Apakah fungsi petunjuk laku dalam sebuah naskah drama

KOMPAS.com - Drama adalah suatu karya seni pertunjukkan yang banyak digemari. Drama menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah komposisi syair atau prosa yang diharapkan dapat menggambarkan kehidupan dan watak melalui tingkah laku (akting) atau dialog yang dipentaskan.

Istilah drama berasal dari bahasa Yunani yang berarti “bertindak” atau “melakukan”, sehingga drama merupakan tindakan yang dimainkan berdasarkan suatu cerita. Cerita yang menjadi dasar dilakukannya drama disebut dengan naskah drama.

Seperti halnya karya sastra lain, naskah drama memiliki unsur-unsur yang harus diperhatikan. Dwi Hidayati dalam skripsi berjudul kepribadian ganda tokoh Kartika dalam Naskah Drama “Kartini Berdarah” Karya Amantia Junda Solikhah (2011) menyebutkan bahwa unsur intrinsik naskah drama adalah tema, tokoh dan penokohan, alur, latar, wawancang dan kramagung, konflik, serta tipe drama.

Baca juga: Persiapan dan Kelengkapan Pementasan Drama

Kramagung

Mengutip dari jurnal berjudul Kemampuan mengindentifikasi Unsur-Unsur Teks Drama Siswa Kelas VII SMP Negeri 11 Kendari (2019) karya Rasti dan kawan-kawan, kramagung adalah petunjuk perilaku, tindakan, dan perbuatan yang harus dilakukan oleh tokoh.

Dalam naskah drama biasanya kramagung ditulis dalam tanda kurung dan dicetak miring. Dapat disimpulkan bahwa kramagung disebut sebagai arahan panggung yang mengarahkan bagaimana aktor harus bergerak dalam pementasa drama.

Dilansir dari Daily Actor, kramagung atau arahan panggung bertujuan memandu aktor melalui gerakan tubuh mereka misalnya memberitahu aktor untuk modar-mandir, duduk diam, ataupun mengambil alat peraga pada saat tertentu.

Dilansir dari University of Peshawar, gerakan tubuh digunakan untuk mengekspresikan pikiran, perasaan, retorika suatu karakter.

Gerakan tubuh juga dapat menggambarkan hubungan antardua atau lebih karakter di atas panggung, bagaimana perasaan antar tokoh dan hubungannya tergambar dari gerak tubuh.

Kramagung sangat penting dalam drama, karena arahan tersebut dapat membuat hidup karakter yang dimainkan, memperjelas karakter suatu tokoh, menarik perhatian penonton, serta membuat pementasan drama bernyawa. Artinya pementasan tersebut diisi oleh emosi dan terlihat seakan nyata.

Baca juga: Contoh Naskah Drama Tentang Pendidikan

Contoh Kramagung

Berikut adalah contoh kramagung yang ditulis dalam tanda kurung dan dicetak miring.

Anak: [Menangis di tangga halaman rumah sembari memegang sepucuk surat]Ibu: [Memasuki halaman dan menghampiri anaknya] Anakku, mengapa kamu menangis? Apa yang membuatmu menangis.Anak: [Menjerit dan memeluk ibunya] Ibu! [menangis sesenggukan dalam pelukan]Ibu: [Membelai anaknya dengan penuh kekhawatiran] Ada apa anakku? Mengapa kamu menangis?Anak: [Berbicara dengan terbata-bata sambil menyodorkan selembar surat] Barusan tukang pos datang, ia mengantarkan surat. Di dalamnya tertulis bahwa ayah meninggal di medan perang.Ibu: [Tertegun memandang surat dan berbicara dengan lirih] Ayahmu gugur di medan perang sebagai pahlawan negeri ini nak. Mari kita doakan ayah agar tenang di alam sana.

Ibu dan Anak: [Berpelukan sembari menangis]

Dari teks drama singat tersebut terlihat bahwa kramagung memberikan arahan gerak. Bagaimana keadaan awal si anak di atas panggung, kapan si ibu masuk ke panggung, bagaimana interaksi mereka, serta bagaimana perasaan yang dirasakannya.

Semuanya diarahkan oleh kramagung, sisanya tinggal mengikuti kemamuan bersandiwara dari para pemainnya.

Baca juga: Perbedaan Drama dan Teater

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link //t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Baca berikutnya

Lihat Foto

SHUTTERSTOCK/RADITYA

Sendratari Ramayana, pertunjukan seni drama dan tari tanpa dialog di Candi Prambanan, Yogyakarta.

KOMPAS.com - Drama merupakan bentuk karya sastra yang mengilustrasikan kehidupan dengan menyampaikan sebuah permasaalahan lewat dialog.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), drama adalah komposisi syair atau prosa yang diharapkan dapat menggambarkan kehidupan dan watak melalui tingkah laku (akting) atau dialog yang dipentaskan.

Cerita atau kisah terutama yang melibatkan konflik atau emosi yang khusus untuk pertunjukan teater.

Dilansir Thoughtco, dalam sastra drama adalah penggambaran peristiwa fiksi atau non fiksi melalui kinerja dialog tertulis (baik prosa atau puisi). Drama dapat dilakukan di atas panggung, di film, atau radio.

Drama sudah ada pada zaman Aristoteles sekitar 335 masehi. Istilah drama berasal dari bahasa Yunani yang artinya suatu aksi atau perbuatan.

Dua topeng icon drama pada waktu itu wajah tertawa dan wajah menangis. Itu adalah simbol dari dua Muses Yunani.

Baca juga: Puisi: Arti dan Jenisnya

Jenis-jenis drama

Dikutip situs Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), sinetron, film, wayang, dan lenong merupakan drama.

Sinetron dan film adalah jenis drama modern, sedangkan wayang dan lenong adalah jenis drama klasik.

Berikut jenis-jenis drama:

Drama menurut masanya

Dalam drama menurut masanya dibedakan menjadi dua jenis, yakni:

A. Unsur Instrinsik Drama 

Unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri (Nurgiyantoro, 2002). Unsur-unsur inilah yang menyebabkan karya sastra hadir sebagai karya sastra, unsur-unsur yang secara faktual akan dijumpai jika orang membaca karya sastra. Unsur intrinsik sebuah drama adalah unsur-unsur yang (secara langsung) turut serta membangun cerita. Kepaduan antar berbagai unsur intrinsik inilah yang membuat sebuah drama berwujud. Atau sebaliknya, jika dilihat dari sudut kita pembaca, unsur-unsur (cerita) inilah yang akan dijumpai jika kita membaca sebuah naskah drama.

Unsur – unsur tersebut adalah sabagai berikut : 

1.        Judul

Judul adalah kepala karangan atau nama yang dipakai untuk buku atau bab dalam buku yang dapat menyiratkan isi buku tersebut. Judul suatu karya (buku) drama juga merupakan kunci untuk melihat keseluruhan makna drama. Judul isi karangan selalu berkaitan erat. Drama juga tergolong sebagai karya sastra fiksi. Sugiarta dalam Sudjarwadi (2004) menjelaskan, judul pada karya fiksi bersifat manasuka, dapat diambil dari nama salah satu tempat atau tokoh dalam cerita, dengan syarat sebaiknya melambangkan isi cerita untuk menarik perhatian.

Judul karangan seringkali berfungsi menunjukan unsur-unsur tertentu dari karya sastra, misalnya :

1.     Dapat menunjukan tokoh utama

2.     Dapat menunjukan alur atau waktu

3.     Dapat menunjukan objek yang dikemukakan dalam suatu cerita

4.     Dapat mengidentifikasi keadaan atau suasana cerita

5.     Dapat mengandung beberapa pengertian

2.    Tema

Tema adalah pikiran pokok yang mendasari lakon drama. Pikiran pokok ini dikembangkan sedemikian rupa sehingga menjadi cerita yang lebih menarik. Tema dikembangkan melalui alur dramatik melalui dialog tokoh-tokohnya.

Tema adalah ide yang mendasari cerita sehingga berperan sebagai pangkal tolak pengarang dalam memaparkan karya fiksi yang diciptakannya. Tema merupakan ide pusat atau pikiran pusat, arti dan tujuan cerita, pokok pikiran dalam karya sastra, gagasan sentral yang menjadi dasar cerita dan dapat menjadi sumber konflik-konflik.

Jika dikaitkan dengan dunia pengarang, tema adalah pokok pikiran didalam dunia pengarang. Setiap karya sastra (fiksi) telah mengandung atau menawarkan tema. Tema mengikat pengembangan cerita. Tema juga sebagai premis artinya rumusan inti sari yang merupakan landasan untuk menentukan tujuan dan arah cerita.

3.        Alur/Plot

Alur disebut juga plot. Alur adalah jalinan atau rangkaian peristiwa berdasarkan hubungan waktu dan hubungan sebab- akibat. Sebuah alur cerita juga harus menggambarkan jalannya cerita dari awal (pengenalan) sampai akhir (penyelesaian). Sebuah alur dapat dikelompokkan dalam beberapa tahapan, sebagai berikut.  

a.      

Pengenalan / Pemaparan (eksposisi) Pengenalan merupakan bagian permulaan pementasan drama, pengenalan para tokoh (terutama tokoh utama), latar pentas, dan pengungkapan masalah yang akan dihadapi penonton.

Perhatikan penggalan teks drama berikut ini! .

Pentas menggambarkan sebuah ruangan kelas  waktu pagi hari. Tampak di sana beberapa meja kursi, kurang begitu teratur rapi. Beberapa papan majalah dinding tersandar di dinding dan di meja.

Pengenalan latar pentas


Seorang pemuda pelajar sedang duduk di atas meja. Ia bersilang tangan. Pemuda itu Anton namanya. Ia adalah Pemimpin Redaksi majalah dinding itu. Sedangkan Rini, Sekretaris Redaksi, duduk di kursi.

Pengenalan para tokoh


Waktu itu hari Minggu., Anton tampak kusut.  Wajahnya muram. Ia belum mandi, hanya mencuci muka dan gosok gigi. Ia terburu-buru ke sekolah karena mendengar  berita dari Wilar, Wakil Pimpinan Redaksi, bahwa majalah dinding itu dibreidel oleh Kepala Sekolah, gara-gara karikatur Trisno mengejek Pak Kusno, guru karate.

Pengungkapan masalah

b.      Pertikaian (Konflik)
Setelah tahap pengenalan, drama bergerak menuju pertikaian yaitu pelukisan pelaku yang mulai terlibat ke dalam masalah pokok.  

c.        Komplikasi

Perhatikan penggalan teks drama berikut ini!

Anton 

:

Tapi masih ada satu bahaya.

Rini 

:

Bahaya ?

Kardi

:

Nasib Trisno, karikaturis kita itu?

Anton 

:

Bisa jadi  dia akan celaka.


Pada kutipan di atas terlihat bahwa drama sudah mulai masuk ke dalam tahap komplikasi. Penggambaran masalah sudah semakin jelas bahwa Trisno sudah membuat karikatur yang mengejek. Kejadian itu berbahaya seperti terlihat pada perkataan Rini pada dialog di atas, yaitu "Bahaya?". 

d.      Puncak (Klimaks)
Pada tahap ini pelaku mulai terlibat dalam masalah-masalah pokok dan keadaan dibina untuk menjadi lebih rumit lagi. Keadaan yang mulai rumit ini, berkembang hingga  menjadi krisis. Pada tahap ini penonton dibuat berdebar, penasaran  ingin mengetahui  penyelesaiannya.

Perhatikan  petikan drama berikut ini!

Trisno

:

Aku bilang, ide itu ide ...

Anton

:

Ide Anton?

Trisno 

:

Ide Albertus Sutrisno sang pelukis! Dengar?

Rini 

:

Tapi kaubilang sudah ada persetujuan dari Pimpinan Redaksi?

Trisno

:

Aku bilang bahwa  tanpa sepengetahuan Anton, aku pasang karikatur itu. Sepenuhnya tanggung jawab saya. Dengar?

Kardi 

:

Edaaaaan. Pahlawan tenan iki.

Anton

:

Kenapa kaubilang begitu. Menghina aku, Tris? Aku yang suruh kau
melukis itu. Aku penanggungjawabnya. Akulah yang mesti  digantung ... bukan kau!


Pada kutipan di atas dapat dilihat bahwa puncak masalah itu  adalah Anton tidak menyetujui tindakan Trisno yang mencoba membelanya. Anton menganggap Trisno telah menghinanya, seperti terlihat pada kutipan dialog yang dicetak tebal di atas. 

e.      

Penyelesaian (Resolusi) Pada tahap ini dilukiskan bagaimana sebuah drama berakhir dengan penyelesaian yang menggembirakan atau menyedihkan.  Bahkan dapat pula diakhiri dengan hal yang bersifat samar sehingga mendorong  penonton untuk mengira-ngira dan memikirkan sendiri akhir sebuah cerita.

Perhatikan penggalan teks  drama berikut ini!

Anton

:

Kalau ketemu dia, pagi ini?

Wilar

:

Dia mau!

Anton

:

Mau.

Rini 

:

Mau?

Wilar

Jelas. Malah dia bilang begini. Aku wakil kelas kalian. Aku ikut bertanggung jawab atas perbuatan kalian terhadap  Pak Kusno. Tapi  kalian tidak boleh bertindak sendiri. Diam saja. Aku yang akan maju ke  Bapak Kepala sekolah. Aku akan menjelaskan bahwa Pak Kusno  memang  kurang beres.  Tapi kalau kalian berbuat dan bertindak sendiri- sendiri, main corat-coret, atau membikin onar, kalian akan aku laporkan polisi.


Pada tahap penyelesaian drama ini dapat dilihat bahwa drama ini berakhir dengan bahagia karena permasalahan karikatur Trisno yang mengejek Pak Kusno akan diselesaikan oleh salah satu guru, seperti kalimat yang dicetak tebal pada kutipan di atas. 

f. Keputusan

Pada tahap keputusan ini ada ulasan penguat terhadap seluruh kisah lakon. Jadi, semacam kesimpulan yang menguatkan tentang lakon drama yang dipentaskan.

4.        Perwatakan atau karakter tokoh

Perwatakan atau karakter tokoh adalah keseluruhan ciri-ciri jiwa seorang tokoh dalam lakon drama. Karakter ini diciptakan oleh penulis lakon untuk diwujudkan oleh para pemain drama. Tokoh-tokoh drama disertai penjelasan mengenai nama, umur, jenis kelamin, ciri-ciri fisik, jabatan, dan keadaan kejiwaannya. Watak tokoh akan jelas terbaca dalam dialog dan catatan samping. Watak tokoh dapat dibaca melalui gerak-gerik, suara, jenis kalimat, dan ungkapan yang digunakan.

Perhatikan penggalan teks drama berikut ini! .

Lurah

:

Saya mesti tetap  memikirkannya, Pak Jagabaya. Sebagai seorang  lurah, saya tidak akan berdiam diri  menghadapi persoalan ini.

Jagabaya

:

Tapi, maaf, Pak Lurah, saya rasa tindakan Pak Lurah dalam  menghadapi persoalan ini kurang tegas. Maaf, Pak Lurah  kurang cak-cek, kurang cepat.

Lurah

:

Memang, saya sadari saya kurang tegas dalam  hal ini. Ini saya  sadari betul, Pak Jagabaya. Tapi tindakan saya yang  kurang cepat ini sebetulnya bukan berarti apa-apa. Terus terang dalam  menghadapi  persoalan ini saya tidak mau grasa-grusu.

Jagabaya

:

Memang tidak perlu grusa-grusu, Pak Lurah. Tapi, tidak grusa- grusu bukan pula berarti diam saja dan hanya plompang-plompong menunggu berita. Pak Lurah kan tinggal memberikan perintah atau izin kepada saya untuk mengadakan ronda kampung tiap malam.

Dari dialog antara Pak Lurah dengan Pak Jagabaya di atas dapat dilihat bahwa perwatakan atau karakter kedua tokoh tersebut langsung diceritakan oleh pengarang, seperti gabungan kata yang tercetak tebal pada teks drama di atas. 

Tokoh dapat diklasifikasikan menjadi 3 macam yakni:

1.    Antagonis, tokoh utama berprilaku jahat

2.    Protagonis, tokoh utama berprilaku baik

3.    Tritagonis, tokoh yang berperanan sebagai tokoh pembantu

Berdasarkan fungsinya di dalam alur cerita tokoh dapat diklasifikasi menjadi 3 macam juga, yaitu:

1.    Sentral, tokoh yang berfungsi sebagai penentu gerakan alur cerita

2.    Utama, tokoh yang berfungsi sebagai pendukung tokoh antagonis atau protagonis

3.    Tokoh pembantu, tokoh yang berfungsi sebagai pelengkap penderita dalam alur cerita.

Tokoh-tokoh drama biasanya disertai penjelasan mengenai nama, umur, jenis kelamin, ciri-ciri fisik, jabatan, dan keadaan kejiwaannya. Watak tokoh akan jelas terbaca dalam dialog dan catatan samping. Watak tokoh dapat dibaca melalui gerak-gerik, suara, jenis kalimat, dan ungkapan yang digunakan.

5.             5.    Dialog

Ciri khas suatu drama adalah naskah tersebut berbentuk percakapan atau dialog. Penulis naskah drama harus memerhatikan pembicaraan yang akan diucapkan. Ragam bahasa dalam dialog antar tokoh merupakan ragam lisan yang komunikatif.

Dialog melancarkan cerita atau lakon. Dialog mencerminkan pikiran tokoh cerita. Dialog mengungkapkan watak para tokoh cerita. Dialog merupakan hubungan tokoh yang satu dengan tokoh yang lain. Dialog berfungsi menghubungkan tokoh yang satu dengan tokoh yang lain. Dialog juga berfungsi menggerakan cerita dan melihat watak atau kepribadian tokoh cerita.

Ada beberapa macam tenik dialog diantaranya adalah :

a.       Monolog  : Percakapan yang dilakukan  seorang diri.

b.       Konversi : Percakapan

c.         Prolog     : pembukaan atau pengantar naskah yang berisi keterangan atau pendapat pengarang tentang cerita yang akan disajikan

d.     Epilog      : bagian penutup pada karya sastra yang fungsinya menyampaikan intisari atau kesimpulan pengarang mengenai cerita yang disajikan

Perhatikan penggalan teks drama berikut ini!  

Yanti

:

Lebih dari itu, aku lebih ingin menyelesaikan persoalan. Cara seperti  itu tidak  menyelesaikan persoalan. Itu bahkan menyiksa. Makin menyiksa.

Asdiarti

:

Lalu, mesti gimana?

Yanti

:

Aku tak mengerti.

Asdiarti

:

Tidak mengerti?

Disebut dialog karena percakapan itu minimal dilakukan oleh dua orang. Nah, kutipan teks drama di atas dapat disebut sebagai dialog karena diucapkan secara bergantian oleh tokoh yang bernama Yanti dan Asdiarti. 

6.         6.   Petunjuk laku (kramagung)

Petunjuk laku atau catatan pinggir berisi penjelasan kepada pembaca atau para pendukung pementasan mengenai keadaan, suasana, peristiwa, atau perbuatan, tokoh, dan unsur-unsur cerita lainnya. Petunjuk laku sangat diperlukan dalam naskah drama. Petunjuk laku berisi petunjuk teknis tentang tokoh, waktu, suasana, pentas, suara, keluar masuknya aktor atau aktris, keras lemahnya dialog, dan sebagainya. Petunjuk laku ini biasanya ditulis dengan menggunakan huruf yang dicetak miring atau huruf besar semua. Di dalam dialog, petunjuk laku ditulis dengan cara diberi tanda kurung di depan dan di belakang kata atau kalimat yang menjadi petunjuk laku.

Perhatikan petikan drama berikut!

Panggung menggambarkan suatu kelas. Ada tiga atau empat meja, kursi murid, sebuah meja dan kursi untuk guru, dan sebuah papan tulis. Letak  perlengkapan itu diatur sedemikian rupa sehingga memberikan kesan sebuah kelas. Yanti, seorang pelajar, tampak tengah duduk di salah satu meja itu. Ia menekuni sebuah buku pelajaran.

Asdiarti

:

(Masuk dan terkejut melihat Yanti masih di kelas) Kau masih disini, Yanti?  Belum pulang?

Yanti 

:

(Tidak menjawab. Ia hanya menggeleng-geleng, dan terus  melanjutkan membaca)

Asdiarti

:

(Mendekati) Ada sesuatu?

Yanti 

:

(Menggeleng)

7.            7       Latar

Latar merupakan unsur struktural yang sangat penting. Latar di dalam lakon atau cerita drama harus mendukung para tokoh cerita dan tindakannya. Pengarang tentu membuat latar yang tepat demi keberhasilan dan keindahan struktur drama. Penggunaan latar yang berhasil juga menentukan keberhasilan suatu karya drama. Penyaji latar yang tepat dapat menciptakan warna kedaerahan yang kuat sehingga dapat menghidupkan carita. Latar adalah lingkungan tempat berlangsungnya peristiwa yang dapat dilihat, termasuk di dalamnya aspek waktu, iklim, dan periode sejarah. Latar mendukung dan menguatkan tindakan tokoh-tokoh cerita. Latar memberikan pijakan cerita dan kesan realistis kepada pembaca untuk menciptakan suasana tertentu yang seolah-olah sungguh-sungguh ada dan terjadi (Nurgiyantoro, 1995).

·      Fungsi latar yaitu:

1.    menggambarkan situasi

2.    proyeksi keadaan batin para tokoh cerita

3.    menjadi metafor keadaan emosional dan spiritual tokoh cerita

4.    menciptakan suasana

·      Unsur-unsur latar yaitu:

1.    letak geografis

2.    kedudukan / pekerjaan sehari-hari tokoh cerita

3.    waktu terjadinya peristiwa

4.    lingkungan tokoh cerita

·      Aspek latar berdasarkan fungsinya mencakup:

1.    tempat terjadinya peristiwa

2.    lingkungan kehidupan

3.    sistem kehidupan

4.    alat-alat atau benda-benda

5.    waktu terjadinya peristiwa

Perhatikan penggalan teks drama berikut ini!

Asdiarti

:

Maka kita gelisah. Karena sebenarnya kita tak pernah mengerti nasib   kita yang akan datang.

Yanti

:

Dan persoalannya yang kita hadapi itu, tidak bisa dipecahkan dengan  ilmu pengetahuan yang akan kita terima di sekolah sekarang ini.

Asdiarti

:

Kau mau? (Mengeluarkan sebatang rokok)

Yanti

:

(Menerima lalu diletakkan di atas meja)

Asdiarti

:

Ambillah. Simpanlah di  tasmu. Jangan sampai kelihatan guru kita.


Dari penggalan teks  drama di atas  dapat diketahui bahwa latar cerita tersebut adalah di salah satu ruang yang ada di sekolah. Hal ini ditunjukkan dengan  kata-kata   tercetak tebal yang  menunjukkan bahwa dialog tersebut dilakukan di sebuah kelas.

8.      Amanat

Menurut Akhmad Saliman (1996 : 67) amanat adalah segala sesuatu yang ingin disampaikan pengarang, yang ingin ditanakannya secara tidak langsung ke dalam benak para penonton dramanya.

Harimurti Kridalaksana berpendapat amanat merupakan keseluruhan makna konsep, makna wacana, isi konsep, makna wacana, dan perasaan yang hendak disampaikan untuk dimengerti dan diterima orang lain yang digagas atau ditujunya.

Amanat di dalam drama ada yang langsung tersurat, tetapi pada umumnya sengaja disembunyikan secara tersirat oleh penulis naskah drama yang bersangkutan.

Perhatikan penggalan  teks drama berikut ini.

Kakek

:

Manusia harus menghayati hidupnya, bukan menghayati disiplin mati  itu ...  doktrin-doktrin itu harus ... harus ...

Nenek

:

Suamiku, sudahlah nanti penyakit napasmu kumat lagi kalau kau terlalu bersemangat begitu ...

Kakek

:

Kreativitas harus dibangkitkan. Bukan dengan konsep-konsep  tetapi  dengan merangsangnya...dengan menggoncangkan  jiwanya ... agar tumbuh keberaniannya menjadi dirinya sendiri. Tidak menjadi manusia bebek. Yang  cuma meniru-meniru ...(Kakek rebah, Nenek menjerit)

Nenek

:

(Tersedu)

Pada kutipan di atas, amanat petikan drama tersebut diungkapkan secara tersurat  oleh pengarang, yaitu  ”Kreativitas harus dibangkitkan.

9.       8.      Bahasa

Unsur drama yang lain yang sangat penting adalah bahasa. Bahasa yang dipilih pengarang untuk kemudian dipakai dalam naskah drama tulisannya pada umumnya adalah bahasa yang mudah dimengerti (bersifat komunikatif), yakni ragam bahasa yang dipakai dalam kehidupan keseharian. Bahasa yang berkaitan dengan situasi lingkungan, sosial budaya, dan pendidikan.

Dalam hubungannya dengan plot, bahasa memiliki beberapa peran. Bahasa menggerakkan plot atau alur cerita. Bahasa juga menjelaskan bagian – bagian plot yang tidak dipertunjukkan dalam pentas.

Bahasa juga menjelaskan latar belakang dan suasana cerita. Melalui bahsa yang diucapkan oleh para tokoh cerita atau petunjuk pengarang. Kita mengetahui tentang tempat, waktu, atau zaman dan keadaan di mana cerita terjadi. Bahasa juga menciptakan suasana terpenting dalam cerita. . suasana cerita dapat bersuasana murung, riang, bersemangat dll. Suasana ini terjadi berkat kemampuan pengrangdi dalam memilih kata-kata dan bentuk-bentuk kalimat.

Bahasa pun sangat penting hubungannya dengan tokoh cerita. Disamping oleh perbuatannya, watak tokoh cerita dilukiskan melalui apa yang dikatakannya atau apa yang dikatakan oleh tokoh lain tentang dia. Akhirnya bahasa berperan besar dalam mengungkapkan buah pikiran pengarang. Kalau tokoh-tokoh cerita tidak mengungkapkan buah pikiran pengarang secara langsung,pembaca atau penonton akan menyimpulkan buah pikiran itu terutama melalui bahasadisamping perbuatan tokoh-tokoh cerita.

19.  Interpretasi 

Penulis naskah drama selalu memanfaatkan kehidupan masyarakat sebagai sumber gagasan dalam menulis naskah drama. Naskah yang ditulisnya dapat dipertanggungjawabkan, terutama secara nalar. Artinya ketika naskah drama tersebut dipentaskan akan terasa wajar, logis, tidak janggal dan tidak aneh. Bahkan harus diupayakan menyerupai kehidupan yang sebenarnya dalam masyarakat.

B.     Unsur – Unsur Ektrinsik Drama

Unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur yang berada di luar karya sastra, tetapi secara tidak langsung mempengaruhi bangunan atau sistem organisme karya sastra. Secara lebih spesifik dapat dikatakan bahwa unsur ekstrinsik berperan sebagai unsur yang mempengaruhi bagun sebuah cerita. Misalnya faktor-faktor sosial politik saat karya tersebut diciptakan, faktor ekonomi, faktor latar belakang kehidupan pengarang, dan sebagainya. Oleh karena itu, unsur ekstrinsik karya sastra harus tetap dipandang sebagai sesuatu yang penting.

Unsur ekstrinsik pun terdiri atas beberapa unsur. Menurut Wellek & Warren (1956), bagian yang termasuk unsur ekstrinsik tersebut adalah sebagai berikut:

a.       Keadaan subjektivitas individu pengarang yang memiliki sikap, keyakinan, dan pandangan hidup yang semuanya itu mempengaruhi karya sastra yang dibuatnya.

b.      Keadaan psikologis, baik psikologis pengarang, psikologis pembaca, maupun penerapan prinsip psikologis dalam karya.

c.       Keadaan lingkungan pengarang, seperti ekonomi, sosial, dan politik.

d.      Pandangan hidup suatu bangsa, berbagai karya seni, agama, dan sebagainya.

e.       Latar belakang kehidupan pengarang sebagai bagian dari unsur ekstrinsik sangat mempengaruhi karya sastra. Misalnya, pengarang yang berlatar belakang budaya daerah tertentu, secara disadari atau tidak, akan memasukkan unsur budaya tersebut ke dalam karya sastra.

Menurut Malinowski, yang termasuk unsur budaya adalah bahasa, sistem teknologi, sistem mata pencaharian, organisasi sosial, sistem pengetahuan, religi, dan kesenian. Unsur-usnru tersebut menjadi pendukung karya sastra. Sebagai contoh, novel Siti Nurbaya sangat kental dengan budaya Minangkabau. Hal ini sesuai dengan latar belakang pengarangnya, Marah Rusli, yang berasal dari daerah Minangkabau. 

Selain budaya, latar belakang keagamaan atau religiusitas pengarang juga dapat memengaruhi karya sastra. Misalnya, Achdiat Kartamihardja dalam novel Atheis dan Manifesto Khalifatullah, Danarto dalam novel Kubah, atau Habiburahman El-Shirazi dalam Ayat-Ayat Cinta dan Ketika Cinta Bertasbih.

Latar belakang kehidupan pengarang juga menjadi penting dalam memengaruhi karya sastra. Sastrawan yang hidup di perdesaan akan selalu menggambarkan kehidupan masyarakat desa dengan segala permasalahannya. Misalnya, dalam novel Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari.

Dengan demikian, unsur ekstrinsik tersebut menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari bangunan karya sastra. Unsur ekatrinsik memberikan warna dan rasa terhadap karya sastra yang pada akhirnya dapat diinterpretasikan sebagai makna. Unsur-unsur ektrinsik yang mempengaruhi karya dapat juga dijadikan potret realitas objektif pada saat karya tersebut lahir. Sehingga, kita sebagai pembaca dapat memahami keadaan masyarakat dan suasana psikologis pengarang pada saat itu

Page 2

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA