam menjaring responden sebagai sumber data. Penelitian dilakukan dalam kurun waktu 6 bulan (1 April – 31 September 2015) bertempat di Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Sumber data penelitian ini yaitu sumber bibliografis berupa sejumlah daftar pustaka (literatur, buku-buku, dan jurnal) yang terkait langsung dengan tema penelitian ini, dan data lapangan yang diperoleh melalui data dari Pustipanda (Pusat Teknologi Informasi dan Pangkalan Data) UIN Jakarta dan seluruh dosen FITK UIN Jakarta. Sumber primer data penelitian ini adalah hasil observasi dan kunjungan. Sedangkan sumber sekunder data penelitian ini adalah hasil pengamatan dan hasil pembacaan terhadap sejumlah literatur kepustakaan yang relevan dengan tema penelitian. Sumber data primer diperlakukan sebagai fokus analisis data dan sebagai dasar dalam penarikan kesimpulan. Sedangkan sumber data sekunder digunakan sebagai pelengkap dan pemerkaya analisis data. Kedua sumber data dibaca secara terpadu (integratif). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh dosen tetap UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, sedangkan sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah seluruh dosen tetap PNS Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Jakarta. Pengambilan sampel yang digunakan adalah teknik pengambilan sampel secara purposive (purposive sampling), dalam arti: memilih responden yang telah jelas diketahui keberadaannya dan jumlahnya yang terjangkau. Untuk mengambil data dan informasi mengenai “Profil Google Scholar Dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta berbasis Webometrics”, peneliti melakukan observasi dan kunjungan untuk mendapatkan data serta dokumentasi dari Pustipanda dan Google Cendekia. Selain itu, data penelitian ini dikumpulkan melalui studi teks (literatur) yang berkaitan dengan masalah penelitian. Data ini diolah melalui proses pembacaan ulang, pemahaman (verstehen), kategorisasi, klasifikasi (topik, tema, wacana,

Profil Google Scholar ...

situasi), dan sistematisasi substansi pemikirannya. Dalam penyajian dan analisa data, penelitian ini menggunakan metode deskriptif analisis, yaitu menggambarkan hasil penelitian yang diperoleh dari survey mengenai Profil Dosen FITK berbasis Google Cendekia.

HASIL DAN PEMBAHASAN Pemeringkatan Webometrics dimaksudkan untuk mengukur komitmen kampus dalam mempublikasikan karya ilmiah mereka di internet (online). Ada empat indikator utama yang digunakan webometrics, yaitu Presence (20 persen), Impact (50 persen), Openness (15 persen) dan Excellence (15 persen). Presence menunjukkan jumlah halaman website (html) dan halaman dinamik yang tertangkap oleh mesin pencari (Google), tidak termasuk rich files. Impact menunjukkan jumlah eksternal link yang unik (backlink) yang diterima oleh domain web universitas (inlinks) terindeks di mesin pencari yang tertangkap di Majestic SEO dan Ahref. Openness merupakan jumlah file dokumen (Adobe Acrobat (.pdf), Adobe PostScript (.ps, .eps), Microsoft Word (.doc,.docx) dan Microsoft Powerpoint (.ppt, .pptx) yang online/open di bawah domain website universitas yang tertangkap oleh mesin pencari (Google Scholar). Sedangkan parameter Excellence menunjukkan jumlah artikel ilmiah, publikasi dan sitasi perguruan tinggi di jurnal internasional yang terindeks di Schimago Institution Rangking dan Google Scholar (LPM UIN Jakarta, 2015). Dari penilaian di atas dapat dilihat persentase penilaian yang tertinggi adalah dari Visibilitas (banyaknya backlink) jadi dapat dikatakan universitas yang memiliki ranking Webometrics yang bagus tentu akan bagus juga dalam penerapan Teknologi Komputer. Berbicara tentang World Class University (WCU), banyak indikator persyaratan universitas dapat menjadi WCU, yang terpenting adalah reputasi universitas tersebut, yang terpenting harus kuat di berbagai elemen. Salah satunya adalah kualitas penelitian yang baik inovatif dan memiliki tema yang sangat spesifik, hasil penelitian tersebut kemudian dipublikasi secara intensif melalui jurnal internasional, sehingga hasilnya akan disitasi oleh peneliti lainnya untuk mendukung pengembangan penelitian lain yang mungkin mempunyai kesamaan tema. Selain itu, universitas harus terus memacu pengembangan pengetahuan dari tenaga pengajar, dan juga mengembangkan secara serius art center,

cultur, scientifical, dan life society. Secara umum, kualitas universitas dapat dikatakan baik jika dapat memenuhi beberapa kriteria yaitu di antaranya: kualitas penelitian, daya serap lulusan, mobilitas dosen/ mahasiswa yang international yang masuk dan keluar di perguruan tinggi tersebut untuk memberikan ceramah atau pertukaran dosen dan mahasiswa. Riwayat peringkat nasional Webometrics UIN Jakarta: (1) 2011 peringkat 60, (2) 2012 peringkat 59, (3) 2013 peringkat 41, (4) 2014 peringkat 34, dan (5) 2015 peringkat 20 (Pustipanda UIN Jakarta, 2015). Fasilitas Penunjang Webometrics UIN Jakarta telah menyediakan berbagai macam fasilitas berbasis TIK untuk meningkatkan mutu pendidikan. Adapun fasilitas untuk Tenaga Pendidik, Tenaga Kependidikan, dan Peserta Didik sebagai berikut. 1. Academic Information System (AIS) Sistem Informasi Akademik (AIS) UIN Jakarta merupakan fasilitas yang diberikan kampus kepada sivitas akademikanya untuk dapat memantau berbagai aktivitas administrasi akademik yang sedang berlangsung. Sistem ini dilengkapi dengan keamanan akun yang harus dimiliki tiap penggunanya. Terdapat tiga akun dalam sistem ini, yaitu akun pengelola administrasi, akun dosen, dan akun mahasiswa. Alamat https://ais.uinjkt.ac.id 2. Sistem SPMB Online UIN Jakarta sejak 2009 telah menggunakan Sistem SPMB berbasis online. Hal ini memudahkan masyarakat untuk mengakses sistem tersebut kapan pun dan dimana pun. Sistem ini pun berbasis paperless dikarenakan semua berkas yang dibutuhkan harus berbentuk digital. Adapun SPMB yang telah diselenggarakan online di antaranya SPMB Mandiri S1, S2, dan S3, SPAN-PTKIN, serta SNM-PTKIN. Alamat http://spmb.uinjkt.ac.id 3. Sistem Katalog Perpustakaan UIN, alamat http:// katalog.uinjkt.ac.id 4. Sistem Tracer Alumni (Beta Version – 2011) Tracer Study Alumni juga sudah mulai dikembangkan versi online oleh pihak kampus. Hal tersebut diselenggarakan dengan menggunakan fasilitas google form dalam mempersiapkan angket online untuk alumni. Hal tersebut memudahkan alumni supaya dapat mengisi angket tersebut tanpa terhambat oleh jarak dan waktu. Alamat http:// alumni.uinjkt.ac.id 5. Helpdesk Pustipanda Helpdesk merupakan fasilitas yang disediakan

PERSPEKTIF Ilmu Pendidikan - Vol. 30 No. 1 April 2016

51

Profil Google Scholar ...

oleh UIN Jakarta untuk memberikan solusi terhadap problematika dalam penggunaan berbagai fasilitas teknologi informasi dan komunikasi yang dibutuhkan oleh sivitas akademika. Salah satu fasilitas dalam sistem ini adalah tersedianya berbagai macam formulir online untuk pendaftaran email uinjkt. Alamat http://helpdesk.uinjkt.ac.id 6. Portal E-Journal Sesuai dengan amanat Kemenristekdikti (Dahulu Kemendikbud) bahwa pengelolaan jurnal ilmiah berkala harus segera dionlinekan, UIN Jakarta telah mempersiapkan fasilitas berupa portal jurnal ilmiah berkala berbasis online. Berbagai jurnal yang dimiliki seluruh fakultas tersedia di portal ini. Bahkan beberapa jurnal yang dimiliki UIN Jakarta telah terindeks Scopus dan DOAJ. Hal ini merupakan fasilitas yang sangat besar dalam meningkatkan peringkat Webometrics dalam hal kepemilikan h-indeks sivitas akademika. Selain itu, semakin banyak jurnal di UIN Jakarta terindeks berbagai portal indeksasi jurnal ilmiah berkala bertaraf nasional dan internasional, semakin besar pula kemungkinan bahwa karya-karya sivitas UIN Jakarta dapat dikenal dan dibaca dunia. Alamat http://journal.uinjkt.ac.id 7. E-Learning Saat ini, UIN Jakarta sedang mengembangkan pembelajaran berbasis online. Dengan berbekal email uinjkt hasil kerjasama pihak kampus dan google, para dosen diminta menggunakan fasilitas google classroom dalam pembelajaran sehari-hari. Oman Fathurahman merupakan salah satu dosen yang memiliki andil besar dalam pengembangan model pembelajaran online tersebut. Berbekal pengalamannya menggunakan google classroom dalam perkuliahan di Fakultas Adab dan Humaniora, beliau selalu diundang oleh fakultas-fakultas di lingkungan UIN dalam rangka sosialisasi penggunaan fasilitas tersebut. Penggunaan fasilitas tersebut akan berbuah optimal jika dikombinasikan dengan penggunaan sistem AIS. 8. Insitutional Repository Institusional Repository merupakan fasilitas wajib yang dimiliki tiap institusi pendidikan tinggi, begitupula UIN Jakarta. Fasilitas ini merupakan wadah publikasi seluruh karya-karya ilmiah yang disusun oleh sivitas akademika UIN Jakarta. Skripsi, Tesis, Disertasi, Laporan Penelitian, dan jenis lainnya dapat ditemukan di dalam fasilitas tersebut. Alamat http://repository.uinjkt.ac.id 9. Sistem Laporan Kinerja Pegawai (e-LKP)

52

PERSPEKTIF Ilmu Pendidikan - Vol. 30 No.1 April 2016

Seluruh pegawai diwajibkan melaporkan seluruh tugas yang telah dilakukan ke dalam sistem laporan kinerja pegawai online. Sistem ini memiliki kelebihan untuk memantau kinerja seluruh pegawai di lingkungan UIN Jakarta. Hasil penilaian dari sistem ini pun sangat berpengaruh kepada nilai remunerasi yang akan diperoleh pegawai. Semakin baik nilai hasil laporannya, semakin stabil juga nilai remunerasi untuknya. Alamat http://lkp.uinjkt.ac.id 10. E-mail Dosen/Pegawai/Lembaga Tren surat menyurat digital sudah berkembang sejak lama, salah satunya melalui e-mail. UIN Jakarta pun tak mau ketinggalan memberikan fasilitas tersebut kepada seluruh warganya. Kerjasama pihak kampus dan pihak google memberikan fasilitas e-mail @uinjkt.ac.id merupakan sebuah kebanggaan yang sangat baik. Terlebih lagi fasilitas email tersebut memberikan nilai tambah dengan dilengkapi fasilitas komputasi awan google drive yang dapat menyimpan data sampai dengan 10 Terabyte. 11. Blog Dosen dengan domain nama. Blog dosen merupakan nilai tambah dari kepemilikan e-mail @uinjkt.ac.id. Setiap dosen yang memiliki e-mail tersebut dapat memanfaatkan fasilitas google site untuk membuat blog dosen. Blog yang sudah dibuat akan mendapatkan domain lec.uinjkt. ac.id setelah didaftarkan melalui fasilitas helpdesk. Adapun manfaat dari penggunaan blog tersebut di antaranya (1) sebagai curriculum vitae online dosen bersangkutan, (2) sebagai wadah publikasi karya ilmiah yang pernah dibuat, dan (3) sebagai wadah untuk berbagi materi perkuliahan kepada mahasiswa. 12. E-mail Mahasiswa Fasilitas e-mail mahasiswa tidak berbeda jauh dengan e-mail dosen. Hal yang membedakan hanyalah dari segi penamaan email tersebut. Jika dosen menggunakan email @uinjkt.ac.id, maka mahasiswa menggunakan email @mhs.uinjkt.ac.id. sejak penerimaan mahasiswa baru tahun akademik 2014/2015, seluruh mahasiswa baru secara langsung mendapatkan email tersebut. Alamat email tersedia di AIS dan dapat diakses menggunakan NIM sebagai password log in. 13. Blog Mahasiswa dengan domain nama.mhs.uinjkt. ac.id Fasilitas blog mahasiswa tidak berbeda jauh dengan blog dosen. Hal yang membedakan pun hanyalah dari segi penamaan blog tersebut. Mahasiswa akan mendapatkan blog dengan domain mhs.uinjkt.ac.id. Pihak kampus selalu mengadakan perlombaan dalam desain grafis blog tingkat

Profil Google Scholar ...

universitas. 14. Website Sebagai wadah publikasi berbagai kegiatan, seluruh unit baik yang besar maupun yang kecil di lingkungan kampus secara keseluruhan difasilitasi oleh website dengan domain uinjkt.ac.id (Pustipanda UIN Jakarta, 2015). Profil Dosen FITK UIN Jakarta Tabel 2 hingga 4 berikut adalah data mengenai tenaga pendidik FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Tabel 2. Dosen Tetap Menurut Jenis Kelamin Laki-laki

Perempuan

Jumlah

94

79

173

Tabel 3. Dosen Tetap Menurut Status Pekerjaan PNS

Tetap Kontrak

Jumlah

163

10

173

Tabel 4. Dosen Tetap Menurut Jenjang Pendidikan Strata I

Strata II

Strata III

Jumlah

15

115

43

173

Pemeringkatan Dosen FITK versi Google Scholar Google Scholar menyajikan jumlah paper dan citation untuk tiap domain akademik. Hasil dari pangkalan data Scholar menunjukkan papers, reports, dan elemen akademik yang lain. Pihak universitas perlu melanggan lebih banyak publikasi internasional dan menjadi anggota dari masyarakat profesi sehingga dosen dapat mengirimkan hasil penelitiannya ke badan publikasi internasional tersebut. Hal ini akan meningkatkan jumlah publikasi yang diindeks oleh Google Scholar. Upaya peningkatan rangking pada kriteria Scholar juga dapat diamati dengan banyaknya karya ilmiah yang dapat dikenal dan diindeks oleh Scopus. Scopus adalah database abstrak dan sitasi terbesar dari dari berbagai sumber web literatur dan kualitas riset di seluruh dunia. Scopus dirancang secara khusus untuk memenuhi kebutuhan para intelektual dan masyrakat ilmiah dengan mudah, komprehensif, terkini dan cepat melalui penyediaan fasilitas pencarian online interaktif yang handal. Tabel 5 berikut menunjukkan peringkat dosen FITK versi Google Scholar (data diambil pada tanggal 12 Nopember 2015)

Tabel 5. Profil Google Cendekia Dosen FITK UIN Jakarta No

Nama

NIP

KUTIPAN

H-INDEX

H10-INDEX

1

Prof. Dr. Abuddin Nata, MA

19540802 198503 1 002

1642

17

21

2

Yudhi Munadi, MA

19701203 199803 1 003

522

4

3

3

Prof.Dr. Dede Rosyada, MA

19571005 198703 1 003

295

5

4

4

Dr. Muhbib, M.Ag

19681023 199303 1 002

209

3

2

5

Dr. Jejen, MA

19770602 200501 1 004

57

3

2

6

Dr. Yanti Herlanti, M.Pd

19710119 200801 2 010

41

2

1

7

Wahdi, S.Ag, M.Ag

19760422 200701 1 012

36

4

1

8

Didin Syafruddin, MA, Ph.D

19600307 199002 1 001

32

3

1

9

Dr. Ahmad Sofyan, M.Pd

19650115 198703 1 020

31

1

1

10

Salamah Agung, MA, Ph.D

19790624 200604 2 002

28

1

1

11

Muhammad Zuhdi, M.Ed, Ph.D

19720704 199703 1 002

26

3

1

12

Toto Edidarmmo, MA

19760225 200801 1 020

24

2

1

13

Dr. Abd. Rozak, M.Si

19690908 199603 1 004

22

4

0

14

Dr. Fauzan, MA

19761107 200701 1 013

17

2

1

15

Bahrissalim, M.Ag

19680307 199803 1 002

15

2

0

16

Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA

19550421 198203 1 007

14

1

1

17

Dr. A. Sayuti A. Nasution, MA

19540828 200112 1 001

12

2

0

18

Maifalinda Fatra, M.Pd

19700528 199603 2 002

11

2

0

19

Dwi Nanto, M.Si

19790319 200901 1 009

9

2

0

20

Abdul Muin, M.Pd

19751201 200604 1 003

7

2

0

21

Dr. Sururin, M.Ag.

19710319 199803 2 001

6

1

0

22

Dr. Alek, M.Pd

19690912 200901 1 008

4

1

0

23

Prof.Dr. H. Aziz Fahrurrozi, MA

19520609 198103 1 004

1

1

0

24

Prof. Dr. H. Moh. Matsna, HS, MA

19510807 198003 1 006

0

0

0

PERSPEKTIF Ilmu Pendidikan - Vol. 30 No. 1 April 2016

53

Profil Google Scholar ... No

Nama

KUTIPAN

H-INDEX

H10-INDEX

25

Dr. Kadir, M.Pd

19670812 199402 1 001

0

0

0

26

Drs. H. Nurochim, MM

19590715 198403 1 003

0

0

0

27

Dr. Fahriany, M.Pd

19700611 199101 2 001

0

0

0

28

Ahmad Royani, M.Hum

19690428 199703 1 001

0

0

0

29

N. Lalah Alawiyah,MA

19710323 199803 2 009

0

0

0

30

Maswani, MA

19730505 199903 2 003

0

0

0

31

Iwan Permana Suwarna, M.Pd

19780504 200901 1 013

0

0

0

32

Makyun Subuki, M.Hum

19800305 200901 1 015

0

0

0

33

Raswan, M.Pd

19830207 201101 1 009

0

0

0

34

Rosida Erowati, M.Hum

19771030 200801 2 009

0

0

0

35

Fathiah Alatas, M.Si

19830215 200912 2 008

0

0

0

36

Anissa Windarti, M.Sc

19820802 201101 2 005

0

0

0

37

Jakiatin Nisa, M.Pd

19831205 201101 2 012

0

0

0

38

Teguh Khaerudin, M.App.Ling

19811031 201101 1 006

0

0

0

39

Zaharil An'asy, M.Hum

19761007 200710 1 002

0

0

0

Dari tabel 5 dapat disimpulkan bahwa dari 23 dosen yang memiliki nilai h-index dalam Google Scholar di antaranya 6 dosen dari Jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI), 5 dosen dari Jurusan Pendidikan Bahasa Arab (PBA), 4 dosen dari Jurusan Pendidikan IPA, 3 dosen dari Jurusan Pendidikan IPS, 2 dosen dari Jurusan Pendidikan MTK, 1 dosen dari Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris, 1 dosen dari Program Studi Manajemen Pendidikan, dan 1 dosen dari Program Studi Pendidikan Guru MI. Daftar Urut Kepangkatan (DUK) menunjukkan bahwa jumlah dosen tetap PNS FITK UIN Jakarta sebanyak 163 orang. Namun setelah dilakukan studi pelacakan, hanya 38 dosen yang baru memiliki profil dalam Google Scholar. Dari 38 dosen tersebut, baru 23 orang yang memiliki nilai dalam kutipan, h-index, dan h20-index. Penulis meyakini bahwa 163 dosen FITK UIN Jakarta adalah dosen yang telah memiliki beberapa bahkan banyak karya tulis ilmiah dan telah dipublikasikan baik secara cetak maupun online. Namun sangat disayangkan apabila dosendosen tersebut belum memiliki profil publik Google Scholar. Profil tersebutlah yang akan mengakomodasi banyaknya kutipan yang diperoleh oleh karya tulis ilmiah dari dosen tersebut secara otomatis dengan konsep bibliometrik. Pada saat ini, karya tulis seperti skripsi, tesis, dan disertasi sudah dipublikasikan oleh mayoritas perguruan tinggi di Indonesia khususnya UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam penulisan tugas karya tulis tersebut, mahasiswa akan mengutip berbagai hasil pemikiran dosen-dosennya berupa

54

NIP

PERSPEKTIF Ilmu Pendidikan - Vol. 30 No.1 April 2016

buku dan artikel jurnal. Kutipan tersebut secara otomatis akan dicantumkan oleh mahasiswa ke dalam catatan kaki dan daftar pustaka. Setelah karya tersebut dionlinekan, Google Cendekia akan secara otomatis mengakumulasi berapa kali karya tulis ilmiah hasil pemikiran dosen tersebut dikutip. Setelah itu, akumulasi nilai tersebut dikonversi dalam nilai h-index dan i-10 index. Peneliti dan dosen yang memiliki nilai tinggi dalam h-index dan i-10 index akan berkesempatan besar masuk ke dalam peringkat tertinggi peneliti dan dosen berdedikasi dalam www. webometrics.info. Prof. Dr. Abuddin Nata, MA., merupakan salah satu dosen terproduktif dan paling banyak dikutip versi Google Scholar. Karya-karya ilmiahnya sudah dikutip lebih dari 1600-an kali di dalam karya ilmiah lain. Adapun h-index tertinggi yaitu 17 (tujuh belas) juga dimiliki oleh Prof. Dr. Abuddin Nata, MA. Selain itu, h20-index tertinggi yaitu 21 (dua puluh satu) juga masih dipegang oleh Prof. Dr. Abuddin Nata, MA. Belajar dari profil Prof. Dr. Abuddin Nata, MA., dosen-dosen seharusnya termotivasi untuk melahirkan banyak karya tulis ilmiah yang banyak konsumsi oleh masyarakat akademik. Para dosen harus terpacu untuk membuat karya tulis ilmiah yang berkualitas dan berpotensi banyak dikonsumsi oleh masyarakat akademik, seperti mahasiswa, dosen, wara institusi pendidikan, dan sebagainya. Prof. Dr. Abuddin Nata, MA. menempati peringkat ketiga (ke-3) teratas versi google cendekia. Adapun dua dosen dengan posisi tepat di atasnya adalah Prof. Dr. M. Quraish Shihab dengan jumlah kutipan terhadap karyanya sebanyak 3000-an kali

Profil Google Scholar ...

dan Prof. Dr. Azyumardi Azra dengan jumlah kutipan terhadap karyanya sebanyak 2000-an kali. Sebuah kebanggaan bagi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Jakarta memiliki dosen dengan prestasi yang sangat baik dalam bidang karya tulis ilmiah. Selama ini pihak kampus selalu menggalakkan kegiatan-kegiatan dalam meningkatkan peringkat webometrics. Berbagai sosialisasi terkait penggunaan email dan blog berafiliasi UIN Jakarta serta kepemilikan profil Google Scholar sudah diselenggarakan beberapa kali di semua fakultas lingkungan UIN Jakarta. Namun sayangnya, hasil optimal belum didapatkan oleh FITK UIN Jakarta sebagaimana data tabel di atas. Penulis berpendapat bahwa masih banyak dosen yang menganggap penggunaan email, blog, dan Google Scholar tidaklah penting. Selain itu, penulis beranggapan bahwa karya-karya ilmiah dosen FITK masih banyak yang belum dipublikasikan secara online sehingga belum terindeks oleh Google Scholar. Perlu diketahui bahwa UIN Jakarta memiliki sarana publikasi karya ilmiah sivitas akademikanya yang dinamakan repository. Dosen, Mahasiswa, dan Pegawai juga dapat membuat akun repositori personal untuk memudahkan upload data secara individu. Pendekatan reward and punishment akan memberikan hasil optimal dalam mewajibkan seluruh dosen dalam menggunakan email, blog, dan Google Scholar. Kegiatan-kegiatan yang bersifat sosialisasi masih kurang diminati oleh dosen. Namun jika terdapat apresiasi bagi pemeroleh nilai h-indeks, maka dosen akan berlomba-lomba dalam meningkatkan h-indeks Google Scholar yang mereka miliki. Selain itu, hasil penelusuran menunjukkan bahwa banyak karya ilmiah dosen telah dipublikasikan secara online. Karya tersebut pun telah dikutip banyak karya lain menurut penelusuran Google Scholar. Hal yang sangat disayangkan adalah dosen yang karyanya dikutip belum memiliki profil dalam Google Scholar sehingga mengakibatkan tidak terdeteksinya banyak kutipan, h-index, dan i10-index yang diperoleh dosen tersebut. Penulis meyakini betapa sulitnya menumbuhkan kesadaran dalam diri seluruh warga akademik di lingkungan UIN Syarif Hidayatullah untuk samasama meningkatkan peringkat Webometrics kampus. Hal tersebut bertujuan untuk lebih mengenalkan kampus tercinta ke dunia luar di belahan Asia, Eropa, Amerika, dan Juga Timur Tengah.

Adapun kepemilikan blog dengan subdomain uinjkt.ac.id seharusnya menjadi kebanggaan dosen untuk mempublikasikan secara umum tentang berbagai riwayatnya di bidang pendidikan, organisasi, dan penulisan karya ilmiah. Selain itu, kepemilikan blog dapat dimanfaatkan oleh dosen untuk berbagi ide dan tulisan ringan kepada masyarakat luas melalui internet. Kabar gembiranya adalah tulisan ringan yang bagikan melalui blog tersebut akan terindeks oleh google cendekia apabila tulisan tersebut dikutip oleh seseorang dalam sebuah karya tulisnya. Dari 163 dosen tetap FITK UIN Jakarta, hanya 25 dosen yang telah memiliki blog berafiliasi kampus. Tabel 6 berikut adalah data kepemilikan blog dosen yang berhasil penulis dapatkan melalui helpdesk.uinjkt.ac.id (Oktober 2015). Tabel 6. Data Blog Dosen UIN Jakarta No

Nama Dosen

Alamat Blog

1

Abdul Muin

http://abdulmuin.lec.uinjkt.ac.id

2

Abdul Rozak

http://abdulrozak.lec.uinjkt.ac.id

3

Abuddin Nata

http://abuddin.lec.uinjkt.ac.id

4

Alek

http://alek.lec.uinjkt.ac.id

5

Andri Noor Ardiansyah

http://andrinoor.lec.uinjkt.ac.id

6

Bahrissalim

http://bahrissalim.lec.uinjkt.ac.id

7

Burhanudin Milama http://burhanudinmilama.lec. uinjkt.ac.id

8

Dina Rahma Fadlilah http://dinarahma.lec.uinjkt.ac.id

9

Evi Sapinatul Bahriah

http://evisapinatul.lec.uinjkt.ac.id

10

Fauzan

http://fauzan.lec.uinjkt.ac.id

11

Gusni Satriawati

http://gusnisatriawati.lec.uinjkt. ac.id

12

Lu`Luil Maknun

http://luluilmaknun.lec.uinjkt.ac.id

13

Moria Fatma

http://moriafatma.lec.uinjkt.ac.id

14

Muhammad Zuhdi

http://zuhdi.lec.uinjkt.ac.id

15

N. Lalah Alawiyah

http://lalah.lec.uinjkt.ac.id/

16

Nanda Saridewi

http://nandasaridewi.lec.uinjkt. ac.id

17

Nida Husna

http://nidahusna.lec.uinjkt.ac.id

18

Nuraida

http://nuraida.lec.uinjkt.ac.id

19

Raswan

http://raswan.lec.uinjkt.ac.id

20

Salamah Agung

http://salamahagung.lec.uinjkt.ac.id

21

Suwito

http://suwito.lec.uinjkt.ac.id

22

Syaripulloh

http://syaripulloh.lec.uinjkt.ac.id

23

Wati Susiawati

http://watisusiawati.lec.uinjkt.ac.id

24

Yanti Herlanti

http://yantiherlanti.lec.uinjkt.ac.id

25

Zulfiani

http://zulfiani.lec.uinjkt.ac.id

Dari 25 blog yang telah dimiliki oleh dosen FITK UIN Jakarta, 5 blog belum memiliki subdomain

PERSPEKTIF Ilmu Pendidikan - Vol. 30 No. 1 April 2016

55

Profil Google Scholar ...

uinjkt.ac.id. Selain itu, sebagian besar blog yang telah dimiliki, belum didesain dan dikelola secara baik sehingga memiliki kesan belum layak publikasi. Namun sayangnya, mengelola desain blog dengan sistem google site bukan merupakan hal yang mudah dipelajari. Dosen seharusnya memperoleh pelatihan intensif mengenai pengelolaan desain blog tersebut. Sebelumnya dosen hanya mendapatkan pelatihan untuk menambah konten blog dan mendaftarkan subdomain blog. Sedangkan terkait pengelolaan desainnya, dosen harus mencari informasi mandiri melalui search engine google dan juga bertanya-tanya dengan mahasiswa yang telah pakar dalam desain blog. Selain itu, beberapa dosen pun sudah memiliki blog. Namun sayangnya, blog tersebut tidak memiliki subdomain uinjkt.ac.id. Meskipun blog tersebut banyak diakses oleh khalayak ramai, namun tidak akan berefek untuk penambahan nilai Webometrics kampus. Ada baiknya pihak kampus memberikan fasilitas dan sosialisasi tambahan berupa migrasi data dari blog non-afiliasi menuju blog dengan afiliasi uinjkt.ac.id. Sepanjang penulis ketahui, berbagai fasilitas terkait pengembangan teknologi informasi dan komunikasi dalam bidang pendidikan telah tersedia di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dengan melalui fasilitas yang disediakan oleh PUSTIPANDA dengan media helpdesk.uinjkt.a.id. Beberapa dukungan dan hambatan yang terjadi diuraikan sebagai berikut. Pertama, dalam rangka memberikan kemudahan kepada sivitas akademik UIN Jakarta untuk mengelola data, Pusat Teknologi Informasi dan Pangkalan Data (Pustipanda) UIN Jakarta menjalin kerjasama dengan Google Indonesia untuk memperkenalkan layanan aplikasi pengelolaan data dan pengenalan sejumlah aplikasi lainnya yang terangkum dalam fitur Google Apps untuk kepentingan akademik. Kedua, Rektor UIN Jakarta (Prof. Dr. Dede Rosyada, MA) sangat memberikan perhatian yang sangat besar dalam upaya peningkatan pemeringkatan Webometrics UIN Jakarta. Salah satunya dengan terbitnya surat edaran tentang partisipasi sivitas akademika dalam peningkatan Webometrics kampus. Selain itu, berbagai kegiatan sosialisasi terkait penggunaan fasilitas penunjang Webometrics selalu diselenggarakan secara rutin dan berkelanjutan di setiap fakultas. Salah satu yang terdekat adalah kegiatan pelatihan pengelolaan blog dosen dan pembuatan profil Google Scholar yang diselenggarakan oleh kerjasama pihak Pustipanda,

56

PERSPEKTIF Ilmu Pendidikan - Vol. 30 No.1 April 2016

Pusat Perpustakaan, dan Lembaga Penjaminan Mutu UIN Jakarta. Ketiga, mayoritas dosen berposisi sebagai imigran teknologi yang kurang familiar dengan penggunaan teknologi dalam berbagai kegiatan. Dengan adanya reward and punishment terhadap prestasi dosen dalam google cendekia dan desain blog terbaik, kemungkinan besar akan menggugah dosen untuk lebih akrab dengan teknologi. Keempat, Sebagian besar dosen masih memandang bahwa berbagai aktivitas kampus harus menggunakan kertas. Padahal ketersediaan kertas bergantung pada ketersediaan pohon. Dengan penggunaan email secara rutin, penggunaan kertas dapat diminimalisir dalam rangka go green activities. Surat menyurat pun secara rutin digantikan dengan peran email yang sudah terintegrasi dengan ponsel cerdas (smartphone).

PENUTUP Kesimpulan Dari tahun ke tahun, ranking Webometrics UIN Jakarta selalu mengalami peningkatan. Dilansir dari situs http://www.webometrics.info yang mereview ribuan situs-situs universitas di dunia tersebut, pada Januari 2015 UIN Jakarta menempati ranking 1 dari seluruh PTKIN di Indonesia, ranking 20 dari seluruh universitas yang ada di Indonesia, dan ranking 2294 universitas dunia. UIN Jakarta telah menyediakan berbagai macam fasilitas berbasis TIK untuk meningkatkan mutu pendidikan. Adapun fasilitas untuk Tenaga Pendidik, Tenaga Kependidikan, dan Peserta Didik di antaranya (1) Academic Information System (AIS), (2) Helpdesk Pustipanda, (3) Portal E-Journal, (4) Insitutional Repository, (5) E-mail Dosen/Pegawai/ Lembaga/Mahasiswa, (6) Blog Dosen/Mahasiswa, dan seterusnya. Daftar Urut Kepangkatan (DUK) menunjukkan bahwa jumlah dosen tetap PNS FITK UIN Jakarta sebanyak 163 orang. Namun setelah dilakukan studi pelacakan, hanya 35 dosen yang baru memiliki profil dalam Google Cendekia. Dari 35 dosen tersebut, baru 19 orang yang memiliki nilai dalam kutipan, h-index, dan h20-index. Prof. Dr. Abuddin Nata, MA meupakan dosen terproduktif dan paling banyak dikutip versi Google Cendekia di lingkungan FITK UIN Jakarta. Karyakarya ilmiahnya sudah dikutip 1600-an kali di dalam karya ilmiah lain. Beliau juga memiliki nilai h-index

Profil Google Scholar ...

tertinggi yaitu 17 (tujuh belas) dan nilai i10-index tertinggi yaitu 21 (dua puluh satu). Selama ini pihak kampus selalu menggalakkan kegiatan-kegiatan dalam meningkatkan peringkat webometrics. Berbagai sosialisasi terkait penggunaan email dan blog berafiliasi UIN Jakarta serta kepemilikan profil Google Cendekia sudah diselenggarakan beberapa kali di semua fakultas lingkungan UIN Jakarta. Namun sayangnya, hasil optimal belum didapatkan oleh FITK UIN Jakarta sebagaimana data tabel di atas. Penulis berpendapat bahwa masih banyak dosen yang menganggap penggunaan email, blog, dan Google Cendekia tidaklah penting. Selain itu, penulis beranggapan bahwa karya-karya ilmiah dosen FITK masih banyak yang belum dipublikasikan secara online sehingga belum terindeks oleh Google Cendekia. Perlu diketahui bahwa UIN Jakarta memiliki sarana publikasi karya ilmiah sivitas akademikanya yang dinamakan repository. Dosen, Mahasiswa, dan Pegawai juga dapat membuat akun repositori personal untuk memudahkan upload data secara individu. Pendekatan reward and punishment akan memberikan hasil optimal dalam mewajibkan seluruh dosen dalam menggunakan email, blog, dan Google Cendekia. Kegiatan-kegiatan yang bersifat sosialisasi masih kurang diminati oleh dosen. Namun jika terdapat apresiasi bagi pemeroleh nilai h-indeks, maka dosen akan berlomba-lomba dalam meningkatkan h-indeks Google Cendekia yang mereka miliki. Selain itu, hasil penelusuran menunjukkan bahwa banyak karya ilmiah dosen telah dipublikasikan secara online. Karya tersebut pun telah dikutip banyak karya lain menurut penelusuran Google Cendekia. Hal yang sangat disayangkan adalah dosen yang karyanya dikutip belum memiliki profil dalam Google Cendekia sehingga mengakibatkan tidak terdeteksinya banyak kutipan, h-index, dan i10-index yang diperoleh dosen tersebut. Saran Beberapa saran yang diajukan yaitu (1) bagi pihak universitas agar terus melakukan sosialisasi pentingnya peringkat Webometrics serta pentingnya penggunaan fasilitas yang mengarahkan terciptanya pembelajaran berbasis e-learning, (2) bagi pihak universitas agar menyelenggarakan ajang award (penghargaan) insan produktif dari kalangan dosen dan/atau mahasiswa dengan menggunakan Google Cendekia sebagai instrumen penilaian. Hal tersebut

diyakini menjadi motivasi untuk sivitas akademika dalam fastabiqul khairat, (3) bagi pihak fakultas agar dapat membentuk tim taskforce pembuatan profil Google Cendekia untuk seluruh dosen FITK UIN Jakarta sekaligus profil Google Cendekia untuk prodi dan fakultas sehingga dapat diketahui jumlah sitasi, h-index, dan i10-index yang diperoleh, dan (4) bagi sivitas akademika universitas agar ikut berpartisipasi aktif dalam meningkatkan peringkat Webometrics universitas. Usaha pihak universitas akan sia-sia jika tidak didukung dengan partisipasi seluruh warga kampus.

DAFTAR PUSTAKA Chandraleka, H. (2015). Memahami h-index dan i10index dari Google Scholar. Diakses dari http:// ilmukomputer.org/2014/03/06/memahami-hindex-dan-i10-index-dari-google-scholar/. Direktorat Komunikasi dan Sistem Informasi. (2010). Peningkatan rangking situs web Institut Pertanian Bogor, Bogor: Direktorat Komunikasi dan Sistem Informasi. Jati, H. (2013). Metode baru pemeringkatan webometrics universitas dengan multicriteria decision analysis. Yogyakarta: UNY Press. LPM UIN Jakarta. (Februari, 2015), Peringkat webometrics UIN Jakarta tertinggi di PTAIN. lpjm.uinjkt.ac.id. Diakses dari http://lpm. uinjkt.ac.id/dashboard/berita/314/PeringkatWebometrics-UIN-Jakarta-Tertinggi-di-PTAIN pada tanggal 18 April 2015. Pedoman Akademik Program Strata I 2014/2015. (2015). Jakarta: UIN Jakarta. Pustipanda UIN Jakarta. (Februari, 2015). Katalog layanan IT. hepdesk.uinjkt.ac.id. Diakses dari http://helpdesk.uinjkt.ac.id/8070/ pada tanggal 18 April 2015. Pustipanda UIN Jakarta. (Februari, 2015). Produkproduk pustipanda UIN Jakarta. pustipanda. uinjkt.ac.id. Diakses dari http://pustipanda. uinjkt.ac.id/services/ pada tanggal 18 April 2015. Redaksi UIN News. (Februari, 2015). Webometrics UIN Jakarta ranking pertama di PTAIN. uinjkt. ac.id. Diakses dari http://www.uinjkt.ac.id/ id/webometrics-uin-jakarta-ranking-pertamadi-ptain/ pada tanggal 18 April 2015. Rusman. (2012). Pembelajaran berbasis teknologi informasi dan komunikasi. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.

PERSPEKTIF Ilmu Pendidikan - Vol. 30 No. 1 April 2016

57

Profil Google Scholar ...

Susrini, N. K. (2009). Google: Mesin pencari yang ditakuti raksasa microsoft. Yogyakarta: B First.

58

PERSPEKTIF Ilmu Pendidikan - Vol. 30 No.1 April 2016

Opini

MENGGAGAS LPTK MASA DEPAN: IKHTIAR MENGATASI PROBLEM PENDIDIKAN DI INDONESIA DARI HULU Fauzi e-mail: [email protected] Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN Purwokerto Jl. A. Yani No. 40 A Purwokerto Abstrak: Pendidikan di Indonesia sampai saat ini masih dihadapkan pada berbagai masalah, terutama terkait dengan masih rendahnya mutu dan kinerja pendidikan. Masalah tersebut di antaranya terkait dengan guru sebagai subjek utama kegiatan pendidikan. Kajian ini bertujuan menawarkan solusi mengatasi masalah pendidikan dari hulunya yakni mengatasi masalah pendidikan dengan mereformulasi lembaga pendidikan tenaga kependidikan sebagai lembaga pendidikan penghasil calon guru di Indonesia.. Temuan kajian ini memformulasikan bahwa LPTK masa depan harus memiliki kualitas dalam tujuh aspek secara terpadu yakni kelembagaan, penyelenggaraan, sumber daya manusia, fasilitas, peserta didik, proses pendidikan, dan jaringan dan kerjasama. Kata-kata Kunci: mutu pendidikan, lembaga pendidikan tenaga kependidikan, penyelenggaran pendidikan

DESIGNING FUTURE TEACHER EDUCATION: THE EFFORTS TO SOLVE THE INDONESIAN EDUCATION Abstract: The Indonesian education is still facing a number of problems, particularly related to the low quality and performance of education. The problems among others are caused by the teachers as the main actors of education. The purpose of this study to offer some alternative solutions derived from the roots of the problems. The study suggests to reform the teacher education institutions that produce teacher candidates. Attention should be given to the human resources, facility, students, educational process, and networking. Keywords: education quality, teacher education, education provision.

PENDAHULUAN Pada awal reformasi, Guru Besar Universitas Negeri Jakarta H.A.R. Tilaar mengajukan beberapa agenda reformasi di bidang pendidikan yang harus dilakukan bangsa Indoensia. Di antara agenda yang dipandang sangat penting dan menentukan bagi upaya perbaikan sistem pendidikan nasional bahkan akan menjadi penentu arah kemajuan bangsa di masa depan yakni reformasi terkait dengan guru dan lembaga pendidikan pencetak calon guru (Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan) (Tilaar, 1998). Dari sisi waktu, pemikiran tersebut telah diajukan delapan belasan tahun yang lalu, namun dipastikan masih sangat relevan untuk dibincangkan mengingat upaya mereformasi pendidikan nasional belum dapat dikatakan berhasil setidaknya jika dilihat dari realitas problem yang masih dihadapi oleh bangsa Indonesia saat ini. Di samping itu, tuntutan dan tantangan dunia global meniscayakan

adanya perbaikan pendidikan secara terus menerus (continuous quality improvement) untuk menghasilkan generasi unggul masa depan. Pemikiran di atas didasari oleh realitas peliknya problem dunia pendidikan di Indonesia yang jika dicermati bersumber dari hulunya pendidikan yakni lembaga pendidikan penghasil guru; dimana guru dipandang sebagai subjek utama pendidikan. Perspektif ini menjadi penting untuk dijadikan pijakan dalam mengatasi masalah pendidikan pada akar masalahnya agar tidak terus menerus terjebak pada hal-hal yang bersifat kulitnya, sehingga untuk masa depan mengatasi masalah pendidikan harus “dari akarnya, dari sumbernya, dari hulunya”. Guru seringkali menjadi pihak yang dituduh dan didakwa sebagai sumber masalah rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia. Hal tersebut tentu saja tidaklah salah karena guru menjadi salah satu penentu keberhasilan pendidikan (di sekolah); bahkan dipastikan sehebat apapun kurikulum

PERSPEKTIF Ilmu Pendidikan - Vol. 30 No. 1 April 2016

59

Menggagas LPTK Masa ...

dirancang dan selengkap serta secanggih apapun fasilitas yang dimiliki, kunci keberhasilan tetap ditentukan oleh guru. Tentu saja tidaklah sembarang guru atau asal guru, akan tetapi guru yang memiliki kompetensi dan kualitas yang memadai baik hard skill maupun soft skill. Penting diingat bahwa dalam logika sistem, guru yang ada sejatinya produk dari suatu proses pendidikan yang dilakukan oleh suatu lembaga pendidikan yang dikenal lembaga pendidikan tenaga kependidikan (LPTK), baik negeri maupun swasta sehingga jika terdapat gugatan atas rendahnya kualitas pendidikan yang bersumber rendahnya kinerja guru, sejatinya gugatan tersebut dialamatkan paling tepat kepada LPTK sebagai penghasil para guru. Berdasarkan pemikiran di atas diperlukan upaya rekonstruksi, revitalisasi, reformasi, reformulasi, atau bahkan restrukturisasi LPTK sebagai bagian “muhasabah, introspeksi diri” dunia pendidikan tinggi kependidikan tak terkecuali Fakultas Ilmu Pendidikan, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, dan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FTIK) pada IAIN/UIN dalam meningkatkan perannya menghasilkan guru dan tenaga kependidikan yang unggul. Dalam tulisan ini pembahasan akan diawali ulasan tentang: ada apa dengan guru (masalah empiriknya seperti apa), selanjutnya ada apa dengan LPTK kita (untuk menengok problematika LPTK), profil guru seperti apa yang diimpikan dan dididealkan masa kini dan masa depan, dan diakhiri bahasan tentang bagaimana seharusnya LPTK?

PEMBAHASAN Realitas Problem Guru Dalam dunia pendidikan, guru selalu diposisikan dalam garda terdepan, sebagai faktor terpenting dalam seluruh proses pendidikan. Posisi yang strategis ini mengharuskan para guru untuk menunjukkan kinerja terbaiknya dalam melayani pendidikan anak bangsa. Namun demikian tidak dapat dipungkiri kritikan terhadap guru terus saja bermunculan. Hal ini menandakan dunia guru masih diliputi berbagai problem yang berdampak pada masih rendahnya mutu pendidikan di Indonesia. Dalam buku Menyiapkan Guru Masa Depan (Kemdikbud, 2013) disebutkan ada beberapa persoalan guru di Indonesia (khususnya point 1-3 di bawah ini) sebagai berikut.

60

PERSPEKTIF Ilmu Pendidikan - Vol. 30 No.1 April 2016

1. Problem Kualifikasi guru Dari sisi kualifikasi pendidikan, guru yang telah menempuh pendidikan sarjana (S1 atau D-IV) masih relatif kecil, yakni guru SD 24,64%, guru SMP 22,64%, dan guru SMA 78,96%. Meskipun data ini bersumber pada hasil olahan Litbang Kompas pada tahun 2012, dapat dijadikan potret bahwa masih terdapat sejumlah besar guru yang belum berkualifikasi sarjana atau D-IV sebagai syarat mengikuti sertifikasi. Sebagai gambaran, komposisi dan kualifikasi akademik guru disajikan pada tabel 1. Tabel 1. Komposisi dan Kualifikasi Akademik Guru SD-SMA Jenjang

SD

Ijazah

Sekolah

SLTA

271.769

40.102

311.871 (20,97%)

PGSLP (D-1)

15.787

3.623

19.410 (1,30%)

PGSLA (D-2)

716.584

33.583

750.167 (50,44%)

D-3

31.152

8.106

39.258 (2,64%)

Sarjana

300.624

63.177

363.801 (24,46%)

2.084

535

Pascasarjana Jumlah

SMP

2.619 (0,19%) 1.487.126

PGSLP (D-1)

26.442

20.944

47.386 (23,44%)

PGSLA (D-2)

20.977

11.699

32.676 (16,17%)

D-3

48.752

18.875

67.627 (33,46%)

Sarjana

318.824

131.932

45.756 (22,64%)

6.524

2.129

8.653 (4,29%)

3.805

12.841

16.646 (2,77%)

Pascasarjana Jumlah PGSLP (D-1)

SMA

Total

202.098

PGSLA (D-2)

3.168

7.075

10.243 (1,70%)

D-3

27.822

58.175

85.997 (14,32%)

Sarjana

240.876

233.183

474.059 (78,96%)

7335

6.094

Pascasarjana Jumlah

13.429 (2,25%) 600.374

Sumber: Litbang kompas, berbasis statistik SD, SMP, SMA dan badan pengembangan Sumber Daya Manusia pendidikan dan penjaminan Mutu pendidikan, kementerian pendidikan dan kebudayaan (6 Maret 2012).

2. Problem Distribusi, Ketidaksesuaian, dan Kekurangan Jam Mengajar Berdasarkan data Ditjen PMPTK pada 2010 bahwa Indonesia masih kekurangan 200.000 tenaga guru. Kekurangan guru terbesar pada guru SD yang disusul kemudian berturut-turut guru SMP, SMA dan SMK, TK, dan Pendidikan Khusus. Namun jika dicermati pada berbagai kasus, sebenarnya fenomena yang terjadi bukan selalu kekurangan guru, melainkan distribusi guru yang tidak efektif. Beberapa guru mempunyai kelas yang sangat kecil dan siswa sedikit, sedangkan guru lain mempunyai kelas dengan banyak siswa, dan kedua-duanya tidak

Menggagas LPTK Masa ...

efektif dan efisien. Jumlah guru di daerah perkotaan cenderung cukup memadai, bahkan berlebih pada beberapa sekolah. Terkonsentrasinya guru di perkotaan menyebabkan sekolah di perdesaan, terutama terpencil mengalami kekurangan guru. Kenyataannya sekarang rasio guru dan siswa di Indonesia 1 : 14, berarti sudah ideal karena melampaui rasio guru dan murid di negara-negara maju seperti Korea Selatan 1 : 30, Jepang 1 : 20, dan Malaysia 1 : 25. Namun, karena pendistribusian guru yang tidak merata terjadi penumpukan guru di sekolah-sekolah perkotaan, sedangkan sekolah-sekolah di perdesaan, daerah terpencil, pedalaman masih kekurangan guru. Sekitar 76% sekolah di perkotaan mengalami kelebihan guru, sementara 83% sekolah di pelosok dan perdesaan kekurangan guru. Persoalan distribusi guru merupakan persoalan nyata yang dialami oleh sekolah-sekolah di seluruh Indonesia. Di daerah atau sekolah yang kekurangan guru, seorang guru harus mengajarkan beberapa mata pelajaran atau harus mengajar lebih dari satu kelas. Sebaliknya, di daerah yang kelebihan guru, pemberlakuan h jam mengajar 24 jam tatap muka per minggu bagi guru bersertifikat pendidik tidak dapat terpenuhi. Jumlah guru yang telah lulus sertifikasi sampai dengan tahun 2010 sebanyak 753.155 orang. Ternyata bagi guru yang sudah disertifikasi pun muncul masalah, karena kesulitan memenuhi jumlah jam mengajar yang merupakan kewajibannya sebanyak 24 jam mengajar per minggu. Akibat lain dari persoalan distribusi dan kesulitan pemenuhan 24 jam tatap muka per minggu tersebut adalah terjadinya mismatched. Menurut data yang dikeluarkan Ditjen PMPTK (2007) terdapat 16,22% guru mismatched. Dari lima bidang studi yang diteliti saat itu terdapat mismatched pada PKn 15,22%; Pendidikan Agama 20,80%; Tata Niaga 27,88%; Fisika 15,53%; dan Seni 52,93%. Secara nasional, persentase guru mismatched untuk semua jenjang pendidikan sebesar 36,43%. Dampak tidak terpenuhinya kewajiban mengajar minimal 24 jam tatap muka per minggu adalah produktivitas guru menjadi rendah. Selain itu, mismatched berdampak pada rendahnya kualitas pembelajaran yang pada akhirnya berpengaruh terhadap kualitas pendidikan secara nasional. 3. Problem Tata Kelola Guru Untuk menjamin mutu pendidikan yang merata di seluruh tanah air, dibutuhkan mutu distribusi guru yang memadai. Selama ini, masih

dijumpai persoalan-persoalan nyata bagaimana guru harus diangkat, ditempatkan, dan diberdayakan secara berkelanjutan. Pengangkatan guru oleh pemerintah daerah yang tidak terkomunikasikan dengan baik dengan Pemerintah Pusat sering menimbulkan kepincangan informasi. Pengangkatan guru juga sering disertai dengan tingginya proporsi guru yang tidak berkualifikasi, sehingga tidak berfokus pada peningkatan prestasi anak didik. Perlu dipertimbangkan pemikiran untuk mengembalikan pola sentralisasi dalam tata kelola guru, mengingat setelah sekian tahun tata kelola guru didesentralisasi ternyata menimbulkan disparitas baik dalam aspek distribusi, pengembangan karir, kesejahteraan, sampai pada isu politisasi untuk kepentingan pemilukada. 4. Problem Kompetensi Di samping ketiga problem di atas, isu terbaru setidaknya setelah dilakukan UKG bagi seluruh guru adalah muncul informasi problem kompetensi guru. Untuk saat ini instrumen yang dapat digunakan untuk melihat tingkat kompetensi guru adalah hasil uji kompetensi guru (UKG). Berdasarkan data yang disampaikan Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Kemendikbud, Sumarna Surapranata, rata-rata nasional hasil UKG 2015 untuk kedua bidang kompetensi (pedagogik dan profesional) adalah 53,02 di bawah standar kompetensi minimum (SKM) yang ditargetkan secara nasional, yaitu rata-rata 55. Hanya ada tujuh provinsi yang mendapatkan nilai rata-rata mencapai SKM yaitu DI Yogyakarta (62,58), Jawa Tengah (59,10), DKI Jakarta (58,44), Jawa Timur (56,73), Bali (56,13), Bangka Belitung (55,13), dan Jawa Barat (55,06). Selain tujuh provinsi yang mendapatkan nilai sesuai standar kompetensi minimum (SKM), ada tiga provinsi yang mendapatkan nilai di atas rata-rata nasional, yaitu Kepulauan Riau (54,72), Sumatera Barat (54,68), dan Kalimantan Selatan (53,15). Lebih lanjut disebutkan jika dirinci lagi untuk hasil UKG 2015 untuk kompetensi bidang pedagogik saja, ratarata nasionalnya hanya 48,94, yakni berada di bawah standar kompetensi minimal (SKM), yaitu 55. Bahkan untuk bidang pedagogik ini, hanya ada satu provinsi yang nilainya di atas rata-rata nasional sekaligus mencapai SKM, yaitu DI Yogyakarta (56,91) (http:// www.kemdikbud.go.id diunduh 19 Mei 2016). 5. Problem “Kesejahteraan” Pasca diundangkannya UU Guru dan Dosen pada tahun 2015, angin surga berhembus bagi para guru untuk dapat menikmati pendapatan

PERSPEKTIF Ilmu Pendidikan - Vol. 30 No. 1 April 2016

61

Menggagas LPTK Masa ...

yang lebih tinggi. Saat ini program sertifikasi telah berjalan sekitar sepuluh tahun yang berarti ribuan guru baik PNS maupun Non PNS yang memenuhi syarat telah mendapatkan tunjangan profesi guru. Namun demikian di lapangan masih dijumpai para guru nonPNS (berstatus honorer) yang masih mendapatkan penghasilan yang jauh dari layak. Tentu saja ini akan berdampak pada kualitas hidup yang akan berakibat pada masalah kinerja para guru. C. Problematika LPTK Problem yang dihadapi guru sebagaimana paparan di atas diantaranya berhubungan dengan problem yang dihadapi LPTK sebagai penghasil guru. Muncul berbagai kritikan dan bahkan gugatan terhadap LPTK yang dinilai gagal menghasilkan guru yang dapat mendidik dengan baik (Azhar, 2009). Kritikan bernada masukan seringkali datang dari pihak sekolah tempat mahasiswa praktek pengalaman lapangan (PPL) terkait masih rendahnya kualitas mengajar mahasiswa, kurang kreatif, kurang tanggap, dan kurang percaya diri. Hal ini mencerminkan ada hal yang harus dibenahi dalam sistem pendidikan di LPTK. Secara garis besar problem LPTK dapat dipetakan sebagai berikut (Kemdikbud, 2013): 1. Permasalahan dalam perekrutan Sistem perekrutan yang baik akan sangat menentukan luaran yang berkualitas. Idealnya calon mahasiswa LPTK harus diseleksi tidak hanya kemampuan akademisnya tetapi juga kemampuan nonakademisnya. Sistem seleksi yang terjadi selama ini kurang mampu mendeteksi calon mahasiswa yang benar-benar memiliki motivasi dan kepribadian sebagai calon pendidik. 2. Permasalahan dalam proses pendidikan Proses pendidikan (pembelajaran) yang diselenggarakan LPTK merupakan faktor penting bagi pengembangan kompetensi calon guru. Proses pendidikan cenderung masih sangat didominasi teori, sehingga minim praktik, lapangan, apalagi magang. Di samping itu penguatan empat kompetensi guru belum dilakukan secara terpadu, cenderung dominan kompetensi pedagogik dan “profesional”, masih relatif lemah pada kompetensi kepribadian dan sosial. Masalah lainnya adalah terkait pengembangan kurikulum, penciptaan suasana akademik, penetapan standar kelulusan dan prosedur evaluasi yang objektif dan transparan, juga dukungan sistem penjaminan mutu yang handal untuk menjamin mutu program pendidikan. 3. Permasalahan infrastruktur

62

PERSPEKTIF Ilmu Pendidikan - Vol. 30 No.1 April 2016

Sekalipun infrastruktur di LPTK semakin lengkap, tidak semua LPTK telah menunjukkan standar fasilitas yang memadai. Berbagai sarana dan prasarana baik perangkat keras dan perangkat lunak harus cukup tersedia. Secara umum LPTK belum memiliki labschool dan asrama yang memadai sebagai tempat belajar dan meningkatkan kompetensi mahasiswa. 4. Permasalahan sumber daya manusia Perguruan tinggi tak terkecuali LPTK umumnya masih menekankan kuantitas (jumlah) mahasiswa, belum menekankan kualitas dosen. Sekalipun jumlah dosen yang studi lanjut (S2, S3) semakin besar, rasio dosen “bermutu” dengan jumlah mahasiswa masih belum memadai. Tuntutan untuk menghasilkan guru yang profesional mengharuskan LPTK penyelenggara memiliki visi yang jelas yang dilandasi prinsip good university governance dan memiliki kapasitas yang menjamin profesionalisme lulusannya. D. Profil Guru Ideal Keberadaan guru tidak dapat dilepaskan dari perjalanan suatu bangsa terutama dalam pembangunan sumber daya manusia. Hal ini terlihat dari pidato Presiden Joko Widodo pada puncak peringatan hari guru nasional tahun 2015 (24 November 2015) yang menekankan peran penting guru bagi kemajuan bangsa, beliau diantaranya mengatakan bahwa “karya guru akan melukiskan wajah masa depan RI, dan peran penting guru dalam pendidikan karakter bangsa” (http://www. republika.co.id diunduh tanggal 12 Desember 2015). Globalisasi dengan segala dinamikanya mengharuskan penyiapan SDM yang dapat berpartisipasi dalam ragam tantangan dan kompetisi. Ada tiga tuntutan terhadap sumber daya manusia dalam abad 21 yakni (a) abad 21 membutuhkan SDM unggul, (b) SDM abad 21 adalah manusia yang terus menerus belajar, dan (c) SDM yang menghayati nilainilai “indigenous” (Tilaar, 1998). Tiga hal tersebut di atas, jika ditarik dalam ranah pendidikan, maka guru yang dibutuhkan adalah: Pertama, guru yang mampu menghasilkan SDM unggul terutama SDM yang memiliki keunggulan partisipatoris. SDM yang dapat ikut serta secara aktif dalam kompetisi sehat untuk menemukan yang terbaik bagi diri dan kemanusiaan. Kedua, guru yang mendidik manusia untuk terus belajar sepanjang hayat. Guru yang dapat menginspirasi peserta didiknya menjadi subjek belajar sepanjang hayat. Dengan terus belajar manusia

Menggagas LPTK Masa ...

akan dapat memperbaiki diri dan meningkatkan kualitas diri secara kontinu. SDM yang demikian akan memaknai kehidupannya sebagai ruang belajar untuk meningkatkan kualitas diri dan kehidupannya. Kita tentu ingat pernyataan pakar filsafat pendidikan kenamaan Rupert C. Lodge (1974) yang mengatakan: “life is education, education is life”. Pernyataan tersebut sejatinya mengajarkan kita bahwa hidup dan belajar dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan. Ketiga, guru yang dapat mengkreasi dan mentransformasikan nilai-nilai unggul budaya lokal di tengah-tengah budaya global yang sering kali bertentangan dengan nilai-nilai luhur yang ada. Tentu dengan tanpa kehilangan spirit untuk maju dan berubah sesuai semangat zaman, yang dalam bahasa al-Jabiri: perubahan harus dari dalam (Aljabiri, 2003). Untuk mewujudkan hal-hal tersebut di atas, guru harus “cerdas, kreatif, berhati, dan sosok enterpreneur”. Guru “cerdas” adalah sosok guru yang memiliki kemampuan untuk belajar dan bernalar, kemampuan mengatasi berbagai masalah dalam berbagai situasi, kemampuan mentransformasikan pengalamannya dari satu situasi ke situasi lainnya. Guru “kreatif” akan selalu menghadirkan sentuhansentuhan kreasi baru dalam aktivitasnya, kreativitas akan selalu mewarnai tugas profesinya, berbagai terobosan inovasi dalam pendidikan akan terus dilakukan. Guru yang “berhati” akan mendidik dengan sepenuh jiwa dan raga, akan mendidik peserta didik dengan hati, kesungguhan, komitmen, dan ketulusan melayani anak. Adapun guru yang berjiwa enterpreneur akan tampil sebagai guru yang mengembangkan nilai-nilai dedikasi, jujur, inovatif, tekun, dan ulet. Sifat seorang enterpreneur menurut Quintin G. Tan berbeda dari seorang bussinesman (Tilaar, 1998). Seorang enterpreneur memiliki karakteritik berorientasi pada pelayanan, interdependen, fokus pada pelanggan, kolaboratif, dan koordinatif. Sedangkan seorang bussinesman cenderung berorientasi profit (profit oriented), independen, orientasi pasar, kompetitif, dan orientasi pada kontrol. Tentu saja keduanya memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing tergantung perspektif dan konteksnya (Kasali, 2013). Perwujudan jati diri guru sebagaimana uraian di atas, dalam menjalankan profesinya guru harus memenuhi kriteria yakni pertama, guru berkomitmen kepada peserta didik dan kegiatan belajarnya; kedua, guru harus menguasai materi pelajaran yang

diajarkan dan bagaimana mengajarkan kepada siswa; ketiga, guru bertanggung jawab untuk mengelola dan memantau perkembangan belajar siswa; keempat, guru berpikir secara sistematis dan mau belajar dari pengalaman; kelima, guru adalah anggota masyarakat belajar (Fullan, 2007). E. LPTK Masa Depan Untuk menghasilkan guru sebagaimana yang diimpikan dan diidealkan di masa depan sebagaimana paparan di atas, serta mengingat besarnya peran LPTK bagi masa depan pendidikan di Indonesia, diperlukan formulasi setidaknya gagasan bangunan ideal sistem pendidikan pada LPTK. Michael Fullan mengajukan beberapa tawaran konseptual untuk memperbaiki program penyiapan guru dan tentu saja ini yang semestinya dilakukan LPTK, diantaranya adalah: program yang dilakukan harus berdasarkan pada konsep yang jelas tentang pendidikan dan pengajaran, program yang dilakukan memiliki kualitas tematik yang jelas, materi kurikulum yang memadai dan harus didukung komponen fasilitas laboratorium, kegiatan pembelajaran berbasis teori, praktek, dan lapangan; keterhubungan secara langsung antara penelitian dan basis pengembangan pengetahuan, harus dilakukan evaluasi program secara rutin (Fullan, 2007). Tawaran Fullan di atas nampaknya lebih berorientasi pada perbaikan tataran program dan proses pendidikan, belum mengarah pada perubahan dan perbaikan pada aspek kelembagaan, penyelenggaraan, dan sumber daya. Oleh karena itu untuk melengkapi, menarik dikaji tawaran Djohar tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas pendidikan pada LPTK yakni kualitas kelembagaannya, kualitas penyelenggaraannya, kualitas SDM dan fasilitasnya, kualitas peserta didiknya, dan kualitas pemberdayaan peserta didiknya (Djohar, 2003). Dengan mendasarkan pada tawaran-tawaran tersebut di atas dapat dirumuskan LPTK masa depan sebagai berikut. 1. Aspek Kelembagaan Bentuk kelembagaan LPTK harus fungsional, artinya harus sesuai dengan jenis tenaga guru yang disiapkan. Di samping harus ada lembaga pengelola (fakultas dan prodi) dan layanan administrasi, idealnya harus ada beberapa unit kelembagaan yang menopang sistem pendidikan yakni unit bidang studi/keilmuan bidang tertentu, unit ilmu pendidikan dan keguruan, unit psikologi dan layanan konseling, unit laboratorium (untuk FTIK

PERSPEKTIF Ilmu Pendidikan - Vol. 30 No. 1 April 2016

63

Menggagas LPTK Masa ...

dengan prodi yang ada perlu dipertimbangkan selain laboratorium micro teaching juga perlu ada laboratorium IPA, laboratorium bahasa, laboratorium seni dan prakarya, laboratorium pendidikan agama, laboratorium manajemen, dan sekolah laboratorium), dan unit pengembangan soft skill. Kelembagaan tersebut harus didukung sumber daya manusia dan fasilitas yang memadai serta interelasi multidisipliner yang saling terintegrasi. 2. Aspek Penyelenggaraan Penyelenggaraan LPTK harus didukung oleh sistem tata kelola dan layanan yang prima, dengan didukung sumber daya manusia (baik dosen maupun tenaga kependidikan) yang dapat menjadi figur contoh atau model anutan baik keilmuan, skill, maupun sikap dan tata lakunya. Mahasiswa kelak jika menjadi guru atau tenaga kependidikan akan merefleksikan dan mempraktikkan model layanan dan figur “pelayan” yang dijumpainya saat mereka kuliah. Ini akan menjadi hidden curriculum yang berpengaruh pada kualitas lulusan LPTK. Di samping itu penyelenggaraan LPTK harus memungkinkan terjadinya tradisi saling berjumpa antardisiplin ilmu (kependidikan dan non kependidikan) setidaknya antar program studi, tidak dalam tradisi keterisolasian, sehingga memungkinkan interaksi tanpa sekat. Dengan penyelenggaraan seperti ini memungkinkan mahasiswa LPTK akan mendapat masukan dari berbagai tradisi keilmuan, ada fleksibiltas pendidikan, mobilitas mahasiswa antar prodi dapat terjadi dengan efisien. 3. Aspek Sumber Daya Manusia Secara garis besar ada dua kategori SDM di LPTK yaitu tenaga pendidik dan tenaga kependidikan. Tenaga pendidik/dosen LPTK dapat dipetakan dalam lima kategori: (1) ahli bidang studi, (2) ahli pendidikan bidang studi, (3) ahli ilmu pendidikan, (4) ahli keguruan (pembelajaran), (5) ahli psikologi atau bimbingan konseling. Tentu saja dimungkin seseorang dosen memiliki keahlian ganda. Pada sisi layanan administrasi, diperlukan tenaga admistrasi yang memiliki etos melayani, dapat memberikan layanan secara cepat, tepat, dan ramah sehingga harus memiliki ketrampilan teknis administratif dan kemampuan komunikasi dan interaksi sosial, kemampuan hard dan soft. Di samping itu harus tersedia tenaga teknis, dan laboran yang menjadi tenaga ahli pada setiap jenis laboratorium yang dikembangkan. Dengan demikian kapasitas SDM LPTK berupa dosen, tenaga kependidikan dan tenaga pendukung lainnya harus memadai.

64

PERSPEKTIF Ilmu Pendidikan - Vol. 30 No.1 April 2016

4. Aspek Fasilitas Tersedianya fasilitas pendidikan mencerminkan kualitas pengalaman belajar mahasiswa. Dalam proses pendidikan, pengalaman merupakan aspek yang pokok, sehingga tersedianya fasilitas pendidikan menjadi cerminan kualitas lulusan. Fasilitas pendidikan yang memadai dibutuhkan untuk memberikan kemudahan layanan dan untuk melatih mahasiswa dalam meningkatkan skill. Sehingga dibutuh laboratorium yang memadai berbasis program studi. Di samping harus memiliki laboratorium berbasis prodi, LPTK perlu didukung sekolah laboratorium atau labschool dan asrama yang memadai sebagai tempat praktek dan magang serta tempat membangun kompetensi kepribadian dan sosial para mahasiswa. Apalagi jika program pendidikan profesi guru (PPG) dilaksanakan, keberadaan labschool dan asrama mutlak harus tersedia. 5. Aspek Peserta Didik Kualitas peserta didik LPTK sangat dipengaruhi oleh tingkat peminat dan sistem rekruitmen yang ada. Semakin kompetitif peminat, maka akan semakin terbuka untuk mendapatkan calon peserta didik yang berkualitas. LPTK perlu berupaya sungguhsungguh membangun citra dan reputasinya sehingga menarik lulusan SLTA untuk menekuni profesi guru, terutama siswa yang memiliki prestasi unggul. Di samping itu diperlukan mekanisme seleksi yang dapat menemukan figur calon guru yang memenuhi syarat baik secara akedemis, jasmani, rohani, dan psikologisnya. Sehingga seleksi yang dilakukan tidak cukup hanya terkait dimensi akademis semata, tetapi hal yang tak kalah pentingnya adalah kemampuan non akademis termasuk minat dan motivasinya. 6. Aspek Proses Pendidikan Proses pendidikan merupakan interaksi edukatif antara peserta didik, pendidik dan sumber belajar dalam setting lingkungan tertentu. Proses ini sesungguhnya aktifitas pemberdayaan peserta didik dengan berbagai pengalaman belajar untuk mewujudkan kompetensi. Proses pendidikan di LPTK harus dilakukan secara proporsional teori, praktek, lapangan/magang. Proses pendidikan harus mengarah kepada tercapainya empat kompetensi guru secara integratif , tidak hanya memperkuat kompetensi pedagogik dan profesional. Kurikulum pendidikan baik ideal curriculum, actual curriculum, maupun hidden curriculum harus dikembangkan sesuai tuntutan perkembangan dan dinamika keilmuan. Mahasiswa dalam proses pendidikan

Menggagas LPTK Masa ...

harus diposisikan sebagai subjek yang mnghadapi persoalan pembelajarannya dalam suasana dialogis antara dosen dengan mahasiwa dan objek-persoalan belajarnya. 7. Aspek Jaringan dan Kerjasama Era global ditandai oleh jejaring (networking) dan kerjasama (teamwork). Jaringan semakin diperlukan karena setiap manusia tidak lagi hidup terpisah-pisah tetapi berhubungan satu dengan yang lainnya, abad 21 manusia hidup dalam alam tanpa sekat, dunia laksana kampung yang satu. Tanpa jaringan sulit untuk mendapatkan dukungan dari

pihak lain. Demikian halnya dengan kerjasama, sumber daya yang dimiliki dengan keunggulan spesifiknya berkolaborasi membangun suatu teamwork sehingga akan menghasilkan produk dan karya yang lebih unggul. LPTK harus dikembangkan dengan basis jaringan dan kerjasama yang kuat (Tilaar, 1998). Uraikan di atas dapat diformulasikan bahwa LPTK masa depan harus unggul dan bermutu dalam tujuh aspek secara terintegratif sebagaimana divisualisasikan dalam gambar 1.

Gambar 1. LPTK masa depan

PENUTUP Berdasarkan uraian dalam pembahasan di atas dapat diambil hal penting bahwa membangun pendidikan bagi masa depan bangsa dilakukan dengan menyiapkan tenaga pendidik yang bermutu unggul melalui LPTK yang berkualitas. Membangun LPTK berkualitas dan kuat dalam aspek kelembagaan, penyelenggaraan, SDM, fasilitas, peserta didik, proses pendidikannya, dan jaringan serta kerjasama merupakan langkah mendasar dan strategis bagi ikhtiar mewujudkan masa depan pendidikan, sekaligus strategi hulu mengatasi problem pendidikan nasional.

DAFTAR PUSTAKA Al-Jabiri, & Abed, M. (2003). Kritik kontemporer atas filsafat Arab-Islam. Alih bahasa Moch. Nur

Ichwan. Yogyakarta: Islamika. Azhar. (2009). “Kondisi LPTK Sebagai Pencetak Guru Yang Profesional”. Jurnal Tabularasa PPs Unimed, Vol.6. No.1, Juni 2009. Delors, J., dkk. (2002). Pendidikan untuk abad XXI: Pokok persoalan dan harapan. Terjemahan W.P. Napitupulu. Jakarta: Depdiknas dan Unesco Publising. Direktorat Ketenagaan Ditjend Dikti. (2010). Kerangka acuan program revitalisasi LPTK dan pelaksanaan program pendidikan profesi guru. Jakarta: Depdiknas. Djohar. (2003). Pendidikan strategik: Alternatif untuk pendidikan masa depan. Yogyakarta: LESFI. Fullan, M. (2007). The new meaning of educational change. Fourth Edition. New York: Teachers College, Columbia University. http://www.kemdikbud.go.id diunduh 19 Mei 2016. http://www.republika.co.id diunduh tanggal 12

PERSPEKTIF Ilmu Pendidikan - Vol. 30 No. 1 April 2016

65

Menggagas LPTK Masa ...

Desember 2015. Kasali, R. (2013). Change: Manajemen perubahan dan manajemen harapan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. (2013). Menyiapkan guru masa depan. Jakarta: Kementerian

66

PERSPEKTIF Ilmu Pendidikan - Vol. 30 No.1 April 2016

Pendidikan dan Kebudayaan. Lodge, R.C. (1974). Philoshopy of education. New York: Harper & Brother. Tilaar, H.A.R. (1998). Beberapa agenda reformasi pendidikan nasional dalam perspektif abad 21. Magelang: Tera Indonesia

PETUNJUK PENULISAN 1. Persyaratan Naskah Naskah yang dikirimkan kepada editor dalam Bahasa Indonesia atau Bahasa Inggris yang merupakan gagasan/karya tulis asli, belum pernah diterbitkan, tidak sedang dipertimbangkan untuk dimuat di media, jurnal, atau majalah lain baik nasional maupun internasional, dan belum pernah dikirim ke media cetak lain. Penulis menjamin bahwa naskah yang diajukan tidak mengandung unsur plagiarisme atau pelanggaran etika akademik lainnya. Setiap pelanggaran sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis.

2. Ragam Naskah Naskah dapat berupa hasil hasil penelitian, kajian kepustakaan/literatur, kajian empiris, studi kasus, evaluasi, kajian kebijakan, isu-isu mutakhir pendidikan, atau resensi buku. Naskah dapat berupa pengembangan dari skripsi, tesis, disertasi, atau penelitian lain.

3. Stuktur Naskah a. Judul: Menggambarkan isi naskah yang disajikan secara singkat dan padat, tidak terlalu spesifik/ sempit, tetapi juga tidak terlalu umum, dengan panjang paling banyak 14 kata. b. Identitas Penulis: Nama penulis ditulis secara lengkap, tanpa gelar, alamat e-mail, serta nama dan institusi/ lembaga. Apabila penulis naskah lebih dari satu orang, alamat email yang dicantumkan adalah alamat penulis utama yang disebutkan pada urutan terdepan nama penulis. c. Abstrak: bersifat informatif berisi latar belakang, masalah, tujuan, metode, tempat dan waktu penelitian, hasil dan saran. Abstrak ditulis secara singkat tanpa memuat rumus/ perhitungan statistik, dengan panjang antara 150-250 kata dan disusun dalam satu paragraf, serta dilengkapi dengan paling sedikit tiga kata kunci yang merupakan konsep penting dalam naskah. Judul dan abstrak ditulis dalam versi Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris. d. Pendahuluan: berisi latar belakang dan rumusan masalah, manfaat penelitian, serta kajian pustaka/ teori tanpa menggunakan subjudul. Isi pendahuluan tidak melebihi 20% dari keseluruhan tulisan. e. Metode Penelitian: berisi jenis, tempat dan waktu, serta prosedur penelitian (sumber data, teknik pengumpulan data, dan teknik analisis data). f. Hasil dan Pembahasan: mencakup hasil/ data kualitatif dan/atau kuantitatif yang diikuti dengan pembahasan serta implikasi. g. Penutup: terdiri atas (a) kesimpulan temuan penelitian yang berupa jawaban atas pertanyaan penelitian atau berupa intisari hasil pembahasan, dan (b) saran. Kesimpulan dan saran disajikan dalam bentuk paragraf. i. Perujukan dan Pengutipan: menggunakan teknik rujukan berkurung (nama akhir, tahun). Contoh: (Sitepu, 2014) h. Daftar Pustaka: hanya memuat sumber-sumber yang dirujuk, dan semua sumber yang dirujuk harus tercantum dalam daftar rujukan. Sumber rujukan minimal 80% berupa pustaka terbitan 10 tahun terakhir. Jumlah pustaka yang diacu untuk hasil penelitian paling sedikit 10 pustaka dan untuk hasil kajian paling sedikit 25 pustaka. Contoh penulisan daftar pustaka disusun dengan tata cara seperti contoh berikut ini, diurutkan secara alfabetis dan kronologis: Buku: Januszewski, A.,& Molenda, M. (2008). Educational technology: A definition with commentary. New York: Routledge. Newby, T. J., et.al. (2010). Educational technology for teaching and learning (4th ed). London: Pearson Buku elektronik: Niemann, S., Greenstein, D., & David, D. (2004). Helping children who are deaf: Family and community support for children who do not hear well. Diakses dari http://www.hesperian.org/publications_download_deaf. php Buku kumpulan artikel: Saukah, A. & Waseso, M.G. (Eds.). (2002). Menulis artikel untuk jurnal ilmiah (edisi ke-4, cetakan ke-1). Malang: UM Press. Artikel dalam buku kumpulan artikel: Russel, T. (1998). An alternative conception: representing representation. Dalam P.J. Black & A. Lucas (Eds.), Children’s Informal Ideas in Science (hlm. 62-84). London: Routledge. Artikel dalam jurnal atau majalah: Sadid, A. (2014). Model desa terpadu PAUDNI mewujudkan masyarakat pembelajar sepanjang hayat. Jurnal VISI PPTK-PAUDNI, 9 (1), 56-67.

Artikel dalam koran elektronik: Maruli, A. (November, 2013). Pemerintah alokasikan Rp 2,40 triliun untuk paud nonformal dan informal. Antaranews.com. Diakses dari http://www.antaranews.com/berita/405210/pemerintah-alokasikanrp-240-triliun-untuk-paud-nonformal-dan-informal pada tanggal 10 Desember 2013. Tulisan/berita dalam koran (tanpa nama pengarang): Wanita kelas bawah lebih mandiri. (2010, 22 April). Kompas, p. 3 Dokumen resmi: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. (1978). Pedoman penulisan laporan penelitian. Jakarta: Depdikbud. Undang-undang Nomor 20 tentang Sistem Pendidikan Nasional. (2003). Jakarta: PT Armas Duta Jaya. Buku terjemahan: Zainu, M. (2010). Solusi pendidikan anak masa kini. (Syarif Hade, penterjemah). Jakarta: Mustaqiim Skripsi, Tesis, Disertasi, Laporan Penelitian: Septiani, M. (2015). Pengalaman pusat kegiatan belajar masyarakat dalam memfasilitasi masyarakat Jakarta Utara belajar sepanjang hayat: Sebuah studi fenomenologi di Jakarta Utara. Tesis tidak diterbitkan. Jakarta: PPS UNJ. Internet (artikel dalam jurnal online): Johns, E., & Mewhort, D. (2009). Test sequence priming in recognition memory. Journal of Experimental Psychology: Learning, Memory and Cognition, 35, 1162-1174. doi: 10.1037/a0016372

4. Fisik Naskah Naskah diketik dengan format A4, menggunakan jenis huruf Book Antiqua ukuran 10 point dengan spasi 1,5. Panjang naskah berkisar antara 4000-10.000 kata yang diserahkan kepada editor dalam bentuk soft copy (CD) dan hard copy/ print out. Tabel diberi nomor secara berurut dan diberikan judul secara singkat, diletakan di atas tabel dan diketik menggunakan huruf kapital pada setiap awal kata. Gambar, termasuk grafik, bagan, diagram, peta, foto, atau sketsa diberikan nomor secara berurut dengan penjelasan dan diletakan di bawah gambar. Berikut ini adalah contoh penulisan tabel dan gambar. Tabel 1. Persentase Mahasiswa Yang Memiliki Peralatan TIK No

Peralatan TIK

Persen (%)

1

Komputer pribadi (PC)

11.8

2

Laptop

32.2

3

Tablet

7.5

4

iPod touch

1.5

5

Telepon

10.3

6

Handphone

36.7

Gambar 1. Persentase mahasiswa yang memiliki peralatan TIK

5. Penyerahan Naskah. Naskah dalam bentuk hard copy dan compact disk (CD) dikirim ke Redaksi Jurnal PERSPEKTIF Ilmu Pendidikan, Kampus A UNJ Gd. Daksinapati, Jl. Rawamangun Muka, Jakarta Timur, 13220. Submit artikel dapat dilakukan dengan mengakses http://journal.unj.ac.id/jurnalfip atau soft copy naskah dapat dikirim ke e-mail: [email protected] Editor hanya menerima dan mempertimbangkan naskah yang memenuhi syarat seperti yang tertera di atas. Penulis tidak dikenakan biaya submisi dan Redaksi tidak berkewajiban untuk mengembalikan kepada penulis naskah yang tidak dimuat.

6. Telaahan Naskah Naskah yang dinyatakan lolos dari seleksi pendahuluan dikirimkan kepada satu atau dua orang blind reviewer (penelaah tidak tahu nama penulis dan sebaliknya) untuk ditelaah kemungkinan penerbitannya. Penulis berkewajiban memperbaiki (bila perlu) naskah sesuai dengan saran penelaah sebagai syarat untuk penerbitan sebuah artikel.