Bagaimana keterkaitan multidisiplin tersebut terhadap pengurangan

Semakin hangatnya isu kebencanaan, membawa kajian keilmuan menjadi semakin tidak terbatas. Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada dalam kaitan ini berusaha untuk menjembatani isu yang berkembang dengan mengadakan workshop atau diskusi riset interdisipliner terhadap pengurangan risiko bencana pada Kamis, 13 Oktober 2016. Acara dilaksanakan di Ruang Transit Lt. 5 Gd. KLMB Fakultas Geografi. Kegiatan ini terlaksana atas kerjasama dengan International Center for Interdisciplinary Advanced Research (ICIAR) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.

Workshop dibuka oleh Dekan Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada, Prof. Dr. Muh. Aris Marfai, M.Sc. Dalam sambutannya, riset kebencanaan merupakan salah satu kegiatan multi-disiplin dan inter-disiplin. Banyak cabang keilmuan yang berpeluang untuk memberikan kontribusi, salah satunya adalah Geografi. Pendekatan Geografi Klasik, seperti keruangan, kelingkungan dan kewilayahan tidak membatasi pengembangan pemanfaatan ilmu Geografi dalam kajian kebencanaan.

Lebih lanjut adalah pemaparan Prof. Dr. Ir. Gadis Sri Haryani selaku Direktur ICIAR LIPI.  Disampaikan dalam pemaparan bahwa jumlah peneliti di bidang kebencanaan di Indonesia berasal dari berbagai kajian ilmu. Perkembangan tersebut menyerupai dengan yang terjadi di Jepang, dan Amerika. Selain menyampaikan perkembangan riset di bidang kebencanaan, disampaikan bahwa aktivitas ICIAR cenderung lebih membuka peluang pada kolaborasi dari berbagai bidang ilmu untuk mengkaji bidang kebencanaan. Selanjutnya agenda diisi dengan paparan dari Dr. Eko Yulianto (LIPI) yang menyampaikan paparan dengan tema Riset Interdisipliner untuk Pengurangan Risiko Bencana di Jawa Selatan. Pemaparan ini sangat menarik karena mengedepankan pendekatan geomorfologi dan geologi untuk mendeteksi potensi ancaman di kawasan tersebut. Tak hanya pada aspek ilmu alam, kegiatan ini berupaya untuk memberikan telaah mengenai pentingnya ilmu sosial dalam konteks kebencanaan. Irina Rafliana, M.Si, kemudian menyampaikan paparan dengan tema Peran Ilmu Sosial dan Komunikasi Sains dalam Riset Interdisipliner.

Peserta yang hadir dalam acara ini setidaknya mencapai 60 orang, dengan distribusi mahasiswa S1, S2 dan S3. Selain mahasiswa, beberapa staf pendidik Fakultas Geografi dan peneliti dari Pusat Studi Bencana UGM turut hadir dalam kegiatan ini. Peran serta aktif mahasiswa dalam kegiatan ini sangat baik. Diharapkan di masa mendatang kegiatan diskusi ini lebih membuka wawasan mahasiswa untuk mengembangkan elaborasi kegiatan penelitian secara interdisipliner.

(Fakultas Geografi/BKLN).

Jakarta, Humas LIPI. Posisi Indonesia dikepung oleh tiga lempeng tektonik, yaitu Lempeng Indo-Australian, Eurasia dan Lempeng Pasifik. Indonesia juga berada di Pasific Ring of Fire atau jalur rangkaian gunung api paling aktif di dunia yang membentang sepanjang lempeng pasifik. Kondisi tersebut membuat Indonesia menjadi salah satu negara yang rawan bencana.

“LIPI berkomitmen kuat untuk berkontribusi dalam upaya pengurangan risiko bencana melalui ilmu pengetahuan dan teknologi, baik melalui disiplin ilmu eksakta maupun sosial,” tegas Deputi Ilmu Pengetahuan Sosial dan Kemanusiaan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Tri Nuke Pudjiastuti. “Betapa ilmu pengetahuan harus menjadi dasar pembuatan kebijakan,” imbuh Nuke pada acara virtual Talk to Scientist Kajian Multidisiplin Peningkatan Pengurangan Risiko Bencana, Kamis (22/10).

Nuke menyebut dalam perspektif ilmu sosial, penanganan bencana tidak dapat dilepaskan dari keterlibatan masyarakat. “Pengetahuan masyarakat lokal dapat menjadi modal penting dalam penguranagan risiko bencana dan pemulihan pasca bencana. Namun, pengetahuan masyarakat ini belum terintegrasi secara komprehensif,’ ujar Nuke. Deputi Ilmu Pengetahuan Kebumian LIPI, Ocky Karna Radjasa menyampaikan bahwa penanganan dan pengurangan risiko bencana erat kaitannya dengan bagaimana meningkatkan kapasitas. “Tidak hanya sumber daya manusia, tetapi juga sarana prasarana, hingga manajemen terkait integrasi dan kolaborasi dibutuhkan dalam pengurangan risiko bencana,” sebutnya. Ocky menandaskan, LIPI telah berinisiasi. Menurutnya, kebencanaan ini adalah salah satu dari topik Prioritas Riset Nasional (PRN) 2020-2024 kategori Multidisiplin dan Lintas Sektor. “Sudah tepat pendekatan penanganan bencana harus melibatkan lintas disiplin,” tegas Ocky.

Keterlibatan Multidisiplin

Dalam upaya mitigasi termasuk pengurangan risiko bencana, Indonesia dihadapkan pada tantangan yang kompleks terkait karakteristik geologis wilayah dan masyarakat Indonesia yang heterogen. Oleh karena itu, penanganan bencana di Indonesia pun membutuhkan keterlibatan multidisiplin. Kepala Pusat Penelitian Kependudukan LIPI, Herry Jogaswara menyampaikan bahwa bencana masih menjadi tantangan signifikan terhadap proses pembangunan di Indonesia. Herry pun menekankan bahwa bencana tidak hanya terjadi akibat kejadian alam, namun juga terdapat campur tangan perilaku manusia di dalamnya. “Bencana tidak terjadi secara tiba-tiba, karena ada situasi sosial, politik dan ekonomi yang sebenarnya saling berkelindan. Saya percaya bencana terjadi akibat perbuatan manusia,” jelas Herry. Herry menyebutkan multidisiplin dalam studi kebencanaan sangat penting mengingat adanya kompleksitas hubungan manusia dan alam yang tidak bisa hanya dijawab oleh satu disiplin ilmu. “Multidisiplin dalam pengurangan risiko bencana adalah sebuah keharusan karena kompleksitas bencana tersebut. Kita juga harus serius melihat pembangunan sumber daya manusia yang sensitif pada kerentanan bencana,” ungkap Herry. Hal ini pula yang mengakari terbentuknya Tim Studi Sosial COVID19 oleh pusat-pusat penelitian sosial di bawah Kedeputian Ilmu Pengetahuan Sosial dan Kemanusiaan LIPI. Kepala Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI, Eko Yulianto menjelaskan salah satu contoh praktik multidisiplin dalam konteks kebencanaan dapat dilihat melalui disiplin ilmu geomitologi. “Geomitologi mencari peristiwa geologi yang disaksikan oleh manusia dan menjadi penyebab lahirnya legenda atau mitos,” jelas Eko. Hal tersebut dapat dilihat dari rekam jejak bencana di Indonesia yang tertera dalam mitos serta cerita rakyat, namun dapat ditemukan jejak fisiknya di alam. “Dalam Serat Srinata, tembang Jawa, ada mitos tentang Ratu Kidul yang juga merekam fenomena gempa dan tsunami besar yang benar pernah terjadi di Jawa. Bukti geologinya pun telah dapat ditemukan di sepanjang jalur pantai selatan Jawa,” terang Eko.

Eko pun menambahkan bahwa dalam upaya pengurangan risiko bencana peran LIPI adalah meningkatkan pemahaman dan manajemen risiko bencana melalui ilmu pengetahahuan. “Bangsa yang cerdas adalah bangsa yang mampu bertindak tidak hanya rasional tapi juga intelijen, berinovasi dan out of the box. Itu merupakan modalitas untuk membangun negara yang kuat, dalam hal ini sains merupakan hal yang mutlak,” ungkap Eko.

Terkait kondisi saat ini, Indonesia tengah dihadapkan pada bencana pandemi COVID19, Talk to Scientists juga menghadirkan Kepala Pusat Bioteknologi LIPI sekaligus Ketua Gugus Tugas Riset COVID19 LIPI, Puspita Lisdiyanti. Ia memaparkan peran LIPI dalam ilmu pengetahuan dan teknologi untuk penanganan COVID19.

“LIPI berperan aktif, mulai dari menyelenggarakan pelatihan relawan penanganan COVID19, membuat dan mendistribusikan handsanitizer, memfasilitasi deteksi COVID19 di Laboratorium Bio-Safety Level 3, mengembangkan suplemen peningkat daya tahan tubuh melalui bahan herbal Indonesia, serta mengembangkan teknologi-teknologi alat kesehatan,” papar Puspita. “Selain itu, berkolaborasi dengan disiplin ilmu sosial, Gugus Tugas Riset COVID19 LIPI juga melakukan Kajian Cepat Studi Sosial COVID19,” imbuhnya. (iz/ ed: drs)

 

Sivitas Terkait : Prof. Dr. Ocky Karna Radjasa M.Sc

Jakarta, Humas LIPI. Kajian multidisiplin dalam pengurangan risiko bencana di Indonesia adalah suatu keharusan. Kepala Pusat Penelitian Kependudukan (P2K)- LIPI, Herry Yogaswara mengatakan bahwa LIPI sebagai supermarket keilmuan, mempunyai kekuatan besar untuk membantu memecahkan masalah dan isu dalam studi kebencanaan. “Optimalisasi hasil-hasil riset yang selama ini dihasilkan melalui pendekatan multidisiplin ilmu, dapat berkontribusi pada penguatan upaya pengurangan risiko bencana”, jelas Herry dalam Science Webinar Talk to Scientist bertajuk “ Kajian Multidisiplin Pengurangan Risiko Bencana”, pada Kamis (22/10). Kegiatan ini juga bertepatan dengan peringatan Bulan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) 2020.

Seperti di ketahui,bencana masih merupakan tantangan di Indonesia. Data 1999-2018, terdapat 264 bencana yang berdampak pada 792.106 orang/tahun dalam kurun waktu dimaksud. Kemudian 2020, pandemi COVID-19 menjadi salah satu bencana yang signifikan, tercatat ekonomi nasional mengalami kemerosotan sekitar 2,03%. “Data tersebut, menunjukkan bahwa kebencanaan bukan hanya faktor alamiah saja. Tetapi, ada situasi politik, sosial dan ekonomi ”, sebut Herry. “Bencana pandemi memiliki dampak kemanusiaan paling besar yang perlu menjadi perhatian dari perspektif multidisiplin ilmu”, tambahnya.

Untuk itu, studi multidisipliner dalam kebencanaan yang dilakukan oleh P2K LIPI dan beberapa mitra terkait, kegiatannya: Melakukan kajian kesiapsiagaan masyarakat terhadap tsunami dan gempa dari level individu/ rumahtangga, komunitas sekolah hingga pemerintah kabupaten kota; Mengembangkan pengetahuan yang didasarkan dari kearifan lokal di daerah Simeleu yang diberi nama SMONG, yang mengadaptasi dari istilah tsunami di wilayah Simeuleu; Membuat rekomendasi kebijakan terkait multihazard banjir dan bencana kebakaran hutan.

Herry menyebutkan, topik studi kebencanaan kian hari semakin menguat. Hal ini dilatar belakangi oleh beberapa sebab, diantaranya: (1). UU No 24/2007 yang mengubah perspektif Indonesia dalam kebencanaan menjadi proaktif; (2). Investasi yang signifikan pada infrastruktur hidrometeorologi dan geofisika dibarengi dengan perluasan Early Warning System (EWS); (3). Adanya tujuan dan target konkret manajemen bencana pada RPJMN 2020-2024; (4). diluncurkannya strategi pembiayaan dan Asuransi Risiko Bencana (PARB) atau Disaster Risk Financing and Insurance (DRFI) pada tahun 2018.

Hasil kegiatan riset terkait kebencanaan lebih lanjut dapat diakses melalui web Puslit Kependudukan LIPI (kependudukan.lipi.go.id) maupun kanal medsos yang dimiliki oleh P2K LIPI. “Satu rubrik khusus yang didedikasikan, berisi tulisan pendek terkait pandemi COVID-19 dapat dibaca publik untuk bahan pembelajaran bagi media dan masyarakat, serta menjadi pertimbangan bagi para pemangku kebijakan yang memerlukan basis data riset ”, sebut Herry.

“Model indeks kesiapsiagaan yang dihasilkan dari penelitian multidispliner selama kurun waktu dua tahun ini, dapat membantu para stake holder untuk menakar kesiapsiagaan pada tingkat kota/kabupaten hingga individu”, tutup Herry dalam webinar yang difasilitasi oleh Biro Kerja Sama, Hukum, dan Humas LIPI tersebut. (sys/ed:mtr)

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA