Bagaimana cara memaknai sumpah pemuda di era globalisasi sekarang ini

Oleh: Marsha

Bagaimana cara memaknai sumpah pemuda di era globalisasi sekarang ini
sumber: unsplash.com/@hobiindustri

Tanggal 28 Oktober 1928 merupakan hari kedua dilaksanakannya kongres pemuda, sebagaimana menghasilkan beberapa keputusan yang menegaskan cita-cita akan “tanah air Indonesia”, “bangsa Indonesia”, dan “bahasa Indonesia”. Tiga janji tersebut merupakan salah satu tonggak sejarah bangsa Indonesia dalam mengawali kesadaran kebangsaan. Kemudian pada tahun-tahun berikutnya, setiap tanggal 28 Oktober selalu diperingati sebagai Hari Sumpah Pemuda. Tujuannya ialah untuk mengenang jasa para pahlawan yang telah menyatukan bangsa dan menjadi pengingat bahwa sejatinya penduduk bangsa Indonesia adalah satu kesatuan, yaitu Indonesia.

Hari Sumpah Pemuda seharusnya dimaknai dengan khidmat oleh seluruh kalangan masyarakat Indonesia. Utamanya adalah para pelajar, yang merupakan wajah bangsa di masa depan. Namun, di era digitalisasi ini yang mana internet menjadi konsumsi sehari-hari bagi pelajar merupakan salah satu faktor yang menjadikan kurangnya pelajar dalam memaknai Sumpah Pemuda. Hal ini bisa saja terjadi karena ketidaktahuan mengenai bagaimana cara mereka dapat memaknai sumpah pemuda di zaman yang modern seperti ini. Tentu saja, dalam memaknai Sumpah Pemuda tidak hanya direnungkan, melainkan perlu adanya tindakan yang positif agar apa yang diperjuangkan dahulu dapat terus dipetahankan sampai nanti. Untuk itu, ada beberapa cara yang dapat dilakukan oleh pemuda atau pelajar milenial untuk memaknai Sumpah Pemuda, yaitu:

  1. Saling menghormati dan menghargai sesama
    Saat ini, isu toleransi menjadi topik hangat yang sering diperbincangkan baik di media sosial maupun dunia nyata. Banyak sekali kasus intoleransi yang masih terjadi di Indonesia. Namun juga banyak pasang mata yang peduli dan aktif menyuarakan toleransi. Sebagai pelajar yang cerdas, tentunya harus dapat menghormati dan menghargai orang lain. Hal ini bisa dimulai dari menghormati orang disekitar, orang yang berbeda jenis kelamin, orang yang berbeda agama, orang yang berbeda pemikiran, dan perbedaan-perbedaan lain yang sebenarnya merupakan sebuah kesatuan. Dengan menumbuhkan rasa saling menghormati, diharapkan dapat memupuk kembali rasa persatuan bangsa dan meminimalisir berbagai kejadian yang berpotensi memecah belah bangsa.
  2. Menggunakan produk dalam negeri
    Para pelajar yang tentunya lebih paham dan update mengenai produk-produk tertentu seperti fashion, elektronik, dan lainnya, seringkali lebih tertarik dan lebih sering menggunakan produk luar negeri. Mungkin masih banyak yang menganggap remeh produk buatan dalam negeri. Bisa jadi juga, karena produk dalam negeri dianggap memiliki kualitas yang kurang bagus dibanding produk luar negeri, ataupun karena faktor gengsi. Untuk itu, dalam memaknai Sumpah Pemuda, pelajar harus lebih menghargai dan lebih sering memakai produk dalam negeri guna meningkatkan rasa cinta terhadap tanah air. Selain meningkatkan rasa cinta tanah air, para pelajar juga dapat meningkatkan apresiasi terhadap UMKM sebagai penopang perekonomian masyarakat.
  3. Menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar
    Di era sekarang, banyak dijumpai pelajar Indonesia yang lebih sering menggunakan bahasa-bahasa gaul ataupun bahasa asing untuk berkomunikasi sehari-hari. Sering juga ditemukan kesalahan-kesalahan dalam penulisan atau pengucapan kata dan kebingungan mengenai cara menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar. Hal ini merupakan keprihatinan yang mendalam mengingat bahwa bahasa Indonesia merupakan bahasa resmi negara. Bahasa Indonesia merupakan bahasa pemersatu yang harus dibanggakan dan jangan sampai disepelekan.
  4. Menyebarkan pesan positif
    Penggunaan media sosial merupakan hal yang sangat umum di era sekarang. Banyak pelajar dari sekolah dasar sampai mahasiswa yang sudah menggunakan media sosial. Tentunya media sosial diharapkan menjadi salah satu media bagi pelajar untuk menyebarkan pesan yang positif di mana saja dan kapan saja. Dengan menyebarkan pesan positif, akan menimbulkan dampak yang cukup besar bagi masyarakat. Hal ini sangat cocok untuk menyebarkan kembali semangat Sumpah Pemuda, yakni bertanah air satu, Indonesia.
  5. Mempelajari budaya yang ada di Indonesia
    Masa remaja merupakan masa dengan rasa keingintahuan sangat tinggi dan tahap untuk mencoba beberapa hal yang baru. Untuk itu, masa ini merupakan tahap yang tepat bagi pelajar untuk mempelajari budaya bangsa dan mengenal lebih jauh mengenai kebudayaan Indonesia. Terlebih dengan bermacam-macamnya kebudayaan yang dimiliki bangsa, menjadikan proses belajar budaya tidak membosankan dan lebih bervariasi.
  6. Menanamkan rasa bangga terhadap tanah air
    Cara lainnya yang dapat dilakukan adalah dengan menanamkan dan menumbuhkan rasa bangga dan cinta terhadap tanah air kepada para pelajar. Dengan banyaknya keberagaman budaya, kekayaan alam, keramahan masyarakatnya, dan prestasi para penduduknya, merupakan beberapa alasan kenapa pelajar harus cinta kepada Indonesia. Penanaman rasa bangga dan cinta kepada tanah air kepada pelajar merupakan hal yang vital, mengingat pelajar adalah harta negara yang harus dididik dengan benar agar selalu bisa memperjuangkan bangsanya.

"Apapun agamamu, apapun suku dan rasmu, dan apapun pandangan politikmu kita bertanah air satu, berbangsa satu, dan berbahasa satu, Indonesia," ujar Hadohoan Satyalen (28), warga Medan saat ditanyai DW Indonesia mengenai makna Sumpah Pemuda bagi dirinya.

Sementara Laras Puspitorini (25), warga Surabaya, mengaku memaknai Sumpah Pemuda dengan menghargai perbedaan. "Sesimpel saling menghargai, menghormati, dan saling menebarkan energi positif, dan juga jangan saling menghina."

Tepat 92 tahun lalu, di tanggal 28 Oktober 1928, Sumpah Pemuda diikrarkan oleh pemuda di zaman itu seperti M. Yamin, Sugondo Djojopuspito, Amir Sjarifuddin, Johanes Leimena, dan WR Soepratman, dalam Kongres Pemuda II.

Sumpah ini dianggap sebagai semangat menegaskan cita-cita berdirinya negara Indonesia, yakni ikrar bertanah air satu, berbangsa satu, berbahasa satu bahasa Indonesia. Sumpah ini juga memuat banyak nilai-nilai positif yang bisa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari antara lain patriotisme, gotong-royong, persatuan dan kesatuan, cinta damai, dan tanggung jawab.

Namun, di tengah perkembangan zaman dan teknologi yang dinamis dan penuh persaingan, semangat Sumpah Pemuda harus tetap dijaga terlebih di tengah krisis pandemi COVID-19. Presiden Joko Widodo dalam sambutannya memperingati Hari Sumpah Pemuda, mengatakan bahwa Sumpah Pemuda sejatinya dijadikan sebagai energi positif dalam mengarungi arus besar globalisasi.

"Sumpah Pemuda justru membawa energi positif yang menyatukan. Persaingan dan perbedaan tidak harus membuat kita melupakan adanya masalah-masalah bersama, kepentingan-kepentingan bersama, maupun tujuan-tujuan bersama. Yang semuanya bisa kita selesaikan dengan cara bersatu dan bekerja sama," jelas Jokowi, Rabu (28/10).

Jokowi pun menyerukan pentingnya persatuan demi terwujudnya Indonesia maju. "Kita harus bekerja sama merawat keindonesiaan. Keindonesiaan harus selalu dijaga dengan semangat solidaritas dan rasa persaudaraan. Kita harus saling membantu satu sama lain dalam semangat solidaritas. Tidak ada Jawa, tidak ada Sumatera, tidak ada Sulawesi, tidak ada Papua, yang ada adalah saudara sebangsa dan setanah air," tegasnya.

Tingkatkan kreativitas dan inovasi

Kepada DW indonesia, rohaniawan Benny Susetyo, atau yang akrab disapa Romo Benny, mengatakan bahwa di zaman digitalisasi seperti sekarang ini telah merubah pendekatan generasi muda dalam memaknai Sumpah Pemuda.

Menurutnya generasi muda saat ini fokus mengembangkan inovasi dan kreatifitas dalam konteks global demi memajukan Indonesia.

"Anak-anak muda itu lebih membangun network jaringan, sudah tidak lagi mempersoalkan tentang persoalan identitas seperti kedaerahan, kesukuan, keagamaan," ujar Romo Benny, Rabu (28/10) pagi.

Namun, berkaca dari fenomena beberapa waktu belakangan ini ia menilai masih banyak generasi muda yang seakan "kehilangan harapan" sehingga akhirnya mengekspresikan diri melalui cara-cara yang menyimpang seperti unjuk rasa yang berujung kericuhan. Menurutnya, hal ini terjadi karena kurangnya tempat berekspresi dan kurangnya memanfaatkan perkembangan zaman.

"Harusnya lebih dirangkul supaya bagaimana mereka ditingkatkan kreativitas dan inovasi. Maka sekolah-sekolah harusnya mampu mengaplikasi mengenai teknologi itu tepat guna sehingga mereka (anak muda) punya makna, punya arti," paparnya.

Hoaks jadi tantangan generasi muda

Romo Benny pun mengatakan bahwa masalah hoaks menjadi tantangan tersendiri bagi generasi muda saat ini. Mereka yang termakan hoaks digambarkan Romo Benny sebagai "generasi yang tidak kritis" dan tidak memiliki kemampuan dalam menghadapi tantangan zaman.

"Tantangan ke depan bagaimana Sumpah Pemuda jadi memiliki makna adalah kita harus mulai sadar bahwa banyak generasi sebagian besar tidak punya skill, tidak punya keterampilan tekonologi, itu yang seharusnya diperhatikan lebih," ujar staf khusus BPIP ini.

Sementara itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim, juga menyerukan pentingnya terwujudnya terobosan dan inovasi dalam menjawab segala tantangan dan melompat melampaui keterbatasan.

"Mari nyalakan lagi semangat dari Kongres Pemuda 1928. Kita jawab keresahan dengan solusi, masa sulit ini harus menjadi pembelajaran, penguatan mental dan karakter, serta ruang kreativitas bagi kita semua," tutur Nadiem, dalam laman Instagramnya, Rabu (28/10).

"Ingat, 92 tahun yang lalu, secarik kertas lah yang menjadi penyulut semangat mengubah nasib. Hal yang sederhana tapi mampu menghasilkan sesuatu yang luar biasa. Dalam hal menciptakan terobosan melalui inovasi pun demikian. Inovasi bukan semata berbicara hasil, tapi sebuah rangkaian proses yang dapat dimulai dari gagasan sekecil apapun," lanjut Nadiem.

Romo Benny pun mengatakan dengan semakin banyaknya anak muda yang berinovasi menjadi cerminan cita-cita Generasi 28.

rap/gtp (dari berbagai sumber)