Bagaimana ketersediaan faktor tenaga kerja di Indonesia untuk meningkatkan industri substitusi impor



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Iklim investasi terus digenjot dengan kondusivitas kebijakan perekonomian. Upaya ini salah satunya bertujuan agar pelaku industri yang sudah ada di Indonesia lebih aktif melakukan ekspansi dan dapat menarik banyak investor baru. "Kami bertekad melaksanakan arahan dari Bapak Presiden Joko Widodo yang ingin meningkatkan perekonomian nasional. Kuncinya adalah investasi dan ekspansi. Sebab, Indonesia membutuhkan peningkatan devisa dari ekspor sekaligus menghemat devisa dari investasi industri substitusi impor," kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto dalam keterangan resminya, Rabu (20/3). Menperin mengungkapkan, beberapa waktu lalu, pihaknya melakukan pertemuan dengan lebih dari 100 pelaku industri di Provinsi Banten. Kegiatan ini menjembatani para pengusaha bisa memberikan masukan kepada pemerintah untuk mencari solusi dalam meningkatkan daya saing industri nasional. “Banten merupakan salah satu wilayah yang memiliki kawasan industri strategis, karena memiliki sejumlah sektor mother of industry seperti perusahaan baja dan kimia," ungkapnya. Keberadaan sektor-sektor tersebut dinilai berperan penting dalam menguatkan dan memperdalam struktur industri manufaktur di dalam negeri sehingga dapat kompetitif di kancah global. “Di Banten, sektor industri manufaktur mampu memberikan kontribusi hingga 40% terhadap pendapatan daerah. Ini salah satunya disumbangkan dari klaster di Cilegon," imbuhnya. Sepanjang tahun 2018, ekonomi Banten tumbuh cukup baik, yang hingga triwulan III mencapai 5,76% dengan tingkat pertumbuhan tahunan sebesar 5,89% (yoy). Guna menjaga keberlangsungan investasi, khususnya sektor industri, langkah pemerintah yang telah dijalankan antara lain memberikan kemudahan perizinan usaha, menjaga ketersediaan bahan baku, serta menyiapkan Sumber Daya Manusia (SDM) terampil melalui pendidikan dan pelatihan vokasi. “Kami berharap dengan kemudahan untuk berinvestasi itu bisa menjadi multiplier effect terhadap aktivitas industrialisasi, terutama terhadap peningkatan penyerapan tenaga kerja. Hal ini mendorong terciptanya pemerataan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi yang inklusif," papar Airlangga. Menurutnya, Kementerian Perindustrian tengah fokus menggenjot investasi di lima sektor yang menjadi prioritas dalam Making Indonesia 4.0, yaitu industri makanan dan minuman, tekstil dan pakaian, otomotif, kimia, dan elektronika. Industri tersebut dipilih karena pertumbuhannya sangat cepat, namun sektor lain juga dipacu seperti industri pulp dan kertas serta baja. Bahkan, dengan adanya perang dagang Amerika Serikat dan China, dapat membuka peluang masuknya investasi manufaktur di Indonesia. "Beberapa industri tekstil, pakaian dan alas kaki sedang mempertimbangkan pemindahan pabrik dari China ke Indonesia," ungkapnya. Salah satu industri alas kaki eksisting di wilayah Banten adalah PT KMK Global Sport di Kawasan Industri Cikupa Mas, Kabupaten Tangerang. Perusahaan yang memproduksi sepatu Nike dan Converse tersebut mampu menghasilkan 1,5 juta pasang sepatu setiap bulan dan menyerap tenaga kerja sebanyak 15.655 orang. Pemerintah terus mengupayakan kebijakan yang mengakomodasi industri alas kaki di Indonesia dalam meningkatkan kapasitas produksinya sehingga dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri sekaligus mengisi pasar ekspor. Pemerintah optimistis, akan terjadi peningkatan ekspor produk alas kaki nasional sampai US$ 6,5 miliar pada tahun 2019 dan menjadi US$ 10 miliar dalam empat tahun ke depan. Apalagi, Indonesia sudah menandatangani CEPA dengan Australia dan European Free Trade Association (EFTA). Kemenperin juga mengapresiasi kepada PT Chandra Asri Petrochemical Tbk. dan PT. Lotte Chemical Indonesia yang telah merealisasikan investasinya di Cilegon, dengan menambah kapasitas nasional khususnya bahan baku kimia berbasis nafta cracker untuk memenuhi kebutuhan pasar domestik dan ekspor. Ini akan memperkuat pengembangan industri petrokimia di dalam negeri. Chandra Asri yang saat ini kapasitasnya 1 juta ton, kemudian ekspansi menjadi 2 juta ton dan Lotte menambah kapasitas 2 juta ton per tahun. "Untuk mengisi kebutuhan lainnya, kami mendorong untuk menumbuhkan industri recycle dalam rangka menerapkan circular economy. Sehingga kita tidak perlu lagi impor," paparnya. Selain itu, Kemenperin turut mengakselerasi pembangunan klaster industri baja di Cilegon, Banten, yang ditargetkan bisa memproduksi hingga 10 juta ton baja pada tahun 2025. “Apalagi, sektor manufaktur pengguna baja juga sedang tumbuh seperti industri otomotif. Ada juga sektor lainnya yang memerlukan baja sebagai bahan baku, di antaranya industri perkapalan, alat berat, dan migas," imbuhnya. Wakil Gubernur Banten Andika Hazrumy mengatakan, Pemerintah Provinsi Banten terus menjaga kepastian berinvestasi di daerah tersebut. Kepastian investasi yang dimaksud antara lain berupa jaminan keamanan untuk mewujudkan rasa aman berinvestasi. Dalam hal ini, Pemprov Banten bekerja sama dengan Polda Banten. Selanjutnya, kemudahan perizinan dan pengurusan administrasi yang dibutuhkan investor melalui pengurusan online dan terpusat yang diselenggarakan oleh Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPST). "Ketersediaan bahan baku, tenaga kerja hingga infrastruktur jalan dan pasokan listrik serta lainnya juga sangat mendukung," kata Andika. Saat ini, terdapat 20 kawasan industri yang tersebar di wilayah Banten. Peluang investasi di Banten didukung dengan adanya Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta, Pelabuhan Merak, Jalan Bebas Hambatan Jakarta-Merak, Jaringan Jalan Kereta Api Jakarta-Rangkasbitung-Merak, dan yang terbaru, Pelabuhan Bojonegara. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News Editor: Handoyo .

  • industri manufaktur
  • Kementerian Perindustrian

Bagaimana ketersediaan faktor tenaga kerja di Indonesia untuk meningkatkan industri substitusi impor

Oleh:

Arief Hermawan P Aktivitas karyawan di salah satu pabrik di Jakarta, Jumat (20/9/2019). Bisnis

Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah dalam hal ini Kementerian Perindustrian (Kemenperin) sedang menggodok peta jalan substitusi impor sebesar 35 persen pada 2022.

Secara garis besar ada dua strategi yang akan diterapkan dalam peta jalan tersebut. Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menyatakan akan mengintegrasikan peta jalan substitusi impor dengan program Making Indonesia 4.0.

Pasalnya, penggunaan teknologi dapat menurunkan biaya operasional dan meningkatkan produktivitas.

Baca Juga : Work From Home Buat Konsumsi Rayon Melonjak

"Pada ujungnya, [produk lokal] memiliki daya saing [lebih] dibandingkan produk-produk negara lain. Jadi, salah satu kuncinya bagaiaman parikan bisa menerapkan teknologi generasi keempat dalam kegiatan manugakturnya," katanya, Selasa (4/8/2020).

Agus menyatakan salah satu strategi yang diterapkan dalam peta jalan substitusi impor tersebut adalah pengurangan nilai impor pada 10 sektor industri. Adapun, 10 sektor industri tersebut berkontribusi hingga 88 persen dari total nilai impor pada 2019.

Kesepuluh sektor tersebut secara berurutan dari yang terbesar adalah industri mesin, kimia, logam, elektronika, makanan, peralatan llistrik, tekstil, kendaraan bermotor, barang dari logam, dan karet dan barang dari karet. Total nilai impor sepuluh sektor manufaktur tersebut mencapai 1.676 triliun tahun lalu.

Baca Juga : Indonesia Bergegas Kembangkan Bahan Baku Obat

Agus menilai pengurangan nilai impor pada sektor-sektor tersebut dapat mendorong pendalaman struktur industri. Alhasil, akan ada peningkatan investasi dan penyerapan tenaga kerja baru.

Selain pengurangan impor, strategi lainnya adalah peningkatan utilisasi produksi seluruh sektor manufaktur. Seperti diketahui, utilisasi sektor manufaktur anjlok ke level 40 persen pada awal masa pandemi.

Saat ini, utilisasi sektor manufaktur telah naik ke level 49,5 persen pada akhir semester I/2020. Agus menargetkan angka tersebut akan terus naik ke kisaran 60 persen pada akhir 2020.

Adapun, Agus meramalkan kondisi utilisasi sektor manufaktur baru akan kembali seperti kondisi pra-pandemi atau di kisaran 75 persen pada akhir 2021.
Setelah itu, lanjutnya implementasi peta jalan substitusi impor akan membuat utilisasi sektor manufaktur meningkat ke level 85 persen atau sama dengan realisasi akhir 2000.

Menurutnya, strategi peningkatan utilisasi akan difokuskan untuk mengakomodir tenaga kerja terdampak pandemi Covid-19, sedangkan pengurangan nilai impor untuk memfasilitasi tenaga kerja baru.

Badan Koordinasi Penanaman Modal mencatat saat ini tenaga kerja yang telah terdampak oleh pandemi COvid-19 mencapai 7-8 juta orang. Sementara itu, jumlah tenaga kerja yang seelumnya tengah mencari kerja sekitar 7 juta, sedangkan jumlah tenaga kerja baru nasional bertambah sekitar 2,5 juta per tahunnya.

Sebagai catatan, lokomotif penciptaan tenaga kerja didorong oleh tiga aspek, yakni konsumsi rumah tangga, investasi, dan performa ekspor. Adapun, saat ini peningkatan konsumsi rumah tangga dan performa ekspor sulit lantaran daya beli masyarakat yang rendah.

Oleh karena itu, Agus menyatakan penyerapan tenaga kerca terdampak pandemi menjadi salah satu cara untuk meningkatkan utilisasi pada tahun ini. Selain itu, lanjutnya, cara lainnya adalah meningkatkan kemampuan belanja dalam negeri dan meningkatkan performa ekspor.

"Secara umum, upaya kami agar lebih menyehatkan neraca perdagangan dan juga, dalam konteks Kemenperin, kemandirian industri dalam negeri," ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Simak Video Pilihan di Bawah Ini :