Apa yang mendasari sektor pertanian menjadi sektor yang sangat penting dalam upaya peningkatan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada masa Orde?

Sabtu, 2021-11-13 - 21:35:27 WIB

Produksi, pangsa, dan penyerapan tenaga kerja di sektor pertanian tumbuh positif selama pandemi Covid-19 pada kuartal pertama 2020 sampai awal kuartal tiga 2021. Pertumbuhan positif di sektor ekonomi tradisional itu bisa dikategorikan sebagai penyelamat ekonomi nasional karena sektor-sektor strategis seperti industri dan jasa terjun bebas menghadapi wabah.

Rektor Universitas Widya Mataram (UWM) Prof. Dr. Edy Suandi Hamid, M.Ec menyatakan, peran sektor pertanian sebagai penyelamat ekonomi nasional tak terduga. Ini harus menjadi trigger bagi pengambil kebijakan bahwa sektor pertanian masih strategis dan jangan mengabaikan penguatan pertanian meskipun di balik peran krusial pertanian itu terdapat masalah lain.

“Pertanian itu sektor yang memasok kebutuhan perut kita, ada di dalamnya beras dan bahan pangan lainnya, maka jangan pernah mengabaikan sektor pertanian,” jelasnya, Sabtu (13/11/2021).

Sektor pertanian harus mendapat perhatian khusus dan jangan sekali-kali diabaikan. Sektor ini merupakan tempat bergantung bagi kehidupan sebagian besar masyarakat Indonesia. 29.8% angkatan kerja kita bekerja di sektor pertanian tahun 2020. Sektor pertanian ini juga menghasilkan produk pangan yg menjadi pangan pokok kita. Jika produksi pangan terganggu, bisa mendorong menaikkan harga, dan ini bisa menimbulkan instabilitas politik jika harga pangan naik. Dan jika kita impor, maka ada negara kita terindikasi kedaulatan pangan turun dan perut kita tergantung pada negara lain.

Pandangannya disampaikan dalam diskusi buku “Pertanian Bantalan Resesi: Resiliensi Sektor Selama Pandemi Covid-19” karya Bustanul Arifin, yang diselenggarakan oleh LPM Ekonomika Fakultas Bisnis dan Ekonomi Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta.

Prof. Edy Suandi Hamid mengutip statistik 2020 sektor pertanian tumbuh positif. Pada kuartal satu tumbuh 2,2 persen, kuartal dua 2,16 persen, kuartal tiga 2,59 persen, dan awal kuartal empat 2,95 persen.

Soal pangsa (pasar) data lain menunjukkan, sektor pertanian naik signifikan. Apabila pangsa 2019 sebesar 12,7 persen, angka itu naik menjadi 13,71 persen pada 2020. Petumbuhan pangsa itu berdampingan dengan enam sektor lain yang strategis seperti sektor kesehatan dan sosial, informasi dan komunikasi, pengadaan air, jasa keuangan dan asuransi, pendidikan, dan real estate.

Menurutnya, sektor pertanian lebih mengejutkan bisa menjadi penyerap tenaga kerja sebanyak 5 juta selama pandemi. “Ketika sektor industri dan sektor lain melakukan rasionalisasi tenaga kerja, sektor pertanian sebaliknya menambah tenaga kerja pada masa pandemi,” kata dia.

Ternyata saat pandemi, sektor pertanian menjadi salah satu katup pengaman ekonomi Indonesia. Pada saat sebagian sektor lain tumbuh negatif, pertanian tetap tumbuh positif. Ini memberikan kontribusi dalam menghambat kemerosotan ekonomi Indonesia, yang secara keseluruhan pada tahun 2020 tumbuh negatif.

Kontribusi pertanian lain: menjadi penampung tenaga kerja yang di PHK dari sektor lain dan juga menambah angkatan kerja baru yang masuk ke pertanian. Jadi sektor pertanian ini mengurangi melonjaknya pengangguran. Penyerapan tenaga kerja pertanian meningkat sekitar 5 juta pada tahun 2020. Namun ini harus berhati-hati, karena sektor Pertanian menjadi pemasok pengangguran tidak kentara (disguissed unemployment) mereka bekerja tetapi tdk menaikkan produktivitas pertanian.

Ketua Forum Rektor Indonesia (2008-2009) berpendapat, penyelamat ekonomi nasional pada masa resesi itu sangat unik. Membandingkan resesi ekonomi dan politik 1997-1999, dia menyebut Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) menjadi penyelamat ekonomi nasional saat itu, sementara resesi ekonomi 2020 yang berperan menjadi “pahlawan” justru sektor pertanian.

Menurutnya peran sektor pertanian ini menjadi kontroversial. Sebagai sektor ekonomi tradisional, pertanian dianggap problematik karena Produk Domestik Bruto (PDB) dari sektor pertanian secara statistik rendah. Karena itu sektor pertanian diposisikan menjadi lumbung kemiskinan. Namun, sektor pertanian yang menghasilkan beras menjadi bagian komoditas ekonomi politik yang berpengaruh besar terhadap stabilitas pangan dan politik. Presiden Soekarno dan Presiden Soeharto turun jabatan presiden terkait dengan instabilitas harga pangan. Inflasi tinggi di tengah krisis ekonomi dan politik mengerek harga pangan sangat tinggi. Tuntutan rakyat terhadap mereka adalah turunkan harga pangan.

“Sektor pertanian pangan yang memproduksi beras sebagai sektor strategis, dan kapanpun menjadi program strategis, jangan sampai diabaikan,” ujar dia.

Masalahnya restrukurisasi ekonomi menghendaki agar pekerja sektor pertanian jangan terlalu dominan. Negara pertaniaan seperti Selandia Baru hanya menyerap 10 persen pekerja secara nasional di negara itu. Para ekonom dunia menempatkan, jika sektor pertanian yang dominan menandakan bahwa negara tersebut masuk dalam kategori negara berkembang dengan kemiskinan tinggi. Indonesia sejak masa Presiden Soeharto telah mencanangkan restrukturisasi sektor ekonomi, dengan meningkatkan pekerja sektor industri dan jasa untuk meningkatan kesejahteraan warga.

Sementara itu peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Rusli Abdullah berpendapat menguatkan analisis Prof .Edy Suandi Hamid soal sektor pertanian sebagai penyelamat ekonomi nasional selama resesi ekonomi akibat pandemi Covid-19.

Menurutnya peran sektor ekonomi dari pertanian mulai menurun pada awal kuartal tiga 2021. “Sejak pandemi Covid-19 melandai, berbagai daerah masuk level satu PPKM, peran pertanian secara mendadak mulai menurun, kemudian para pekerja mulai meninggalkan sektor pertanian. Para sopir taksi di Jakarta yang semula pulang kampung menjadi petani, mereka mulai menarik diri sejak Agustus, kembali ke pekerjaan lama menjadi sopir taksi di Jakarta. Arus manusia meningkat di perkantoran, industri, menjadi indikasi sektor ekonomi non pertanian bangkit, maka pangsa maupun ekonomisasi pertanian mulai turun,” ujar dia.

Yang menjadi problem baru, menurut dia, geliat ekonomi yang bangkit melejitkan harga komoditas pangan. Di berbagai negara di dunia maupun di Indonesia, permintaan pangan meningkat, di sisi lain pekerja pertanian mulai menarik diri, maka produksi pangan masih terbatas, maka otomatis harga pangan di dunia mengalami kenaikan harga. “Ini harus diwaspadai, apakah itu akan melemahkan ketahanan pangan nasional?,” ujar dia.

©WidyaMataram

KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN
REPUBLIK INDONESIA

SIARAN PERS
No. HM.4.6/175/SET.M.EKON.2.3/11/2020

Pemerintah Dorong Peningkatan Sektor Pangan dan Pertanian untuk Kesejahteraan Masyarakat Indonesia

Jakarta, 18 November 2020

Di tengah membaiknya pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan III 2020 menjadi -3,49% dari -5,32% di triwulan II makin meyakinkan bahwa perekonomian nasional sudah berada dalam jalur positif. Pada triwulan IV, proyeksi pertumbuhan antara -1,6% sampai 0,6%.

Sektor pertanian, kehutanan dan perikanan menjadi salah satu sektor (selain sektor informasi dan komunikasi) yang selalu tumbuh positif meskipun dalam kondisi pandemi saat ini. Pada triwulan II lalu, sektor itu tumbuh 2,19% (yoy), sementara di triwulan III tumbuh 2,15% (yoy).

Kontribusi nilai ekspor sektor pertanian mencapai US$0,4 miliar atau 3,0% dari total ekspor Indonesia. Ekspor sektor pertanian mengalami kenaikan signifikan di masa pandemi Covid-19; dapat dilihat pada September 2020 meningkat 16,2% (yoy) dan 20,8% (mtm).

Dalam pembukaan Jakarta Food Security Summit 5 secara daring, di Jakarta-Rabu (18/11), Presiden RI Joko Widodo menuturkan, nilai ekspor sektor pertanian yang cukup baik sejalan dengan perkembangan signifikan pada sektor pangan di seluruh dunia. Tak hanya untuk merespon krisis pangan akibat pandemi, tapi juga karena kebutuhan pangan sejalan dengan melonjaknya populasi penduduk di seluruh dunia.

Kebutuhan dan pasar pangan sangat besar dan akan terus tumbuh. Namun, perkembangan sektor pangan membutuhkan cara-cara inovatif berbasis teknologi modern, yang akan mampu meningkatkan efisiensi proses produksi dan kualitas bahan pangan yang harganya terjangkau, dan mampu memperbaiki daya dukung lingkungan, serta menyejahterakan para petani dan sektor pendukungnya.

“Juga harus meningkatkan peran sentral korporasi petani agar dapat mengedepankan nilai tambah on farm maupun off farm. Jadi, saya mendukung model bisnis kolaboratif-inklusif yang bisa mendongkrak sektor pangan sebagai kekuatan ekonomi baru yang membuka lapangan kerja dan menjadi sumber kesejahteraan masyarakat Indonesia,” tuturnya.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menambahkan bahwa dalam Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), telah digelontorkan stimulus ekonomi yang ditujukan untuk membantu dunia usaha, baik usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) maupun korporasi. Termasuk stimulus yang bertujuan menjaga kinerja di sektor pertanian dan perikanan, yakni: (1) Program Padat Karya Pertanian; (2) Program Padat Karya Perikanan; (3) Banpres Produktif UMKM Sektor Pertanian; (4) Subsidi Bunga Mikro/Kredit Usaha Rakyat; dan (5) Dukungan Pembiayaan Koperasi dengan Skema Dana Bergulir.

Selain itu, terdapat tujuh program di sektor pertanian dan perikanan yang terus dijalankan pemerintah untuk penguatan ketahanan pangan dan peningkatan kesejahteraan petani/nelayan.

Pertama, pembangunan food estate (baik di Kalimantan Tengah dan Sumatera Utara) berbasis korporasi dalam kerangka penguatan sistem pangan nasional. Kedua, pengembangan klaster bisnis padi menggunakan pendekatan pengelolaan lahan yang awalnya tersegmentasi menjadi satu area. Ketiga, pengembangan kawasan hortikultura berorientasi ekspor dengan model kemitraan Creating Shared Value (CSV) antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, swasta, dan petani.

Keempat, kemitraan inklusif Closed Loop pada komoditas hortikultura sebagai bentuk implementasi sinergi antara akademisi, bisnis, pemerintah dan komunitas (ABGC). Kelima, pengembangan 1.000 desa sapi program untuk peningkatan populasi dan produktivitas sapi. Keenam, pengembangan industri rumput laut nasional untuk mengoptimalkan produksi dalam negeri. Dan, ketujuh, pengembangan korporasi petani dan nelayan dengan arah menuju sistem agribisnis hulu-hilir yang mengedepankan pemberdayaan mereka.

“Pemerintah juga mengupayakan pemulihan ekonomi melalui simplifikasi ekspor dan sinkronisasi ekspor-impor dengan mengembangkan National Logistics Ecosystem (NLE). Ekosistem ini akan menyelaraskan arus lalu lintas barang dan dokumen internasional sejak kedatangan sarana pengangkut di pelabuhan hingga barang tiba di gudang, khususnya untuk bahan baku utama industri pengolahan strategis. Saat ini platform NLE dalam tahap uji coba dan tahap piloting ditargetkan dilaksanakan pada 2021,” ungkapnya.

Selain itu, pemerintah telah menerbitkan Undang-Undang (UU) No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja sebagai terobosan kebijakan yang diharapkan dapat menjadi instrumen utama dalam mengatasi penyediaan lapangan kerja, pemberdayaan UMKM, serta reformasi regulasi untuk mendorong transformasi ekonomi dan pemulihan ekonomi nasional.

Penyederhanaan perizinan dan penerapan sistem perizinan berbasis risiko menjadi keunggulan UU Cipta Kerja untuk meningkatkan pertumbuhan investasi, baik yang berasal dari dalam maupun dari luar Indonesia. Sektor pertanian dan perikanan juga mengalami perubahan beberapa regulasi dengan ditetapkannya UU Cipta Kerja.

Regulasi di sektor pertanian yang terintegrasi dengan UU Cipta Kerja, yaitu: 1) UU No. 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan; 2) UU No. 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman; 3) UU No. 22 Tahun 2019 tentang Sistem Budi Daya Pertanian Berkelanjutan; 4) UU No. 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani;  5) UU No. 13 Tahun 2010 tentang Hortikultura; 6) UU No. 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan sebagaimana telah diubah dengan UU No. 41 Tahun 2014.

Jadi, beberapa penyederhanaan di sektor pertanian yang telah diakomodir dalam UU Cipta Kerja dan dituangkan dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP), antara lain: (1) Kemudahan perizinan berusaha pada budidaya pertanian skala tertentu, dengan larangan usaha pada tanah ulayat oleh Pemerintah Pusat; (2) Penyederhanaan dalam pertimbangan penetapan batasan luas lahan untuk usaha perkebunan; (3) Penyederhanaan administrasi untuk Permohonan Hak Perlindungan Varietas Tanaman;

(4) Pengaturan pola kemitraan hortikultura untuk kemudahan berusaha; (5) Penetapan Kawasan Lahan Pengembalaan Umum dapat dilakukan oleh Pemerintah Pusat; (6) Simplifikasi izin ekspor-impor benih/bibit/tanaman/hewan untuk kemudahan berusaha; dan (7) Kemudahan akses Sistem Informasi Pertanian oleh masyarakat dan pelaku usaha.

Sedangkan, regulasi  sektor kelautan dan perikanan yang juga digabungkan dalam UU Cipta Kerja, yaitu: 1) UU No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan sebagaimana telah diubah dengan UU No. 45 Tahun 2009; 2) UU No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil sebagaimana telah diubah dengan UU No. 1 Tahun 2014; 3) UU No. 32 Tahun 2014 tentang Kelautan ; 4) UU No. 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudi Daya Ikan, dan Petambak Garam.

Adapun beberapa kemudahan di sektor kelautan dan perikanan yang telah diakomodir dalam UU Cipta Kerja dan tertuang dalam RPP, yaitu: (1) Jenis perizinan untuk kapal penangkapan ikan yang semula 16 jenis disederhanakan menjadi hanya 3 jenis; (2) Proses perizinan sesuai ketentuan lama yang membutuhkan waktu sekitar 14 hari telah dimudahkan hingga dapat diselesaikan selama 30 menit saja; (3) Relaksasi penggunaan alat tangkap ikan pukat dan cantrang untuk wilayah perairan tertentu; (4) Penyederhanaan izin untuk tambak udang, dari semula 24 jenis perizinan menjadi 1 jenis saja; (5) Proses Sertifikasi Kelayakan Pengolahan (SKP) dipersingkat waktunya, dari yang semula 7 hari menjadi 3 hari, dan dilakukan secara online;

(6) Pengalihan kewenangan pembinaan pelaku usaha pemasaran/perdagangan komoditas perikanan dari Kementerian Perdagangan kepada Kementerian Kelautan dan Perikanan; (7) Proses sertifikasi Hazard Analysis and Critical Control Points (HACCP) yang semula 56 hari dipersingkat menjadi 10 hari, atau 5 hari apabila tidak harus mempersyaratkan SKP dan dilakukan secara online; (8) Pemberian kemudahan sertifikasi bagi pelaku usaha yang akan melakukan ekspor komoditas perikanan; (9) Pemberian relaksasi bagi para pelaku usaha untuk mengajukan sertifikasi sesuai kebutuhannya sehingga tidak ada kewajiban memiliki SKP dan HACCP secara simultan; serta (10) Penerbitan rekomendasi impor komoditas perikanan didelegasikan kepada Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).

Pada acara ini hadir secara daring, antara lain Assistant Director-General and FAO Regional Representative for Asia and the Pacific Kim Jong Jin, Menteri PUPR Basuki Hadimuljono, Menteri ATR/BPN Sofyan Djalil, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Menteri Perdagangan Agus Suparmanto, Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki, Ketua Kadin Indonesia Rosan P. Roeslani, serta perwakilan dari kedutaan besar negara sahabat, pemerintah daerah, akademisi, dan anggota Kadin dari seluruh Indonesia. (rep/iqb)

***

Kepala Bagian Hubungan Masyarakat dan Informasi Publik, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian
Hermin Esti Setyowati

Website: www.ekon.go.id Twitter & Instagram: @perekonomianRI

Email: