Apakah Kelangkaan minyak goreng saat ini ada hubungannya dengan Kelapa sawit

Apakah Kelangkaan minyak goreng saat ini ada hubungannya dengan Kelapa sawit
Ilustrasi minyak goreng. Shutterstock/Aleksandrs Samuilovs

SUMUT | 3 Maret 2022 12:15 Reporter : Edelweis Lararenjana

Merdeka.com - Faktor penyebab kelangkaan minyak goreng sedang ditelusuri dengan ketat saat ini. Adanya dugaan penimbunan minyak goreng yang dilakukan oleh para mafia pangan pun beredar di kalangan masyarakat. Asumsi ini tak bisa dipungkiri, mengingat susahnya para warga menemukan ketersediaan minyak goreng di pasar dan toko bahan pangan.

Hal lain yang diduga juga menjadi faktor penyebab kelangkaan minyak goreng adalah karena fenomena panic buying. Beberapa waktu lalu, warga berbondong-bondong memborong semua persediaan minyak goreng di pasaran, dan perilaku ini tak hanya terjadi di satu daerah melainkan di seluruh pelosok Indonesia.

Melansir dari liputan6.com (4/3/2022), selain fenomena panic buying yang menimpa sebagian besar ibu-ibu rumah tangga ini, ada juga penarikan pasokan minyak goreng dari pasaran oleh distributor. Hal ini menjadi faktor penyebab kelangkaan minyak goreng lainnya yang juga patut dipertimbangkan. Penarikan ini sendiri bertujuan untuk refraksi sekaligus ganti rugi harga lama dari pihak pemerintah.

Berikut ulasan selengkapnya mengenai faktor penyebab kelangkaan minyak goreng belakangan ini, yang menarik untuk dikulik.

2 dari 3 halaman

Melansir dari UNAIR NEWS, kondisi ketersediaan minyak goreng yang langka di pasaran masih terus terjadi. Pakar ekonomi Universitas Airlangga (UNAIR), Rossanto Dwi Handoyo SE., MSi., PhD menyebutkan bahwa faktor kelangkaan minyak goreng di pasaran tidak terlepas dari mekanisme penawaran dan permintaan atau supply and demand.

Sebagai salah satu komoditas penting di Indonesia, minyak goreng memiliki tingkat kontribusi yang cukup signifikan menurut IHK (Indeks Harga Konsumen) Indonesia. Hal ini karena minyak goreng adalah salah satu bahan pokok yang dikonsumsi oleh masyarakat setiap harinya, dari segala lapisan. Rossanto juga menambahkan bahwa bobot terhadap inflasinya juga cukup tinggi.

Kelangkaan minyak goreng yang terjadi saat ini ditengarai karena adanya kenaikan dari sisi permintaan (demand) dan penurunan dari sisi penawaran (supply). Beberapa faktor penyebab kelangkaan minyak goreng tersebut, dipaparkan oleh Rossanto, antara lain adalah sebagai berikut;

3 dari 3 halaman

Faktor penyebab kelangkaan minyak goreng yang pertama karena adanya kenaikan dalam harga minyak nabati. CPO (Crude Palm Oil) merupakan salah satu jenis minyak nabati yang paling banyak diminati oleh masyarakat dunia. Saat ini, harga CPO di pasar dunia sedang mengalami kenaikan dari $1100 menjadi $1340.

Akibatnya, para produsen minyak goreng pun lebih memilih untuk menjual minyak gorengnya ke luar negeri dibandingkan ke dalam negeri. “Produsen akan mendapatkan keuntungan yang lebih besar apabila menjual minyak goreng ke luar negeri,” jelas Rossanto.

2. Pemerintah Mencanangkan Program B30

Faktor penyebab kelangkaan minyak goreng yang kedua adalah kewajiban pemerintah terkait dengan program B30. Program B30 adalah program pemerintah untuk mewajibkan pencampuran 30 persen diesel dengan 70% bahan bakar minyak jenis solar. “Ada peralihan menuju ke produksi biodiesel,” ungkapnya.

Saat ini, konsumsi yang seharusnya digunakan untuk minyak goreng digunakan untuk produksi biodiesel. Hal tersebut terjadi karena adanya kewajiban untuk pengusaha CPO agar memenuhi market produksi biodiesel sebesar 30%.

3. Pandemi Covid-19 Belum Berakhir

Faktor penyebab kelangkaan minyak goreng yang ketiga adalah kondisi pandemi Covid-19 yang belum selesai hingga saat ini. Terdapat banyak negara di seluruh dunia yang saat ini sedang mengalami gelombang ketiga Covid-19.

Konsumen luar negeri yang selama ini menggunakan minyak nabati juga mulai beralih ke CPO, sehingga ada kenaikan permintaan di luar negeri terkait ekspor CPO.

4. Proses Distribusi dan Logistik

Faktor penyebab kelangkaan minyak goreng yang keempat karena proses distribusi dan logistik. Diterangkan bahwa produsen minyak goreng hanya ada di beberapa daerah saja. Padahal, proses distribusi minyak goreng dilakukan ke berbagai penjuru Indonesia. Hal inilah yang lantas menyebabkan kenaikan harga distribusi.

Sedangkan berkaitan dengan logistik, harga kontainer saat ini diketahui lebih mahal daripada sebelumnya. Shipping atau perkapalan juga mengalami kenaikan harga. Faktor tersebut mendorong harga kebutuhan minyak goreng mengalami kenaikan.

Naiknya harga minyak goreng juga akan mendorong inflasi secara umum. Dampak yang ditimbulkan dapat memengaruhi beberapa sektor, di antaranya sektor industri makanan, rumah tangga, dan semua produksi yang menggunakan bahan baku minyak goreng. Oleh karena itu, dampaknya juga akan lebih terasa terhadap inflasi terutama dari segi IHK.

(mdk/edl)

CNN Indonesia

Rabu, 23 Feb 2022 11:05 WIB

Apakah Kelangkaan minyak goreng saat ini ada hubungannya dengan Kelapa sawit

Fadli Zon menilai masalah mendasar kelangkaan minyak goreng adalah keberadaan praktik kartel dalam tata kelola sawit di Indonesia. (CNN Indonesia/Hesti Rika)

Jakarta, CNN Indonesia --

Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Fadli Zon menilai kelangkaan minyak goreng yang terjadi saat ini merupakan akibat dari tata kelola sawit di Indonesia yang amburadul.

Dia berkata, ini merupakan ironi karena Indonesia merupakan negara penghasil minyak sawit mentah atau Crude Palm Oil (CPO) terbesar di dunia.

"Sehingga, kelangkaan minyak goreng yang terjadi saat ini sebenarnya akumulasi dari amburadulnya tata kelola sawit di Indonesia," cuit Fadli lewat akun Twitter @fadlizon, Rabu (23/2).

Ia berkata, masalah mendasar dari kelangkaan minyak goreng saat ini adalah keberadaan praktik kartel dalam tata kelola sawit di Indonesia.

Fadli meminta pemerintah tidak alergi mengaitkan kelangkaan minyak goreng saat ini dengan praktik kartel yang sudah sangat jelas terlihat dalam tata kelola sawit di Indonesia.

Berdasarkan catatan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), dia berkata, terdapat konsentrasi pasar sebesar 46,5 persen di pasar minyak goreng.

Bahkan, menurut dia, berdasarkan catatan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tentang sistem pengelolaan komoditas kelapa sawit juga diketahui bahwa hampir Rp2 triliun atau lebih dari 50 persen subsidi biodiesel yang dialokasikan dari dana Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) dinikmati oleh satu kelompok usaha.

"Artinya hampir setengah pasar dikendalikan oleh empat produsen minyak goreng. Inilah yang membuat struktur pasar perkebunan sawit cenderung oligopolistik, didominasi sekelompok pelaku usaha," kata mantan Wakil Ketua DPR RI itu.

Fadli menyampaikan, indikasi praktik kartel terjadi dalam wujud industri yang mampu mengontrol harga di pasar semakin besar dengan model seperti itu.

Ia mengingatkan bahwa praktik kartel bisa berdampak buruk terhadap nasib petani.

"Dominasi satu kelompok industri, tentunya membuat mereka memiliki kemampuan menetapkan dan mengendalikan harga di tingkat petani, yang akan kesulitan untuk mendapatkan harga jual terbaik untuk produk kebunnya," katanya.

Fadli menambahkan, sepanjang struktur pasar perkebunan sawit dibiarkan oligopolistik maka kebijakan yang dikeluarkan pemerintah tak akan ada yang efektif untuk mengatasi kelangkaan minyak goreng.

Menurutnya, pemerintah harus mengurai dominasi pelaku usaha agar konsentrasi pasar sawit tak terjadi di beberapa kelompok saja.

"Ini langkah penting yang wajib diambil Pemerintah untuk menstabilkan harga minyak goreng yang sifatnya berkelanjutan di dalam negeri," tuturnya.

Belakangan ini terjadi lonjakan harga dan kelangkaan minyak goreng di pasaran. Para pelaku pasar menjerit atas kenaikan harga komoditas tersebut.

Kelangkaan minyak goreng diperparah dengan kemunculan kasus penimbunan yang tertangkap mulai dari Sumatra Utara hingga Makassar.

Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Lutfi menganalogikan kelangkaan minyak goreng di Indonesia dengan menyebut ketersediaan masih berada di ruang perawatan intensif atau ICU.

Ia menyebut per tanggal 20 Februari 2022 telah diperoleh pasokan 125 juta liter minyak goreng semenjak kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) diterapkan untuk seluruh produsen 14 Februari lalu.

"Atau setara dengan sepertiga dari kebutuhan satu bulannya dalam satu minggu," kata Lutfi di Royal Ambarrukmo Yogyakarta, Sleman, Selasa (22/2).

(mts/pmg)

Saksikan Video di Bawah Ini:

TOPIK TERKAIT

Selengkapnya

Oleh:

Antara Foto/Arif Firmansyah/tom.\\r\\n Seorang pengunjung memilih minyak goreng kemasan di Supermarket GS, Mal Boxies123, Bogor, Jawa Barat, Selasa (28/12/2021).

Bisnis.com, JAKARTA — Kelangkaan minyak goreng di pusat perbelanjaan ritel modern disebabkan oleh terhambatnya pasokan dari distributor serta ulah para spekulan.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy N Mandey mengakui masih adanya kelangkaan pasokan minyak goreng murah di sejumlah ritel modern hingga pekan ini. Keterbatasan pasokan minyak goreng itu juga terjadi di sebagian wilayah Jabodetabek.

Roy mengatakan kelangkaan itu disebabkan karena pasokan dari distributor yang terhambat akibat ulah spekulan yang membuat harga di tengah masyarakat tertahan tinggi sejak akhir tahun lalu.

“Saat ini pasokan sedang dilancarkan oleh pemerintah kita sudah dapat informasi kemarin itu per Senin [7/3/2022] produsen dan distributor melaporkan produksi minyak goreng murah sudah menyentuh di angka 371 juta liter,” kata Roy melalui sambungan telepon, Selasa (8/3/2022).


Dengan demikian, kata Roy, dari sisi produksi minyak goreng murah belakangan ini sudah mulai pulih untuk menekan gejolak harga di tengah masyarakat.

Di sisi lain, dia mengatakan, asosiasinya mengusulkan kepada pemerintah untuk melabeli minyak goreng murah hasil domestic market obligation (DMO) dengan tanda harga eceran tertinggi (HET) pada badan kemasan. Langkah itu dilakukan untuk mengurangi praktik penimbunan yang dilakukan sebagian distributor nakal.

Baca Juga : Reliance Group Bidik Pendapatan Rp1,3 Triliun pada 2022

“Dengan mencantumkan HET maka masyarakat akan ikut mengawasi pasokan minyak goreng murah itu,” kata dia.


Berdasarkan Sistem Pemantauan Pasar dan Kebutuhan Pokok Kemendag, harga minyak goreng curah masih tertahan tinggi di angka Rp16.000 per liter pada Senin (7/3/2022). Sementara itu, harga minyak goreng kemasan sederhana berada di angka RP16.600 atau mengalami kenaikan 0,61 persen dari posisi Rp16.500 pada Jumat (4/3/2022).

Sebelumnya, Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi geram setelah mengetahui distributor menahan pasokan minyak goreng hasil domestic market obligation (DMO) yang menyebabkan harga komoditas strategis itu tertahan tinggi hingga pekan ini.

Baca Juga : Merapat ke Uni Emirat Arab, Erick Thohir Fokus 3 Sektor

Lutfi membeberkan motif menahan pasokan itu dilatarbelakangi spekulasi jika pemerintah bakal mencabut ketentuan harga eceran tertinggi atau HET minyak goreng akibat harga minyak nabati di pasar dunia yang melonjak sejak awal tahun ini.

“Orang sedang berspekulasi bahwa pemerintah akan mencabut HET yang tidak akan saya cabut dan kita punya minyak yang sangat banyak, kita tahu minyaknya sekarang di mana, kalau mereka tidak keluarkan akan kami tidak tegas,” kata Lutfi kepada Bisnis, Selasa (8/3/2022).

Berdasarkan catatan Kementerian Perdagangan (Kemendag), stok minyak goreng murah hasil DMO minyak sawit mentah itu sudah mencapai 500 ribu ton hingga pekan ini. Stok itu, kata Lutfi, dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri hingga dua bulan mendatang atau saat lebaran nanti.

“Mereka itu sekarang sedang mencari untung dalam kesempitan, mereka itu ingin agar saya mencabut HET terus mereka banjiri [minyak goreng] dibeli Rp10.300 lalu jual Rp17.000 hingga Rp18.000, harga dunia lagi tinggi mereka tahan barangnya, saya mau tendang-tendagi Minggu ini,” kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini, di sini : cpo, ritel, minyak goreng, dmo

Simak Video Pilihan di Bawah Ini :