Bagaimana upaya ASEAN dalam MENYELESAIKAN masalah

HARY SUHENDRA - A01109015



Skripsi ini merupakan suatu bentuk penelitian ilmiah yang bersifat normatif. Skripsi ini membahas tentang peranan ASEAN dalam Menyelesaiakan Sengketa di Kepulauan Spratly.

Konflik yang muncul di perairan laut Cina Selatan bukan baru-baru ini terjadi, tapi kasus ini telah ada sejak tahun 1988 antara Cina dan Vietnam.Sumber dari konflik tersebut adalah persoalan hak daulat untuk menguasai sumber daya alam yang terkandung di dalam wilayah kepulauan spratly, yang diyakini memiliki kandungan sumber daya alam yang melimpah sekitar 17.7 bilion kubik minyak bumi dan gas. Hal ini lah yang memicu terjadinya klaim-klaim sepihak dari masing - masing negara yang bertikai untuk bisa menguasai wilayah kepulauan ini secara penuh. Campur tangan ASEAN dalam kasus kepulauan spratly merupakan suatu upaya diplomasi dalam menyelesaikan sengketa karena ada beberapa negara anggota ASEAN yang terlibat dalam perebutan wilayah ini. Melalui TAC (Treeaty Of Amnesty and Cooperation of Southeast) yang ditandatangani oleh Cina dan negara-negara mitra ASEAN, ASEAN mengajak untuk dapat menyelesaikan sengketa ini secara damai sesuai dengan atur-aturan yang berlaku dalam TAC. Perpecahan yang terjadi dalam kubu ASEAN membuat proses penyelesaian sengketa mengalami hambatan dalam proses penyelesaian. Penerapan Code of Conduct ASEAN diminta untuk dilaksanakan. Pertemuan untuk melakukan lobby-lobby politik telah sering dilakukan ASEAN untuk memecahkan masalah sengketa yang terjadi di wilayah Kepulauan Spratly. Melalui sumber – sumber informasi berupa media internet serta literatur literatur yang ada penulis mengumpulkan data – data untuk dianalisa dan untuk membantu dalam penyelesaian penulisan skripsi ini.

Keyword : Kepulauan Spratly, Penyelesaian Sengketa ASEAN


  • There are currently no refbacks.

Powered By : Team Journal - Faculty of Law - Tanjungpura University 2013

Title Prinsip Non-Intervensi ASEAN dalam Upaya Penyelesaian Konflik Rohingya di Myanmar
Author(s) Nurul Wakhidah
Prof. Dr. Mohtar Mas'oed
Areas of Interest Peace and Conflict Studies
Publisher Departemen Ilmu Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada
Publishing Year 2014
Publishing Place Yogyakarta
Abstract/Notes ASEAN sebagai organisasi kawasan di Asia Tenggara memberi banyak harapan bagi terjalinnya hubungan internasional di kawasan yang semakin stabil. Diawal pembentukannya, ASEAN dengan prinsip non-intervensinya yang mengatur negara anggota untuk tidak ikut campur dalam kondisi domestik negara lainnya, telah menunjukkan keberhasilannya dalam menciptakan kestabilan kawasan. Bagi banyak negara anggota ASEAN, ide penerapan prinsip non-intervensi ini memiliki dua tujuan utama. Pertama, menjadi mekanisme penting dalam menjaga kekuatan dominan dalam konteks perang dingin antara Amerika Serikat dan Uni Soviet. Kedua, sebagai jaminan keamanan, kedaulatan dan kebebasan dalam berhubungan dengan negara tetangga. Namun, dalam perkembangannya, prinsip non-intervensi yang diterapkan kaku oleh ASEAN justru mendapat banyak kritikan karena ketidakmampuan ASEAN dalam menangani kasus-kasus seperti pelanggaran HAM yang secara langsung akan memengaruhi stabilitas dan keamanan kawasan. Hal ini tercermin dalam isu Rohingya di Myanmar. Upaya ASEAN dalam penyelesaian konflik Rohingya di Myanmar masih menemui beberapa kendala. Dalam penelitian ini, penulis menemukan bahwa adanya prinsip non-intervensi dalam kerja sama regional ASEAN menjadi salah satu kendala bagi keleluasaan ASEAN dalam merespon isu Rohingya di kawasan.
File Attachment Download File
Nurul-Wakhidah.pdf

Title Kompleksitas Upaya ASEAN dalam Penyelesaian Kasus Rohingya di Myanmar
Author(s) Winda Nurlaily Rafikalia Iskandar (14/376436/PSP/05369)
Dr. Samsu Rizal Panggabean, M.Sc
Program
Publisher Departemen Ilmu Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Gadjah Mada
Publishing Year 2017
Publishing Place Yogyakarta
Abstract/Notes Dominasi rezim otoriter di Myanmar membuat kondisi penduduk yang beretnis Rohingya semakin memburuk, dengan adanya diskriminasi yang dilakukan oleh pemerintah membuat status kewarganegaraan mereka dicabut dan memaksa mereka untuk berekspansi ke negara lain. Eksodus yang dilakukan oleh etnis Rohingya tersebut memicu adanya kekhawatiran akan dampak yang lebih besar bagi negara tujuan sehingga diperlukan upaya koordinasi antara pemerintah Myanmar dan pemerintah negara-negara kawasan Asia Tenggara agar kestabilan keamanan kawasan tetap terjaga. Beberapa kali institusi regional ASEAN melakukan upaya-upaya pendekatan terhadap pemerintah Myanmar namun tidak memberikan perubahan yang lebih baik juga kepada etnis Rohingya. Berdasarkan situasi yang ada tersebut, peneliti bermaksud untuk mengetahui faktor- faktor apa saja yang menyebabkan penanganan kasus Rohingya belum juga menemukan titik terang hingga saat ini. Permasalahan tersebut dianalisis menggunakan konsep regional security complex yang di dalamnya mencakup pola interaksi aktor regional ASEAN dan aktor domestik pemerintah Myanmar. Berdasarkan analisis penulis maka diperoleh kesimpulan bahwa sulit tercapainya penanganan kasus Rohingya disebabkan oleh lemahnya ASEAN ketika dihadapkan pada prinsip non-intervensi yang dipegang oleh pemerintah Myanmar serta dalam beberapa hal ternyata ASEAN juga memiliki kekurangan yang membuat kinerja ASEAN kurang maksimal. Kata kunci: Etnis Rohingya, ASEAN, Regional Security Complex, prinsip non-intervensi
File Attachment Download File
S2-2016-376436-Abstract.pdf

Sengketa perbatasan antarnegara diASEAN secara mendasar dipicu oleh belum tuntasnya penentuan garis-garisbatas darat. Garis-garis batas sebagai penanda fisik tegaknya kedaulatan suatu negara adalah hal yang sensitif diASEAN. Pengalaman tiga sengketa Thailand–Kamboja, Thailand–Laos, Malaysia–Indonesia merupakan contohsengketa di ASEAN yang masing-masing memiliki keunikan latar belakang. Beberapa mekanisme menjadi pilihanmereka mengatasi sengketa, yaitu bilateral, regional, dan multilateral. Tiga pilihan ini tercantum dalam klausul

TAC (1976) dan ASEAN Charter (2007). Proses friendly negotiation sebagai cara perundingan bilateral menjadi

mekanisme solusi yang selalu dianjurkan dalamASEAN. Setelah melewati proses bilateral yang panjang, dua kasussengketa (Thailand-Kamboja, Malaysia-Indonesia) akhirnya dibawa ke ranah penyelesaian hukum tingkat multilateral

(International Court of Justice), sebagai upaya terakhir. Sedangkan antara Thailand dan Laos diputuskan untuk

gencatan senjata/ status quo (1988) sebelum Laos bergabung ke ASEAN (1997), dan mengembangkan kerja samaekonomi perbatasan sebagai gantinya. Tulisan ini mengangkat tinjauan atas pengalaman mekanisme penyelesaian

sengketa terhadap 3 kasus sengketa itu dengan proses penyelesaian yang variatif. Proses friendly negotiation yang


berlangsung relatif lama telah membangun ikatan antarpihak, sehingga sengketa tidak mencabik ASEAN.


Kata Kunci: Mekanisme Penyelesaian Sengketa, Perbatasan, TAC, Piagam ASEAN, Sengketa Thailand-Kamboja,Sengketa Thailand – Laos, Sengketa Malaysia – Indonesia.

DOI: https://doi.org/10.14203/jpp.v11i1.190

  • There are currently no refbacks.


Page 2

Hardian, Adithia (2010) Peranan ASEAN Dalam Penyelesaian Sengketa Antar Negara Anggota Berdasarkan Piagam ASEAN Tahun 2008 (Studi Kasus: Penyelesaian Sengketa Antara Kamboja Dengan Thailand Tahun 2009). Other thesis, Fakultas Hukum.

Bagaimana upaya ASEAN dalam MENYELESAIKAN masalah

Bagaimana upaya ASEAN dalam MENYELESAIKAN masalah

Preview

Text (Peranan ASEAN Dalam Penyelesaian Sengketa Antar Negara Anggota Berdasarkan Piagam ASEAN Tahun 2008 (Studi Kasus: Penyelesaian Sengketa Antara Kamboja Dengan Thailand Tahun 2009))
IMG.pdf

Download (458kB) | Preview

Abstract

Hubungan internasional antara negara dengan negara tidak selamanya terjalin dengan baik, namun kadang kadang sering terjadi sengketa. Upaya penyelesaian sengketa ditujukan untuk menciptakan hubungan yang lebih baikberdasirkan prinsip perdamaian dan keamanan internasional. Ada dua jenis sengketa yang dikenal dalam hukum internasional yakni sengketa hukum dan sengketa politik. Dalam upaya penyelesaian sengketa ini ada dua cara yang dapat ditempuh oleh para pihak yang bersengketa penyelesaian sengketa dengan menngunakan perang dan dengan jalan damai. Pada organisasi ASEAN penyelesaian sengketa dilakukan dengan jalun dlmai dengan melakukan negosiasi, mediasi, jasa baik, penyedian The High Council untuk menyelesaikan sengketa. Dalam penelitian ini menjelaskan peranan ASEAN dalam penyelesaian sengketa antar negara anggota yang didasrakan pada ASEAN Charter tahun 2008. Permasalahan dalam penelitian ini adalah 1) bagaimanakah pengaturan penyelesaian sengketa dalam kerangka kerjasama ASEAN 2) apa factor yang melatarbelakangi terjadinya sengketa 3) sejauh mana peranan ASEAN dalam penyelesaian sengkeia kamboja dengan Thailand. Peneltian yang digunakan yuridis normatif dan y*iOit sosiologis yang bertujan untuk melihat bagiamana pengaturan dan pelaksanaan dari pengaturan tersebut dan aplikasi dari pengaturan tersebut.

Actions (login required)

Bagaimana upaya ASEAN dalam MENYELESAIKAN masalah
View Item