Apa maksud antargolongan pada sara

Apa maksud antargolongan pada sara

Show

Asrif

Kantor Bahasa Maluku

Tidak mengandung SARA. Frasa seperti itu seringkali kita baca di berbagai poster lomba menulis, berpidato, atau kegiatan serupa lainnya. Pada poster-poster seperti itu, frasa “tidak mengandung SARA” seringkali tercantum dan menjadi salah satu syarat utama isi tulisan. Ia seolah sudah menjadi syarat standar.

Karena seringnya “tidak mengandung SARA” menjadi syarat utama isi tulisan, maka banyak pembaca yang beranggapan bahwa frasa “mengandung SARA” berisikan sesuatu yang negatif. Sesuatu yang negatif berarti sesuatu yang salah dan perlu dihindari. Kenyataannya, makna “mengandung SARA” sesungguhnya tidak seperti itu.

Apa sebenarnya makna “mengandung SARA” itu? Frasa “mengandung SARA” berasal dari dua kata yakni “mengandung” dan “SARA”. Pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata “mengandung” memiliki arti “berisikan” atau “tercantum di dalamnya”. Selanjutnya, SARA merupakan akronim (singkatan) dari empat kata: Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan. Keempat kata tersebut menjadi bagian tak terpisahkan yang selalu hadir dalam berbagai aspek kehidupan sosial dan budaya masyarakat.

Dengan mengacu pada KBBI, “mengandung SARA” dipahami sebagai sesuatu yang positif, sesuatu yang perlu ada di dalam kehidupan sehari-hari. Artinya, seluruh aktivitas manusia justru selalu mengandung atau berisikan SARA.

Selama ini, frasa “mengandung SARA” dipahami sebagai situasi yang dapat menimbulkan perpecahan, pertentangan, permusuhan, perselisihan, dan sebagainya. Padahal, segala aspek kehidupan masyarakat selalu “mengandung SARA” atau berisikan hal-hal yang terkait suku, agama, ras, dan antargolongan. Tidak ada aktivitas yang terlepas dari SARA. Semua manusia memiliki suku, memiliki agama, memiliki ras, dan juga memiliki kelompok atau golongan masing-masing. Malahan, setiap manusia berkewajiban untuk memperkuat kandungan SARA di dalam kehidupan sehari-hari demi terwujudnya kehidupan masyarakat yang kuat, bersatu, dan saling menghormati.

Frasa “tidak mengandung SARA” merupakan pengecualian dari frasa “mengadung SARA”. Frasa “tidak mengandung SARA” bermakna kehidupan yang tidak boleh membincangkan suku, agama, ras, dan antargolongan. Padahal, semua manusia memiliki suku, praktik-praktik kebudayaan, agama, dan golongan yang memiliki ruang untuk hidup, diperbincangkan, diperkenalkan, dipahami, dan dihormati.

Saya menduga, frasa “tidak mengandung SARA” yang ditulis pada sejumlah syarat menulis atau berbicara, memiliki maksud “tidak mempertentangkan SARA”. Frasa “tidak mempertentangkan SARA” memiliki maksud tidak boleh mempertentangkan suku yang satu dengan suku yang lain, agama yang satu dengan agama yang lain, ras yang satu dengan ras yang lain, dan golongan yang satu dengan golongan yang lain. Frasa “tidak mempertentangkan SARA” memiliki maksud yakni tidak merendahkan suku lain, agama lain, ras lain, dan golongan lain. Untuk pertentangan seperti itu, seluruh masyarakat perlu menghindari dan mencegahnya.  SARA hadir untuk dipahami dan dijalani dengan baik, bukan untuk dipertentangkan.

Kekeliruan memahami kata, frasa, atau kalimat yang telah berlangsung lama disebut sebagai salah kaprah berbahasa. Kata, frasa, atau kalimat dimaknai secara keliru atau berbeda dengan makna sebenarnya. Memaknai frasa “mengandung SARA” sebagai pertentangan SARA atau permusuhan SARA adalah sikap salah kaprah berbahasa itu.

Salah kaprah saat berbahasa memang dapat terjadi pada siapa saja. Salah satu penyebab salah kaprah berbahasa yakni rendahnya sikap cermat berbahasa. Kata-kata yang dipakai atau dituturkan, belum dicermati dengan baik sebelum diteruskan kepada orang lain. Akibatnya, kata-kata yang didengar dari orang lain hanya dihafal atau diingat, bukan ditelaah maknanya.

Untuk menghindari salah kaprah berbahasa itu, diperlukan sikap cermat untuk memahami setiap kata yang akan digunakan. Kosakata, baik pada bahasa Indonesia, bahasa daerah, dan bahasa asing, terus mengalami perubahan dan perkembangan. Oleh karena itu, sikap cermat berbahasa akan melahirkan praktik berbahasa yang positif, baik lisan maupun tulisan.

KBBI sebagai kamus yang menghimpun seluruh kosakata bahasa Indonesia dapat menjadi panduan saat berbahasa. Jika ragu terhadap makna suatu kosakata tertentu, maka makna kosakata itu dapat diperiksa/dicek makna sebenarnya pada KBBI.

KBBI telah tersedia secara daring (online). Dengan menginstal aplikasi KBBI pada gawai yang dimiliki, maka ribuan kosakata yang terdapat di dalam KBBI telah berada pada gawai yang ada di tangan pemiliknya.

Kompetensi atau pemahaman berbahasa perlu terus ditingkatkan untuk mengurangi terjadinya salah kaprah berbahasa. Bahasa merupakan satu sarana penghubung yang hadir dalam semua aktivitas kehidupan manusia. Bahasa menjadi produk pengetahuan manusia yang paling aktif digunakan. Setiap hari, setiap orang menuturkan ribuan kosakata. Tingginya pemakaian bahasa itu perlu dibarengi dengan pemahaman yang baik dan cermat terhadap kata-kata yang dipakai, baik untuk keperluan komunikasi lisan maupun tulisan.

Pasca-Rekonstruksi Pembunuhan Brigadir J, Ada Temuan Penting?

Oleh Liputan6.com pada 12 Jan 2019, 11:20 WIB

Diperbarui 12 Jan 2019, 11:20 WIB

Apa maksud antargolongan pada sara

Perbesar

Ilustrasi Umat Hindu Bali melakukan upacara Melasti di pantai Petitenget, Bali, Rabu (14/3). Sebelum Hari Raya Nyepi, masyarakat Bali yang beragama Hindu melakukan upacara Melasti ke laut. (AFP Photo/Sonny Tumbelaka)

Liputan6.com, Jakarta Isu SARA selalu menjadi hal yang sensitif di Indonesia. Banyak kasus yang kemudian diseret ke isu SARA.  Menurut hasil survei Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menyatakan, isu Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan (SARA) menjadi ancaman besar Pemilu 2019. Peneliti LIPI Syarif Hidayat mengatakan, isu SARA menjadi besar karena dikapitalisasi dan dimanipulasi elite politik. 

Survei ini dilakukan oleh Pusat Penelitian Politik (P2P) LIPI pada April-Juli 2018. Survei ini melibatkan 145 ahli politik, ekonomi, sosial budaya dan hankam. Survei P2P LIPI ini menggunakan teknik non-probability sampling dengan teknik purposive sampling. Penelitian tidak bertujuan menggeneralisasi pandangan. SARA adalah isu yang berpotensi memecah belah masyarakat yang bersifat majemuk seperti di Indonesia.

Sebelum mempermasalahkan SARA secara mendalam, kamu perlu tahu tentang SARA. Berikut pengertian SARA dan penjelasannya yang dirangkum Liputan6.com dari berbagai sumber Sabtu (12/1/2019).

SARA adalah akronim dari Suku Ras Agama dan Antar golongan. SARA adalah pandangan ataupun tindakan yang didasari dengan pikiran sentimen mengenai identitas diri yang menyangkut keturunan, agama, kebangsaan atau kesukuan dan golongan. Yang digolongkan sebagai sebuah tindakan SARA adalah segala macam bentuk tindakan baik itu verbal maupun nonverbal yang didasarkan pada pandangan sentimen tentang identitas diri atau golongan.

SARA dapat digolongkan menjadi tiga kategori, yakni:

Pertama, Individual. Di mana tindakan SARA dilakukan oleh individu atau golongan dengan tindakan yang bersifat menyerang, melecehkan, mendiskriminasi, atau menghina golongan lainnya.

Kedua, Institusional. Tindakan ini merupakan tindakan yang dilakukan oleh institusi atau pemerintah melalui aturan atau kebijakan yang bersifat diskriminatif bagi suatu golongan.

Ketiga, Kultural. SARA yang dikatagorikan di sini adalah tindakan penyebaran tradisi atau ide-ide yang bersifat diskriminatif antar golongan.

Dampak dari tindakan SARA adalah konflik antar golongan yang dapat menimbulkan kebencian dan berujung pada perpecahan. Contohnya pada kasus konflik Tragedi Sampit yang terjadi pada 2001 silam. Konflik ini terjadi antara Suku Dayak dan Suku Madura di mana SARA adalah biang dari masalahnya. Warga Madura dinilai gagal dalam beradaptasi dengan Warga Dayak kemudian muncullah diskriminasi antar golongan hingga pecah konflik dan akhirnya memakan korban hingga 500 orang.

Contoh lain dari kasus SARA adalah Kerusuhan Mei 1998. Kerusuhan ini merupakan kerusuhan rasial terhadap etnis Tionghoa yang terjadi di Indonesia pada 13 Mei-15 Mei 1998, khususnya di Ibu Kota Jakarta dan juga terjadi di beberapa daerah lain di Indonesia. Banyak sasaran perusakan adalah milik etnis Tionghoa. Lebih jauh, juga ditemukan sejumlah kasus kekerasan seksual yang dialami perempuan Tionghoa.

Kasus SARA yang cukup menggemparkan publik pada kurun waktu beberapa tahun ini adalah dikuaknya kasus sindikat penebar ujaran kebencian bernama Saracen. Polisi membongkar sindikat penebar ujaran kebencian bernama Saracen ini pada pertengahan 2017 lalu. Dipimpin oleh Jasriadi, jaringan ini ternyata telah memproduksi dan menyebarkan konten kebencian bernada SARA sejak November 2015.

Polisi mengungkapkan, Saracen sebagai salah satu jaringan penebar kebencian melalui media sosial (medsos). Di dunia maya, peran para sindikat penebar kebencian ini saling berkaitan. Grup-grup medsos diibaratkan pasar. Para pembuat meme, narasi dan gambar di-posting di grup. Ada 800 ribu akun medsos yang berkaitan dengan grup Saracen. Akun-akun ini bersama-sama menyebar konten kebencian dan berita hoaks, walau pemilik akun tak saling mengenal. Bahkan, konten hinaan terhadap Presiden Jokowi yang diunggah Muhammad Farhan Balatif juga tersebar di "pasar" Saracen.

Majelis Syura DPP PKS Hidayat Nur Wahid pernah mengingatkan bahayanya politik identitas atau SARA dalam setiap berlangsungnya kontestasi politik. Menurutnya politik SARA ini dapat melahirkan konflik di tengah masyarakat. Karena itulah ia mengingatkan semua pihak agar tetap berpegang pada Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika.

Menurut Presiden Joko Widodo sendiri kontestasi politik seharusnya diwarnai adu gagasan dan program. Bukan justru saling mengadu domba, memecah belah, dan menebar kebencian.

Guru Besar sekaligus Sosiolog dari Universitas Indonesia Thamrin Amal Tomagola, mengatakan, dewasa ini sudah berlangsung politik yang tidak beradab. Salah satunya banyak isu SARA dimanfaatkan untuk kepentingan politik. Hal ini disampaikan saat membuka Focus Group Discussion dengan tema 'Mekanisme Penyelenggaraan Pilkada 2018 dan Pileg, Pilpres 2019 Secara Demokratis'. Adapun ini dilaksanakan oleh Komisi Pemilihan Umum bersama Komite bidang politik dan keamanan DPP PDIP. Selasa (24/4/18)

Kampanye SARA kerap muncul saat menjelang pemilu dan berpotensi memicu konflik.

Sebagai bangsa yang menjunjung tinggi Bhinneka Tunggal Ika bagaimanapun juga isu SARA adalah hal yang perlu kita hindari dalam bermasyarakat.

Lanjutkan Membaca ↓

Apa maksud antargolongan pada sara

  • Apa maksud antargolongan pada sara
    Liputan6.comAuthor
  • Apa maksud antargolongan pada sara
    Nanang FahrudinEditor

TOPIK POPULER

POPULER

  • 1
  • 2
  • 3
  • 4
  • 5
  • 6
  • 7
  • 8
  • 9
  • 10

Berita Terbaru

Berita Terkini Selengkapnya