Bagaimana Cara Mengganti sholat Jumat karena ketiduran?

RASA lelah memang seringkali menghampiri diri kita. Untuk itu, mengistirahatkan tubuh dengan tidur sejenak adalah solusinya. Apalagi bagi kaum lelaki, sebelum melaksanakan jumatan, akan lebih baik untuk tidur terlebih dahulu.

Table of Contents

  • Apakah boleh sholat Jumat diganti dengan sholat dzuhur karena ketiduran?
  • Kalo ga sholat Jumat apakah boleh shalat dzuhur?
  • Apa hukum Meninggalkan shalat karena Ketiduran?
  • Apakah tidak shalat Jumat 3 kali murtad?

Hanya saja, seringkali akibat tubuh yang sangat lelah, tidur menjadi lebih lama. Alhasil, waktu dzuhur terlewati. Dan tentunya, membuat seseorang tak melaksanakan shalat jumat. Jika sudah begini, bagaimana?

Dikutip dari konsultasisyariah.com, kita bisa simpulkan bahwa:

Pertama,jika ada orang yang tidur sebelum jumatan, sementara dia tidak mengambil sebab apapun agar bisa bangun sebelum jumatan, kemudian dia tidak bangun, maka dia tergolong orang yang meremehkan kewajiban syariat.

Dalam Fatawa Syabakah Islamiyah dinyatakan, “Wajib bagi setiap muslim yang ingin tidur sebelum jumatan atau tidur sebelum shalat 5 waktu lainnya, dan dia khawatir bisa meninggalkan shalat, agar dia mengambil sebab yang bisa membantunya untuk bangun melaksanakan shalat pada waktunya. Misalnya dengan berpesan kepada orang yang bisa dipercaya untuk membangunkannya atau dia pasang alrm di dekat kepalanya yang bisa membangunkannya, sehingga dia tidak tergolong orang yang meremehkan kewajiban,” (Fatawa Syabakah Islamiyah, no. 1579).

Kedua, jika orang sangat ngantuk sebelum jumatan, kemudian dia berusaha mengambil sebab agar bisa bangun sebelum jumatan, namun ternyata dia tetap tidak bisa bangun, maka dia tidak dinilai bersalah.

Dalam lanjutan Fatwa dari Syabakah Islamiyah, “Kemudian, jika dia benar-benar tidak bisa bangun, padahal sudah berusaha mengambil sebab yang memadai agar dia bisa bangun, dan dia juga sudah hati-hati, maka tidak dihukumi dosa. Berdasarkan sabda Nabi ﷺ, ‘Orang yang ketiduran tidak dianggap meremehkan,’ (HR. Muslim),” (Fatawa Syabakah Islamiyah, no. 1579).

Jadi, dapat kita ketahui bahwa tidak ada dosa bagi seseorang yang karena tertidur, tidak melaksanakan shalat jumat. Dengan catatan, ia telah berusaha sebelumnya agar bisa terbangun tepat waktu. Wallahu ‘alam. []

Ilustrasi ketiduran. (Foto: Pixabay)

Jakarta - Kewajiban salat Jumat sudah dijelaskan dalam Alquran, hadis, dan komentar para ulama. Demikian pula dengan ancaman orang yang meninggalkannya. Dalam sebuah hadis dinyatakan bahwa orang yang meninggalkan salat Jumat selama tiga kali, Allah membekukan hatinya.

Namun tidak ada manusia yang lepas dari kesalahan selain para nabi, terkadang karena tidurnya sangat nyenyak sehingga berdampak pada peninggalan salat Jumat. Bisa jadi karena terlalu capek, kebiasaan atau hal lainnya. 

Bagaimana hukumnya meninggalkan salat Jumat karena ketiduran?

Pertama, tidur setelah masuk waktu Jumat

Bila dia tidak memiliki dugaan atau kebiasaan bisa menemui Jumatan, maka hukumnya haram yang otomatis berdosa. Dalam kondisi yang diharamkan, tidur bukan menjadi udzur (alasan) untuk meninggalkan Jumat, sebab tidur dalam kondisi tersebut merupakan kecerobohan.Jika tidurnya setelah masuk waktu, maka hukumnya haram, kecuali yakin atau menduga bisa bangun dan bisa menemui Jumatan. 

Orang yang biasanya bisa bangun dan menemui Jumat, baik bangun sendiri, memasang alarm atau dibangunkan orang lain, tidak berdosa apabila ternyata dia kebetulan tidak terbangun di luar prediksi dan kebiasaannya.

Bila dia tidak memiliki dugaan atau kebiasaan bisa menemui Jumatan, maka hukumnya haram yang otomatis berdosa. Dalam kondisi yang diharamkan, tidur bukan menjadi udzur (alasan) untuk meninggalkan Jumat, sebab tidur dalam kondisi tersebut merupakan kecerobohan.

Syekh Muhammad Ar-Ramli mengatakan

بِخِلَافِ نَوْمِهِ فِيْهِ فَإِنَّهُ يَحْرُمُ إِلَّا إِنْ عَلِمَ أَوْ ظَنَّ تَيَقُّظَهُ وَفَعَلَهَا فِيْهِ

Artinya, “Berbeda dengan tidur di dalam waktu salat, maka haram kecuali yakin atau menduga bisa bangun dan melakukan salat pada waktunya,” (Lihat Syekh Muhammad Ar-Ramli, Fatawa Ar-Ramli, juz I, halaman 115).

Bagaimana Cara Mengganti sholat Jumat karena ketiduran?

Ilustrasi. (Foto: Pixabay)

Kedua, tidur sebelum masuk waktu Jumat

Orang yang tidur setelah subuh dan sebelum masuk waktu Jumat serta dia yakin atau menduga dapat menemui Jumat, maka ulama sepakat hukumnya boleh. Dugaan bisa menemui Jumat bisa dihasilkan misalkan dengan kebiasaan, memasang alarm, dan lain sebagainya sebagaimana penjelasan di atas.

Namun apabila dengan tidurnya yakin atau menduga tidak dapat menemui Jumat, maka ulama berbeda pendapat. Menurut sebagian ulama, hukumnya haram. Pendapat ini menganalogikan tidur dengan bepergian sebelum masuk waktu Jumat, di mana dalam perincian hukumnya adalah haram bila tidak ada dugaan menemui Jumatan di perjalanannya.

Syekh Ali Syibramalisi mengatakan

وَالْجُمُعَةُ مُضَافَةٌ إلَى الْيَوْمِ فَإِنْ أَمْكَنَهُ الْجُمُعَةُ فِي طَرِيقِهِ أَوْ تَضَرَّرَ بِتَخَلُّفِهِ جَازَ وَإِلاَّ فَلاَ (قَوْلُهُ وَالْجُمُعَةُ مُضَافَةٌ إلَى الْيَوْمِ) أَخَذَ بَعْضُهُمْ مِنْ ذَلِكَ أَنَّهُ يَحْرُمُ النَّوْمُ بَعْدَ الْفَجْرِ عَلَى مَنْ غَلَبَ عَلَى ظَنِّهِ عَدَمُ اْلإسْتِيقَاظِ قَبْلَ فَوَاتِ الْجُمُعَةِ وَمَنَعَهُ م ر

Artinya, “Kewajiban Jumat disandarkan kepada hari, maka bila memungkinkan Jumatan di jalan atau tertimpa bahaya dengan tertinggal dari rombongan, maka boleh bepergian, bila tidak demikian, maka haram. Statemen Ar-Ramli, kewajiban Jumat disandarkan kepada hari, sebagian ulama mengambil simpulan dari keterangan ini, bahwa haram hukumnya tidur setelah fajar bagi orang yang menduga tidak bangun sebelum selesainya Jumatan, dan pendapat ini ditolak Imam Ar-Ramli,” (Syekh Ali Syibramalisi, Hasyiyah ‘ala Nihayatil Muhtaj, juz II, halaman 293).

Pendapat berbeda diutarakan Imam Ar-Ramli, yang mengatakan hukumnya boleh. Ia membedakan persoalan tidur dan bepergian. Menurutnya, bepergian sebelum masuk waktu Jumat lebih memiliki potensi besar untuk meninggalkan Jumat dibandingakan dengan tidur sehingga hukumnya lebih berat.

Pendapat Ar-Ramli ini sebagaimana disampaikan oleh Syekh Al-Qalyubi sebagai berikut

وَخَرَجَ بِالسَّفَرِ النَّوْمُ قَبْلَ الزَّوَالِ فَلاَ يَحْرُمُ وَإِنْ عَلِمَ فَوْتَ الْجُمُعَةِ بِهِ كَمَا اعْتَمَدَهُ شَيْخُنَا الرَّمْلِيُّ لأَنَّهُ لَيْسَ مِنْ شَأْنِ النَّوْمِ الْفَوَاتُ وَخَالَفَهُ غَيْرُهُ اهـ

Artinya, “Dikecualikan dengan bepergian, tidur sebelum tergelincirnya matahari, maka tidak haram, meski yakin tidak dapat menemui Jumat sebagaimana pendapat yang dipegang oleh guru kami, Syekh Muhammad Ar-Ramli, sebab tidur sebelum masuk waktu bukan termasuk potensi besar meninggalkan Jumat. Pendapat Ar-Ramli ini berbeda dengan ulama lain,” (Al-Qalyubi, Hasyiyatul Qalyubi ‘alal Mahalli, juz I, halaman 313).

Senada dengan pendapat Ar-Ramli, Syekh Ali Syibramalisi menyampaikan dukungan untuk pendapatnya Ar-Ramli. Di antara petunjuk kebenaran pendapat Ar-Ramli menurutnya adalah diperbolehkannya keluar dari masjid sebelum masuk waktu Jumat bagi jamaah yang sudah berada di dalam masjid karena adanya udzur yang menimpa mereka. Ali Syibramalisi juga menegaskan bahwa kedudukan tidur dalam permasalahan ini sama dengan sakit, bahkan melebihinya.

Syekh Ali Syibramalisi mengatakan

أَقُولُ وَهُوَ ظَاهِرٌ وَيَدُلُّ لَهُ جَوَازُ انْصِرَافِ الْمَعْذُورِينَ مِنْ الْمَسْجِدِ قَبْلَ دُخُولِ الْوَقْتِ لِقِيَامِ الْعُذْرِ بِهِمْ وَفَرَّقُوْا بَيْنَهُ وَبَيْنَ وُجُوبِ السَّعْيِ عَلَى بَعِيدِ الدَّارِ

Artinya, “Saya berkata, menunjukan kepada kebenaran pendapat Imam Ar-Ramli kebolehan undur diri dari masjid sebelum masuk waktu karena udzur yang menimpa, ulama membedakan kasus tersebut dengan kewajiban berjalan bagi orang yang rumahnya jauh.” (Syekh Ali Syibramalisi, Hasyiyah ‘ala Nihayatil Muhtaj, juz II).

وَالنَّوْمُ هُنَا عُذْرٌ قَائِمٌ بِهِ كَالْمَرَضِ بَلْ أَوْلَى ِلأَنَّ الْمَرِيْضَ بَعْدَ حُضُورِهِ الْمَسْجِدَ وَلاَ مَشَقَّةَ عَلَيْهِ فِي الْمُكْثِ لَمْ يَبْقَ لَهُ عُذْرٌ فِي اْلإنْصِرَافِ بِخِلاَفِ النَّوْمِ فَإِنَّهُ قَدْ يَهْجُمُ عَلَيْهِ بِحَيْثُ لاَ يَسْتَطِيعُ دَفْعُهُ اهـ

Artinya, “Tidur dalam permasalahan ini adalah udzur yang melekat kepada seseorang seperti sakit, bahkan lebih utama. Sebab orang sakit setelah dia menghadiri masjid dan tidak ada keberatan baginya untuk berada di tempat, tidak ada udzur baginya untuk keluar dari masjid, berbeda dengan tidur, terkadang tidur menghampiri seseorang dalam batas yang tidak mungkin dihindari,” (Lihat: Syekh Ali Syibramalisi, Hasyiyah ‘ala Nihayatil Muhtaj, juz II, halaman 293).

Terlepas dari boleh dan haram sesuai penjelasan di atas, setelah terbangun orang yang meninggalkan salat Jumat berkewajiban untuk mengqadha’ (mengganti) Jumatan yang ia tinggalkan dengan salat Zuhur. Hendaknya seorang Muslim bisa mengatur waktu tidurnya dengan baik sehingga tidak berdampak pada terbengkalainya kewajiban agama yang dibebankan kepadanya.

Baca juga:

  • Amalan pada Hari Jumat

Apakah boleh sholat Jumat diganti dengan sholat dzuhur karena ketiduran?

Ustadz Fauzan Amin mengatakan, jika ada laki-laki yang melewatkan salat Jumat dengan alasan tidak sengaja tertidur, maka bisa dimaafkan. Namun pria tersebut saat terbangun harus segera melaksanakan salat Dzuhur. "Kalau memang pria tak sengaja ketiduran lalu melewatkan salat Jumat, maka tidak berdosa.

Kalo ga sholat Jumat apakah boleh shalat dzuhur?

Berdasarkan hadits tersebut, para ulama berpendapat bahwa mengganti sholat Jumat dengan sholat dzuhur adalah mubah atau boleh.

Apa hukum Meninggalkan shalat karena Ketiduran?

“barangsiapa yang lupa sholat, atau terlewat karena tertidur, maka kafarahnya adalah ia kerjakan ketika ia ingat” (HR. Muslim no. 684).

Apakah tidak shalat Jumat 3 kali murtad?

"Barang siapa meninggalkan shalat Jumat sebanyak tiga kali karena menyepelekkannya, maka Allah mengunci mata hatinya berhentilah orang-orang dari melalaikan shalat jumat, atau Allah mengunci mata hati mereka sehingga selamanya mereka menjadi orang yang lalai" (H.R Muslim dan An-Nasai) (Al-Hasani: 1992: 64-65).

Apa yang harus dilakukan ketika tidak shalat Jumat karena ketiduran?

(Fatawa Syabakah Islamiyah, no. 1579). Keempat, bagi orang yang tidak jumatan karena udzur, dia wajib ganti dengan shalat dzuhur 4 rakaat, dengan tata cara sama persis sebagaimana orang shalat dzuhur. Siapa yang mendapatkan satu rakaat bersama imam, hendaknya dia nambahi satu rakaat lagi.

Apakah bisa mengganti sholat jika ketiduran?

Syaikh Shalih bin Fauzan Al Fauzan menjelaskan: “orang yang hilang akalnya karena tidur, atau pingsan atau semisalnya, ia wajib mengqadha sholatnya ketika sadar” (Al Mulakhash Al Fiqhi, 1/95, Asy Syamilah).

Ketinggalan shalat Jumat harus bagaimana?

Dalam Ensiklopedi Hukum Islam diterangkan, menurut jumhur ulama, kalau tertinggal satu rakaat, ia harus menyempurnakan sholatnya setelah imam membaca salam sesuai tata tertib sholat Jumat.

Bisakah mengganti shalat Jumat?

Berdasarkan hadits tersebut, para ulama berpendapat bahwa mengganti sholat Jumat dengan sholat dzuhur adalah mubah atau boleh.