Apa alasan mereka yang ingin mengganti ideologi Pancasila

Senin, 12 Agustus 2019 | 13:44 WIB
Oleh : Robert Wardy / CAH

Apa alasan mereka yang ingin mengganti ideologi Pancasila

Ryamizard Ryacudu

Jakarta, Beritasatu.com - Menteri Pertahanan (Menhan) Ryamizard Ryacudu mengemukakan siapa saja yang ingin menggantikan Pancasila adalah pengkhianat bangsa. Alasannya, Pancasila adalah dasar negara yang sudah menjadi kesepakatan seluruh anak bangsa.

"Bila ada yang ingin mengganti ideologi Pancasila berarti dia itu adalah pengkhianat terhadap bangsa ini. Dia pengkhianat terhadap proklamasi kemerdekaan Indonesia dan pengkhianat terhadap negara ini, pengkhianat terhadap kita semua, serta pengkhianat terhadap masa depan bangsa ini," kata Ryamizard dalam sambutan pada Forum Konsiliasi Masyarakat (Rekat) di‎ Jakarta, Senin (12/8/2019).

Hadir pada acara itu Wapres keenam Try Soetrisno, putri Bung Karno sekaligus anggota Dewan Pembina Partai Gerindra Rahmawati Soekarnoputri, tokoh NU Solahudin Wahid, Ketua REKAT Eka Gumilar‎ dan sejumlah tokoh lainnya.

Ryamizard mengingatkan bahwa pihak-pihak yang mau mengganti Pancasila sama saja menggantikan Indonesia.‎ Pancasila adalah ideologi negara yang sudah final. Pancasila terbukti ampuh mempersatukan beribu-ribu perbedaan suku, ras dan agama (Sara) di bangsa ini‎. Karena itu, ‎keberadaan Pancasila tidak bisa diganggu lagi, apalagi dibuang.

‎"Pancasila adalah Indonesia itu sendiri. Mengganti Pancasila berarti mengganti Indonesia. Pancasila akan timbul dan tenggelam bersama negara ini. Hancurnya Pancasila adalah terpecahnya negara," jelas Ryamizard.

Dia mengingatkan Indonesia bukan negara agama tetap negara yang masyarakatnya beragama. Dia mengingatkan bahwa jadi Hindu bukan‎ berarti menjadi orang India. Jadi Muslim bukan berarti jadi orang Arab dan jadi Kristen bukan berarti menjadi orang Yahudi.
"Kita harus tetap menjadi orang Nusantara dengan adat, budaya Nusantara yang sangat kaya," tegas Ryamizard.

Dia mengajak seluruh masyarakat Indonesia agar satukan jiwa, raga, dan stukan pemikiran menuju Indonesia yang lebih maju. Masalah ideologi sudah selesai dan tidak perlu diperdebatkan lagi.

Dia juga mengajak masyarakat agar mendukung pemerintahan yang telah dipilih. Tidak boleh ada lagi perpecahan dan perselisihan yang kontra produktif terhadap pembangunan bangsa.

"Mari kita percayakan proses pembangunan ini kepada pemimpin terpilih karena kita sendirilah yang memilihnya. Tidak mudah mencari pemimpin dan tidak mudah menjadi pemimpin. Dari sekian juta bangsa Indonesia sudah terpilih pemimpin yang merupakan amanah dan itu kita sendiri yang memilih melalui mekanisme yang konstitusional. Kita percayakan proses pembangunan kepada para pemimpin kita, jangan ada kata curiga, jangan lagi ada yang mengganggu lagi proses pembangunan ini, karena mengganggu proses pembangunan artinya sama saja dengan mengkhianati amanat dari rakyat," tutup Ryamizard.

Saksikan live streaming program-program BeritaSatu TV di sini

Sumber: Suara Pembaruan


Liputan6.com, Jakarta - Pancasila sudah menjadi dasar negara sejak Indonesia lahir. Kendati begitu, perjalanan Pancasila sebagai ideologi Indonesia, sudah berkali-kali ingin diganti.

Sejarawan yang juga peneliti LIPI Asvi Warman Adam menyebut, ideologi Indonesia pernah diperdebatkan pada zaman Presiden Sukarno. Kala itu, diperdebatkan ideologi negara diganti oleh agama.

"Dalam perdebatan, apakah dasar negara kita itu adalah Pancasila ataukah agama Islam. Banyak yang menginginkan agama Islam sebagai dasar negara, namun tidak mencapai suara yang cukup (tidak sampai kata sepakat)," kata Asvi saat ditemui Liputan6.com di Jakarta, Rabu 31 Mei 2017.

Bahkan pada era Sukarno, Pancasila juga sempat diperdebatkan sebagai dasar negara pada 1957. Para konstituante memperdebatkan dasar negara Indonesia dalam persidangan.

"Mereka berdebat apakah dasar negara itu Pancasila atau Islam atau ideologi sosial ekonomi. Tetapi tidak satu pun dari kelompok yang mencapai suara, sehingga usul atau perdebatan itu menjadi terkatung-katung," ujar dia.

Namun, karena perdebatan tersebut dianggap tidak berhasil untuk menentukan ideologi Indonesia, maka Presiden Sukarno kembali mengeluarkan Dekrit Presiden pada Juni 1959.

Penggantian Pancasila pada Era Reformasi

Tak hanya itu, pada era reformasi upaya untuk mengganti ideologi negara kembali terjadi. Hal ini dilakukan dengan memasukkan agama ke dalam konstitusi dasar-dasar negara.

"Tapi itu juga tidak berhasil (mengganti Pancasila sebagai ideologi Indonesia)," tutur Asvi.

Menurut Asvi, hal ini menjadi bukti kuat Pancasila adalah dasar negara Indonesia. Sebab, telah berkali-kali dicoba dan diupayakan untuk diganti, tetapi berulang kali pula diputuskan ideologi Indonesia tetap Pancasila.

"Karena (Pancasila) itu kan dasar negara. Jika fondasi itu diganti, maka negara itu akan runtuh. Kita cukup Pancasila saja. Agama atau ideologi lain tidak bisa gantikan Pancasila sebagai dasar negara," pungkas Asvi.

Penggagas Pancasila

Sebagian orang mengenal Sukarno adalah tokoh yang pertama kali menjadi penggagas rumusan Pancasila. Namun, ternyata ada juga anggapan yang menyebut Mohammad Yamin dan Soepomo-lah sosok yang menggagas rumusan Pancasila yang kini menjadi dasar dan ideologi bangsa Indonesia.

"Jadi dikatakan bahwa penggagas pertama Pancasila itu bukanlah Sukarno tetapi Mohammad Yamin, kemudian dikatakan lagi bukan hanya Moh. Yamin tapi juga Soepomo," ungkap Asvi.

Ia mengatakan, lahirnya Pancasila diawali dengan serangkaian rapat Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) sejak 29 Mei 1945 hingga 1 Juni 1945.

"Satu-satunya yang membahas tentang dasar negara itu hanya Sukarno dan itu disampaikan pada 1 Juni 1945. Jadi itulah sebabnya 1 Juni itu dijadikan sebagai Hari Kelahiran Pancasila," tutur dia.

Peneliti LIPI itu menjelaskan, keputusan Presiden Jokowi yang menetapkan 1 Juni sebagai Hari Pancasila merupakan serangkaian proses, yang diawali dengan pidato dari Presiden Sukarno pada 1 Juni 1957.

"Kemudian tanggal 22 Juni yang dikenal sebagai Piagam Jakarta itu adalah masukan-masukan dari para tokoh dan kemudian disempurnakan lagi pada 18 Agustus 1957," terang Asvi.

Oleh:

Dok.Kopassus Menkopolhukam Mohammad Mahfud MD berkunjung ke markas Komando Pasukan Khusus (Kopassus) TNI AD di Cijantung Jakarta Timur, Rabu (8/7/2020).

Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD mengemukakan tiga kelompok beraliran radikal yang coba mengganti ideologi negara.

Aliran radikal adalah kegiatan yang memiliki paham ekstrem berdasarkan agama atau non agama yang ingin berganti paham di luar prosedur yang disepakati.

Mahfud MD menyampaikan hal ini saat mengunjungi Pondok Pesantren Annuqayah di hadapan ulama dan masyarakat Madura pada Minggu (4/10/2020).

Kelompok pertama, yakni kelompok yang ingin mengganti Indonesia atau negara Pancasila menjadi negara yang bukan Pancasila. Kelompok ini adalah Hizbut Tahrir Indonesia yang dibubarkan pemerintah pada 19 Juli 2017.

Kedua adalah Majelis Mujahidin Indonesia (MMI). Kelompok ini disebut tidak ingin mengganti negara Pancasila. Akan tetapi, mereka menghendaki semua hukum yang berlaku harus hukum Islam.

Pada 2017, Pemerintah AS menyatakan kelompok bentukan Abu Bakar Ba`asyir ini dimasukan ke dalam daftar kelompok teroris global. Namun sejumlah kalangan mempertanyakan kriteria yang digunakan AS pada penetapan tersebut.

Baca Juga : Pengumuman! Free WiFi Tak Akan Bebas Lagi

Ketiga adalah Komite Persiapan Penegakan Syariat Islam (KPPSI) di Sulawesi Selatan. Kelompok ini dinyalir ingin menegakkan syariat Islam di berbagai daerah.

“Itu adalah disertasinya Haedar Nashir, yang Ketua Umum PP Muhammadiyah. Ada 3 gerakan, Siapa yang mau membantah itu,” katanya saat siaran langsung di akun Youtube Kemenko Polhukam, Minggu (4/9/2020).

Sementara itu, Islam yang dianut masyarakat Indonesia pada umumnya tetap menjaga akidah, mengikuti ahlul sunnah wal jamaah. Paham ini telah dicontohkan Nabi Muhammad Saw ketika mendirikan Madinah.

Dia menyebutkan saat membangun Madina, Nabi membuat Piagam Madinan. Isinya merangkul semua orang baik Islam maupun bukan Islam. Seluruh suku agama mendapat perlindungan harta, jiwa dan agama.

Simak Video Pilihan di Bawah Ini :

Ancaman nyata dari pihak-pihak yang ingin mengganti Pancasila sebagai dasar negara Indonesia telah muncul dalam beberapa tahun terakhir, yang ditandai dengan berbagai aksi yang menyerukan penggunaan paham atau ideologi lain.

Selain itu, upaya mengganti Pancasila dapat dilihat dari pemahaman generasi muda masa kini, yang menganggap Pancasila sudah tidak relevan dan perlu diganti dengan ideologi atau dasar negara yang lain.

BACA JUGA: Presiden Jokowi Serukan Halau Kekuatan Inkonstitusional

Ketua Pemuda Katolik Komda Jawa Timur, Agatha Retnosari mengatakan ancaman mengubah Pancasila sebagai dasar negara telah terlihat salah satunya dari sektor pendidikan, di mana pengajaran ideologi lain lebih dominan dibandingkan pengajaran nilai-nilai Pancasila.

“Kalau saya melihatnya sungguh nyata karena mereka yang ingin menggantikan Pancasila ini. Mereka tidak hanya lewat jalan-jalan teror, tetapi juga mereka masuk melewati jalur-jalur pendidikan. Maka dari itu, menjadi penting buat kita yang memang menginginkan pancasila tetap tegak berdiri di Indonesia, kita juga harus lebih cerdas dan lebih cerdik dari mereka dalam menggunakan cara,” kata Agatha Retnosari.

Ditambahkannya, penanaman nilai-nilai Pancasila sedianya dilakukan sejak dini, yaitu mulai dari keluarga.

Patung Proklamator Soekarno di Museum Bung Karno di Blitar, Soekarno penggali Pancasila sebagai ideologi bangsa. (Foto: Petrus Riski/VOA)

Menurut Agatha, meski pendidikan formal penting, tapi pendidikan di dalam keluarga jauh lebih penting. Karena, orang tua adalah guru pertama yang mengajarkan nilai-nilai kebaikan Pancasila kepada anak-anak, tutur Agatha.

“Misalnya, sikap tenggang rasa, sikap saling tolong menolong, dan lain sebagainya. Menurut saya kalau itu sudah dilakukan dan menjadi kebiasaan sehari-hari, nilai-nilai Pancasila itu bukanlah menjadi hal-hal yang asing lagi,” kata Agatha.

“Jika Pancasila itu dihayati dan dilakukan dalam keseharian kita sebagai pribadi dan juga ke dalam hidup berbangsa dan bernegara, rasanya ideologi lain yang akan berusaha masuk ke negara Indonesia, juga mengalami kesulitan atau hambatan,” jabarnya.

Ancaman dari Ideologi Lain, Warga Diajak Perkuat Persatuan

Koordinator Gusdurian Surabaya Yuska Harimurti menuturkan tokoh agama dan tokoh masyarakat harus memainkan peranan untuk membumikan Pancasila.

“Peran tokoh agama menjadi sangat penting, karena kalau kita melihat akhir-akhir ini ada beberapa pihak yang menyuarakan perlunya mengganti dasar negara selain Pancasila. Nah, ada semacam keresahan bagi kita, bagaimana mungkin Pancasila itu jika tidak ada di bangsa Indonesia. Pancasila ini adalah pemersatu,” kata Yuska.

“Pancasila itu adalah yang menjadi tolok ukur jika ada masalah-masalah perbedaan yang mencuat. Kita harus segera berani menyatakan ketika ada masalah perbedaan itu mencuat, kita harus berani menyatakan untuk mari kita kembali ke Pancasila,” paparnya.

BACA JUGA: BNPT: Kondisi Negara yang Kritis Rentan Disusupi Teroris

Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa mengajak seluruh elemen masyarakat di Jawa Timur untuk bersama-sama menjaga persatuan dan kesatuan Indonesia yang merefleksikan sila ketiga dan menjadi kunci penting menjaga kelestarian Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

“PR kita hari ini adalah, bagaimana bersama kita menjaga persatuan Indonesia, persaudaraan dan kebersamaan ini menjadi bagian penting, persatuan ini menjadi titik kunci untuk bisa menjaga NKRI,” kata Khofifah.

“Dan kalau pada 1 Juni Hari Pancasila, maka implementasi dari sila ketiga, saya ingin mengajak kita semua kembali melakukan ikhtiar, bagaimana kita rekatkan kembali persatuan Indonesia dalam konteks apapun, dalam strata dan status sosial apapun, dan dimana pun,” pungkas Khofifah Indar Parawansa. [pr/em]