Apa yang dimaksud dengan ijtihad jelaskan

Ilustrasi contoh ijtihad. Sumber: freepik.com

Meski istilah ijtihad banyak dibicarakan oleh para ulama, ternyata masih belum banyak muslim yang paham tentang konsep tersebut. Secara umum, ijtihad adalah proses menetapkan hukum syariat Islam dengan mencurahkan semua pikiran dan tenaga secara sungguh-sungguh.

Jadi, dapat dikatakan bahwa ijtihad merupakan penetapan sumber hukum Islam. Sebagai umat Islam, sudah sepatutnya kita memahami konsep ijtihad, mulai dari pengertian, fungsi, dan contohnya dalam Islam.

Apa yang Dimaksud dengan Ijtihad?

Ilustrasi mempelajari konsep ijtihad. Foto: Unsplash.com

Dikutip dari buku Sudah ada Qur'an dan Sunnah Mengapa Harus ada Ijtihad? yang ditulis oleh Ahmad Sarwat, istilah ijtihad berasal dari kata ijtahada yajtahidu ijtihadan yang berarti mengerahkan kemampuan dalam diri dalam menanggung beban. Sedangkan secara terminologis, pengertian ijtihad adalah mencurahkan seluruh kemampuan dalam mencari syariat dengan memakai metode tertentu.

Ijtihad dianggap sebagai sumber hukum Islam selain Al-Qur'an dan hadis sahih. Oleh karena itu, ijtihad memegang peranan penting dalam penetapan hukum Islam.

Lalu, apakah sebutan bagi orang yang melakukan ijtihad? Ia disebut dengan mujtahid, yakni orang ahli tentang Al-Qur'an dan hadis.

Untuk dapat menentukan hukum islam, para mujtahid perlu memenuhi syarat-syarat ijtihad. Salah satunya, berpengetahuan luas tentang asbabun nuzul, ayat Al-Qur’an, hadis beserta seluk beluk, dan tafsir-tafsir di dalamnya.

Perlu diketahui pula bahwa mujtahid merupakan salah satu rukun dari ijtihad. Lebih lanjut, rukun ijtihad di antaranya:

  • Al-Waqi, yaitu adanya suatu kasus yang terjadi atau diprediksi akan terjadi dan tak dijadikan oleh nash.

  • Mujtahid, yakni orang yang melaksanakan ijtihad dan memiliki kapasitas untuk berijtihad.

  • Mujtahid fill, merupakan hukum-hukum syariat yang bersifat syara’ dan amali (takfili), untuk memutuskan hukum tertentu pada mujtahid fill.

Seperti yang disebutkan bahwa ijtihad memiliki fungsi penting dalam hukum Islam. Dikutip dari buku Islamologi: Ijtihad karya Maulana Muhammad Ali (2011), fungsi ijtihad adalah sebagai sumber hukum Islam.

Tujuannya, yakni untuk mendapatkan solusi hukum terhadap suatu persoalan yang perlu ditetapkan hukumnya, akan tetapi hukum tersebut tak terdapat dalam Al-Qur'an maupun hadis.

Oleh sebab itu, ijtihad mempunyai kedudukan dan legalitas yang tinggi di dalam Islam.

Sidang isbat penentuan 1 Syawal merupakan salah satu contoh ijtihad. Foto: Kemenag

Ijtihad telah diterapkan di zaman Rasulullah SAW. Salah satu contoh ijtihad di zaman itu adalah tentang besaran cukai yang dipertanyakan oleh pedagang muslim di masa kekhalifahan Umar bin Khattab.

Pada saat itu, besaran cukai yang wajib dikenakan oleh pedagang asli yang sedang berdagang di wilayah mereka belum ditetapkan. Sayangnya, jawaban dari kondisi tersebut belum ada dalam Al-Qur'an dan hadis.

Untuk mengatasi hal tersebut, Khalifah Umar bin Khattab melakukan ijtihad untuk menetapkan besaran cukai. Hasilnya, cukai yang dibayarkan oleh pedagang disamakan dengan tarif yang dikenakan ke pedagang muslim.

Selain kisah di atas, contoh ijtihad yang kerap dilakukan hingga saat ini adalah penentuan 1 Syawal. Sebenarnya, ijtihad memiliki beberapa metode dan bentuk yang beragam. Lalu, bentuk ijtihad ada berapa?

Dirangkum dari buku Metode Ijtihad Mazhab Al-Zahiri karya Rahman Alwi, bentuk ijtihad dapat dibedakan menjadi 9 metode antara lain:

  1. Ijma’ yaitu kesepakatan seluruh mujtahid setelah wafatnya Rasulullah SAW dan berkaitan dengan hukum syara yang tak terdapat dalam Al-Qur'an maupun hadis.

  2. Qiyas adalah hukum suatu peristiwa dengan membandingkannya dengan hukum peristiwa lain yang sudah ditetapkan sesuai nash.

  3. Istihsan merupakan berpindahnya mujtahid dari satu ketentuan hukum ke hukum lainnya karena adanya dalil yang menuntutnya.

  4. Maslahah mursalah ialah hukum yang didasarkan pada kemaslahatan yang lebih besar dibandingkan mengesampingkan kemudaratan. Sebab, tak ada dalil yang menganjurkan maupun melarangnya.

  5. Istishab yaitu metode penetapan hukum yang sudah ada sebelumnya hingga terdapat dalil yang mengubahnya.

  6. ‘Urf adalah perkataan yang sudah dikenal oleh masyarakat dan dilakukan turun temurun.

  7. Saddu al-dzari'ah merupakan sesuatu yang secara lahiriah dibolehkan, akan tetapi bisa mengarah ke kemaksiatan.

  8. Qaul Al-Shahabi ialah pendapat sahabat mengenai perkara yang dirumuskan setelah Rasulullah SAW wafat.

  9. Syar’u man qablana, yaitu hukum Allah SWT yang disyariatkan umat terdahulu sebelum Rasulullah SAW.

Sementara itu, dalam jurnal Metode Ijtihad Imam Al-Syafi’i dalam Kitab Al-Risalah oleh Muhammad Taufan Djafry menyebutkan bahwa Imam Syafi’i mengartikan ijtihad sebagai qiyas. Imam Syafi’i membatasi cakupan ijtihad pada qiyas yang dapat dikaji melalui dua sisi.

Pertama, karena Imam Syafi’i tak menerima istihsan dan saddu al-dzari'ah. Kedua, karena Imam Syafi’i memahami qiyas pada makna yang luas sehingga substansi ijtihad telah tercakup di dalamnya.

Secara singkat, metode ijtihad yang diangkat oleh Imam Syafi’i di antaranya:

  • Mengembalikan segala perkara kepada Al-Qur’an, hadis, ijma’, perkataan sahabat, dan qiyas.

  • Mengeluarkan hukum dengan melihat pada substansi suatu dalil.

  • Mengeluarkan hukum berdasarkan pada ‘illat atau alasannya.

  • Menurunkan dalil hanya pada perkara yang tampak, adapun hakikatnya kembali kepada Allah SWT.

Lalu, apa saja hukum ijtihad? Disadur dari jurnal Ijtihad: Teori dan Penerapannya oleh Ahmad Badi', hukum melakukan ijtihad dapat dibedakan berdasarkan kepentingannya. Berikut rinciannya masing-masing.

  • Hukum ijtihad menjadi fardu ‘ain apabila seseorang melakukan ijtihad untuk kasus dirinya sendiri. Orang tersebut juga harus mengamalkan ijtihad yang telah dilakukan. Di samping itu, hukum ijtihad menjadi fardu ‘ain untuk menjawab permasalahan yang belum ada hukumnya.

  • Hukum ijtihad menjadi fardu kifayah ketika sebuah permasalahan tak dikhawatirkan akan habis waktunya atau terdapat mujtahid lainnya yang telah memenuhi syarat.

  • Ijtihad menjadi sunah apabila berijtihad untuk permasalahan baru yang ditanya maupun tidak.

  • Hukum ijtihad menjadi haram ketika qat’i telah ditetapkan dalam ijtihad tersebut. Sebab, hal itu bertentangan dengan syara’.

Apakah Ijtihad Dianjurkan oleh Islam?

Ilustrasi mempelajari Al-Qur'an sebagai sumber hukum Islam yang utama. Foto: Freepik.com

Dikutip dari NU Online, ijtihad adalah suatu kebutuhan dasar bagi Islam. Artinya, ijtihad memiliki peran yang sangat penting bagi umat Islam bahkan setelah Rasulullah SAW telah tiada. Lantas, mengapa ijtihad harus selalu dilakukan di kalangan umat Islam?

Dalam buku Islamology: Ijtihad karya Maulana Muhammad Ali, ijtihad merupakan solusi permasalahan yang dihadapi umat Islam. Salah satu alasan di balik mengapa diperlukan ijtihad, yakni agar Islam mampu menjadi agama yang luwes, dinamis, dan fleksibel sesuai dinamika zaman.

Lalu, bagaimana kedudukan ijtihad dalam hukum Islam? Kedudukan ijtihad dapat dikatakan sejajar dengan hukum Islam lainnya, yakni Al-Qur’an dan hadis. Sebab, ijtihad dilakukan ketika terdapat sesuatu yang sulit untuk dilakukan.

Hal itu tak jarang memunculkan pertanyaan tentang apa yang dimaksud dengan ijtihad sebagai sumber ajaran dalam Islam? Seperti yang diketahui bahwa sumber hukum Islam yang utama adalah Al-Qur’an dan hadis. Hanya saja, terdapat peristiwa yang tak termaktub dalam kedua sumber hukum tersebut.

Inilah mengapa, ijtihad diperlukan sebagai upaya untuk memecahkan permasalahan di tengah umat Islam dengan tetap didasarkan pada Al-Qur’an dan hadis.

Demikian penjelasan tentang konsep ijtihad. Semoga bermanfaat.