Bagaimana cara kebijakan perdagangan bebas dalam mengendalikan ekspor brainly

Suara.com - Saat ini dunia sudah memasuki era globalisasi, yang artinya siapapun pelaku usaha bisa berjualan di negara apapun dan di manapun dibantu kemajuan teknologi.

Meski begitu, saat terjadinya kegiatan ekspor dan impor akan tetap ada kebijakan yang harus dipatuhi, yang diatur dalam kebijakan perdagangan internasional. Berikut ini berbagai kebijakan ekspor dan impor yang perlu diketahui, mengutip Ruang Guru, Kamis (7/4/2022).

Kebijakan Ekspor dalam Perdagangan Internasional
Ekspor adalah barang yang dihasilkan di dalam negeri, lalu dijual dan dikirim ke luar negeri dengan kapasitas tertentu. Kebijakan ekspor dibuat untuk melindungi produksi dalam negeri, yang aturannya sebagai berikut:

1. Diskriminasi Harga
Diskriminasi harga adalah penetapan harga barang yang berbeda untuk masing-masing negara.

Baca Juga: PT TMMIN Perkirakan Toyota Tahun Ini Mengalami Kenaikan Ekspor 50 Persen Dibandingkan 2021

Kebijakan ini dilakukan berdasarkan perjanjian untuk memenangkan persaingan serta untuk memperoleh keuntungan yang besar.

Contohnya, dengan jenis barang yang sama, harga jual di negara A akan berbeda dengan harga jual di negara B. Sehingga, harga barang di negara B bisa saja lebih murah dibanding harga barang di negara A.

Bagaimana cara kebijakan perdagangan bebas dalam mengendalikan ekspor brainly
Ilustrasi ekspor-impor. [ANTARA]

2. Pemberian Premi
Kebijakan premi adalah salah satu kebijakan yang diambil pemerintah untuk memajukan ekspor. Caranya dengan memberikan premi kepada badan usaha atau industri yang melakukan ekspor.

Bentuk premi bisa berupa bantuan biaya produksi serta pemberian pajak dan fasilitas lain. Hal tersebut bertujuan agar barang ekspor memiliki daya saing di luar negeri.

3. Dumping
Dumping adalah penetapan harga barang yang diekspor lebih murah dibandingkan harga jual di dalam negeri.

Baca Juga: Harga Minyak Dunia Naik, Ekspor Mobil Toyota Indonesia Diprediksi Meningkat

Namun yang perlu diketahui, kebijakan dumping saat ini sudah dilarang, karena karena bisa mematikan persaingan penjual lain.

4. Politik Dagang Bebas
Politik dagang bebas adalah suatu kondisi ketika masing-masing pemerintah memberi kebebasan dalam ekspor dan impor.

Kebebasan dalam perdagangan ini akan membawa beberapa keuntungan, seperti mutu barang yang tinggi dan harga yang relatif murah.

5. Larangan Ekspor
Larangan ekspor adalah kebijakan suatu negara untuk melarang ekspor barang-barang tertentu keluar negeri.

Ada beberapa alasan yang melatarbelakanginya, antara lain karena adanya alasan ekonomi, politik, sosial, dan budaya.

Contoh dari alasan ekonomi yaitu larangan ekspor karena ingin mendorong perkembangan industri lokal. Jadi, supaya industri lokalnya terus berkembang dan tidak 'manja' dengan kebiasaan mengekspor.

Kebijakan Impor dalam Perdagangan Internasional
Impor berarti barang bukan diproduksi di dalam negeri, dinilai bisa mematikan industri dalam negeri, sehingga perlu kebijakan untuk melindungi perusahaan dalam negeri.

1. Kuota Impor
kuota adalah jumlah suatu barang yang bisa diimpor dalam satu periode tertentu.

Kuota impor ini sudah diprediksikan sebelumnya, sehingga seharusnya tidak mengganggu industri dalam negeri.

Meski demikian, jika suatu negara sedang memberlakukan perdagangan bebas, maka kebijakan kuota tidak bisa dipakai lagi karena akan menghambat proses perdagangan internasionalnya.

2. Tarif
Kebijakan tarif adalah penerapan tarif yang tinggi untuk impor barang-barang tertentu.

Kebijakan tarif ini diharapkan bisa membantu barang produksi dalam negeri meningkatkan daya saingnya di pasar. Sehingga, konsumen tidak hanya membeli barang impor saja.

Ada sedikit perbedaan antara negara dengan sistem perdagangan bebas dan sistem perdagangan proteksi mengenai kebijakan tarif ini.

Penganut perdagangan bebas akan mengenakan tarif yang rendah atas barang-barang impor. Sebaliknya, negara dengan sistem perdagangan proteksionis akan menetapkan tarif yang tinggi untuk barang impor.

3. Subsidi Impor
Ini adalah kebijakan pemerintah yang membuat barang impor lebih murah, sehingga masyarakat tergoda untuk membelinya terus menerus.

Ini karena ada kebijakan subsidi, yaitu kebijakan yang bertujuan untuk menekan harga barang produksi lokal.

4. Larangan Impor
Kebijakan larangan impor adalah kebijakan yang diberlakukan jika suatu negara diharuskan untuk menghemat devisanya.

Selain itu, barang-barang yang dianggap berbahaya juga akan dikenakan kebijakan larangan impor.

Dampak pandemi Covid-19 terhadap perekonomian nasional dan global sangat terasa pada triwulan II tahun 2020. Triwulan I tahun 2020, ekonomi nasional masih tumbuh 2,97%, walau turun dibandingkan dengan triwulan I tahun 2019 yang sebesar 5,07. Hal ini terjadi karena pengaruh eksternal di mana Covid-19 sudah merebak di beberapa negara seperti Cina.

Pada triwulan II, walaupun belum ada data resmi, Indonesia diperkirakan mengalami kontraksi (pertumbuhan ekonomi negatif) sekitar 3%. Hal ini terjadi karena kebijakan social distancing atau Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) baru di mulai pada pertengahan Maret. Social distancing dan PSBB tersebut sangat mempengaruhi aktivitas ekonomi.

Keadaan ekonomi Indonesia tersebut masih lebih bagus di tingkat regional maupun dunia. Beberapa negara mengalami kontraksi yang sangat dalam misalnya Singapura sebesar 41,2%, Amerika Serikat diperkirakan sekitar 10%, dan Inggris sekitar 15%. Sementara itu, Bank Dunia memprediksi ekonomi global pada tahun 2020 akan mengalami kontraksi sebesar 5,2% dan Indonesia 0,3%, merupakan negara kedua terbaik ekonominya sesudah Vietnam yang diperkirakan pertumbuhan ekonominya positif.

Para pengamat ekonomi dan Lembaga Internasional (IMF, Bank Dunia, OECD) memprediksi akan terjadi resesi ekonomi dunia pada tahun 2020. Resesi tersebut akan dialami lebih dalam oleh negara-negara maju. Indonesia diperkirakan akan mengalami resesi namun resesi ringan (mild recession) karena kontraksi ekonomi diperkirakan “hanya” sekitar -3%-0% dan tidak akan berlangsung lama, sekitar 2 triwulan.

Sinergi dalam Pemulihan Ekonomi Nasional

Prediksi tersebut tentu membuat kita semakin optimis untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan pemulihan ekonomi nasional secara konsisten dan membangun kerjasama dari seluruh komponen bangsa. Pemerintah Pusat mengambil kebijakan pemulihan ekonomi yang holistic. Pelaksanaan kebijakan tersebut harus didukung oleh pemerintah daerah.

Pemda mempunyai peran strategis dalam mendorong percepatan dan efektivitas pemulihan ekonomi nasional. Pemda memahami struktur ekonomi daerah, demografi, dan kondisi sosial ekonomi masyarakatnya. Di samping itu, kebijakan APBD dapat disinergikan untuk mendorong percepatan pemulihan ekonomi di daerah.

Di samping itu, masyarakat dan pelaku usaha termasuk UMKM juga mempunyai peran yang strategis dalam mempercepat pemulihan ekonomi Indonesia. Pemerintah memberikan kemudahan/stimulus fiskal dan moneter, seyogyanya disambut dengan positif oleh pelaku usaha dengan menggerakkan usahanya secara baik.

Kebijakan Pemulihan Ekonomi Nasional

Pemulihan ekonomi nasional dilakukan dengan mengambil kebijakan fiskal dan moneter yang komprehensif. Di samping itu, Pemerintah juga mengalokasikan dana APBN untuk pemulihan ekonomi sebesar Rp 695,2 triliun.

Pemulihan ekonomi nasional diharapkan mulai terasa pada triwulan III. Meskipun tidak bertumbuh positif, diharapkan ekonomi nasional tidak berkontraksi sebesar triwulan II. Selanjutnya triwulan IV, diharapkan ekonomi nasional bertumbuh positif sehingga kontraksi tahun 2020 bisa ditekan sekecil mungkin. Sementara itu, pada tahun 2021, diharapkan ekonomi nasional akan mengalami recovery secara siginifkan.

Untuk mencapai tujuan di atas, terdapat 3 (tiga) kebijakan yang dilakukan yaitu peningkatan konsumsi dalam negeri, peningkatan aktivitas dunia usaha serta menjaga stabilitasi ekonomi dan ekpansi moneter. Kebijakan tersebut dilaksanakan secara bersamaan dengan sinergy antara pemegang kebijakan fiskal, pemegang kebijakan moneter dan institusi terkait.

Salah satu penggerak ekonomi nasional adalah konsumsi dalam negeri, semakin banyak konsumsi maka ekonomi akan bergerak. Konsumsi sangat terkait dengan daya beli masyarakat. Oleh sebab itu, Pemerintah telah mengalokasi anggaran sebesar Rp172,1 triliun untuk mendorong konsumsi/kemampuan daya beli masyarakat. Dana tersebut disalurkan melalui Bantuan Langsung Tunai, Kartu Pra Kerja, pembebasan listrik dan lain-lain. Pemerintah juga mendorong konsumsi kementerian/Lembaga/pemerintah daerah melalui percepatan realisasi APBN/APBD. Konsumsi juga diarahkan untuk produk dalam negeri sehingga memberikan multiplier effects yang signifikan.

Pemerintah berusaha menggerakkan dunia usaha melalui pemberian insentif/stimulus kepada UMKM dan korporasi. Untuk UMKM, pemerintah antara lain memberikan penundaaan angsuran dan subsidi bunga kredit perbankan, subsidi bunga melalui Kredit Usaha Rakyat dan Ultra Mikro, penjaminan modal kerja sampai Rp10 miliar dan pemberian insentif pajak misalnya Pajak Penghasilan (PPh Pasal 21) Ditanggung Pemerintah. Untuk korporasi, Pemerintah memberikan insentif pajak antara lain bebas PPh Pasal 22 impor, pengurangan angsuran PPh Pasal 25 dan pengembalian pendahuluan PPN; menempatkan dana Pemerintah di perbankan untuk restrukturisasi debitur. Pemerintah juga memberikan penjaminan modal kerja untuk korporasi yang strategis, prioritas atau padat karya.

Dalam rangka mendukung pemulihan ekonomi nasional, Bank Indonesia menjaga stabilisasi nilai tukar Rupiah, menurunkan suku bunga, melakukan pembelian Surat Berharga Negara, dan stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan. Tujuan penurunan suku bunga adalah meningkatkan likuiditas keuangan untuk mendorong aktivitas dunia usaha.

Mari bekerjasama dan membangun sinergi untuk memulihkan perekonomian nasional. The only thing that will redeem mankind is cooperation.(Bertrand Russell)

Penulis : Edward UP Nainggolan, Kakanwil DJKN Kalimantan Barat