Apa sebutan untuk non kristen

Bismillah
Perlahan tapi pasti, umat ini mulai tercemari oleh watak umat pendahulunya, Yahudi dan Nasrani. Yang punya kebiasaan memelintir ayat-ayat Allah Ta’ala, atau beriman pada sebagian ayat, dan ingkar dengan sebagian ayat yang lain.

Allah Ta’ala berfirman,

مِّنَ ٱلَّذِينَ هَادُواْ يُحَرِّفُونَ ٱلۡكَلِمَ عَن مَّوَاضِعِهِۦ وَيَقُولُونَ سَمِعۡنَا وَعَصَيۡنَا وَٱسۡمَعۡ غَيۡرَ مُسۡمَعٖ وَرَٰعِنَا لَيَّۢا بِأَلۡسِنَتِهِمۡ وَطَعۡنٗا فِي ٱلدِّينِۚ وَلَوۡ أَنَّهُمۡ قَالُواْ سَمِعۡنَا وَأَطَعۡنَا وَٱسۡمَعۡ وَٱنظُرۡنَا لَكَانَ خَيۡرٗا لَّهُمۡ وَأَقۡوَمَ وَلَٰكِن لَّعَنَهُمُ ٱللَّهُ بِكُفۡرِهِمۡ فَلَا يُؤۡمِنُونَ إِلَّا قَلِيلٗا

“Diantara orang-orang Yahudi, ada yang men-tahrif kalimat-kalimat Taurat dari aslinya. Mereka berkata, ‘Kami mendengar firman Allah Ta’ala, tetapi kami tidak mau mentaati.’ Jika kaum Yahudi diperintah untuk mendengarkan Al-Qur’an, mereka tidak mau mendengarkannya. Bahkan berkata, ‘Ya Muhammad, dengarkan ucapan kami.’Mereka memutar-balikkan ayat-ayat Taurat ketika membacanya, dan mencela Islam. Sekiranya kaum Yahudi berkata, ‘Ya Muhammad, kami mendengar dan mentaati Al-Qur’an yang kamu baca, bukan berkata ,’Ya Muhammad, dengar dan perhatikan perkataan kami.’ Niscaya ucapan mereka kami mendengar dan mentaati itu lebih baik bagi mereka dan lebih terpuji di sisi Allah Ta’ala. Namun, kaum Yahudi memilih kafir kepada Muhammad, sehingga Allah Ta’ala melaknat mereka. Karena itu, hanya sedikit sekali orang Yahudi yang mau beriman kepada Muhammad.” (QS. An-Nisa’ : 46)

Baca Juga: Rincian Memanggil dengan kata “Wahai Orang Kafir”

Status kafir, adalah istilah Qurani yang telah disebut dalam banyak ayat, yang telah disepakati oleh seluruh ulama Islam di setiap generasi. Kafir adalah status untuk orang yang tidak beriman kepada Allah Ta’ala dan Rasul-Nya Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam. Sebagaimana mukmin adalah sebutan untuk orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam.

Entah karena tidak tahu atau pura-pura tidak tahu, sekian banyak ayat dalam Al-Qur’an yang menyebut kata kafir mau dikemanakan?! Akankah istilah kafir di situ akan diubah menjadi non muslim atau warga negara (muwatinun)??

Benar kata Nabi shalallahu alaihi wa sallam,

لَتَتَّبِعُنَّ سَنَنَ الَّذِينَ منْ قَبْلِكُمْ شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ حَتَّى لَوْ دَخَلُوا فِى جُحْرِ ضَبٍّ لاَتَّبَعْتُمُوهُمْ , قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ آلْيَهُودَ وَالنَّصَارَى قَالَ : فَمَنْ

“Sungguh kalian akan mengikuti jalan orang-orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta sampai jika orang-orang yang kalian ikuti itu masuk ke lubang dhob (yang sempit sekalipun, -pen), pasti kalian pun akan mengikutinya. ‘Wahai Rasulullah, apakah yang diikuti itu adalah Yahudi dan Nashrani?’ Tanya para sahabat. Beliau menjawab, ‘Lantas siapa lagi?!’” (HR. Muslim no. 2669)

Baca Juga: Kafirkah Kedua Orang Tua Nabi? (Antara Dalil Dan Perasaan)

Bedanya, orang Yahudi dulu men-tahrif kata hittoh (ampuni kami) menjadi hintoh (gandum). Kalau sebagian umat Islam sekarang mengubah kata kafir dengan warga negara (muwatinun) atau non muslim.

Karena tahrif adalah,

تغيير الكلم عن مواضعه في مبناه أو معناه حتى يظن أنه حق

“Mengubah makna sebuah teks dari makna yang sebenarnya, bisa dengan cara mengubah huruf yang menyusun kata atau mengubah maknanya, supaya diprasangkai sebagai kebenaran.” (Asbaab Al-Khoto’ fit Tafsir, hal. 498)

Dari pengertian di atas, bisa disimpulkan bahwa tahrif ada dua macam; sebagaimana diterangkan oleh para ulama :

Pertama, tahrif makna.

Seperti memaknai istiwa’ dengan istaula (menguasai).

Kedua, tahrif huruf.

Seperti yang dilakukan orang-orang Yahudi, hittoh (ampuni kami) menjadi hintoh (gandum).

Baca Juga : Perbedaan Tahrif Dan Ta’thil

Lalu muncul di akhir zaman ini orang-orang yang melakukan tahrif dengan dua macamnya sekaligus, yaitu mengubah istilah “kafir” menjadi “warga negara (muwatinun)”, yang secara susunan huruf jelas berubah dan secara makna jelas jauh berbeda. Sebutan warga negara sebagai ganti “kafir” mengaburkan hakikat makna dari istilah kafir itu sendiri.

Padahal Allah Ta’ala sendiri yang secara tegas membagi :

هُوَ ٱلَّذِي خَلَقَكُمۡ فَمِنكُمۡ كَافِرٞ وَمِنكُم مُّؤۡمِنٞۚ وَٱللَّهُ بِمَا تَعۡمَلُونَ بَصِيرٌ

“Allah Ta’ala lah yang telah menciptakan kalian, lalu di antara kamu ada yang kafir dan di antara kamu (juga) ada yang mukmin. Dan Allah Ta’ala senantiasa mengawasi apa yang kalian kerjakan.” (QS. At-Taghabun : 2)

Setiap agama memiliki istilah sendiri untuk menyebut orang yang menganut di luar agamanya. Seperti, “domba yang tersesat” yang digunakan oleh agama Kristen. Kita sebagai muslim tak merasa didiskriminasi dengan sebutan itu. Demikian pula mereka para penganut agama selain Islam tak merasa terdiskriminasi dengan sebutan kafir. Karena masing-masing telah meyakini dengan agama mereka anut. Justru mereka akan tersinggung saat disebut muslim padahal kafir, sebagaimana kita sebagai muslim tidak rela bila disebut tidak kafir oleh penganut Kristen, Hindu, Budha dll.

Namun yang aneh, justru yang mengaku Islam gerah dengan sebutan ini. Entah apa yang mereka perjuangkan, sementara orang-orang yang mereka perjuangkan tak merasa risih dengan status itu? Sayang, perjuangan kosong yang harus mengorbankan hal yang paling berharga yang dimiliki manusia, yaitu agama!! Tak bisa dimaklumi oleh orang yang berakal, seorang menukar batu berlian dengan sampah yang menjijikkan.

Baca Juga: Pemimpin Kafir Adil Lebih Baik Dari Pemimpin Muslim Zalim?

Jika ada non muslim yang tersinggung dengan status kafir, tak salah jika kita curigai bahwa dia ragu dengan agama yang dia yakini. Karena jika seorang yakin dengan kepercayaan yang dia anut, tak peduli lagi dengan penilaian manusia.

Kok tersinggung…?

Bisa jadi nalurinya yang tersinggung. Karena manusia mempunyai naluri untuk bertauhid. Seakan nalurinya membenarkan bahwa status itu memang benar melekat pada dirinya. Jika ini terjadi, sungguh ini adalah bukti bahwa Islam adalah agama fitrah, agama yang sejalan dengan nurani manusia. Seperti yang dikabarkan Nabi shalallahu alaihi wa sallam,

مَا مِنْ مَوْلُودٍ إِلَّا يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ كَمَا تُنْتَجُ الْبَهِيمَةُ بَهِيمَةً جَمْعَاءَ هَلْ تُحِسُّونَ فِيهَا مِنْ جَدْعَاءَ

“Tak seorang anakpun yang terlahir kecuali dia dilahirkan dalam keadaan fitroh. Kemudian kedua orang tuanyalah yang menjadikan anak itu penganut Yahudi, Nashrani atau Majus. Sebagaimana binatang ternak yang melahirkan binatang ternak dengan sempurna. Apakah kalian melihat ada cacat padanya?” (HR. Bukhori)

Setelah menyampaikan hadis di atas, sahabat Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu membacakan sebuah ayat,

فِطْرَةَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا

“Itulah fitroh Allah Ta’ala yang telah menciptakan manusia menurut fitroh itu.” (QS Ar-Rum: 30 )

Nabi Tidak Menyebut Non Muslim di Madinah Sebagai Kafir?

Terlalu mengada-ada jika beralasan Nabi shallallahu’alaihi wasallam saat hijrah ke kota Madinah, tidak menyebut Yahudi yang tinggal di sana sebagai “kafir”. Pernyataan seperti ini barangkali muncul karena pura-pura tidak tahu atau memang sengaja menyembunyikan kebenaran. Allah Ta’ala mengingatkan kita,

وَلَا تَلۡبِسُواْ ٱلۡحَقَّ بِٱلۡبَٰطِلِ وَتَكۡتُمُواْ ٱلۡحَقَّ وَأَنتُمۡ تَعۡلَمُونَ

“Janganlah kamu campuradukkan kebenaran dengan kebatilan dan (janganlah) kamu sembunyikan kebenaran, sedangkan kamu mengetahuinya.” (QS. Al-Baqarah : 42)

Mari kita simak hadis berikut..
Kami cukupkan hadis yang disepakati kesahihannya oleh para ulama dan beliau mengucapkannya saat sudah tinggal di Madinah :

Nabi shalallahu alaihi wa sallam bersabda,

ليس من بلد إلا ‏ ‏سيطؤه ‏ ‏الدجال ‏ ‏إلا ‏ ‏مكة ‏ ‏والمدينة ‏ ‏وليس ‏ ‏نقب ‏ ‏من ‏ ‏أنقابها ‏ ‏إلا عليه الملائكة صافين تحرسها فينزل ‏ ‏بالسبخة ‏ ‏فترجف ‏ ‏المدينة ‏ ‏ثلاث رجفات يخرج إليه منها كل كافر ومنافق

“Tidak ada suatu tempat pun di dunia ini melainkan akan didatangi oleh Dajal, kecuali Makkah dan Madinah karena setiap jalan dan lereng bukit dijaga oleh barisan Malaikat. Dajal kelak akan berhenti di suatu kawasan bernama Sibkhoh (tanah kering lagi masin), kemudian Madinah bergoncang sebanyak tiga kali. Sehingga semua orang kafir dan munafik keluar dari Madinah, menemui Dajal…” (HR. Muslim)

Baca Juga: Janganlah Mudah Mengkafirkan Para Pemimpin Kaum Muslimin

Nabi shalallahu alaihi wa sallam menyebut orang-orang non muslim yang tinggal di Madinah dengan sebutan kafir. Bahkan tidak hanya di zaman beliau masih hidup di Madinah, bahkan juga orang-orang kafir di akhir zaman nanti saat mendekati kiamat, Nabi shalallahu alaihi wa sallam tetap menyebut mereka kafir.

Hadis Rofi’ bin Khodij radhiyallahu anhu :

فتبرئكم يهود بأيمان خمسين منهم قالوا يا رسول الله قوم كفار فوداهم رسول الله صلى الله عليه وسلم من قبله…

“Nabi shalallahu alaihi wa sallam bersabda kepada sahabat dari kaum anshor, ‘Orang-orang Yahudi telah membebaskan kamu dengan sumpah lima puluh orang dari mereka?’
‘Wahai Rasulullah, mereka orang-orang kafir.’ Sahut sahabat dari Anshor itu. Lalu Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam membayarkan diyat untuk mereka.” (HR. Bukhori dan Muslim)

Nabi shalallahu alaihi wa sallam tidak mengingkari sahabat itu, “Jangan sebut mereka kafir, sebut saja warga negara.” Nabi shalallahu alaihi wa sallam diamkan sahabat itu menyebut orang Yahudi dengan sebutan Kafir. Menunjukkan tidak ada yang salah dengan sebutan ini asal disematkan kepada orang yang tepat. Karena Nabi shalallahu alaihi wa sallam tidak akan menunda penjelasan di saat dibutuhkan.

Pernyataan KH. Muhammad Hasyim Asy’ari -rahimahullah-

Pendiri NU, KH. Muhammad Hasyim Asy’ari dalam tulisan-tulisan beliau, ternyata tegas menyebut non muslim sebagai kafir. Diantaranya adalah sebagai berikut :

Dalam kitab “Iryadus Syaari” beliau menyatakan,

ويا أيها الناس، بينكم الكفار قد ملؤوا بقاع البلاد، فمن انتصب منكم للبحث معهم والاعتناع بإرشادهم

“Wahai sekalian penduduk jawa, di tengah-tengah kalian ada kaum kafir yang tinggal memadati berbagai wilayah negeri ini. Lantas siapa diantara kalian yang tergerak untuk mengajak mereka ngaji, dan mencurahkan perhatian menunjuki mereka (jalan kebenaran Islam)”. (Iryadus Syaari, halaman, 32, diterbitkan Ponpes Tabuireng, Jombang).

Dalam Risalah Ahlis Sunnah, saat membahas asap yang keluar di akhir zaman (sebagai tanda kiamat),

وكذلك من اعترف باالإلهية والوحدانية ولكنه جحد النبوة من أصلها عموما أو نبوة نبينا خصوصا أو أحد من الأنبياء الذين نص الله عليهم بعد علمه بذلك، فهو كافر بلا ريب..

“Siapa yang meyakini ketuhanan dan ke-esaan Allah Ta’ala, namun dia mengingkari semua Nabi atau tidak mengimani kenabian Nabi kita –shallallahu’alaihi wa sallam– khususnya, atau salah satu Nabi yang telah Allah Ta’ala jelaskan, padahal dia sudah mengetahui, maka tidak diragukan bahwa dia kafir.” (Risalah Ahlis Sunnah wal Jama’ah, hal. 5)

Beliau juga mengatakan,

وأما الكافر فهو كالسكران، يخرج من منخريه وأذنه ودبره

“Orang kafir itu seperti orang mabuk. Asap akan keluar dari hidung, telinga dan dubur mereka.” (Risalah Ahlis Sunnah wal Jama’ah, hal. 14)

Masih dalam Risalah Ahlis Sunnah, beliau menuliskan,

وإثبات عذاب القبر للمجرمين و الكافرين

“Adanya azab kubur untuk orang-orang pendosa dan orang-orang kafir.”
(Risalah Ahlis Sunnah wal Jama’ah, hal.16).

Dan masih banyak lagi pernyataan tegas beliau saat menyebut non muslim sebagai kafir. Empat nukilan di atas saya rasa sangat cukup.

Betapa sakit hati KH. Muhammad Hasyim Asy’ari bila melihat penerusnya bertingkah liberal dan radikal terhadap umat Islam, namun lembek kepada orang kafir. Sampai status kafir sebuah istilah baku dalam Al-Qur’an, diganti dengan warga negara, yang sangat jelas mengkaburkan hakikat daripada makna kafir.

Baca Juga:

Demikian, semoga Allah Ta’ala memberi kita dan mereka semua hidayah.

Wallahu a’lam bis showab.

***

Ditulis oleh : Ahmad Anshori Lc
Artikel: Muslim.Or.Id

🔍 Ayat Alquran Tentang Saling Mengingatkan Dalam Kebaikan, Syarat Jamak, Allahumma La Mani'a Lima, Doa Keselamatan Diri, Kumpulan Kehidupan Di Alam Barzah