Apa dampak sering terjadinya pergantian kabinet

Apa dampak sering terjadinya pergantian kabinet

Apa dampak sering terjadinya pergantian kabinet

Apa dampak yang ditimbulkan akibat pergantian kabinet pada masa Demokrasi Liberal?

  1. Hutang ke luar negeri Indonesia semakin banyak
  2. Rakyat tidak percaya adanya parpol
  3. ketidakstabilan politik nasional
  4. Perekonomian masyarakat menurun
  5. Adanya krisis perekonomian di Indonesia

Jawaban: C. ketidakstabilan politik nasional

Dilansir dari Encyclopedia Britannica, apa dampak yang ditimbulkan akibat pergantian kabinet pada masa demokrasi liberal ketidakstabilan politik nasional.

Kemudian, saya sangat menyarankan anda untuk membaca pertanyaan selanjutnya yaitu Pelaksanaan Pemilu 1955 bertujuan untuk? beserta jawaban penjelasan dan pembahasan lengkap.

KOMPAS.com - Mulai 17 Agustus 1950, Presiden Soekarno memberlakukan Demokrasi Liberal, yang belangsung hingga 5 Juli 1959.

Dalam kurun waktu sembilan tahun itu, terjadi sebanyak tujuh kali pergantian kabinet dengan perdana menteri yang juga berbeda-beda.

Berikut ini 7 kabinet pada masa demokrasi liberal.

  • Kabinet Natsir (6 September 1950-27 April 1951)
  • Kabinet Sukiman-Suwirjo (27 April 1951-3 April 1952)
  • Kabinet Wilopo (3 April 1952-3 Juni 1953)
  • Kabinet Ali Sastroamijoyo I (31 Juli 1953-24 Juli 1955)
  • Kabinet Burhanuddin Harahap (12 Agustus 1955-3 Maret 1956)
  • Kabinet Ali Sastroamijoyo II (24 Maret 1956-14 Maret 1957)
  • Kabinet Djuanda (9 April 1957-10 Juli 1959)

Lantas, apa yang menyebabkan sering terjadinya pergantian kabinet pada masa Demokrasi Liberal?

Baca juga: Kabinet Indonesia Masa Demokrasi Liberal

Alasan pergantian kabinet

Era Demorkasi Liberal merupakan masa di mana Presiden Soekarno memerintah menggunakan konstitusi Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia 1950.

Faktor yang menyebabkan seringnya terjadi pergantian kabinet pada masa demokrasi liberal adalah karena pada masa ini Indonesia menganut sistem multipartai.

Akibatnya, partai politik saling beradu kepentingan dan rasa persaingan antargolongan membuat anggotanya lebih mengutamakan kepentingan partai mereka sendiri.

Karena kepentingan yang saling berbenturan itu, tidak ada kabinet yang dapat melaksanakan programnya sehingga tuntutan dari parlemen juga tidak tercapai.

Apabila sudah begitu, kabinet-kabinet sering jatuh akibat mendapatkan mosi tidak percaya dari kelompok oposisi yang kuat di parlemen.

Masing-masing kabinet yang terbentuk juga tidak bisa menjalankan program mereka dengan baik karena kerap terjadi gerakan pemberontakan, seperti DI/TII, APRA, RMS, dan Andi Azis.

Baca juga: Jatuhnya Kabinet Natsir

Berikut ini dampak yang ditimbulkan akibat sering terjadi pergantian kabinet pada masa Demokrasi Liberal.

Daerah terabaikan

Kerap terjadi pergantian kabinet dalam waktu yang relatif singkat membuat pemerintah daerah merasa tidak puas, karena pusat hanya sibuk dengan pekerjaan mereka menggonta-ganti kabinet dan daerah jadi kurang mendapat perhatian.

Karena ketidakpuasannya tersebut, daerah pun kerap memberikan tuntutan-tuntutan kepada pusat, tetapi tetap tidak didengarkan.

Akibatnya, muncullah sifat kedaerahan yang kemudian berkembang ke gerakan separatis atau usaha untuk memisahkan diri dari pusat.

Baca juga: Sejarah Pemilu 1955 di Indonesia

Pemilu 1955 sempat terhambat

Pemerintah sudah berencana untuk melaksanakan pemilihan umum tahun 1955, namun program ini tidak segera berjalan.

Alasannya karena pada saat itu kabinet yang berjalan hanya memiliki waktu yang terbilang singkat, sehingga persiapan-persiapan yang dibutuhkan tidak dapat dilakukan.

Pada akhirnya, Pemilu 1955 dijalankan pada masa Kabinet Burhanuddin Harahap.

Pemilu 1955 dilaksanakan dua kali, tanggal 29 September 1955 dan 15 Desember 1955.

Keluarnya Dekrit Presiden 5 Juli 1959

Untuk mengatasi terjadinya ketidakstabilan politik, Letjen AH Nasution, sebagai Kepala Angkatan Darat, mengeluarkan larangan kegiatan yang berlaku bagi semua parpol sejak 3 Juni 1959.

Nahasnya, keputusan ini justru semakin memperkeruh suasana, di mana terjadi pemberontakan di daerah-daerah untuk merebut kekuasaan.

Guna mengatasi masalah-masalah saat itu, Presiden Soekarno memutuskan untuk mengeluarkan Dekrit Presiden yang isinya:

  • Pembubaran Konstituante
  • Berlakunya UUD 1945
  • Dibentuk MPR

Referensi:

  • Susanto, Ready. (2018). Mari Mengenal Kabinet Indonesia. Bandung: PT Dunia Pustaka Jaya.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Apa dampak sering terjadinya pergantian kabinet

Kelas: XIIMata pelajaran: IPS/SejarahMateri: Demokrasi Liberal Kata kunci: Demokrasi LiberalSaya akan mencoba menjawab pertanyaan ini dengan dua jawaban:Jawaban pendek:Dampak positif dan negatif pergantian kabinet pada masa demokrasi liberal:Positif:1. Kabinet yang melakukan kesalahan kebijakan dapat cepat diganti2. Sistem pemerintahan berlangsung demokratisNegatif:1. Terjadi ketidak stabilan kondisi politik2. Terjadi pemberontakan di daerha karena pemerintah pusat yang lemahJawaban panjang:Demokrasi liberal dimulai sejak kembalinya bentuk pemerintahan menjadi negara kesatuan sejak bubarnya RIS (Republik Indonesia Serikat). Pada masa ini Indonesia berupa negara dengan sistem parlementer, artinya kabinet dipimpin oleh perdana menteri yang dipilih oleh parlemen.Masa ini ditandai dengan seringnya pergantian perdana menteri dan kabinet. Pergantian ini memiliki dampak positif dan negatif.Dampak positifnya adalah kabinet yang melakukan kesalah kebijakan mudah dijatuhkan. Misaknya kabinet Sukiman (27 April 1951 – 3 April 1952) yang melakukan kebijakan kerjasama dengan Amerika Serikat dalam bentuk MSA (Mutual Security Act). Kabinet ini jatuh dan digantikan dnegan kabinet Wilopo.Selain itu pemerintahan berjalan demokratis, karena tidak ada orang atau partai yang mendominasi. Ini terlihat dari terselenggaranya pemilihan umum 1955 yang bebas dan jujur.Namun pergantian kabinet yang sering ini menyebabkan ketidakstabilan pemerintaha. Kabinet tidak bisa melakukan programnya karena hanya beberapa bulannsudah jatuh. Akibatnya pembangunan tidak dapat berjalan dan kesejahteraan rakyat terbengkalai.

Selain itu konflik partai politik di parlemen membuat pemerintah pusat menjadi lemah. Akibatnya banyak pemberontakan yang terjadi, misalnya adalah pemberontakan DI/TII yang terjadi di Jawa Barat, Jawa Tengah, Aceh, Kalimantan Selatan dan Sulawesi Selatan.

Jakarta -

Selama kurang lebih 9 tahun masa Demokrasi Parlementer atau Demokrasi Liberal (1950-1959), Indonesia mengalami pergantian kabinet sebanyak 7 kali. Apa dampak yang ditimbulkan akibat pergantian kabinet pada masa Demokrasi Liberal?

Pada masa Demokrasi Liberal (1950-1959), Indonesia menjalankan sistem pemerintahan parlementer. Dengan sistem parlementer, pemerintahan dipimpin oleh seorang perdana menteri, sementara presiden berkedudukan sebagai kepala negara.

Masa Demokrasi Liberal ditandai dengan munculnya banyak partai politik dan penerapan Kabinet Parlementer, seperti dikutip dari buku Sejarah SMP/MTs Kelas IX oleh Dr. Nana Nurliana Soeyono, MA dan Dra. Sudarini Suhartono, MA.

Kabinet Parlementer adalah sistem kabinet yang bertanggung jawab pada parlemen (Dewan Perwakilan Rakyat), sementara Kabinet Presidensial adalah kabinet yang bertanggung jawab pada presiden.

Dampak Pergantian Kabinet pada Masa Demokrasi Liberal

Kelemahan dari sistem kabinet parlementer di Indonesia adalah sering terjadi pergantian kabinet dalam pemerintahan.

Daftar kabinet di masa Demokrasi Liberal Indonesia adalah sebagai berikut:1. Kabinet Natsir (September 1950 - April 1951)2. Kabinet Soekiman (April 1951 - 1952)3. Kabinet Wilopo (April 1952 - Juli 1953)4. Kabinet Ali Sastroamidjojo I (Juli 1953 - Agustus 1955)5. Kabinet Burhanuddin Harahap (Agustus 1955 - Maret 1956)6. Kabinet Alisastro Amidjojo II (Maret 1956 - April 1957)

7. Kabinet Djuanda (April 1957 - Juli 1959)

Pergantian kabinet tersebut terjadi karena beberapa partai tertentu cenderung berusaha saling menjatuhkan partai lain yang sedang berkuasa di parlemen dan mencari keuntungan untuk partainya.

Pergantian kabinet yang terlalu cepat tersebut juga didorong dengan adanya mosi tidak percaya terhadap kabinet yang dikeluarkan oposisi dalam parlemen.

Dampaknya, kabinet yang kebijaksanaannya tidak selaras dengan kehendak mayoritas anggota parlemen lalu dapat dijatuhkan, meskipun belum menjalankan program-programnya, seperti dikutip dari buku IPS Terpadu Sosiologi, Geografi, Ekonomi, dan Sejarah untuk Kelas IX SMP oleh Nana Supriatna, Mamat Ruhimat, dan Kosim.

Tindakan memperebutkan kursi dalam kabinet di masa Demokrasi Liberal dikenal dengan sindiran "politik dagang sapi", seperti dikutip dari buku Sejarah 3: SMP Kelas IX oleh Drs. Anwar Kurnia dan Drs. H. Moh. Suryana.

Dampak yang ditimbulkan akibat pergantian kabinet pada masa Demokrasi Liberal sebagai berikut:

1. Setiap kabinet hampir tidak sempat menjalankan program yang direncanakan

2. Kepercayaan rakyat terhadap pemerintah semakin memudar

3. Kondisi negara menjadi tidak stabil karena pergolakan sosial politik di berbagai daerah belum sempat tertangani sepenuhnya

Nah, jadi dampak yang ditimbulkan akibat pergantian kabinet pada masa Demokrasi Liberal menyentuh hingga pudarnya kepercayaan rakyat pada pemerintah dan tidak tertanganinya program pemerintah dan ketidakstabilan negara ya, detikers. Selamat belajar ya detikers!

Simak Video "Jokowi Minta Kementerian Lain Contoh KemenPU soal Belanja Negara"


[Gambas:Video 20detik]
(twu/twu)