Apakah setelah nikah siri boleh akad lagi

Itsbat nikah adalah permohonan tentang penetapan atas keabsahan dan kebenaran nikah yang diajukan oleh pasangan suami istri yang telah menikah secara siri. Pemohonan tersebut diajukan ke pengadilan agar pernikahannya menjadi legal dan sah serta mempunyai kekuatan hukum seperti pernikahan legal pada umumnya.

Pengajuan permohonan itsbat nikah dapat dilakukan dengan cara mendatangi Pengadilan Agama sesuai wilayah tempat tinggal pasangan tersebut. Permohonan tersebut diajukan terlebih dahulu ke Pengadilan Agama. Kemudian, KUA/PPN Kecamatan setempat akan mencatat perkawinan tersebut dan memberikan Kutipan Akta Nikah sesuai dengan Keputusan Pengadilan Agama.

2. Membawa dokumen persyaratan

Saat mendatangi Pengadilan Agama, pasangan suami istri yang telah menikah secara siri harus membawa beberapa dokumen yang menjadi persyaratan pengajuan permohonan itsbat nikah. Dokumen-dokumen tersebut adalah surat permohonan itsbat nikah dan surat keterangan dari KUA yang menerangkan bahwa pernikahan pasangan tersebut tidak tercatat di KUA.

Pasangan suami istri juga harus membawa fotokopi formulir permohonan itsbat nikah dari Pengadilan Agama sejumlah 5 rangkap kemudian formulir yang telah difotokopi harus diisi dengan lengkap dan ditandatangani. Selain itu, fotokopi KTP pemohon itsbat nikah dan surat keterangan dari Lurah atau Kepala Desa yang menyatakan bahwa pemohon sudah menikah juga harus dibawa.

3. Membayar panjar biaya perkara

Cara meresmikan pernikahan setelah nikah siri selanjutnya adalah pasangan suami istri tersebut harus membayar panjar biaya perkara yang jumlahnya bisa ditanyakan langsung ke petugas yang mengurusi perkara itsbat nikah. Pasangan yang tidak mampu membayar panjar biaya perkara dapat mengajukan permohonan secara Prodeo (cuma-cuma).

Jika pasangan suami istri mendapatkan fasilitas Prodeo, biaya apapun yang ada kaitannya dengan perkara pasangan tersebut di pengadilan akan ditanggung oleh pengadilan kecuali biaya transportasi. Apabila masih belum mampu membayar, pasangan suami istri tersebut bisa mengajukan Sidang Keliling. Setelah panjar biaya perkara diserahkan, pasangan harus meminta bukti pembayaran.

4. Menanti panggilan sidang dari pengadilan

Pemohon akan mendapatkan kiriman berupa Surat Panggilan dari Pengadilan yang berisi tempat dan tanggal persidangan yang dikirim secara langsung ke alamat yang sesuai dalam surat permohonan pengajuan itsbat nikah.

5. Hadir dalam persidangan

Setelah mendapatkan Surat Panggilan dari Pengadilan, pasangan yang mengajukan permohonan itsbat nikah harus hadir sesuai dengan tempat dan tanggal persidangan yang tertera di Surat Panggilan tersebut. Dokumen seperti fotokopi formulir permohonan yang sudah diisi dan ditandangani sebelumnya, KTP, dan surat panggilan dari pengadilan harus dibawa saat menghadiri persidangan.

6. Mengambil hasil penetapan atau putusan hasil persidangan

Pengadilan akan mengeluarkan hasil penetapan atau putusan hasil persidangan apabila permohonan itsbat nikah dikabulkan. Pemohon dapat mengambil sendiri hasil penetapan/putusan hasil persidangan atau bisa diwakilkan oleh orang lain dengan membawa Surat Kuasa ke kantor Pengadilan Agama dalam kurun waktu 14 hari setelah sidang terakhir dilaksanakan.

Setelah mendapatkan salinan hasil penetapan atau putusan hasil persidangan, maka cara meresmikan pernikahan setelah nikah siri yang terakhir adalah pasangan tersebut datang ke KUA setempat untuk mencatatkan pernikahan mereka dengan membawa bukti salinan penetapan atau putusan hasil persidangan dari pengadilan.

KOMPAS.com - Beberapa pasangan suami istri (pasutri) memilih untuk melakukan nikah siri agar dapat segera sah secara agama dan menghindari perbuatan zina.

Seperti diketahui, nikah siri adalah suatu pernikahan yang memenuhi rukun dan syarat nikah sehingga sah secara agama, tetapi tidak dicatatkan di Kantor Urusan Agama (KUA).

Baca juga: Bolehkah PNS Nikah Siri?

Meski telah sah secara agama, sebuah pernikahan yang tidak dilaksanakan dihadapan petugas yang ditunjuk akan kesulitan melakukan pembuktian pernikahannya.

Baca juga: Cara Membuat Akta Kelahiran Anak di Luar Nikah, Ikut Nama Siapa?

Hal ini karena pernikahan tidak tercatat pada institusi yang berwenang, sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Ayat (2) UU Nomor 1 Tahun 1974, yang menyebut bahwa “Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan UU yang berlaku”.

Baca juga: Bolehkah Polisi Nikah Siri?

Oleh karena itu, berdasarkan undang-undang yang berlaku maka status perkawinan pasutri nikah siri tersebut tidak memiliki kekuatan hukum karena tidak diakui oleh negara.

Sebagai akibatnya, pasutri nikah siri akan mendapat konsekuensi hukum seperti status anak yang lahir dari perkawinan ini dianggap sebagai anak luar kawin, hingga pasangan dan anak dapat kehilangan hak memperoleh warisan atau pensiun di mata hukum.

Pertanyaan yang muncul kemudian, apa yang harus dilakukan agar status pernikahan pasutri nikah siri bisa diakui negara?

Dilansir dari laman Legal Smart Channel Badan Pembinaan Hukum Nasional, ada tiga upaya hukum yang dapat ditempuh bagi pasutri nikah siri agar status pernikahannya diakui negara.

1. Melakukan isbat nikah

Upaya hukum pertama yang dapat ditempuh adalah melakukan isbat nikah atau pengesahan nikah ke Pengadilan Agama.

Hal ini karena adanya perkawinan hanya dapat dibuktikan dengan akta nikah yang dibuat oleh Pegawai Pencatat Nikah agar status pernikahannya diakui negara.

Syarat nikah siri yang bisa melakukan isbat nikah ke Pengadilan Agama terbatas dengan alasan berikut:

a. adanya perkawinan dalam rangka penyelesaian perceraian;
b. hilangnya akta nikah;
c. adanya keraguan tentang sah atau tidaknya salah satu syarat perkawinan;
d. adanya perkawinan yang terjadi sebelum berlakunya Undang- Undang No. 1 Tahun 1974; dan
e. perkawinan yang dilakukan oleh mereka yang tidak mempunyai halangan perkawinan menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974

2. Melakukan pernikahan ulang

Pernikahan ulang yang dimaksud adalah melakukan akad atau pernikahan secara agama dengan disertai dengan pencatatan pernikahan oleh pejabat yang berwenang (KUA).

Cara melakukan nikah ulang ini layaknya akad nikah secara agama seperti biasa, agar pasutri bisa memiliki akta nikah yang dibuat oleh Pegawai Pencatat Nikah agar status pernikahannya diakui negara.

3. Mengajukan gugatan pengesahan nikah (Kontentius)

Pada kondisi tertentu, salah satu pihak baik suami atau istri bisa melakukan proses hukum di Pengadilan Agama (PA) agar status pernikahannya diakui negara.

Hal ini dapat ditempuh jika permohonan diajukan oleh salah seorang suami atau istri maka permohonan bersifat kontensius dengan mendudukkan suami atau istri yang tidak mengajukan permohonan sebagai pihak Termohon.

Dengan langkah ini, nantinya hasil terhadap gugatan pengesahan nikah akan berbentuk putusan yang menjadi landasan dikeluarkannya akta nikah.

Apakah boleh melakukan akad nikah 2 kali?

Akad nikah dua kali bisa dianjurkan bila diduga ada kalimat talak cerai yang diucapkan suami. "Atau kedua diduga pernikahan pertama tidak memenhi syarat," kata Buya Yahya. Namun, lanjutnya, melakukan akad nikah dua kali tak merusak pernikahan itu sendiri. "Tidak merusak.

Hukum ijab kabul 2 kali setelah nikah siri?

Lantas, Ustaz Solmed tidak mempermasalahkan soal adanya pernikahan resmi setelah pernikahan siri. Pun ia menyampaikan soal hukum melaksanakan akad nikah sebanyak dua kali, saat pernikahan siri dan resmi. Ia mengatakan, pernikahan resmi tidak akan membatalkan pernikahan siri yang sudah terjadi sebelumnya.

Cara meresmikan pernikahan setelah nikah siri?

6 Cara Meresmikan Pernikahan Setelah Nikah Siri.
Mengajukan permohonan itsbat nikah ke Pengadilan Agama. ... .
Membawa dokumen persyaratan. ... .
Membayar panjar biaya perkara. ... .
Menanti panggilan sidang dari pengadilan. ... .
Hadir dalam persidangan. ... .
6. Mengambil hasil penetapan atau putusan hasil persidangan..

Bolehkah mengulang akad nikah?

“ Dalam penjelasan hadist di atas dapat disimpukan jika mengulangi akad dalam sebuah pernikahan adalah perkara yang tidak merusak akad pertama. Keterangan dari Imam Ibnu Hajar menyatakan pengulangan akad adalah hal yang shahih di kalangan Syafi'yah dan tidak merusak sebagaimana yang dijelaskan oleh jumhur ulama.