Bagaimana Diplomasi Beras sebagai upaya menembus blokade laut Belanda

Blokade laut ini dimulai pada bulan November 1945 ini, menutup pintu keluar-masuk perdagangan RI. Adapun alasan pemerintah Belanda melakukan blokade ini adalah :

a. Untuk mencegah masuknya senjata dan peralatan militer ke Indonesia.

b. Mencegah keluarnya hasil perkebunan milik Belanda dan milik asing lainnya.

c. Melindungi Bangsa Indonesia dari tindakan-tindakan yang dilakukan oleh orang bukan Indonesia.

Akibat dari blokade ini barang-barang dagangan milik pemerintah RI tidak dapat diekspor, sehingga banyak barang-barang ekspor yang dibumihanguskan. Selain itu Indonesia menjadi kekurangan barang-barang impor yang sangat dibutuhkan.

Foto: llustrasi Indonesia Awal Kemerdekaan | www.flickr.com by Boobook48

Kas negara kosong, pajak dan bea masuk sangat berkurang, sehingga pendapatan pemeritah semakin tidak sebanding dengan pengeluarannya. Penghasilan pemerintah hanya bergantung kepada produksi pertanian. Karena dukungan petani inilah pemerintah RI masih bertahan, sekali pun keadaan ekonomi sangat buruk.

Usaha-usaha untuk menembus blokade ekonomi yang dilakukan oleh pihak Belanda dilaksanakan oleh pemerintah dengan berbagai cara, diantaranya sebagai berikut :

1. Diplomasi Beras ke India

Usaha ini lebih bersifat politis daripada ekonomis. Ketika terdengar berita bahwa rakyat India sedang ditimpa bahaya kelaparan, pemerintah RI segera menyatakan kesediaannya untuk membantu pemerintah India dengan mengirimkan 500.000 ton beras, dengan harga sangat rendah. Pemerintah bersedia

melakukan hal ini karena diperkirakan pada musim panen tahun 1946 akan diperoleh surplus sebesar 200.000 sampai 400.000 ton.

Sebagai imbalannya pemerintah India menjanjikan akan mengirimkan bahan pakaian yang sangat dibutuhkan oleh rakyat Indonesia. Keuntungan politik yang diperoleh oleh pemerintah RI adalah dalam forum internasional India adalah negara Asia yang paling aktif membantu perjuangan kemerdekaan RI.

2. Mengadakan Hubungan Dagang Langsung ke Luar Negeri

Usaha untuk membuka hubungan langsung ke luar negeri, dilakukan oleh pihak pemerintah maupun pihak swasta. Diantara usaha-usaha tersebut adalah sebagai berikut :

a. Mengadakan kontak hubungan dengan perusahaan swasta Amerika (Isbrantsen Inc.). Usaha ini dirintis oleh BTC (Banking and Trading Corporation), suatu badan perdagangan semi-pemerintah yang dipimpin oleh Dr. Sumitro Djojohadikusumo dan Dr. Ong Eng Die. Dalam transaksi pertama pihak Amerika Serikat bersedia membeli barang-barang ekspor dari Indonesia seperti gula, karet, teh, dan sebagainya. Kapal Isbrantsen Inc. yang masuk ke pelabuhan Cirebon adalah kapal Martin Behrmann yang mengangkut barang-barang pesanan RI dan akan memuat barang-barang ekspor dari RI. Akan tetapi kapal itu dicegat oleh kapal Angkatan Laut Belanda dan diseret ke pelabuhan Tanjung Priuk dan seluruh muatannya disita.

Foto: llustrasi Indonesia Awal Kemerdekaan | www.flickr.com by Boobook48

b. Menembus blokade ekonomi Belanda di Sumatera dengan tujuan Singapura dan Malaysia. Oleh karena jarak perairan yang relatif dekat, maka usaha ini

dilakukan dengan perahu layar dan kapal motor cepat. Usaha ini secara sistimatis dilakukan sejak tahun 1946 sampai dengan akhir masa Perang Kemerdekaan. Pelaksanaan penembusan blokade ini dilakukan oleh Angkatan Laut RI dengan dibantu oleh pemerintah daerah penghasil barang-barang ekspor.

Sejak awal tahun 1947, Pemerintah RI membentuk perwakilan resmi di Singapura yang diberi nama Indonesia Office (Indoff). Secara resmi Indoff ini merupakan badan yang memperjuangkan kepentingan politik di luar negeri, namun secara rahasia juga berusaha menembus blokade dan usaha perdagangan barter.4

Kementerian Pertahanan juga membentuk perwakilannya di luar negeri yang disebut Kementerian Pertahanan Usaha Luar Negeri (KPLULN) yang dipimpin oleh Ali Jayengprawiro. Tugas pokok badan ini adalah membeli senjata dan perlengkapan Angkatan Perang. Sebagai pelaksana upaya menembus blokade ini yang terkenal adalah John Lie, O.P. Koesno, Ibrahim Saleh dan Chris Tampenawas. Selama tahun 1946 pelabuhan di Sumatera hanya Belawan yang berhasil diduduki Belanda. Karena perairan di Sumatera sangatlah luas, maka pihak Belanda tidak mampu melakukan pengawasan secara ketat. Hasil-hasil dari Sumatera terutama karet yang berhasil diselundupkan ke luar negeri, utamanya ke Singapura, mencapai jumlah puluhan ribu ton. Selama tahun 1946 saja barang-barang yang diterima oleh Singapura dari Sumatera seharga straits $ 20.000.000,-. Sedangkan yang berasal dari Jawa hanya straits $ 1.000.000,-. Sebaliknya barang-barang yang dikirim ke Sumatera dari Singapura seharga straits $ 3.000.000,- dan dari Singapura ke Jawa seharga Straits $ 2.000.000,-.

MEMPERTAHANKAN Proklamasi 17 Agustus 1945, tak hanya dilakukan di medan perang, tapi juga arena diplomasi internasional.

Perdana Menteri (PM) Sutan Sjahrir berpikir keras, bagaimana caranya untuk menembus blokade ekonomi Belanda, menyanggah propaganda Belanda soal krisis ekonomi dan pangan, sekaligus menegaskan pengakuan dunia internasional terhadap kedaulatan RI.

Medio 1946, Belanda tengah ketat-ketatnya memblokade RI untuk bisa berdagang dengan negara lain. Sjahrir pun mencetuskan inisiatif yang di kemudian hari sangat vital dan cemerlang buat pengakuan RI terhadap negara-negara lain, terutama sesama bangsa Asia, yakni lewat “diplomasi beras”.

Tentunya pemerintah RI harus meyakinkan dulu pada segenap rakyat untuk mau merelakan sejumlah beras saat itu, untuk dikirim sebagai bantuan kepada salah satu negara sahabat, India. Hal itu juga disampaikan pada Jawaharlal Nehru pada 13 Mei 1946.

Seperti dikutip buku “Kronik Revolusi Indonesia”, Pembicaraan pun segera dilakukannya pada 18 Mei 67 tahun silam (1948), ketika memulai pertemuan lewat perjamuan makan malam dengan wakil pemerintah India, K.L. Punjabi, terkait niat pemerintah RI untuk mengirim bantuan beras ke India.

Persetujuan pemberian bantuan 500 ribu ton beras pun tercapai dan sebagai “tanda jadi” persetujuan itu, PM Sjahrir menyerahkan sekeranjang beras yang ditutupi dengan bendera merah putih, untuk kemudian diberikan pada Raja Muda Lord Wavell di India.

Sebuah kepanitiaan pun dibentuk pada 27 Mei 1946 dengan diketuai Ir. Subianto. India merespons pula dengan mengirim empat kapal ke Indonesia yang akan jadi sarana mengirim beras dari Pelabuhan Cirebon, Probolinggo dan Banyuwangi ke India.

Jawatan Kereta Api juga ikut memberi kontribusi dengan mengangkut sejumlah beras yang terkumpul, termasuk 15 ton dari Badan Perekonomian Rakyat Indonesia di Karawang, dan diantarkan ke pelabuhan Cirebon. Pengiriman bantuan itu berhasil dilakukan pada 20 Agustus 1946.

Sebagai balasannya, India mengirimkan bahan-bahan pakaian, obat-obatan, serta alat-alat pertanian. India juga kian simpati pada perjuangan rakyat Indonesia, dengan melarang sejumlah pesawat, serta kapal Belanda yang hendak singgah ke India.

“Diplomasi Beras” itu kemudian jadi satu titik pengekalan hubungan persaudaraan Indonesia-India, terutama sesama bangsa Asia yang sama-sama tengah memperjuangkan kemerdekaannya.

Diplomasi itu dengan cepat meraih simpati dari negara-negara lainnya, termasuk Australia yang sedianya, sempat menyediakan “ruang” untuk pembentukan NICA (Nederlandsch Indië Civil Administratie), balik mendukung perjuangan Indonesia.

Seperti ketika Australia ikut dalam Konferensi Asia di New Delhi, India, 23 Januari 1949. Konferensi yang juga diikuti sejumlah perwakilan dari Iran, Irak, Lebanon, Pakistan, Filipina, Myanmar, Arab Saudi, Suriah, Yaman, China, Nepal, Selandia Baru dan Thailand itu, menuntut adanya gencatan senjata dan pemulihan Ibu Kota RI di Yogyakarta.