Bagaimana pandangan islam terhadap lingkungan hidup dan bagaimana dalam perspektif ekonomi islamnya?

Arifin, Bey, 1983,Samudera Al Fatah, PT Bina Ilmu,Surabaya.

Assegaf, Ahmad H. Ali, 1990, Manusia Dalam Alqur’an, R.M, Bekasi.

Abduh, Syekh Muhammad, 1979, Risalah Tauhid, Bulan Bintang, Jakarta.

Anshari, Saifudin, 1986, Kuliah Al-Islam , CV Rajawali, Jakarta.

Al-Bana, Hasan, 1986, Antara Smalam dan Hari Ini, PT Bungkul Indah, Surabaya.

Al-Ghalayini, Mustafa Syekh, 1976, Bimbingan Menuju ke Akhlak yang Luhur, CV Toha Putra, Semarang.

A. Hasjmy, 1974, Dustur Da’wah Menurut Alqur’an, Bulan Bintang, Jakarta.

Choliludin AS, 1982, Alqur’an-Hadist Jilid II, Amssko Indonesia, Jakarta.

Departemen Agama RI, 1985, Alqur’an dan Terjemahannya, Proyek Pengadaan Kitab Suci Alqur’an, Jakarta.

----------------------------, 1983, Islam Untuk Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Lingkungan Hidup, Badan Penelitian dan Pengembangan Agama, Jakarta.

Djamil, Damanhuri, 1985, Kesatupaduan Manusia dan Alam, Pustaka, Bandung.

Eckholm, Erik, 1982, Masalah Kesehatan Lingkungan Sebagai Sumber Penyakit, Gramedia, Jakarta.

Said, Abdullah,1981,Rahasia Ketahanan Mental dan Mental dalam Islam.R.M,Bekasi.

Salim, Emil, 1984, Perencanaan Pembangunan dan Pemerataan Pendapatan, Inti Idayu Press, Jakarta.

Ghofur, Abdul, Pedoman Penulisan Paper dan Skripsi Program S1 Fakultas Ushuluddin Universitas Darul Ulum Jombang, Fakultas Ushuluddin Unversitas Darul Ulum, Jombang.

Ruslan, Prawiro, 1980, Ekonomi Sumber Daya, Alumi, Bandung.

Moqorribin, 1979, Matan Bidang Studi Alqur’an Tafsir Jilid I, Menara, Kudus.

--------------, 1979, Matan Bidang Studi Alqur’an Tafsir Jilid II, Menara, Kudus.

Poerwadarminta, 1979, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta.

Jawaid, Quamar, 1983, Tuhan dan Ilmu Pengetahuan Modern, Pustaka, Bandung.


Page 2

In New

Oleh: KH.Habib Syarief Muhammad Al’Aydrus  Lingkungan alamiah (natural enviroment) adalah suatu keadaan atau kondisi alam yang terdiri atas benda-benda (makhluk) hidup benda-benda tak hidup yang berada di bumi atau bagian dari bumi secara alami dan saling berhubungan satu dengan lainnya. Adapun lingkungan hidup sebagaimana Undang-Undang RI No.4 Tahun 1982 adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termuasuk di dalamnya manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya.    Manusia hidup tidak lepas dari lingkungan dimana mereka berada. Lingkungan harus mendukung kehidupan mereka agar hidup nyaman, aman, dan tentram. Lingkungan yang rusak membuat manusia tidak nyaman hidup. Agama Islam telah melarang segala bentuk perusakan alam sekitar, baik langsung maupun tidak langsung. Manusia harus jadi yang terdepan dalam menjaga dan melestarikan alam sekitar. Karena itu, seharusnya setiap manusia harus memahami regulasi pelestarian lingkungan hidup karena merupakan tanggung jawab semua manusia sebagai pemikul amanah untuk menghuni bumi Allah ini. Allah SWT melarang perbuatan merusak lingkungan hidup karena dapat membahayakan kehidupan manusia itu sendiri. Mengapa saat ihram dalam melaksanakan haji atau umrah tidak bisa mencabut pohon? Betapa Allah sangat memperhatikan menjaga lingkungan hidup sekalipun saat berihram. Manusia tidak boleh semena-mena mengeksplorasi alam tanpa memikirkan akibat yang muncul. Allah SWT menciptakan alam ini bukan tanpa tujuan. Alam ini merupakan sarana bagi manusia untuk melaksakan tugas pokok mereka yang merupakan tujuan diciptakan jin dan manusia. Alam adalah tempat beribadah hanya kepada Allah semata. Syariat Islam sangat memperhatikan kelestarian alam. Manusia tidak diperbolehkan membakar dan menebangi pohon tanpa alasan dan keperluan yang jelas. Menebang pohon harus diimbangi dengan menanam pohon. Orang bijak berkata, “walau umurmu satu hari lagi tanamlah pohon”.    Kerusakan alam dan lingkungan hidup yang kita saksikan sekarang ini merupakan akibat perbuatan manusia. Firman Allah SWT ;  ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ Artinya: “Telah Nampak kerusakan di darat dan di laut di sebabkan perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). (QS. A-Rum :41). Ibnu katsir menjelaskan dalam tafsirannya, Zaid bin Rafi’ berkata, ”Telah Nampak kerusakan, maksudnya hujan tidak turun di daratan yang mengakibatkan paceklik dan di lautan yang menimpa binatang-binatangnya.” Mujahid ra.  Mengatakan, “Apabila orang zalim berkuasa lalu ia berbuat zalim dan kerusakan, maka Allah SWT akan menahan hujan, hingga hancurlah pertahanan dan anak keturunan. Atau kalau pun hujan, akan terjadi banjir karena air tidak di tampung pada pohon-pohon sebab di tebangi sembarangan. Apakah kerusakan yang terjadi itu hanya disebabkan perbuatan manusia yang merusak lingkungan atau mengekplorasi alam semena-mena ataukah juga disebabkan kekufuran, syirik dan kemaksiatan yang mereka lakukan? Jawabnya adalah kedua-duanya. Abul ‘Aliyah berkata, “Barangsiapa berbuat maksiat kepada Allah di muka bumi, berarti ia telah berbuat kerusakan padanya. Karena kebaikan bumi dan langit adalah dengan ketaatan.    Salah satu bukti bahwa Islam sangat memperhatikan lingkungan adalah perintah Nabi SAW untuk menyingkirkan gangguan dari jalan yang beliau jadikan sebagai salah satu cabang keimanan. Juga perintah Nabi SAW untuk menanam pohon walaupun esok hari kiamat. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya menjaga lingkungan hidup. Bukankah satu pohon adalah jatah untuk dua orang? Pemerintah berhak memerintahkan rakyat untuk menanam pohon. Al-Qurthubi berkata dalam tafsirannya, “Bercocok tanam termasuk fardhu kifayah. Imam (penguasa)  berkewajiban mendesak rakyatnya untuk bercocok tanam dan menanam pohon. Bahkan pemerintah saat ini menganjurkan bagi yang akan menikah agar mewakafkan masing-masing mempelai satu pohon. Untuk memotivasi umat agar gemar menanam pohon Rasul SAW bersabda, “Seorang muslim yang menanam sebuah pohon lalu ada orang atau hewan yang memakan dari pohon tersebut, niscaya akan di tuliskan baginya sebagai pahala sedekah”. Bahkan pohon itu akan menjadi asset pahala baginya sesudah ia wafat akan terus mengalirkan pahala baginya. “Tujuh perkara yang pahalanya akan terus mengalir bagi seorang hamba sesudah ia mati dan berada dalam kuburnya, yaitu orang yang mengajarkan ilmu, mengalirkan air, menggali sumur, menanam pohon kurma, membangun masjid, mewariskan mushaf atau meninggalkan anak yang memohonkan ampunan untuknya sesudah ia mati.    Menebang pohon, menggunduli hutan, membuang limbah ke sungai, membuang sampah sembarangan dan lainnya sudah jelas termasuk perbuatan merusak lingkungan hidup yang bisa mendatangkan bencana bagi umat manusia. Banjir bandang, kabut asap, pemanasan global adalah beberapa diantara akibatnya. Namun sadarkah kita, bahwa kerusakan alam bukan hanya factor-faktor riil seperti itu saja. Kekufuran, syirik dan kemaksiatan juga punya andil dalam memperparah kerusakan alam. Bukankah banjir besar yang melanda kaum Nabi Nuh as disebabkan kekufuran dan penolakan mereka terhadap dakwah Nabi Nuh as? Bukankah bumi dibalikkan atas kaum Luth sehingga yang atas menjadi bawah dan yang bawah menjadi atas disebabkan kemaksiatan yang mereka lakukan? Sebaliknya, keimanan, ketaatan dan keadilan juga berperan bagi kebaikan dan keberkahan bumi. Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan, “Diantara pengaruh buruk perbuatan maksiat terhadap bumi adalah banyak terjadi gempa dan longsor di muka bumi serta terhapusnya berkah. Rasulullah SAW pernah melewati kampung kaum Tsamud, beliau melarang mereka (para sahabat) melewati kampung tersebut kecuali dengan menangis. Beliau juga melarang mereka meminum airnya, menimba sumur-sumurnya, hingga beliau memerintahkan agar menggunakan air yang mereka bawa untuk mengadon gandum. Karena maksiat dan pengrusakan lingkungan hidup kaum Tsamud ini telah mempengaruhi air disana. Sebagaimana pengaruh dosa yang mengakibatkan berkurangnya hasil panen buah-buahan. Apabila manusia tidak segera kembali kepada agama Allah dan sunnah Nabi-Nya, maka berkah itu akan berganti menjadi musibah.    Menurut BMKB curah hujan di bulan Januari-Februari 2017 meningkat. Dampak dan akibat hujan pada lingkungan harus menjadi kewaspadaan pemerintah dan seluruh elemen masyarakat. Hujan yang semestinya Allah turunkan untuk membawa keberkahan di muka bumi, namun karena ulah manusia itu sendiri, hujan justru membawa berbagai bencana bagi manusia. Banjir, tanah longsor dan bencana muncul saat musim hujan tiba. Bahkan di tempat-tempat yang biasanya tidak banjir sekarang menjadi langganan banjir. Tidakkah manusia menyadarinya? Atau manusia terlalu egois memikirkan diri sendiri tanpa mau menyadari pentingnya menjaga lingkungan hidup yang kita wariskan kepada generasi mendatang. Allah SWT memberi manusia untuk memakmurkan bumi ini, mengatur kehidupan lingkungan hidup yang baik dan tertata. Karena itu, kita sebagai umat muslim seharusnya memahami arti pentingnya menjaga kelestarian lingkungan hidup. Allah berfirman:  وَلَا تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ بَعْدَ إِصْلَاحِهَا وَادْعُوهُ خَوْفًا وَطَمَعًا ۚ إِنَّ رَحْمَتَ اللَّهِ قَرِيبٌ مِنَ الْمُحْسِنِينَ

 Artinya: Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan Berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah Amat dekat dengan orang-orang yang berbuat baik. (QS. Al-A’raf :56)