Berapa lama cuti yang didapatkan pekerja perempuan saat melahirkan

Apabila perusahaanmu mempekerjakan banyak karyawan perempuan, maka kamu wajib memberikan waktu istirahat melahirkan (maternity leave) bagi mereka yang hamil dan akan menjalani persalinan. Istirahat kerja ini termasuk hak cuti karyawan yang dilindungi oleh aturan perundang-undangan.

Mengandung dan melahirkan merupakan hak dasar yang memiliki landasan pokok UU Hak Asasi Manusia No 39 Tahun 1999 Pasal 10 tentang Hak Berkeluarga dan Melanjutkan Keturunan. Sementara, hak cuti melahirkan bersumber pada UU Ketenagakerjaan No 13 Tahun 2003. Apa saja ketentuan itu?

1. Jangka Waktu Cuti 3 Bulan

Lamanya cuti melahirkan diatur dalam Pasal 82 ayat (1) bahwa pekerja/buruh perempuan berhak memperoleh istirahat selama 1,5 bulan sebelum saatnya melahirkan anak dan 1,5 bulan sesudah melahirkan menurut perhitungan dokter kandungan atau bidan.

Jika mengacu pada Pasal 4 Konvensi 183 International Labour Organization (ILO), cuti melahirkan di Indonesia masih sedikit di bawah yang ditetapkan, yakni sedikitnya 14 minggu. Meski demikian, UU Ketenagakerjaan hanya menetapkan batas minimal, yang artinya perusahaan boleh memberikan cuti lebih dari 3 bulan.

2. Cuti Dapat Diperpanjang Menurut Keterangan Dokter

Bagian Penjelasan Pasal 82 ayat (1) menerangkan bahwa lamanya istirahat dapat diperpanjang berdasarkan surat keterangan dokter kandungan atau bidan, baik sebelum maupun setelah melahirkan. Apabila dokter atau bidan menyarankan karyawan perempuan yang mengalami kondisi tertentu pra atau pasca persalinan agar mendapat waktu istirahat lebih lama, maka perusahaan dapat memberikan cuti lebih lama dari ketentuan UU.

3. Cuti Melahirkan Dibayar Penuh

Pasal 84 menyebutkan bahwa setiap pekerja/buruh yang menggunakan hak waktu istirahat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79 ayat (2) huruf b, c, dan d, Pasal 80, dan Pasal 82 berhak mendapat upah penuh. Ini artinya, perusahaan wajib membayar upah selama masa cuti sebesar upah bulanan yang diterima karyawan, sedangkan tunjangan kehadiran seperti uang makan atau transport boleh tidak diberikan.

4. Pengajuan dan Pengaturan Cuti Bersifat Fleksibel

Sekalipun waktu persalinan dapat dihitung menggunakan rumus HPL (hari perkiraan lahir) oleh dokter, pada kenyataanya prediksi tersebut tidak selalu tepat. Bayi bisa lahir lebih cepat atau lebih lama karena dipengaruhi kondisi kesehatan calon ibu dan bayi dalam kandungan.

Meskipun aturan cuti karyawan melahirkan menurut Pasal 82 dibagi pra persalinan 1,5 bulan dan pasca persalinan 1,5 bulan, pada praktiknya pengaturannya lebih fleksibel. Karyawan boleh menjalani cuti 1 bulan sebelum dan 2 bulan sesudah melahirkan atau setengah bulan sebelum dan 2,5 bulan sesudah, asalkan secara akumulatif 3 bulan. Waktu pengajuan cuti ke HR dapat disesuaikan, atau umumnya 1 bulan sebelum masa istirahat.

Apa pun kondisinya, apabila karyawan perempuan melahirkan, tetap berhak atas cuti 3 bulan. Bahkan, apabila karyawan belum mengajukan cuti dan mengalami kelahiran prematur di luar perkiraan dokter, maka hak isitirahat 3 bulan tetap berlaku dan tidak hangus.

5. Perusahaan Tidak Bisa Melakukan PHK Karyawan yang Melahirkan

Pasal 153 ayat (1) huruf e dan ayat (2) menjelaskan bahwa pengusaha dilarang melakukan pemutusan hubungan kerja dengan alasan pekerja/buruh perempuan hamil, melahirkan, gugur kandungan, atau menyusui bayinya. PHK yang dilakukan dengan alasan tersebut batal demi hukum dan pengusaha wajib mempekerjakan kembali pekerja/buruh yang bersangkutan.

Namun, PHK yang disebabkan karyawan perempuan yang hamil atau melahirkan mengundurkan diri (resign) diperbolehkan dan sah menurut UU Ketenagakerjaan.

6. Sanksi Atas Pelanggaran Terhadap Hak Cuti

Pengusaha yang mengabaikan hak cuti melahirkan yang disebutkan dalam Pasal 82, misalnya memberikan istirahat kerja kurang dari 3 bulan, menurut Pasal 185 dikategorikan sebagai tindak pidana kejahatan. Sanksinya adalah pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 4 tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 100 juta dan paling banyak Rp 400 juta.

Cuti melahirkan adalah hak karyawan perempuan yang terpisah dari cuti tahunan. Karyawan yang memperoleh maternity leave 3 bulan tidak membuat cuti tahunannya hangus atau berkurang. Ia tetap berhak atas cuti tahunan utuh 12 hari.

Aplikasi HRIS Gadjian dapat membantumu mengelola cuti karyawan tanpa repot. Fitur cuti online memudahkan proses pengajuan cuti oleh karyawan dan persetujuan secara langsung oleh atasan melalui aplikasi. Selain sederhana dan cepat, prosesnya dapat dilakukan dari mana saja dan tanpa perlu form kertas cuti.

Pengajuan cuti yang disetujui akan memotong sisa jatah cuti karyawan. Sistem aplikasi melakukannya secara otomatis, sehingga data cuti karyawan di aplikasi Gadjian adalah data terkini (real-time) tanpa perlu menghitungnya dengan Excel.

Gadjian adalah payroll software berbasis cloud terbaik di Indonesia yang telah digunakan ratusan HR dan pemilik perusahaan. Sistem hitung gaji online Gadjian sangat andal menghitung semua komponen gaji dan otomatis menampilkan hasilnya di slip gaji online karyawan.

Software buatan PT Fatiha Sakti, satu dari 5 finalis Alibaba Jumpstarter 2020, ini menawarkan efisiensi waktu kerja dan biaya kelola administrasi karyawan. Dengan harga berlangganan terjangkau, kamu memperoleh manfaat optimal dari aplikasi ini.

Berapa lama cuti yang didapatkan pekerja perempuan saat melahirkan

Berapa lama cuti yang didapatkan pekerja perempuan saat melahirkan
Lihat Foto

Thinkstockphotos

Ilustrasi

KOMPAS.com – Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) akan membahas lebih lanjut Rancangan Undang-undang (RUU) Kesejahteraan Ibu dan Anak (KIA) menjadi undang-undang.

Dalam draf RUU tersebut ada usulan cuti melahirkan minimal enam bulan.

Hal ini memunculkan kekhawatiran dari masyarakat akan ada diskriminasi terhadap pekerja atau pencari kerja perempuan.

“Efeknya mungkin perusahaan bakal mengutamakan rekrut karyawan laki-laki… yang wanita bakal lebih susah dapat kerjaan.. mudah-mudahan nggak sih,” tulis salah satu akun, di kolom komentar unggahan TikTok DPR, @DPRRI

“Tapi nanti perusahaan nyarinya laki-laki karena gamau rugi bayar gaji yg cuti. Maaf kalo aku pinter,” tulis akun lainnya.

“Nanti pengusaha ga mau rekrut karyawan perempuan, atau syarat rekrut untuk wanita harus belum menikah, atau tidak menikah selama terikat masa kerja,” tulis seorang pengguna.

"Agak kontra, kalo aku mikirnya perusahaan bakal jadi “agak” mikir kalau mau terima karyawan cewek.Normal yo 3/4 bulan aja..

kadang aja ad kantor yang ga rela karyawannya cuti nyampe 3 bulan, apalagi 6 bulan. ????," tulis warganet di Twitter, mengungkapkan keresahan yang sama.

Bagaimana tanggapan ahli mengenai usulan cuti melahirkan 6 bulan ini? Idealkah?

Baca juga: DPR Usul Cuti Melahirkan 6 Bulan, Berapa Lama Cuti Melahirkan yang Ideal?

Tanggapan pengamat

Terkait usulan tersebut, Pengamat Kebijakan Publik Universitas Gadjah Mada (UGM) Gabriel Lele memberikan tanggapan.

Ia menilai pemerintah harus bisa mengelola dilema yang ada.