Bagaimana sinergitas Koperasi dan UMKM dalam PENGEMBANGAN PEREKONOMIAN di Indonesia

Nama Diklat :
Tahun :
Ruang lingkup inovasi :
Cluster inovasi :
Inovator :
Jabatan :
Instansi pengirim :
Pemda :
Latar Belakang: Manfaat: Milestone:

Bagaimana sinergitas Koperasi dan UMKM dalam PENGEMBANGAN PEREKONOMIAN di Indonesia

Oleh : Sugiarso, KPPN Surakarta, 11 Oktober 2018

“Saya minta di setiap rest area, jualannya bukan McD (McDonald), bukan Kentucky (Kentucky Fried Chicken/KFC), bukan Starbucks. Harus semuanya diganti sate, soto, kambing guling, gudeg,” kata Presiden Joko Widodo seusai meresmikan jalan Tol Sragen-Kartasura di Solo, Jawa Tengah, Minggu, 15 Juli 2018 (Tempo, 2018). Pertanyaan yang muncul kemudian, apakah jika McD/KFC/Starbucks membuka gerai gulai kambing, gudeg atau wedang ronde di rest area tersebut, dapat diterima? Tentu saja tidak, karena dapat ditebak, bahwa yang dimaksud Presiden adalah usaha kuliner yang dijalankan oleh pelaku yang tergolong dalam usaha mikro dan kecil. Sedangkan Kentucky Fried Chicken, McD dan Starbucks bisa jadi tergolong sebagai pelaku usaha menengah atau besar.

Perhatian yang sangat besar kepada UMKM sudah sewajarnya diberikan oleh Pemerintah, selain merupakan amanat dari perundang-undangan, hal ini juga karena UMKM secara nyata telah menjadi penopang perekonomian Indonesia. Data Kementerian Koperasi dan UKM (Hartano & Muhadjir, 2013)) menyebutkan bahwa sekitar 95% dari total unit usaha di dunia merupakan UMK, yang menyediakan lapangan kerja bagi 60% dari total tenaga kerja, dan memberikan kontribusi terhadap hampir 50% GDP. Peran UMKM di Indonesia berdasarkan data tahun 2012 sebagai berikut:

Bagaimana sinergitas Koperasi dan UMKM dalam PENGEMBANGAN PEREKONOMIAN di Indonesia

Cukupkah dukungan Pemerintah kepada UMKM selama ini ?

Sejak berpuluh tahun yang lalu, pemerintah telah menggulirkan berbagai skema pembiayaan untuk membantu pendanaan usaha mikro, kecil dan menengah. Sebut saja Kredit Investasi Kecil (KIK), Kredit Modal Kerja Permanen (KMKP), Kredit Usaha Tani (KUT), Kredit Usaha Rakyat (KUR). Skema KUR adalah yang terbesar yang pernah digulirkan pemerintah, dengan nilai pembiayaan sampai dengan tahun ini telah lebih dari Rp300 triliun.

Skema KUR dimulai tahun 2007 yang ditandai dengan terbitnya Instruksi Presiden nomor 6 tahun 2007 tentang  Kebijakan Percepatan Pengembangan Sektor Riil dan Pemberdayaan Usaha Mikro Kecil dan Menengah. Instruksi Presiden nomor 6 tahun 2007 ditujukan kepada 23 menteri/kepala badan dan kepada seluruh gubernur dan bupati, di bawah koordinasi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian. Tujuannya untuk melakukan percepatan pengembangan sektor riil dan pemberdayaan UMKM. Melalui instruksi inilah pemerintah menunjukkan totalitas dalam mendukung pengembangan UMKM di Indonesia. Seluruh pimpinan, baik di tingkat pusat maupun daerah diinstruksikan untuk menjalankan empat paket kebijakan percepatan pengembangan sektor riil dan pemberdayaan UMKM. Empat paket tersebut adalah: Perbaikan Iklim Investasi, Reformasi Sektor Keuangan, Percepatan Pembangunan Infrastruktur dan Pemberdayaan UMKM.

Paket kebijakan di atas menunjukkan dukungan pemerintah yang secara total, dari pimpinan tertinggi di tingkat pusat sampai ke daerah berkomitmen untuk menjalankan paket kebijakan yang komprehensif (tidak hanya satu area tetapi dari berbagai area) dalam mendukung perkembangan dunia usaha. Sesuai dengan judul tulisan ini, penulis hanya membatasi hal-hal yang terkait dengan kebijakan pemberdayaan UMKM. Paket kebijakan Pemberdayaan UMKM, sebagaimana tertulis dalam instruksi presiden tersebut, terdiri atas 4 kelompok kebijakan, yaitu: Peningkatan Akses UMKM Pada Sumber Pembiayaan, Pengembangan Kewirausahaan dan Sumber Daya Manusia, Peningkatan Peluang Pasar Produk UMKM, dan Reformasi Regulasi.

Sekelompok kebijakan tersebut, dalam inpres secara terinci dijabarkan ke dalam beberapa Kebijakan. Sebagai contoh, dalam kelompok kebijakan Peningkatan Akses UMKM pada Sumber Pembiayaan, terdapat 3 kebijakan, yaitu: Meningkatkan Kapasitas Kelembagaan dan Akses UMKM pada Sumber Pembiayaan, Memperkuat Sistem Penjaminan Kredit Bagi UMKM dan Mengoptimalkan Pemanfaatan Dana Nonperbankan untuk Pemberdayaan UMKM. Setiap kebijakan tersebut memiliki beberapa program, tindakan, keluaran dan target. Berkaitan dengan Program KUR, maka kita hanya berbicara tentang Program Pengembangan Skema Kredit yang merupakan salah satu program dari kebijakan Meningkatkan Kapasitas Kelembagaan dan Akses UMKM pada Sumber Pembiayaan.

Bentuk dukungan yang diberikan pemerintah seperti tersebut dalam Inpres nomor 6 tahun 2007, telah sesuai dengan kebijakan yang pada umumnya dijalankan oleh negara-negara OECD terhadap UMK-nya, yang meliputi lima area yaitu: Membantu kepada akses pembiayaan usaha, Penciptaan iklim bisnis melalui deregulasi dan debirokratisasi, Dukungan inovasi teknologi dalam bisnis proses (quality control, inovasi, perubahan teknis dan organisasi, dsb), Peningkatan kemampuan manajerial (memalui penyelenggaraan training bagi pemilik atau manajer UMKM dan memberikan akses jasa pendampingan / konsultasi) dan Kemudahan akses pasar (utamanya akses ke pasar internasional dan akses UMKM untuk ikut serta dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah).
Secara terencana, seperangkat kebijakan yang tertuang dalam inpres tersebut di atas telah mencukupi bahkan tergolong komprehensif. Dengan kata lain, seperangkat kebijakan tersebut akan dapat mendukung usaha pemberdayaan UMKM. Secara umum, pengertian pemberdayaan dalam hal ini adalah, apabila pelaku usaha secara minimal mampu mempertahankan kelangsungan usahanya dan/atau mampu mengembangkan usahanya pada level yang lebih tinggi yaitu dari semula skala usaha mikro dapat meningkat menjadi usaha kecil, dari skala usaha kecil dapat meningkat menjadi usaha menengah  dan seterusnya. Pertanyaan terbesar yang muncul adalah, apakah Inpres nomor 6 tahun 2007 terimplementasikan oleh seluruh kementerian/lembaga dan kepala daerah sesuai dengan yang diharapkan?

Sinergi Antar Program antar Kementerian/Lembaga sudahkah?

Seperti yang telah disebutkan di atas, Program KUR yang saat ini masih berjalan adalah implementasi dari Inpres nomor 6, khususnya pada kebijakan Meningkatkan Kapasitas Kelembagaan dan Akses UMKM pada Sumber Pembiayaan melalui program Pengembangan Skema Kredit Investasi bagi UMKM. Di luar hal itu, seharusnya banyak program-program lain yang merupakan implementasi kebijakan lain dalam rangka mewujudkan Pemberdayaan UMKM.

Sejauh pemahaman penulis, saat ini hanya program KUR yang cukup besar dan berhasil menjadi barometer dukungan pemerintah dalam pemberdayaan UMKM. Bagaimana dengan program-program dari kebijakan lainnya? Perlu kita sadari, bahwa satu kebijakan akan berhasil dengan maksimal (sempurna) apabila seluruh program-program dan kegiatan yang mendukungnya terlaksana dengan baik. Tidak mungkin suatu kebijakan akan mencapai tujuan hanya dengan mengeksekusi satu di antara program-program lainnya yang telah direncanakan. Dengan kata lain, tidak akan berhasil upaya untuk memberdayakan UMKM, jika hanya menjalankan program KUR semata, atau jika hanya menjalankan program membantu akses pembiayaan usaha. Minimal harus ada 5  area dukungan yang harus dilaksanakan agar UMKM dapat diberdayakan. Sedangkan KUR hanya merupakan satu di antara 5 dukungan yang diperlukan.

Untuk mengetahui bahwa upaya pemberdayaan UMKM dapat berhasil, adalah dengan memastikan bahwa seluruh kebijakan dan program yang tersebut dalam Inpres nomor 6 tahun 2007 telah dijalankan dan ada pihak yang ditugaskan untuk bertanggung jawab memonitor seluruh kebijakan dan program tersebut. Pada tahap ini, penulis berpendapat, masih sangat diperlukan sinergi antar program dari berbagai kebijakan dan antar kementerian/lembaga dalam rangka pemberdayaan UMKM. Pendapat ini dilandasi berbagai hal yang menurut penulis masih sulit untuk disimpulkan telah terjadi sinergi antar program dan antar kementerian/lembaga. Sebagai contoh:

  1. Inpres nomor 6 tahun 2007 memiliki banyak sekali program dari banyak kebijakan, namun hanya program KUR yang terus bergaung secara nasional dan selama ini dipandang sebagai satu-satunya program pemberdayaan UMKM oleh pemerintah. Ibarat dalam membangun sebuah rumah tinggal dibutuhkan material dari batu, pasir, semen, kayu besi, dan lain-lain yang semuanya dipadukan secara proporsional sehingga membentuk suatu bangunan rumah yang bias dijadikan tempat berlindung. Dengan kata lain, kita tidak akan dapat membangun satu rumah apabila kita hanya menumpuk terus menerus pasir, tanpa menambahkan material lain secara proporsional.
  2. Ego sektor yang merupakan hambatan bagi sinergi masih sangat kental di lingkungan pemerintahan. Hal ini mudah sekali dicontohkan. Dalam penggolongan pelaku usaha masih dikenal berbagai golongan menurut kementerian yang membidangi (ego sektor). Di Kementerian Koperasi UKM dikenal dengan pelaku usaha mikro, kecil dan menengah yang dikelompokkan menurut skala usaha berdasarkan nilai penjualan dan nilai asset; hal ini di luar penggolongan koperasi. Di Kementerian Kelautan dikenal penggolongan nelayan/pembudidaya berdasarkan alat tangkap yang mereka gunakan. Di Kementerian Pertanian dikenal penggolongan petani berdasarkan luas lahan garapan. Di Kementerian Perindustrian dikenal industri kecil dan menengah yang penggolongannya berbeda dengan kementerian lain. Dengan berbagai macam penggolongan pelaku usaha tersebut, tentu akan menyulitkan dalam merumuskan kebijakan yang akan menyasarkelompok UMKM tertentu.

Hambatan bersinergi yang nampak terjadi seperti di atas, sudah seharusnya diselesaikan terlebih dahulu sebelum kebijakan dijalankan. Inpres nomor 6 tahun 2007 sebagai komitmen pemerintah dalam upaya pemberdayaan UMKM, yang di dalamnya telah terencana sinergi antar kebijakan antar kementerian dapat dipastikan tidak akan berhasil jika implementasi kebijakan tersebut tidak dilakukan secara sinergi.

Referensi:

Hartanto, Airlangga & Muhajir, A. 2013. Pemberdayaan Koperasi dan UMKM dalam Rangka Peningkatan Perekonomian Masyarakat. Di akses di http://www.depkop.go.id/uploads/tx_rtgfiles/komisi_vi_dpr-ri.pdf
Koran Tempo. 16 Juli 2018. Jokowi Minta di Rest Area Jalan Tol Ada Sate dan Wedang Ronde dipublikasikan di https://bisnis.tempo.co/read/1107284/jokowi-minta-di-rest-area-jalan-tol-ada-sate-dan-wedang-ronde.
OECD. Small Business, Job Creation and Growth: Facts, Obstacles, and Best Practices.