Apa yang disebut dengan chek and balance

Jakarta -

Indonesia adalah negara Republik dengan sistem pemerintahan presidensial, yang artinya dipimpin seorang presiden. Meski dipimpin presiden, bukan berarti ada penguasa tunggal di negara Republik Indonesia.

Sistem pembagian kekuasaan negara Republik Indonesia membedakan atas tiga hal yaitu eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Ketentuan yang tertuang dalam konstitusi ini untuk menjaga check and balances dalam menjalankan pemerintahan.

"Kekuasaan legislatif sebagai pembuat undang-undang, eksekutif untuk melaksanakannya, dan yudikatif untuk menghakimi pelaksanaan undang-undang atau aturan lain," ujar Ahmad Yani dalam paper berjudul Sistem Pemerintahan Indonesia: Pendekatan Teori dan Praktek Konstitusi Undang-Undang Dasar 1945.

Dalam paper yang diterbitkan Jurnal Legislasi Indonesia tersebut, mahasiswa S3 ini juga menjelaskan fungsi check and balances. Istilah checks and balances adalah prinsip saling mengimbangi dan mengawasi antar cabang kekuasaan, biasanya dalam konteks kekuasaan negara.

Check and balances adalah prinsip ketatanegaraan yang menghendaki kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif sederajat serta saling mengontrol satu sama lain. Hasilnya kekuasaan negara dapat diatur, dibatasi, bahkan dikontrol sebaik-baiknya.

Sistem pembagian kekuasaan negara Republik Indonesia memungkinkan penyalahgunaan kekuasaan yang dilakukan aparat penyelenggara negara dapat dicegah. Hal serupa juga bisa ditanggulangi secepatnya jika dilakukan pribadi yang sedang menduduki jabatan dalam lembaga negara.

Selain menanggulangi penyalahgunaan kekuasaan, sistem pembagian kekuasaan negara Republik Indonesia juga untuk menjamin kebebasan politik rakyat. Hal ini tertuang dalam teori pembagian kekuasaan negara dari Montesquieu.

Menurut Montesquieu kebebasan politik sulit dijaga bila kekuasaan negara tersentralisasi pada penguasa atau lembaga politik tertentu. Kekuasaan negara menurutnya perlu dibagi-bagi inilah yang kemudian dikenal sebagai gagasan pemisahan kekuasaan negara (separation of power).

Simak Video "Mahfud Bicara Islamofobia Hingga Trauma Politik"



(row/lus)

Apa yang disebut dengan chek and balance

Diskusi Empat Pilar MPR’ yang digelar di Press Room Komplek Parlemen, Jakarta, 17 Juni 2019.

INFO NASIONAL – Anggota MPR dari Fraksi PKS Jazuli Juwaini, mengatakan partai politik sah mengejar kekuasaan, namun harus dibarengi dengan sikap tanggung jawab. Perbedaan sikap di parlemen bagi Jazuli tidak menjadi masalah. Boleh ada fraksi yang mendukung eksekutif, boleh ada fraksi yang menjadi oposisi. Namun, dalam soal pengawasan semua fraksi harus sepaham agar tugas parlemen menjadi bagus dan nyata.

Hal itu dikatakan oleh Jazuli saat menjadi pembicara "Diskusi Empat Pilar MPR", yang digelar di Press Room Kompleks Parlemen, Jakarta, 17 Juni 2019. “Jangan sampai tugas besar DPR diabaikan karena sikap pragmatis,” ucapnya.

Menurut Jazuli, proses check and balance antara eksekutif dan legislatif harus tetap terjaga. Jangan sampai check and balance hilang. “Meski ada koalisi, namun check and balance tetap perlu,” katanya dalam diskusi yang bertema "Konsolidasi Partai Politik di Parlemen Pasca Pemilu 2019" itu.

Ia mencontohkan saat PKS ikut dalam koalisi mendukung pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Partai itu tetap mengkritisi bila ada kebijakan yang tidak tepat. “Sehingga membuat PKS disebut anak nakal,” ujarnya.

Selepas Pemilu 2019, Jazuli Juwaini mengharap agar partai politik yang lolos parlement threshold membangun konsolidasi institusi parlemen. Yang dimaksud dengan konsolidasi institusi parlemen menurutnya adalah seluruh partai yang mempunyai kursi di DPR lebih mendahulukan tugas-tugas DPR yang dirasa penting dan besar.

Dalam kesempatan yang sama, anggota MPR dari Fraksi Partai Golkar, Firman Soebagyo, menjelaskan bahwa konsolidasi kekuasaan di DPR baginya sudah sangat jelas, yakni adanya koalisi partai politik yang mendukung pasangan calon presiden dan wakil presiden, dan koalisi kubu oposisi. Menurutnya, konsolidasi politik di MPR juga sangat penting sebab di lembaga negara ini sangat menentukan dalam pengawalan konstitusi. Diuraikan, bila presiden dan/atau wakil presiden berhalangan tetap, maka MPR-lah yang memilih mereka.

Ia juga mengkhawatirkan bahwa power sharing akan melemahkan check and balance. “Jangan sampai power sharing melemahkan pengawasan kekuasaan," tegasnya.

Pengamat politik dari LIPI, Siti Zuhro, yang juga menjadi narasumber diskusi menyebutkan hasil Pemilu 2019 akan menghasilkan koalisi besar. Bila koalisi besar terjadi maka akan membuat sistem executive heavy. Executive heavy inilah membuat apa yang dimaui oleh pemerintah akan diiyakan oleh parlemen. “Ini pernah terjadi dalam era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono,” ujar Siti Zuhro.

Bila executive heavy terbangun maka check and balance akan susah terjadi. Untuk itu, ia mengajak civil society, media massa, untuk melakukan pengawasan. Check and balance menurutnya penting, agar demokrasi berjalan efektif. Ia juga berharap ada konstruksi di mana program eksekutif bisa diawasi oleh parlemen dan masyarakat. “Demokrasi harus berkualitas sehingga tidak kembali kepada masa lalu,” ucapnya. (*)

Cabang kekuasaan pemerintah terdiri dari tiga organ pokok, yaitu legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Mekanisme check and balance bertujuan menghindari adanya pemusatan kekuasaan pada salah satu cabang, dengan adanya pembatasan kekuasaan ketiga organ tersebut. Dengan demikian, tidak ada satu organ yang memiliki kekuasaan terlalu besar dibandingkan lainnya. Lihat juga trias politica