Majalah Farmasetika (V2N2-Februari 2017). Bukan hanya obat yang harus diperhatikan sisi halal tidaknya suatu produk farmasi. Jika kita lihat website www.halalmui.org, hanya ada beberapa item produk kosmetika yang telah terdaftar sebagai produk halal, lalu yang ratusan bahkan ribuan produk lainnya bagaimana? apakah haram? Show Bahkan, obat yang disertifikat halal hampir dikatakan tidak ada. Fenomena ini yang harus menjadi perhatian para muslimah Indonesia, karena bagaimanapun mayoritas wanita Indonesia adalah muslim. Kalau kita simak bagaimana pembuatan kosmetika, ternyata titik-titik kritis halal sangat banyak dibandingkan obat atau makanan. Memang, kecantikan adalah anugerah Tuhan yang harus kita pelihara, namun bagi muslimah, merawat dan memelihara kecantikan bukan artinya harus menghalalkan segala cara. Kosmetika sebagai produk dalam memelihara kecantikan semakin berkembang seiring dengan perkembangan bioteknologi. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Tahun 1976, kosmetika adalah bahan atau campuran bahan untuk digosokkan, dilekatkan, dituangkan, dipercikkan atau disemprotkan pada, dimasukkan dalam, dipergunakan pada badan manusia dengan maksud membersihkan, memelihara, menambah daya tarik dan mengubah rupa dan tidak termasuk golongan obat. Zat tersebut tidak boleh mengganggu kulit dan kesehatan tubuh secara keseluruhan. Dari pengertian tersebut, kosmetika digunakan baik pada bagian luar maupun dalam tubuh manusia. Sesuai ajaran Islam, dua hal yang harus diperhatikan dalam penggunaan produk kosmetika adalah kebersihan dan kesucian. Artinya, kosmetika harus halal dan suci. Titik Kritis Kosmetika HaramSaat ini, seiring dengan poerkembangan teknologi, produk kosmetika di Indonesia semakin banyak dan beragam, hingga kita sulit menelisik bahan-bahan yang haram di dalamnya. Oleh karena itu, agar kita waspada, ada baiknya jika kita mengetahui titik-kritis haram dalam kosmetika. Titik-titik kritis haram tersebut yang harus diwaspadai terutama sumber bahan dasar pembuatan kosmetika, bisa jadi berasal dari hewan atau bagian organ manusia. Jika bahan dasarnya berasal dari babi atau bagian organ manusia, maka jelas produk tersebut dinyatakan haram, karena berdasarkan QS; Al-Baqarah:173, penggunaan apapun berasal dari babi adalah haram, dan fatwa MUI No.2/MunasVI/MUI/2000, penggunaan kosmetika yang mengandung atau berasal dari bagian organisme manusia, hukumnya adalah haram. Kalaupun berasal dari hewan yang bukan babi, jika hewan tersebut tidak disembelih secara islam, maka dinyatakan haram. Sedangkan, zat pembuat kosmetika yang mejadi titik kritis haram adalah pertama, zat aktif dari produk kosmetik tersebut, misalnya, kolagen dan elastin. Kolagen dan elastin berfungsi untuk menambah elatisitas kulit, biasanya terdapat dalam krim atau lotion. Kolagen berasal dari tulang hewan, jika kolagennya berasal dari hewan yang disembelih secara islam, tentu tidak masalah kehalalannya. Namun, yang menjadi masalah justru sumbernya yang tidak jelas, sehingga membuat produk ini menjadfi syubhat. Kedua, zat-zat penstabil sebagai bahan dasar. Lipstik, deodorant, eye shadow berbahan dasar (basis) garam-garam asam lemak, seperti lauril palmitat, gliseril monostearat. Garam asam lemak ini kemungkinan besar didapat dari hewan. Bahan penstabil tersebut harus halal sumbernya dan cara penyembelihan atau pengolahan. Ketiga, asam lemak esensial. Beberapa jenis asam lemak yang sering digunakan adalah asam linolenat, asam linoleat dan asam arakidonat sebagai antioksidan. Asam-asam lemak tersebut banyak digunakan dalam kosmetika khususnya untuk perawatan kulit. Yang perlu diwaspadai adalah sumber asam lemak apakah dari hewan yang halal dan disembelih dengan cara islami juga bahan penstabil yang digunakan karena asam-asam lemak tersebut adalah golongan yang yang mudah teroksidasi atau tidak stabil sehingga membutuhkan bahan penstabil ketika digunakan. Baca : Bijak Sikapi Informasi HOAKS Tentang Kosmetika Ketiga, hormon dan ekstrak kelenjar. Hormon dan ekstrak kelenjar alami yang sedang naik popularitasnya saat ini adalah ekstrak plasenta. Dalam kamus Ingredient Cosmetic, dinyatakan bahwa ekstrak plasenta adalah ekstrak yang berasal dari plasenta bayi yang baru lahir atau kita kenal sebagai tali puser atau ari-ari yang secara tradisional sering dikubur agar tidak digunakan untuk kepentingan yang melanggar agama. Namun, masih dalam kamus yang sama plasenta protein, plasenta enzim dan plasenta lipid adalah zat yang diambil dari plasenta hewan, seperti plasenta kambing, sapi dan babi.1 Ekstrak plasenta memiliki khasiat menstabilkan sitem hormonal sehingga zat ini dapat meningkatkan produksi susu, melancarkan haid, melancarkan peredaran darah, menstabilkan penderita menopause, meningkatkan kesuburan bagi pria dan wanita, bahkan dapat meningkatkan gairah seksual. Selain itu, zat ini mengandung Senescent Cell Activating Factors (SCAF) sebagai biogenik stimulator yang dapat meningkatkan atau mempercepat dan reproduksi sel kulit dan meregenerasi sel yang rusak. Sedangkan karena kandungan asam aminonya yang tinggi, ekstrak ini dapat manyembuhkan penyakit yang berhubungan dengan sistem syaraf. Bahkan, Watanabe dkk (2002) menyatakan bahwa L-Triptopan yang diisolasi dari plasenta manusia memberikan aktivitas antioksidan yang baik dengan menghambat sel sitokrom P-450 yang terikat pada lipid peroksidasi.2 Enzim SOD dalam ekstrak tersebut berfungsi sebagai antioksidan. Jadi, ekstrak plasenta ini harus diwaspadai sumbernya dan jika dari hewan perlu diwaspadai cara penyembelihannya dan jika dari produk mikrobial perlu diperhatikan titik kritisnya. Dari keterangan titik kritis haram tadi, dapat ditarik kesimpulahan bahwa terlepas masih peliknya tentang sertifikasi kehalalan makanan, tetapi sertifikasi halal kosmetika dan obat perlu segera diterapkan. Jika para pakar Teknologi Resep atau ahli farmasi berdalih bahwa selama zat haram itu adalah obat yang baik, maka penggunaaanya masih bisa ditoleransi, hal itu bisa dibetulkan dalam kondisi darurot sesuai apa yang disampaikan Dr. Yusuf Qordhowi dalam bukunya Halam Haram fil Islam, tetapi yang harus digaris bawahi, “selama ada zat yang memiliki khasiat yang sama dengan zat haram itu, maka tetap zat tersebut dinyatakan haram” mungkin inilah prinsip yang harus diterapkan jika sertifikasi obat dan kosmetik suatu saat ditrerapkan. Kosmetik dari Herbal Belum Tentu Halal?Fenomena kosmetika herbal semakin marak seiring slogan pemerintah “kembali ke alam”. Bahkan, fenomena tabir surya dari bahan alam pun semakin marak, padahal penelitian kami selama 5 tahun terakhir tabir surya dari herbal sangatlah tiudak stabil jika tidak ditambah penstabil dari senyawa kimia sintesis. Namun, kosmetik dari herbal belum tentu halal selam produk itu tidak dipastikan kehalalannya oleh lembaga resmi seperti LPOM MUI. Bukan masalah herbalnya yang tidak halal, tapi bagaimanapun sediaan kosmetik diracik dengan pengisi bahan kimia yang tidak sedikit dipertanyakan kehalalannya. Berikut beberapa pengisi yang harus dicurigai kehalalannya:3
Tuntutan MuslimLalu, setelah kita tahu bahwa titik kritis haram kosmetika sangat rawan apa yang dilakukan? Menuntut agar produk kosmetika berlabel halal?. Saat ini, dipastikan tuntukan kita sebagai muslim sulit tercapai, hal ini disebabkan hal-hal berikut.
Baca : Fatwa MUI Perbolehkan Penggunaan Vaksin MR Dengan 3 Syarat Tips Memilih Kosmetika HalalDengan adanya usaha sertifikasi halal yang dilakukan oleh MUI maka konsumen muslim lebih mudah dalam memilih produk kosmetika yang telah dijamin kehalalannya oleh MUI. Cara memilihnya adalah sbb:
Daftar pustaka
Artikel ini termasuk ke dalam Majalah Farmasetika edisi khusus yang akan diterbitkan di edisi khusus berikutnya di http://jurnal.unpad.ac.id/farmasetika |