Oleh: Andi Zulfikar, Pegawai Direktorat Jenderal Pajak Show Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) adalah nomor yang berfungsi sebagai sarana administrasi perpajakan. Nomor ini dipergunakan sebagai tanda pengenal diri wajib pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakan. NPWP menjadi identitas yang melekat dengan wajib pajak sehingga kepemilikan dan penggunaannya harus dilaksanakan sesuai peraturan perpajakan yang berlaku. Agar pemilikan dan penggunaan NPWP dapat berjalan sesuai dengan ketentuan, seharusnya wajib pajak dapat memahami hak dan kewajibannya. Dengan penggunaan NPWP sesuai ketentuan, diharapkan terwujud kepatuhan sukarela serta penerimaan pajak yang maksimal. Berikut ini adalah lima hal penting tentang NPWP menurut penulis. Kapan seseorang wajib memiliki NPWP? Pada dasarnya, tidak semua orang wajib mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderal Pajak untuk dicatat sebagai wajib pajak dan sekaligus untuk mendapatkan NPWP. Hanya wajib pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif yang harus mendaftarkan diri untuk memiliki NPWP. Yang dimaksud dengan persyaratan subjektif adalah persyaratan yang sesuai dengan ketentuan mengenai subjek pajak dalam undang-undang pajak penghasilan. Dalam Undang-Undang (UU) Republik Indonesia Nomor 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UU Nomor 36 tahun 2008, yang menjadi subjek pajak adalah orang pribadi, warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak, badan dan bentuk usaha tetap. Sedangkan yang dimaksud dengan persyaratan objektif adalah persyaratan bagi subjek pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan atau diwajibkan untuk melakukan pemotongan/ pemungutan sesuai dengan ketentuan UU PPh dimaksud. Untuk lebih jelasnya, pengertian objek pajak dijelaskan dalam pasal 4 UU Nomor 36 tahun 2008. Objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak baik berasal dari Indonesia, maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan dengan nama dan dalam bentuk apa pun. Apa akibatnya bila seseorang tidak mendaftarkan untuk memiliki NPWP? Beberapa akibat apabila seseorang yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif namun tidak mendaftarkan NPWP adalah sebagai berikut: Pertama, NPWP nya akan diterbitkan secara jabatan kepada wajib pajak. Kewajiban perpajakan akan dimulai sejak saat wajib pajak memenuhi persyaratan subjektif dan objektif paling lama lima tahun sebelum diterbitkan NPWP Kedua, apabila wajib pajak sengaja tidak melakukan pendaftaran untuk diberikan NPWP sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara dipidana dengan pidana penjara paling singkat enam bulan dan paling lama enam tahun, dan denda paling sedikit dua kali jumlah pajak yang terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak empat kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar. Untuk apa penggunaan NPWP? Seperti telah dijelaskan sebelumnya pada awal tulisan, NPWP dipergunakan sebagai sarana dalam administrasi perpajakan dan dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas wajib pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakan. Salah satu kewajiban pemilik NPWP adalah melaporkan Surat pemberitahuan (SPT). SPT terbagi atas SPT Masa dan SPT Tahunan PPh. Apabila SPT tidak disampaikan sesuai dengan jangka waktu yang ditentukan, dikenakan sanksi sesuai Pasal 7 UU PPh. Kapan NPWP dihapuskan? Penghapusan NPWP dilakukan oleh DJP apabila: a. diajukan permohonan penghapusan NPWP oleh wajib dan/ atau ahli warisnya apabila WP sudah tidak memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan; b. wajib pajak badan dilikuidasi karena penghentian atau penggabungan usaha; c. wajib pajak bentuk usaha tetap menghentikan kegiatan usahanya di Indonesia; atau d. dianggap perlu oleh DJP untuk menghapuskan NPWP dari wajib pajak yang sudah tidak memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Apa sanksinya buat penyalahgunaan NPWP? Dalam Pasal 39 UU Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, disebutkan bahwa setiap orang dengan sengaja menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak NPWP dikenakan sanksi dipidana sesuai ketentuan. Hal ini bila perbuatan tersebut menimbulkan kerugian pada pendapatan negara. Sanksinya adalah pidana dengan pidana penjara paling singkat enam bulan dan paling lama enam tahun dan denda paling sedikit dua kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak empat kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar. Demikianlah lima pertanyaan penting tentang NPWP menurut penulis. Kesadaran akan pentingnya pemilikan dan penggunaan NPWP akan menjadi dasar bagi terkumpulnya penerimaan negara. Dengan penerimaan negara dari sektor perpajakan, manfaatnya tentu saja akan kembali ke pemilik NPWP. Oleh karenanya, memiliki NPWP dan membayar pajak bukti kepedulian Anda kepada bangsa. Sudahkah Anda melaksanakan hak dan kewajiban perpajakan Anda sesuai ketentuan perundang-undangan perpajakan? (*) *) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi penulis bekerja.
Mengenal Sanksi Pajak di IndonesiaMelakukan pembayaran pajak adalah kewajiban seluruh warga negara, terkecuali bagi mereka yang dibebaskan oleh peraturan perundang-undangan. Lantaran sifatnya yang memaksa, negara menetapkan sanksi bagi wajib pajak yang tidak melakukan pembayaran pajak. Tujuannya agar wajib pajak semakin patuh melakukan kewajiban perpajakan. Pemberian sanksi terkait perpajakan ini bisa dalam bentuk surat teguran maupun tindakan tegas berupa penyanderaan atau gijzeling. Tindakan gijzeling merupakan langkah terakhir dari tindakan hukum yang dapat dilakukan pemerintah kepada wajib pajak nakal. Penyanderaan ini dapat dilakukan selama 6 bulan dan diperpanjang paling lama 6 bulan. Secara statistik, sejak tahun 2015-2017 sedikitnya ada 117 wajib pajak yang disandera oleh petugas Direktorat Jenderal Pajak (DJP) di rumah tahanan. Kebanyakan merupakan wajib pajak yang memiliki utang pajak sedikitnya Rp 100 juta. Angka di atas membuktikan bahwa pemerintah tidak main-main dalam menegakkan peraturan perpajakan. Ragam Sanksi Berdasarkan Jenis PajakBerikut ini merupakan tabel terkait sanksi pajak menurut jenis pajak serta bentuk sanksinya: 1. Sanksi Bunga
2. Sanksi Denda
3. Sanksi Kenaikan
B. Sanksi Pidana Sanksi pidana bidang perpajakan terdiri dari tiga, yakni denda, pidana dan kurungan. Berikut ini tabel yang merinci mengenai sanksi pidana perpajakan.
Sanksi Hukum jika Tidak Melakukan Pembayaran atau Telat Melaporkan PajakDalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum Perpajakan (UU KUP), sanksi perpajakan terdiri dari sanksi administrasi dan sanksi pidana. Sekarang mari kita bahas jenis sanksi tersebut satu per satu. 1. Sanksi Administrasi Sanksi administrasi perpajakan terdiri dari sanksi denda, sanksi bunga dan sanksi kenaikan. Sekian sanksi tersebut dikenakan untuk berbagai jenis pelanggaran aturan. a) Pengenaan bunga Sanksi berupa pengenaan bunga ini berlandaskan pada Pasal 9 Ayat 2(a) dan 2(b) UU KUP. Dalam Ayat 2(a) dikatakan, wajib pajak yang membayar pajaknya setelah jatuh tempo akan dikenakan denda sebesar 2% per bulan yang dihitung dari tanggal jatuh tempo hingga tanggal pembayaran. Sementara, pada Ayat 2(b) disebutkan, wajib pajak yang baru membayar pajak setelah jatuh tempo penyampaian SPT tahunan akan dikenakan denda sebesar 2% per bulan, yang dihitung sejak berakhirnya batas waktu penyampaian SPT sampai dengan tanggal pembayaran, dan bagian dari bulan dihitung penuh satu bulan. Sebagai contoh, berdasarkan undang-undang, batas akhir pembayaran dan pelaporan PPh adalah masing-masing tanggal 10 (PPh pada umumnya) dan tanggal 15 (PPh Final 0,5%/pajak UMKM, PPh 25) bulan berikutnya. Jika wajib pajak baru membayar kewajibannya lewat dari tanggal-tanggal tersebut, maka wajib pajak harus membayar bunga sebesar 2% dari jumlah pajak yang terutang. Baca juga: Ingin Bayar Sanksi Denda Pajak Secara Online? Cari Tahu Tempat dan Caranya di sini b) Sanksi Kenaikan Sanksi kenaikan ditujukan kepada wajib pajak yang melakukan pelanggaran tertentu. Contohnya seperti tindak pemalsuan data dengan mengecilkan jumlah pendapatan pada SPT setelah lewat 2 tahun sebelum terbit SKP. Jenis sanksi ini bisa berupa kenaikan jumlah pajak yang harus dibayar dengan kisaran 50% dari pajak yang kurang dibayar tersebut. c) Sanksi Denda Sanksi pajak berupa denda ditujukan kepada pelanggaran yang berhubungan dengan kewajiban pelaporan. Besarannya pun bermacam-macam, sesuai dengan aturan undang-undang. Contohnya, telat menyampaikan SPT Masa PPN, maka nominal denda yang dikenakan senilai Rp 500.000. Sedangkan telat dalam menyampaikan SPT Masa PPh, maka nominal denda yang dikenakan senilai Rp1.000.000 untuk wajib pajak badan dan Rp100.000 untuk wajib pajak perorangan. 2. Sanksi Pidana Sanksi ini merupakan jenis sanksi terberat dalam dunia perpajakan. Biasanya, sanksi pidana dikenakan bila wajib pajak melakukan pelanggaran berat yang menimbulkan kerugian pada pendapatan negara dan dilakukan lebih dari satu kali. Dalam Undang-Undang KUP, terdapat pasal 39 ayat i yang memuat sanksi pidana bagi orang yang tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut. Sanksi tersebut adalah pidana penjara paling singkat 6 bulan dan paling lama 6 tahun, serta denda minimal 2 kali pajak terutang dan maksimal 4 kali pajak terutang yang tidak dibayar atau kurang dibayar. Contoh kasus untuk sanksi ini adalah pengusaha yang menerbitkan faktur pajak dan memungut PPN, namun tidak mendaftarkan diri dan melaporkan kegiatan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP. Sehingga, PPN yang dipungut tidak disetorkan ke kas negara. Baca juga: Cara Bayar Pajak 1 Klik dengan OnlinePajak Sanksi Hukum Bila Wajib Pajak Terlambat Melaporkan SPTSelain mengatur sanksi bagi wajib pajak yang tidak melakukan pembayaran pajak, Undang-Undang KUP juga memuat sanksi bagi wajib pajak yang tidak melaporkan SPT atau terlambat melaporkan SPT. Jenis sanksi yang dibebankan pada wajib pajak yang melanggar ketentuan tersebut adalah denda. Besaran denda dibagi menjadi 3, yakni:
Batas akhir pelaporan SPT dibedakan berdasarkan jenis pajak yang akan dilaporkan. Tujuannya agar administrasi perpajakan di Indonesia jadi semakin rapi. Berikut ini tiga batas waktu pelaporan SPT yang sebaiknya diketahui wajib pajak:
Namun, bila wajib pajak tidak melaporkan SPT sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, dan tindakan tersebut sudah dilakukan lebih dari sekali, wajib pajak dapat dikenakan sanksi berupa denda minimal satu kali jumlah pajak terutang yang tidak dibayar atau kurang bayar. Denda dikenakan maksimal dua kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar. Bahkan, atas tindakan tersebut wajib pajak dapat dipidana kurungan paling singkat tiga bulan atau paling lama satu tahun. Contoh Penghitungan Sanksi PajakBerikut ini merupakan contoh penghitungan sanksi pajak: PT ABC merupakan PKP yang telah dikukuhkan pada tanggal 21 Januari 2017. Berikut ini administrasi perpajakan PT ABC terkait pelanggarannya:– SPT Masa PPN untuk masa Agustus 2018 tidak dimasukan walaupun sudah ditegur.– PT ABC selaku wajib pajak juga tidak melakukan pembukuan sebagaimana disebutkan dalam Pasal 28 dan 29 UU KUP 2007 – Terhadap PT ABC, dilakukan pemeriksaan dan menghasilkan kurang bayar sebesar Rp 200 juta. SKPKB diterbitkan Januari 2019 |