Bagaimanakah tren organisasi modern saat ini jika dikaitkan dengan struktur organisasi

Lebih lanjut, perubahan organisasi dapat dilakukan pada struktur yang mencakup strategi dan sistem, teknologi, penataan fisik dan sumber daya manusia. Perubahan organisasi pun terjadi pada Kementerian Keuangan. Diawali dengan adanya krisis ekonomi tahun 1998 yang kemudian berimbas pada krisis kepercayaan kepada pemerintah menyebabkan pemerintah harus melakukan agenda reformasi yang digaungkan oleh rakyat dengan mahasiswa sebagai gerbong penggerak. Atas dasar tuntutan rakyat tersebutlah terbit TAP MPR No.XI/1998 tentang penyelenggara negara yang bersih dan bebas korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) dan UU No. 28 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih Dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi, Dan Nepotisme. Dua produk hukum diataslah yang kemudian menjadi dasar dalam pelaksanaan reformasi pada setiap lini pemerintahan dan tidak terkecuali pada Kementerian Keuangan.

Keywords: reformasi birokrasi; perubahan organisasi; organisasi; transformasi kelembagaan.

1. PENDAHULUAN

Latar Belakang

Apapun yang ada di dunia ini pasti akan berubah, mau tidak mau, siap tidak siap. Begitu pula dengan organisasi. Organisasi-organisasi yang ada pasti akan melakukan perubahan dalam rangka memenuhi bergagai tuntutan yang ada baik tuntutan dari dalam maupun dari luar. Menurut Robbins (2006) dalam Rahadian (2013), pada dasarnya perubahan yang dilakukan organisasi-organisasi mengarah pada peningkatan efektifitas organisasi dengan tujuan mengupayakan perbaikan kemampuan organisasi dalam menyesuaikan diri terhadap perubahan lingkungan serta perubahan perilaku anggota organisasi. Lebih lanjut, perubahan organisasi dapat dilakukan pada struktur yang mencakup strategi dan sistem, teknologi, penataan fisik dan sumber daya manusia.

Perubahan organisasi pun terjadi pada Kementerian Keuangan. Diawali dengan adanya krisis ekonomi tahun 1998 yang kemudian berimbas pada krisis kepercayaan kepada pemerintah menyebabkan pemerintah harus melakukan agenda reformasi yang digaungkan oleh rakyat dengan mahasiswa sebagai gerbong penggerak. Atas dasar tuntutan rakyat tersebutlah terbit TAP MPR No.XI/1998 tentang penyelenggara negara yang bersih dan bebas korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) dan UU No. 28 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih Dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi, Dan Nepotisme. Dua produk hukum diataslah yang kemudian menjadi dasar dalam pelaksanaan reformasi pada setiap lini pemerintahan dan tidak terkecuali pada Kementerian Keuangan.

Sebagai orang yang pernah merasakan fase masa-masa transisi reformasi birokrasi pada Kementerian Keuangan, penulis merasa perlu untuk kembali menulis kembali dalam makalah ini beberapa hal yang berkaitan dengan pelaksanaan reformasi birokrasi tersebut. Reformasi Birokrasi yang dimulai pasca reformasi merupakan masa-masa yang penuh perjuangan dan kerja keras seluruh elemen baik internal maupun eksternal Kementerian Keuangan. Oleh karenanya, pada makalah ini akan dibahas beberapa masalah maupun sejarah mengenai: 1) teori tentang perubahan organisasi dan faktor-faktor yang melatarbelakanginya; 2) flashback tahapan-tahapan pelaksanaan reformasi birokrasi pada kementerian keuangan; dan 3) beberapa manfaat yang dirasakan semenjak pelaksanaan reformasi birokrasi pada Kementerian Keuangan khususnya pada Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang merupakan tempat penulis bekerja.

Metodologi

Dalam menganalisa rumusan masalah tersebut, makalah ini akan menggunakan studi literatur dalam rangka mendapatkan pemahaman mengenai 1) teori tentang perubahan organisasi dan faktor-faktor yang melatarbelakanginya; 2) flashback tahapan-tahapan pelaksanaan reformasi birokrasi pada kementerian keuangan; dan 3) beberapa manfaat yang dirasakan semenjak pelaksanaan reformasi birokrasi pada Kementerian Keuangan.

2. LITERATUR REVIEW

Faktor Pendorong Perubahan Organisasi

Sebagaimana telah disampaikan sebelumnya bahwa setiap organisasi yang ada didunia ini pasti akan berubah apabila ingin bertahan dalam ketatnya persaingan. Perubahan organisasi tersebut disebabkan oleh tekanan baik faktor internal maupun faktor eksternal. Sobirin (2005) dalam Rahadian (2013) menyatakan bahwa ada dua faktor yang mendorong terjadinya perubahan, yaitu faktor eksternal seperti perubahan teknologi dan semakin terintegrasinya ekonomi internasional serta faktor internal organisasi yang mencakup dua hal pokok yaitu: 1) perubahan perangkat keras organisasi (hard system tools) atau yang biasa disebut dengan perubahan struktural, yang meliputi perubahan strategi, stuktur organisasi dan sistem serta; 2) Perubahan perangkat lunak organisasi (soft system tools) atau perubahan kultural yang meliputi perubahan perilaku manusia dalam organisasi, kebijakan sumber daya manusia dan budaya organisasi. 

Sementara Mc Calman dan Paton (1992) dalam Hakim dan Sugiyanto (2017) menyatakan bahwa tuntutan perubahan berasal dari perubahan eksternal yang sedang dihadapi oleh kebanyakan organisasi modern dewasa ini di dunia internasional. Tuntutan-tuntutan tersebut antara lain: 1) Akan timbul sebuah pasar global yang lebih luas, yang menjadi lebih “kecil” karena meningkatnya unsur persaingan dari luar negeri; 2) Makin perlu diperhatikannya lingkungan sebagai sebuah variabel penting; 3) Kesadaran akan kesehatan, sebagai sebuah perkembangan jangka panjang (trend) antar semua kelompok usia pada Negara-negara yang telah berkembang; 4) Terjadi slum demografik di dunia Barat yang berarti bahwa semakin sedikit penduduk yang berusia 16-19 tahun; 5) Tempat kerja yang berubah, dan terjadinya kelangkaan ketrampilan-ketrrampilan menyebabkan timbunya kebutuhan akan karyawan-karyawan non tradisional; 6) Kaum wanita dalam jajaran manajemen akan menjadi semacam perkembangan (trend) sekitar tahun sembilan puluhan.

Menurut Robbins (2006) dalam Rahadian (2013), ada beberapa faktor yang menjadi alasan mengapa suatu organisasi melakukan perubahan yaitu: 1) Persaingan, dalam hal ini pesaing-pesaing organisasi dapat datang dari arah mana saja dan dalam bentuk apapun; 2) Kejutan Ekonomi, kondisi perekonomian yang berubah-ubah dan tidak dapat diprediksikan seperti yang terjadi dewasa ini sewaktu-waktu akan dapat mengejutkan dunia usaha; 3) Teknologi, merupakan hal yang harus selalu diikuti oleh organisasi dalam rangka mengatasi persaingan; 4) Tren Sosial, perubahan keadaan sosial suatu tempat akan berimbas pada budaya masyarakat; dan 5) Politik, suatu organisasi harus dapat menyesuaikan diri dengan perubahan keadaan politik dimana organisasi itu berada.

Macam-macam Perubahan Organisasi

Grundy (2004) dalam Rahadian (2013) menyebutkan ada tiga macam perubahan yaitu:

  1. Perubahan jenis pertama sebagai “smooth incremental change”, dimana perubahan terjadi secara lambat, sistematis dan dapat diprediksikan, dapat disimpulkan juga bahwa smooth incremental change mencakup rentetan perubahan yang berlangsung pada kecepatan konstan.
  2. Perubahan jenis kedua menurut Grundy adalah “bumpy incremental change”, perubahan ini dicirikan sebagai priode relatif tenang yang sekali- kali disela percepatan gerak perubahan. Pemicu perubahan jenis ini selain mencakup perubahan lingkungan organisasi, juga bisa bersumber dari perubahan internal seperti tuntutan peningkatan efisiensi dan perbaikan metode kerja.
  3. Jenis perubahan ketiga menurut Grundy adalah “discontinuous change”, yang didefinisikan sebagai perubahan yang ditandai oleh pergeseran-pergeseran cepat atas strategi, struktur atau budaya, atau ketiganya sekaligus.

Sementara itu Jones (1998) dalam Rahadian (2013) menyatakan bahwa terdapat dua macam kategori perubahan yaitu perubahan evolusioner yang bersifat gradual, incremental, yang terfokuskan secara khusus, dan perubahan revolusioner yang bersifat mendadak, drastis dan mencakup seluruh organisasi. Perubahan revolusioner mencakup upaya untuk meningkatkan efektivitas bekerja suatu organisasi sedangkan perubahan secara evolusioner berupaya mencari cara-cara baru untuk menjadi efektif. Ada sejumlah cara yang dapat diterapkan oleh suatu organisasi untuk menimbulkan hasil-hasil secara cepat, yaitu misalnya dengan cara restrukturisasi (reengineering) dan inovasi.

Strategi Perubahan Organisasi

Menurut Kasali (2010) dalam Sugandi (2013) ada banyak istilah yang lazim dipakai dalam strategi perubahan. Istilah itu antara lain adalah (1) change management. (2) turnaround management. (3) crisis management (4) reformasi (5) transformasi (6) adaptive strategy. Strategi perubahan juga dikenal lewat programprogramnya seperti: (1) downsizing, (2) rightsizing, (3) reengineering, (4) restrukturisasi.

Menurut David Fred R. (2010) dalam Sugandi (2013) untuk menerapkan perubahan ada tiga strategis yang lazim digunakan adalah (1) strategi perubahan paksa, (2) strategi perubahan edukatif, (3) strategi perubahan rasional atau demi kepentingan sendiri. Strategi perubahan paksa (force change strategy) meliputi dikeluarkannya perintah dan kewajiban untuk menjalankan perintah tersebut; keunggulan strategi ini terletak pada kecepatannya, tetapi sisi negatifnya adalah rendahnya komitmen dan tingginya resistensi. Strategi perubahan edukatif (educative change strategy) adalah strategi yang menyajikan informasi untuk meyakinkan orang akan perlunya perubahan, kelemahan strategi perubahan edukatif adalah bahwa penerapannya menjadi lambat dan sulit. Jenis strategi ini menghasilkan komitmen yang lebih tinggi dan resistensi yang lebih sedikit daripada strategi perubahan paksa. Terakhir strategi perubahan rasional demi kepentingan sendiri (rational or selfinterest change strategy) adalah strategi yang berusaha meyakinkan individu-individu bahwa perubahan itu perlu demi keuntungan atau kepentingan pribadi mereka.

3. PEMBAHASAAN

Perjalanan Reformasi Birokrasi Kementerian Keuangan

Perjalanan Reformasi Birokrasi Kementerian Keuangan diawali dengan adanya krisis ekonomi tahun 1998 yang kemudian berimbas pada krisis kepercayaan rakyat kepada pemerintah. Atas dasar tuntutan rakyat tersebutlah terbit TAP MPR No.XI/1998 tentang penyelenggara negara yang bersih dan bebas korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) dan UU No. 28 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih Dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi, Dan Nepotisme. Dua produk hukum diataslah yang kemudian menjadi dasar dalam pelaksanaan reformasi pada setiap lini pemerintahan dan tidak terkecuali pada Kementerian Keuangan.

Dalam rangka mengimplementasikan tuntutan rakyat lewat TAP MPR No.XI/1998  dan UU No. 28 tahun 1999, Kementerian Keuangan kemudian bergerak cepat melakukan agenda pelaksanaan reformasi birokrasi pada jajarannya. Semenjak pertamakali reformasi birokrasi digaungkan di Kementerian Keuangan untuk pertama kali pada tahun 2002 hingga tahun 2019 (on going), Kementerian Keuangan telah menjalankan V tahapan pelaksanaan. Tahapan-tahapan tersebut sebagaimana dilansir pada laman https://www.kemenkeu.go.id/transformasi-kelembagaan/profil-reformasi-birokrasi/ secara singkat dapat digambarkan sebagai berikut:

Tahap I (Tahun 2002-2006)

Pada tahap I ini dilakukan pembaharuan-pembaharuan yaitu: reformasi pengelolaan Keuangan Negara dan Modernisasi administrasi perpajakan. Dalam kaitannya dengan reformasi pengelolaan Keuangan Negara, langkah-langkah yang ditempuh yakni ditandai dengan diterbitkannya Paket UU Keuangan Negara yang terdiri dari UU No. 17 Th. 2003 Tentang Keuangan Negara, UU No. 1 Th. 2004 Tentang Perbendaharaan Negara, dan UU No. 15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara; dan pemisahan fungsi penyusunan anggaran dan pelaksanaan anggaran.

Tahap II (Tahun 2007-2012)

Pada tahap kedua ini tepatnya pada tahun 2007, Kementerian Keuangan melakukan Reformasi Birokrasi secara massif yang dilaksanakan melalui 3 Pilar Utama yaitu: 1) Pilar Organisasi, antara lain melalui penajaman tugas dan fungsi, pengelompokan tugas-tugas yang koheren, eliminasi tugas yang tumpang tindih, dan modernisasi kantor baik di bidang perpajakan, kepabeanan dan cukai, perbendaharaan, kekayaan negara, dan fungsi-fungsi keuangan negara lainnya; 2) Pilar Proses bisnis, antara lain melalui penetapan dan penyempurnaan Standar Operasi Prosedur yang memberikan kejelasan dan memuat janji layanan, dilakukannya analisa dan evaluasi jabatan, penerapan sistem peringkat jabatan, dan pengelolaan kinerja berbasis balance scorecard serta pembangunan berbagai sistem aplikasi e-goverment; dan 3) Pilar SDM, antara lain melalui peningkatan disiplin, pembangunan assessment center, Diklat berbasis Kompetensi, pelaksanaan merit system, penataan sumber daya manusia, pembangunan SIMPEG, dan penerapan reward and punishment secara konsisten.

Selanjutnya, dalam rangka melaksanakan Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025, yang ditindaklanjuti dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 20 Tahun 2010 tentang Road Map Reformasi Birokrasi 2010-2014, Reformasi Birokrasi Kementerian Keuangan pun diintegrasikan dengan Reformasi Birokrasi Nasional yang dilakukan melalui 8 Area Perubahan dan pelaksanaan Monitoring dan Evaluasi.

Tahap III (Tahun 2013-2016)

Dalam tahap ketiga ini Kementerian Keuangan melakukan penetapan dan implementasi Cetak Biru Reformasi Birokrasi dan Transfromasi Kelembagaan. Kementerian Keuangan meluncurkan program Transformasi Kelembagaan Kementerian Keuangan (Tahun 2013-2025) yang terdiri dari rumusan 87 inisiatif transformasi yang terbagi dalam 5 tema yaitu tema perpajakan, tema penganggaran, tema perbendaharaan, tema sentral, serta tema kepabeanan dan cukai. Selain itu, dirumuskan pula sembilan arah kebijakan transformasi organisasi serta penetapan visi Kemenkeu yaitu menjadi penggerak utama pertumbuhan ekonomi Indonesia yang inklusif di abad ke-21.

Tahap IV (Tahun 2016-2018)

Tahap keempat Reformasi Birokrasi dan Transformasi Kelembagaan (RBTK), dari tahun 2017 hingga 2018, merupakan periode dilakukannya perubahan mendasar terhadap rumusan inisiatif strategis RBTK. Dalam tahap ini, disusun inisiatif strategis guna mencapai strategic outcome Kemenkeu “Terjaganya kesinambungan fiskal melalui pendapatan negara yang optimal, belanja negara yang efisien dan efektif, dan pengelolaan keuangan negara yang akuntabel untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif, berkualitas, dan sustainable”. Strategic outcome Kemenkeu tersebut diharapkan dapat dicapai melalui implementasi 20 inisiatif strategis baru pada tema sentral, tema penerimaan, tema perbendaharaan, dan tema penganggaran. Selain itu, inisiatif yang baru juga bersifat connecting the dots, yaitu fokus pada inisiatif yang memerlukan sinergi antar unit eselon I atau K/L.

Tahap V (Tahun 2019-on going)

Saat ini, sebagai respon terhadap perubahan zaman, khususnya seiring dengan berkembang pesatnya teknologi informasi dan komunikasi, maka Kemenkeu mulai mengintegrasikan inisiatif transformasi ke dalam konteks yang lebih modern dengan menerapkan aspek digitalisasi yang menjadi tahap kelima dari program reformasi Kemenkeu. Dalam transformasi digital, Kemenkeu menggunakan Enterprise Architecture (EA) sebagai tool utama menuju Kemenkeu modern yang berbasis digital.

  • EA merupakan alat untuk membantu perencanaan strategis organisasi untuk mencapai visi dan misinya dengan memberikan kemampuan untuk melihat dan melakukan perbaikan pada bisnis, informasi, dan teknologi yang digunakan.
  • Melalui EA, arsitektur organisasi Kemenkeu dapat diidentifikasi menjadi empat elemen utama yaitu arsitektur bisnis, arsitektur aplikasi, arsitektur informasi dan arsitektur teknologi.

Transformasi digital Kemenkeu merupakan suatu peluang untuk penyempurnaan proses bisnis guna peningkatan value layanan dan mendorong efisiensi proses bisnis Kemenkeu antara lain melalui otomasi proses bisnis.

  • Transformasi digital juga memberi peluang bagi Kemenkeu untuk mulai membangun Big Data yang akan membantu pembuat kebijakan dengan memberikan kepada mereka kemudahan untuk mendapatkan dan menyajikan data dan informasi yang terintegrasi.
  • Selain itu,dengan adanya otomasi proses bisnis para pegawai juga mendapatkan lebih banyak waktu untuk mengerjakan pekerjaan yang bersifat analisis daripada pekerjaan yang bersifat administratif.
  • Lebih jauh lagi, mengingat peran penting Kemenkeu yang begitu besar di tataran nasional, maka penerapan transformasi digital di Kemenkeu dapat menjadi katalisator untuk mendorong perubahan serupa di institusi lain di negara ini.

Dalam konteks EA ini, maka 11 inisiatif strategis Kemenkeu akan diarahkan untuk dibangun dalam kerangka transformasi digital, yaitu mencakup: new thinking of working, office automation, human resources policy and organization roadmap, modern e-learning, revenue optimalization, public pension fund management framework, unified revenue account management, core tax system, simplifying budget process, integrating the business process of planning and budgeting, and development of local government transaction data for fiscal policy analysis.

Manfaat dan Efek Perubahan Organisasi

Sebagaimana telah disebutkan diatas, pada dasarnya perubahan yang dilakukan organisasi-organisasi mengarah pada peningkatan efektifitas organisasi dengan tujuan mengupayakan perbaikan kemampuan organisasi dalam menyesuaikan diri terhadap perubahan lingkungan serta perubahan perilaku anggota organisasi (Robbins, 2006 dalam Rahadian, 2013). Setiap organisasi selalu ingin menyesuaikan diri dengan lingkungan dan mengutamakan kepuasan kepada para stakeholder-nya. Sementara itu, Heller R. (2002) dalam Sugandi (2013) mengatakan bahwa perubahan adalah elemen manajemen bisnis yang terpenting, agar kompetitif dalam pasar yang semakin agresif, organisasi dan orang-orang didalamnya haruslah bersikap positif terhadap perubahan. Lebih lanjut Heller R. (2002) dalam Sugandi (2013) menekankan bahwa tindakan mengabaikan atau menyepelekan perubahan tren maka organisasi akan merugi.

Berikut ini akan disampaikan dua efek atau manfaat utama yang dirasakan secara langsung berdasarkan pengalaman yang dirsakan penulis terhadap perubahan organisasi pada Kementerian Keuangan khususnya pada program reformasi birokrasi Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang merupakan tempat dimana penulis bekerja. Efek atau manfaat utama yang dirasakan oleh penulis yaitu:

  • Hilangnya praktek Korupsi secara drastis

Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa praktek-praktek Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme jamak terjadi pada jaman Orde Baru. Begitupun yang terjadi pada praktek pelayanan pada Kementerian Keuangan, dimana praktik KKN masih jamak terjadi. DirektoraT Jenderal Perbendaharaan yang pada era tersebut baru berdiri langsung membuat suatu langkah yang revolusioner dalam rangka memerangi dan menghilangkan praktik-praktik kotor yang terjadi. Langkah revolusioner tersebut yaitu dengan melakukan pembentukan KPPN Percontohan (KPPN Prima). KPPN tersebut merupakan KPPN pada beberapa lokasi di kota-kota besar dimana akan diterapkan standar pelayanan baru terhadap pada stakeholdernya. Selain itu, pada KPPN tersebut juga dipunggawai oleh personil-personil baru yang merupakan personil-personil pilihan yang mengedepankan integritas yang dihasilkan dari proses seleksi yang ketat melalui assessment. Dengan personil baru dan standar pelayanan yang baru itulah diharapkan praktik-praktik lama (kebiasaan lama) yang ada pada KPPN diharapkan akan terpangkas dan hilang. Seiring dengan berjalannya kebijakan pembentukan KPPN Percontohan tersebut, praktik KKN memang terkikis dan hilang. Hal ini sangatlah membanganggakan karena dengan menempuh langkah yang bisa dibilang “keras” praktik-praktik kotor yang sudah membudaya berpuluh-puluh tahun hilang hanya dalam waktu yang singkat. Dengan keberhasilan pelaksanaan pembentukan KPPN Percontohan, DJPb akhirnya “menularkan”praktik tersebut kepada seluruh KPPN yang ada di Indonesia. Dan lagi-lagi langkah tersebut sangatlah efektif dalam rangka mengikis budaya lama (budaya KKN) pada KPPN dan berganti dengan budaya baru yang sangat menjunjung tinggi integritas, profesionalisme, dan pelayanan. Perubahan secara drastis inilah yang menurut penulis merupakan sebuah milestone/capaian/catatan sejarah yang sangat membanggakan bagi semua insan perbendaharaan. Bahkan, pengakuan atas usaha Ditjen Perbendaharaan dalam rangka pemberantasan praktik-praktik KKN pun mendapat pengakuan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagaimana dilansir pada laman https://djpbn.kemenkeu.go.id/portal/id/profil/profil-organisasi/daftar-penghargaan.html. Penghargaan tersebut antara lain:

  • Penilaian Inisiatif Anti Korupsi (PIAK), Ditjen Perbendaharaan sebagai Institusi yang memiliki inisiatif untuk mencegah terjadinya tindak korupsi paling tinggi di tahun 2010.
  • Integritas Layanan Terbaik Survey KPK, Ditjen Perbendaharaan Sebagai Organisasi dengan Integritas Layanan Terbaik Tahun 2011.
  • Peningkatan Pelayanan kepada stakeholder

Selain pemberantasan praktik-praktik KKN, reformasi birokrasi yang terjadi pada Kemenkeu (khususunya DJPb) juga berfokus pada peningkatan pelayanan kepada stakeholder. Peningkatan pelayanan terhadap stakeholder ini merupakan suatu hal yang penting mengingat hal inilah yang akan menjadi cerminan dan penilaian utama bagi sebuah organisasi dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya. Beberapa peningkatan pelayanan yang ditempuh/dilakukan DJPb pada KPPN antara lain: penyempurnaan standar operasional prosedur dan pemanfaatan teknologi informasi. Contoh mengenai penyempurnaaan standar operasional prosedur yang dilakukan antara lain: penyederhanaan/simplifikasi aturan-aturan atas pengajuan tagihan negara, pelayanan penerbitan surat perintah pencairan dana (SP2D) selama satu jam, dan penyediaan layanan helpdesk yang siap membantu kapanpun stakeholder memerlukan. Sedangkan contoh mengenai pemanfaatan teknologi informasi dalam peningkatan pelayanan yaitu: penggunaan aplikasi-aplikasi yang memudahkan pada stakeholder dalam memproses tagihan dan juga mengawasi alur sampai mana proses pencairan tagihan itu berlangsung. Tidak kurang sudah banyak aplikasi yang dibuat oleh DJPb dalam rangka penyempurnaan dan kemudahaan pelayanan kepda stakeholder. Selain itu, dengan adanya kemajuan tekonologi informasi, pelayanan yang dilakukan oleh KPPN juga bergeser dari pelayanan secara konvensional (tatap muka), menjadi pelayanan secara online melalui jaringan internet sehingga para stakeholder tidak perlu datang secara fisik ke KPPN. Dengan adanya pelayanan secara online, dapat menghemat banyak sumberdaya guna meningkatkan efisiensi kinerja seluruh satuan kerja. Seiring dengan peningkatan pelayanan yang diberikan kepada stakeholder, Direktorat Jenderal Perbendaharaan pun mendapat pengakuan secara luas oleh publik dengan menerima berbagai penghargaan (https://djpbn.kemenkeu.go.id/portal/id/profil/profil-organisasi/daftar-penghargaan.html). Penghargaan-penghargaan tersebut yaitu:

  • Pelayanan Publik Terbaik Survei UI, Ditjen Perbendaharaan sebagai unit Eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan yang memberikan pelayanan publik terbaik di tahun 2009.
  • Kepuasan pelanggan tertinggi Survei IPB, Ditjen Perbendaharaan sebagai unit Eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan dengan tingkat kepuasan pelanggan tertinggi di tahun 2010 - 2012.
  • Quality Assurance-Penilaian Mandiri, Pelaksanaan Reformasi Birokrasi (QA PMPRB) Ditjen Perbendaharaan memperoleh peringkat pertama dalam penilaian QA tahun 2011 dan PMPRB tahun 2012 untuk unit eselon I lingkup Kementerian Keuangan yang memiliki kantor vertikal.

4. SIMPULAN

Berdasarkan penjelasan pada bab-bab sebelumnya mengenai perubahan organisasi dan penerapan reformasi birokrasi pada kementerian keuangan, maka dapat disimpulkan beberapa hal, sebagai berikut:

  1. Apapun yang ada di dunia ini pasti akan berubah, mau tidak mau, siap tidak siap. Begitu pula dengan organisasi. Organisasi-organisasi yang ada pasti akan melakukan perubahan dalam rangka memenuhi bergagai tuntutan yang ada baik tuntutan dari dalam maupun dari luar.
  2. Sobirin (2005) dalam Rahadian (2013) menyatakan bahwa ada dua faktor yang mendorong terjadinya perubahan, yaitu faktor eksternal seperti perubahan teknologi dan semakin terintegrasinya ekonomi internasional serta faktor internal organisasi yang mencakup dua hal pokok yaitu: perubahan perangkat keras organisasi (hard system tools) dan Perubahan perangkat lunak organisasi (soft system tools). Sementara Mc Calman dan Paton (1992) dalam Hakim dan Sugiyanto (2017) menyatakan bahwa tuntutan perubahan berasal dari perubahan eksternal yang sedang dihadapi oleh kebanyakan organisasi modern dewasa ini di dunia internasional.
  3. Grundy (2004) dalam Rahadian (2013) menyebutkan ada tiga macam perubahan yaitu: “smooth incremental change”, “bumpy incremental change”, dan “discontinuous change”. Sementara itu Jones (1998) dalam Rahadian (2013) menyatakan bahwa terdapat dua macam kategori perubahan yaitu perubahan evolusioner yang bersifat gradual, incremental, yang terfokuskan secara khusus, dan perubahan revolusioner yang bersifat mendadak, drastis dan mencakup seluruh organisasi.
  4. Menurut Kasali (2010) dalam Sugandi (2013) ada banyak istilah yang lazim dipakai dalam strategi perubahan. Istilah itu antara lain adalah: change management, turnaround management, crisis management, reformasi, transformasi, dan adaptive strategy. Strategi perubahan juga dikenal lewat programprogramnya seperti: (1) downsizing, (2) rightsizing, (3) reengineering, dan (4) restrukturisasi. Menurut David Fred R. (2010) dalam Sugandi (2013) untuk menerapkan perubahan ada tiga strategis yang lazim digunakan adalah (1) strategi perubahan paksa, (2) strategi perubahan edukatif, (3) strategi perubahan rasional atau demi kepentingan sendiri.
  5. Perjalanan Reformasi Birokrasi Kementerian Keuangan diawali dengan adanya krisis ekonomi tahun 1998 yang kemudian berimbas pada krisis kepercayaan rakyat kepada pemerintah. Dalam rangka mengimplementasikan tuntutan rakyat lewat TAP MPR No.XI/1998 dan UU No. 28 tahun 1999, Kementerian Keuangan kemudian bergerak cepat melakukan agenda pelaksanaan reformasi birokrasi pada jajarannya. Semenjak pertamakali reformasi birokrasi digaungkan di Kementerian Keuangan untuk pertama kali pada tahun 2002 hingga tahun 2019 (on going), Kementerian Keuangan telah menjalankan V tahapan pelaksanaan.
  6. Dua efek atau manfaat utama yang dirasakan secara langsung berdasarkan pengalaman yang dirsakan penulis terhadap perubahan organisasi pada Kementerian Keuangan khususnya pada program reformasi birokrasi Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang merupakan tempat dimana penulis bekerja, yaitu: Hilangnya praktek Korupsi secara drastis dan Peningkatan Pelayanan kepada stakeholder.

REFERENCES

  • Undang-Undang Repubik Indonesia Nomor 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih Dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi, Dan Nepotisme.
  • Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 81 Tahun 2010 Tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025;
  • Rahadian, Bagus Ryan (2013). “Korelasi Antara Perubahan Organisasi Dengan Stres Kerja Di Divisi Munisi PT. Pindad (Persero) Turen Malang”. Skripsi, Fakultas Psikologi, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang.
  • Hakim, Lukman dan Eko Sugiyanto (2017). “Karakteristik Perubahan Organisasi Sebagai Upaya Pengembangan Organisasi di Industri Batik Laweyan Surakarta”. Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2017.
  • Sugandi, Lianna (2013). “Dampak Implementasi Change Management Pada Organisasi”. ComTech Vol.4 No. 1 Juni 2013: 313-323.
  • Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Profil Reformasi Birokrasi "Perjalanan Reformasi Birokrasi Kementerian Keuangan" https://www.kemenkeu.go.id/transformasi-kelembagaan/profil-reformasi-birokrasi/, diakses tanggal Desember 2019.
  • Direktorat Jenderal Perbendaharaan, Kementerian Keuangan Republik Indonesia. “Daftar Penghargaan” https://djpbn.kemenkeu.go.id/portal/id/profil/profil-organisasi/daftar-penghargaan.html, diakses tanggal Desember 2019

Achmad Fauzi

 Kepala Seksi Verifikasi dan Akuntansi, KPPN Lhokseumawe, Lhokseumawe, Indonesia