Berikut kebiasaan bangsa indonesia yang sudah mendarah daging adalah


Page 2

maka keberhasilan upaya pengembangan kekuatan di darat ini hampir dapat dipastikan akan tercapai.

Dengan berbagai kondisi dan keterbatasannya, jelas Komando Teritorial tidak akan mungkin mampu melaksanakannya, tanpa adanya unsur bantuan dari kesatuan lain. Dengan demikian, adanya YON IF BS yang harus ditempatkan sebagai Satuan Teritorial menjadi sangat mutlak. Fungsi YON IF BS di sini sudah jelas sebagai pasukan penyanggah utama, satuan pelatih dan inti kekuatan pertahanan.

siapa bertugas apa-nya, sudah jelas, demikian darimana pengisian peralatan, perlengkapan dan persenjataannya pun mestinya sudah pasti. Seperti sudah dijelaskan di bagian terdahulu, jumlah satuan dan jenis satuan yang akan di-kerangka-kan ini hendaknya sudah ditentukan, baik atas dasar rencana perkiraan kebutuhan, ataupun atas dasar tersedianya jumlah rakyat yang sudah dilatih. Dengan demikian, hal ini mestinya tidak dibatasi, karena makin banyak cadangan kekuatan, mungkin makin baik, asalkan tetap terbina. Untuk unsur pimpinan, kemungkinannya dapat diambilkan dari anggauta TNI-AD yang masih aktif atau dari unsur Cadangan TNI-AD atau dari hasil Rakyat Terlatih sendiri. Mana pun yang diambil pasti ada untung ruginya. Terutama, bila kita menggunakan dari hasil Rakyat Terlatih sendiri, karena bila kita kurang waspada dan sempat terbina lawan, kemungkinan dapat menjurus pada terbentuknya Angkatan Kelima, seperti pengalaman kita di masa yang silam. Dari berbagai alternatif di atas, mungkin yang dianggap terbaik, jika unsur pimpinan ini diambilkan secara kombinasi dari dan antara personal TNI-AD yang masih aktif dengan Cadangan TNI-AD. Sehingga pada setiap Satuan akan terdapat suatu komposisi antara personal aktif, cadangan dan juga rakyat. Dengan komposisi ini, mungkin perwujudan dari Satuan Kerangka Rakyat Terlatih ini sudah dapat menjawab idea atau konsep Sistem Perlawanan Rakyat Semesta yang lebih nyata, sebagai postur daya tangkal dari Sishankamrata.

b. Faktor Kepemimpinan.

Dalam penugasan apa saja, sudah dapat dipastikan bahwa unsur kepemimpinan

akan memegang peranan yang paling

menentukan. Dengan demikian, dalam upaya ini pun diharapkan, bahwa per- sonal satuan pelatih hendaknya dapat

menampilkan kepemimpinan yang baik


untuk mendapatkan respon yang baik
pula dari yang dilatih.
Satu hal yang tidak boleh dilupakan
adalah bahwasanya yang dilatih ini
adalah rakyat, yang kurang mengenal arti disiplin ketentaraan, sehingga perlu ada keluwesan dari pelatih. Untuk itu kemampuan, keterampilan dan mentalitas personal pelatih harus terjamin dapat memenuhi persyaratan. Untuk keperluan ini pula maka hendak-

nya para Bintara dan Tamtama yang

akan ditugaskan sebagai pelatih harus selektif.

6. Faktor Penunjang.

Berbagai prasyarat yang dapat menunjang keberhasilan pengembangan kekuatan seperti yang sudah dijelaskan di atas, di antaranya adalah adanya satuan pelatih yang cukup, kepemimpinan yang baik, mekanisme dan perangkat pelaksanaan yang memadai serta perencanaan yang terarah. Bila ke semua ini dapat dipenuhi,

c. Sistem Pendidikan yang memadai.

Baik sebagai mekanisme ataupun pe- rangkat pelaksanaan, hendaknya ada

suatu sistem pendidikan yang memadai

pula.

Tanpa dipenuhi persyaratan tersebut,


hasilnya sudah dapat diperkirakan ku- rang memuaskan, karena ini pendidikan

yang sifatnya khusus.


d. Program yang terencana & terarah ser

ta berlanjut. Kegiatan ini harus merupakan proyek pembangunan, dalam arti programnya harus berlanjut dan berkesinambungan,

dengan dukungan pembiayaan yang di-

prioritaskan. Setiap Departemen atau instansi harus konsisten mendukung, ini berarti bahwa proyek ini merupakan cross sektoral

yang harus dilaksanakan secara terpadu.


e. Landasan Hukum yang mantap.

Adanya perangkat peraturan yang ber- bentuk Undang-Undang merupakan ke-

butuhan yang mutlak, untuk kesinam-


bungan dan pelaksanaan yang terpadu. Proyek ini harus lestari, karena merupa- kan penentu dari nasib kelestarian ber-

dirinya negara Kesatuan RI yang merde-

ka dan berdaulat. Walaupun TNI-AD mungkin nantinya

yang akan memikul tanggung jawab dan

memberikan jaminan atas keberhasilan pencapaian sasarannya, namun pada ha-

kikinya, proyek ini adalah milik seluruh


Bangsa dan Negara Indonesia. Dengan demikian, maka kesamaan baha- sa dan keseragaman cara bertindak, ber- pikir serta cara pelaksanaannya, baik dari ABRI-nya, aparat Pemerintah dan masyarakat, akan merupakan faktor pe-

nentu atas keberhasilannya. Inilah di antaranya dari sekian banyak faktor yang dapat menunjang atau menghambat pelaksanaan penyusunan kemampuan dan daya tahan di darat yang sangat kita perlukan.

Setelah kita meng-identifikasikan dan bersama-sama membahas permasalahan pokoknya, sampailah kita pada bagian akhir dari tulisan ini. Kalau kita membacanya sekali lagi dengan cermat, pasti akan dapat dihayati betapa penting arti Pembinaan Teritorial, jika kita dapat melaksanakannya dengan baik dan mencapai sasaran pembinaannya, ialah terwujudnya suatu Ruang Juang, Alat Juang dan Kondisi Juang yang tangguh bagi penyelenggaraan tugas Hankam. Timbul pertanyaan: "Sudahkah kita melaksanakannya sesuai dengan petunjuk doktrin, dengan pencapaian sasaran sesuai dengan yang diharapkan?” Sedangkan di sisi lain, kita juga akan menginsyafi betapa penting arti kekuatan dan daya tahan yang ingin kita kembangkan, serta betapa rumitnya proses upaya pencapaiannya, yang dapat diperkirakan harus melalui suatu kurun waktu yang tidak terlalu singkat.

Apa yang akan terjadi di masa mendatang, akan banyak bergantung pada upaya kita pada hari ini. Dapat dikatakan, pemetaan nasib generasi yang akan datang, banyak ditentukan oleh hasil karya generasi masa kini. Dengan ridho Tuhan Yang Maha Bijaksana, semuanya terserah kepada kita yang hidup pada hari ini.

Mudah-mudahan tulisan ini ada manfaatnya untuk menyegarkan kembali pikiran kita semua, serta dapat merangsang untuk kita berbuat sesuatu. Semoga Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang selalu memberikan petunjukNya, serta selalu meridhoi segala amal yang kita perbuat.

A mi e n.

MENGAPA PERWIRA TNI-AD

LANGKA YANG JADI PENULIS (Suatu Analisa Teoritis )

1. Jajaran TNI-Angkatan Darat memiliki cu

kup banyak penerbitan berupa majalah, bulletin ataupun berkala yang bersifat ilmiah, karena pada umumnya setiap pusat kecabangan, jawatan, dinas dan lembaga pendidikan khususnya lembaga pendidikan Perwira menerbitkan majalah. Setiap majalah itu membatasi diri pada ruang lingkup materi penulisan yang sesuai dengan tugas pokok instansi yang menerbitkannya dan mengharapkan materi tulisan dari para anggota kecabangan/ kesatuannya ataupun anggota TNI-Ang

katan Darat lainnya. 2. Menerbitkan dan memelihara kesinam

bungan satu majalah membutuhkan beberapa unsur pendukungnya seperti tersedianya anggaran, tenaga penulis dan tenaga pelaksana atau redaktur dan adanya konsumen yang luas. Bagi penerbitan dinas yang sifatnya tidak komersial biasanya unsur anggaran, tenaga pelaksana dan konsumen tidak begitu berpengaruh untuk menentukan kesinambungan penerbitan itu, karena ketiga

hal tersebut di atas biasanya dapat diatasi oleh dinas, sehingga dengan demikian seharusnya dapat diharapkan bahwa setiap penerbitan itu dapat terbit secara

rutin. 3. Tetapi kenyataan yang dihadapi oleh para

pengelolanya tidak sesuai dengan gambar- an itu, sebab biarpun tersedia anggaran dan tenaga pelaksana, penerbitan tidak dapat dijamin lancar karena terbentur pada kesulitan terbatasnya materi tulisan

yang masuk untuk diterbitkan.


Kenyataan yang kurang menggembirakan ini tentu disebabkan oleh berbagai hal

yang bersifat intern maupun ekstern.

Tulisan ini akan mencoba membahas

faktor-faktor apa yang menyebabkan


kelangkaan tenaga penulis yang menjadi sumber tulisan itu.

BEBERAPA FAKTOR PENYEBAB KELANGKAAN PENULIS DAN KARYA

TULIS. 4. Perwira TNI Angkatan Darat berasal dari

rakyat Indonesia, karena itu untuk dapat membahas masalah ini, perlu terlebih da

hulu ditinjau situasi dan kondisi masyarakat Indonesia yang menghambat seseorang berminat atau berniat jadi penulis. Kesemuanya hal itu disebutkan sebagai faktor ekstern dan di samping itu tentu ada situasi dan kondisi dalam tubuh TNI Angkatan Darat yang turut mempengaruhinya, di mana hal itu disebut sebagai faktor intern.

Ada tiga faktor pokok yang menjadi penyebabnya yaitu kurikulum pendidikan, iklim dan budaya.

Kurikulum pendidikan nasional. Bila ditinjau kurikulum pendidikan nasional mulai dari tingkat Sekolah Dasar sampai dengan Perguruan Tinggi, di dalamnya tentu terdapat mata pelajaran mengarang. Karya tulis atau sejenisnya. Kalau mata pelajaran ini diajarkan secara intensip dan berkesinambungan, tentu akan mampu menumbuhkan kader-kader penulis yang potensial. Tetapi karena metoda penyajiannya yang kurang intensip, condong kepada pelajaran teori dan kurang aplikasinya, sehingga tidak banyak anak didik kita yang biasa menulis, Menulis ilmiah memang dapat dipelajari dan untuk itu harus mau banyak latihan, sebab tanpa latihan, banyak calon penulis yang bingung untuk memulai tulisannya. Latihan pendahuluan untuk menulis ini diharapkan didapatkan semasa duduk di bangku sekolah pendidikan umum. Tetapi kurikulum pendidikan nasional belum mendukung hal ini, karena kurang memberikan praktek, sehingga hanya anakanak yang berbakatlah yang mau menulis atas prakarsa sendiri. Untuk menulis ilmiah pada tingkat Perguruan Tinggi, keharusan menulis ini pun kurang sekali, sehingga banyak sarjana kita yang kurang terlatih untuk menulis. Memang di Perguruan Tinggi diberikan mata kuliah Metodologi Research sebagai pengetahuan yang sangat mendukung bila

seseorang mau mengadakan penyelidikan dan tulisan ilmiah. Tetapi kembali kepada kebiasaan mempraktekkannya sebagai prasyarat untuk menguasai sesuatu keterampilan, maka di Perguruan Tinggi hal itu tidak mendapatkan penekanan. Banyak Sarjana kita yang cukup dengan menulis dua buah tulisan ilmiah (Paper dan Skripsi) bahkan ada yang cukup dengan menulis Skripsi saja untuk mem

peroleh gelar Sarjana. 7. Kemampuan dan kebiasaan menulis yang

terbatas selama duduk di bangku kuliah itu, tidak dipupuk setelah Sang Mahasiswa telah menyandang gelar Sarjana sebab tidak ada keharusan untuk demikian. Sekali seseorang memperoleh gelar Sarja

maka yang bersangkutan berhak menuliskan gelarnya itu di batu nisannya biarpun sesudah menyandang gelar itu sebenarnya yang bersangkutan tidak pernah lagi berkecimpung di bidang ilmiah. Untuk menambah kreasi ilmiah bangsa Indonesia ada baiknya ditiru kebiasaan di negara Barat tertentu yang mengharuskan para Sarjananya untuk menulis "Tulisan Ilmiah” setiap periode waktu tertentu, sebagai syarat untuk tetap dapat menuliskan gelar kesarjanaan tersebut pada nama yang bersangkutan. Dilihat dari sumber personil TNI Angkatan Darat maka demikianlah modal pokok kemampuan menulis lulusan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas yang akan dididik di bangku Akabri dan para Sarjana yang diterima menjadi siswa Sepacad atau Sepamilwa.

9. Sebagian besar penduduk bumi ini ting

gal di daerah yang beriklim tropis dan subtropis. Di daerah tropis iklimnya biasanya cukup baik dan tanahnya cukup subur, sehingga tantangan yang dihadapi penduduk setempat untuk mempertahankan hidupnya relatif tidak begitu banyak bila dibandingkan dengan tantangan yang dihadapi oleh penduduk di daerah subtropis.

Di daerah subtropis yang mengalami 4 macam musim sepanjang tahun, tantangan yang dihadapi penduduknya cukup besar. Tantangan yang disebabkan oleh iklim ini di samping membawa kesukaran bagi manusia, sekaligus juga membawa hikmah berupa timbulnya kemampuan penduduk setempat untuk menemukan berbagai akal, usaha dan alat untuk mengatasinya sehingga kebudayaannya sema

kin berkembang. 10. Pengaruh iklim ini tidak terbatas pada

usaha, akal dan penemuan alat saja, te-
tapi juga mempengaruhi pada pembentuk-
an watak dan kebiasaan penduduknya,
terutama pada masa ratusan tahun yang silam.

Manusia atau penduduk yang tinggal di


daerah yang memiliki empat musim, ka pada musim dingin di mana salju me- nutupi seluruh muka bumi di tempat itu, maka manusia akan sukar berkomunikasi satu sama lain sebab pada masa itu tel- pon, radio dan kendaraan bermotor be- lum ada. Karena itu selama musim di- ngin itu mereka boleh dikatakan sebagian besar dan hampir sepanjang musim ting- gal di rumah masing-masing. Tentunya

waktu yang cukup panjang itu akan sa-

ngat membosankan bila hanya diisi de- ngan berkomunikasi dengan anggota ke- luarga sendiri setiap hari. Karena itu mereka masing-masing beru- saha mencari kesibukan sendiri sebagai salah satu cara mengatasi rasa bosan di rumah, di samping sekaligus berusaha mencari penemuan untuk menanggulangi

tantangan yang pasti akan dihadapinya


setiap tahun. Kebiasaan mencari kesi- bukan sendiri ini diwujudkan dengan mengadakan penelitian, membaca berba- gai buku dan menuliskan penemuan-pe-

nemuan yang dihasilkannya selama ting-

gal di rumah itu. Cara hidup seperti itu

yang berlangsung setiap tahun untuk jang-


ka waktu ratusan tahun, akhirnya menja-
di kebiasaan yang mendarah daging pa- da mereka dan para runannya. Dengan demikian mereka menjadi manu-

sia yang senang membaca, meneliti dan


menulis.
Hal ini lama kelamaan sudah dirasakan se- bagai suatu keharusan dan kesenangan, sehingga tidak perlu diherankan lagi ka- pan saja mereka memiliki waktu lowong mereka akan lebih senang membaca, dari-

pada mengobrol sesamanya. 11. Berlainan halnya dengan manusia yang

tinggal di daerah yang memiliki 2 musim atau daerah tropis di mana sepanjang ta- hun mereka dapat berkomunikasi sesama- nya, dikaitkan dengan tantangan iklim

yang dihadapinya tidak begitu berat, ma-

ka mereka lebih senang mengobrol sesa-

manya dan jarang yang mau menyendiri

untuk mengadakan penelitian, membaca ataupun menulis sesuatu bilamana mereka

memiliki waktu yang senggang.


Cara hidup yang seperti ini pun lama ke-
lamaan berkembang menjadi suatu ke-
biasaan yang turun temurun bagi pen-
duduk yang tinggal di daerah tropis, sehingga budaya mengobrol ini menjadi berkembang subur dan sebaliknya kegiat-

an yang bersifat perorangan seperti mem-

baca dan menulis kurang berkembang. Akibatnya tidak perlu diherankan kalau

menemui beberapa orang Indonesia yang

kebetulan memiliki waktu lowong, akan lebih senang mengobrol sesamanya dari- pada masing-masing menekuni buku baca- annya ataupun berusaha untuk menulis sesuatu. Keadaan ini tentu tidak bersifat permanen dan berlaku umum, tetapi da- lam kadar tertentu masih mempengaruhi

kebiasaan masyarakat kita.


Budaya 12. Bangsa Indonesia menganut prinsip go

tong royong dalam menyelesaikan sesuatu urusan. Hal ini sudah menjadi kepribadian bangsa, karena sudah berurat akar sejak nenek moyang dahulu. Penghayatan dan pengamalan hidup bergotong-royong ini mengutamakan hasil kerjasama kelompok, meskipun tetap mengakui adanya andil perorangan di dalamnya. Akibatnya setiap individu yang tergabung dalam kelompok yang bergotong-royong itu tidak


Page 3

Beberapa Catatan Tentang : HUKUMAN DISIPLIN DAN TINDAKAN

ADMINISTRATIF

Oleh : Brigjen TNI. Amiroedhin Syarif S.H.

PENDAHULUAN Oleh Kasad telah dikeluarkan petunjukpetunjuk dalam rangka usaha peningkatan penegakan hukum, disiplin dan tata tertib untuk segenap jajaran TNI-AD. Antara lain dengan Skep/142/III/1979 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peningkatan Penegakan Hukum, Disiplin dan Tata Tertib TNI-AD dan Skep/ 264/V/1980 tentang Petunjuk Lapangan Hukum Disiplin Militer Untuk Pegangan Komandan Selaku Ankum (nomor 24-01-01).

.. Di samping itu telah pula diadakan penataran-penataran ataupun ceramah-ceramah di bidang tersebut di atas.

Implementasinya sudah terlihat yakni adanya peningkatan usaha yang dilakukan oleh para komandan kesatuan/kepala dinas/ jawatan. Ini ternyata dari data dan informasi serta laporan-laporan yang sampai kepada Pimpinan TNI-AD. Dalam kasus-kasus pelanggaran, para komandan/kepala tersebut segera mengambil tindakan melakukan pemeriksaan dan menjatuhkan hukuman kepada anak buahnya yang bersalah.

Namun demikian, masih ditemui kekurangan-kekurangan dalam teknis penerapan ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku. Hal mana merupakan sesuatu yang lumrah atau wajar, yang dapat dan perlu diperbaiki atau disempurnakan.

Sehubungan dengan hal tersebut di atas, tulisan ini hendak mengingatkan kembali kepada para komandan/kepala yang senantiasa terlibat dalam pengambilan keputusan penindakan tersebut di atas, tentang beberapa hal yang masih memerlukan perbaikan atau penyempurnaan, dengan harapan kiranya mendapatkan perhatian, agar teknis penerapan hukum termaksud menjadi lebih mantap di dalam TNI-AD.

Ruang lingkup tulisan ini hanya meliputi beberapa hal dalam penerapan hukuman disiplin dan yang berkaitan dengan tindakan administratif.

Berikut ini dikemukakan sedikit fakta yang dicuplik dari praktek penanganan kasus-kasus, untuk dijadikan bahan pembahasan.

Kasus Pratu S. Dalam Skep penghukuman disiplin, pada diktumnya diputuskan hukuman pokok "tegoran tertulis” dan hukuman tambahan:

"diwajibkan menandatangani buku hukum- an; SIM ABRI B.I. a/n Pratu S. dibekukan se- lama 6 (enam) bulan T.M.T 5 – 6 – 1981 s/d 5 - 12 - 1981; dilarang mengemudikan kendaraan s/d

5 - 12 - 1981”; dan tanpa menyebut alasan penghukuman (kesalahan apa yang diperbuat oleh yang bersang. kutan).

Selanjutnya pada alinea Catatan tertulis ”hukuman ini dimasukkan ke dalam buku hukuman dan/atau riwayat hidup yang bersangkutan".

Kasus Kapten M. Kapten M. melakukan perkawinan lagi (polygami) bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dan tanpa izin dari atasan yang berwenang.


Page 4

an azas praduga tak bersalah ialah bahwa se wa dengan penasehat hukumnya dapat diberiseorang terdakwa tidak dapat dibebani kewa kan pembatasan-pembatasan untuk kepentingjiban pembuktian justru karena Penuntut an pemeriksaan, namun apabila telah ada pemumum yang mengajukan tuduhan terhadap beritahuan secara resmi oleh Penuntut Umum terdakwa, maka penuntut umumlah yang di kepada terdakwa bahwa perkara telah dibebani tugas membuktikan kesalahan terdak limpahkan kepada pengadilan maka hubungan wa dengan upaya-upaya pembuktian yang di antara tersangka/terdakwa dengan penasehat perkenankan oleh undang-undang.

hukumnya tidak lagi dikenakan pembatasan

pembatasan. 2. Bantuan Hukum pada semua tingkat pe

Perlu ditambahkan bahwa dalam hubungmeriksaan:

annya dengan bantuan hukum ini, KUHAP tiPemberian bantuan hukum dalam proses

dak hanya memberikan hak kepada tersangka pidana adalah suatu prinsip negara hukum

terdakwa untuk dapat berhubungan dengan yang dalam taraf pemeriksaan pendahuluan penasehat hukumnya, tetapi lebih dari itu, didiwujudkan dengan menentukan bahwa untuk tentukan pula bahwa dalam hal tersangka atau keperluan menyiapkan pembelaan, tersangka terdakwa disangka atau didakwa melakukan terutama sejak saat dilakukan penangkapan tindak pidana yang diancam dengan pidana dan atau penahanan, berhak untuk menunjuk mati, atau ancaman pidana lima belas tahun dan menghubungi serta minta bantuan penasi

atau lebih dan mereka ini tidak mampu unhat hukum. Adalah hak dari seseorang yang

tuk mendapatkan sendiri penasehat hukum, tersangkut dalam suatu perkara pidana untuk maka pejabat yang bersangkutan pada semua dapat mengadakan persiapan bagi pembelaan

tingkat pemeriksaan dalam proses pidana wanya maupun untuk mendapat penyuluhan ten jib menunjuk penasehat hukum bagi mereka. tang jalan yang dapat ditempuhnya dalam me Sedang bagi mereka yang diancam pidana negakkan hak-haknya sebagai tersangka atau

lima tahun atau lebih tetapi kurang dari lima terdakwa diberi kesempatan untuk mengada

belas tahun dan mereka ini tidak mampu unkan hubungan dengan orang yang dapat mem

tuk mendapatkan penasehat hukum sendiri, berikan bantuan hukum sejak saat ia ditang penunjukan penasehat hukumnya oleh pejakap atau ditahan pada semua tingkat pemerik

bat yang bersangkutan disesuaikan dengan saan. Hubungan tersebut bersifat bebas dalam perkembangan dan tersedianya tenaga penaarti tersangka/terdakwa dapat mengutarakan

sehat hukum di tempat itu. segala sesuatu dalam rangka persiapan pembe

Dalam rangka pemerataan keadilan sesuai laannya tanpa didengar oleh petugas penga yang tercantum dalam G.B.H.N., maka dewawas, meskipun masih perlu diawasi, sehingga sa ini di dalam praktek telah disediakan hubungan tersebut bersifat "whithin sight but anggaran untuk bantuan hukum bagi mereka not within hear ing”.

yang tidak mampu dengan melalui PengadilPengawasan terhadap tindak pidana pada an Negeri atau beberapa Universitas Negeri umumnya adalah demi kepentingan pemerik (Fakultas Hukum). saan, tetapi bagi tindak pidana-tindak pidana

3. Dasar hukum bagi penangkapan/penahanan yang menyangkut keamanan negara, pemba

dan pembatasan jangka waktunya serta Prahasan hubungan tersebut lebih diperketat

peradilan: yaitu dengan juga mendengar pembicaraan antara tersangka/terdakwa dengan penasehat Dasar bagi diperkenankannya suatu penahukumnya. Dengan pembatasan-pembatasan hanan terhadap seseorang seperti juga diatur itulah terlihat apa yang hendak dicapai oleh dalam H.I.R., ialah harus adanya dasar menuhukum acara pidana yaitu untuk mengadakan rut hukum dan dasar menurut keperluan. keseimbangan antara kepentingan individu Dasar menurut hukum ialah harus adanya dan masyarakat, antara kepentingan tersang dugaan keras berdasarkan bukti yang cukup ka/terdakwa dan kepentingan pemeriksaan. bahwa orang itu melakukan tindak pidana, Meskipun hubungan antara tersangka/terdak - dan bahwa ancaman pidana terhadap tindak


Page 5

pidana itu adalah lima tahun ke atas, atau tindak pidana-tindak pidana tertentu yang ditentukan oleh Undang-Undang, meskipun ancaman pidananya kurang dari lima tahun.

Dasar menurut hukum saja belum cukup untuk menahan seseorang, karena di samping itu harus ada dasar hukum menurut keperluan, yaitu adanya kekhawatiran bahwa tersangka atau terdakwa akan melarikan diri, atau merusak/menghilangkan bukti, atau akan mengulangi tindak pidana.

Sifat dari alasan menurut keperluan adalah alternatif bearti cukup apabila terdapat salah satu hal dari pada ketiga syarat-syarat tersebut di atas.

Untuk menjamin agar ketentuan mengenai dasar penahanan tersebut diindahkan, maka diadakan institusi pengawasan baik yang dilaksanakan oleh atasan di instansi masing-masing yang merupakan ”built in control” maupun pengawasan sebagai sistem ”Checking” antar penegak hukum.

Apabila seseorang dikenakan penangkapan dan atau penahanan, dan ia berpendapat bahwa penangkapan/penahanannya dilakukan secara tidak sah, yaitu tidak memenuhi syarat yang ditentukan dalam Undang-Undang maka tersangka/terdakwa atau keluarganya atau pihak lain yang dikuasakan misalnya penasehat hukumnya, dapat meminta pemeriksaan dan putusan oleh hakim tentang sahnya penangkapan/penahanan atas dirinya tersebut.

Pemeriksaan tersebut menurut Hukum Acara Pidana baru ini dilakukan oleh Pengadilan, ialah yang dalam KUHAP ini dikenal sebagai Pra-Peradilan.

Pra-peradilan ini berfungsi sebagai pengawas terhadap perlindungan hak-hak tersangka terdakwa yang merupakan wewenang dari Pengadilan Negeri untuk memeriksa dan memutus tentang: a. Sah atau tidaknya suatu penangkapan dan

atau penahanan atas permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kua

sa tersangka; b. Sah atau tidaknya penghentian penyidikan

atau penghentian penuntutan atas permin

taan demi tegaknya hukum dan keadilan; c. Permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi

oleh tersangka atau keluarganya atau pihak
lain atas kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke Pengadilan. Pra-peradilan terse-

but dilaksanakan oleh hakim tunggal yang


ditunjuk oleh ketua pengadilan negeri yang dibantu oleh seorang panitera. Ketentuan mengenai pra-peradilan ini me- nyebutkan bahwa:

dalam waktu 3 hari setelah diterima per- mintaan, hakim menetapkan hari sidang; pemeriksaan harus dilakukan secara ce- pat dan selambat-lambatnya dalam wak-

til 7 hari hakim sudah harus menjatuh-

kan putusan; terhadap putusan pra-peradilan tidak da- pat dimintakan banding, kecuali terha- dap putusan mengenai sah atau tidak- nya penghentian penyidikan atau pe-

nuntutan, yang untuk itu dapat dimin-

takan putusan akhir ke Pengadilan Ting-

gi dalam daerah hukum yang bersang-

kutan. Sungguh hal tersebut merupakan

suatu esensialia di dalam KUHAP yang


baru ini. Di beberapa negara diadakan sistem semacam ini disebut ”Habeas Corpus”.

4. Pembatasan jangka waktu penahanan.

Berbeda dengan H.I.R. maka dalam KU. HAP diadakan pembatasan jangka waktu penahanan (Pasal 24 – 30).

Jangka waktu penahanan yang dilakukan oleh penyidik paling lama adalah 20 hari. Jangka waktu tersebut dapat diperpanjang oleh penuntut umum untuk paling lama 40 hari. Setelah waktu 60 hari tersebut tersangka harus sudah dikeluarkan dari tahanan penyidik demi hukum.

Kecuali penyidik yang berwenang melakukan penahanan untuk kepentingan penyidikan seperti diterangkan di atas juga penuntut umum untuk kepentingan penuntutan berwenang melakukan penahanan. Jangka waktu penahanan yang dilakukan oleh penuntut umum paling lama 20 hari. Jangka waktu tersebut dapat diperpanjang oleh ketua pengadilan negeri untuk paling lama 30 hari. Setelah waktu 50 hari tersangka harus sudah di


Page 6

kan yang dapat sangat mengurangi keefektifan helikopter. Terhadap kecaman tersebut kalangan British Army Air Corps (Penerbad Inggeris) yang turut serta dalam uji-coba di lingkungan NATO mengemukakan kalaupun bahaya itu akan diperhitungkan, batas-keunggulan yang diinginkan dari helikopter masih memperlihatkan keunggulan. Pesawat helikopter Cobra misalnya terbang dengan kecepatan-jelajah kira-kira 250 knot, mampu menembakkan peluru-kendali lawan-tanknya dari jarak 4000 meter, sambil terbang meliakliuk turun-naik menyusur ketinggian pucukpucuk pohon, dan, dalam sekejap mata ia menghilang lagi dengan cepat ke arah lain ke luar jarak capai senjata anti-udara musuh.

Potensi helikopter sebagai suatu senjata memang tidak meragukan. Sebaliknya sementara kalangan NATO memperkirakan dalam suatu lingkungan perang konvensional kerugian yang dapat diderita oleh helikopter dapat mencapai angka 50 % dalam zona sampai sejauh 15 kilometer di belakang garis depan, yaitu dalam daerah belakang brigade atau daerah tempur divisi. Lagi pula cuaca yang buruk, bangunan yang tinggi-tinggi di daerah berpenduduk, kabel listrik dan telepon, keadaan medan pegunungan, dapat membatasi hasil guna taktis helikopter. Mengingat hambatan-hambatan itulah telah diusahakan oleh para perancang helikopter untuk mengurangi kerawanannya. Siluet didesain serendah mungkin untuk mempersulit satuan lawan udara musuh membidiknya. Bagian-bagian yang penting seperti kabin, mesin dan tangki bahan bakar diberi lapisan kebal-peluru, tindakan penyamaran yang lebih baik, pemasangan alat pengindera tekanan untuk mewaspadai awak terhadap alat pengindera tekanan untuk mewaspadai awak terhadap adanya tembakan musuh, radar bahkan alat penglihatan malam-hari (light intensifier) bagi penerbang dan penembak. Para perancang helikopter militer sekarang bahkan sedang mengusahakan untuk meniadakan kilauan kanopi (baling-baling) serta mengurangi kebisingan suara mesin yang dapat mensiagakan satuan musuh yang masih jauh akan adanya helikopter yang sedang mendekat.

Walhasil, kebanyakan prajurit dewasa ini

mengakui akan arti peranan helikopter sebagai suatu sistem senjata. Namun peranan itu agaknya masih akan terbatas. Helikopter akan dapat membantu mematahkan ofensif pasukan berlapis-baja musuh dengan teknik terbang rendah dan cepat, seraya melepaskan tembakan peluru-kendali dan roket-roketnya. Tetapi pesawat-serbu itu tidaklah mungkin berlamalama di atas sasaran, karena tank akan dikawal oleh satuan peluru-kendali anti-udara di samping adanya payung udara taktis. Sampai hari ini kaidah bahwa tank hanya akan dihentikan oleh team tank dengan infanteri masih kokoh dianut, belum bergeser.

Oleh karena itu beberapa negara NATO, Israel, negara-negara Arab di Timur Tengah, India dan lain-lain sejauh ini masih belum memperlihatkan adanya tanda-tanda untuk membentuk helikopter sebagai suatu kesenjataan berdiri-sendiri, sebagai suatu cabang tempur, atau sebagai sistem senjata khusus yang mandra-guna. Pada umumnya unsur helikopter dilengkapi dengan dua jenis pesawat, satu jenis merupakan pesawat kecil untuk tugas intai, sedang lainnya adalah jenis pesawat serba-guna yang dapat dipersenjatai dengan peluru-kendali, roket, kanon, atau hanya senapan mesin kaliber 12,7 MM. Terdapat kecenderungan untuk meninggalkan senapan mesin kaliber 7,62 MM, karena kaliber ini dianggap tidak cukup besar daya-kejut dan daya-tekannya, sementara itu jarak-capainya relatif memudahkannya untuk disikat oleh musuh di darat. Jenis pesawat untuk intai misalnya adalah Sioux (Amerika Serikat), Gazelle (produksi gabungan Perancis – Inggeris), Bolco BO-10 (produksi gabungan MBB – Nurtanio). Jenis pesawat serba-guna misalnya adalah Lynx (Inggeris) dan sejenisnya, yang pada umumnya dapat membawa seregu prajurit senapan. Pesawat-pesawat helikopter-serbu dari angkatan darat seperti itu harus memenuhi persyaratan dapat diangkut dengan cepat ke tempat-tempat yang lebih jauh dalam perut pesawat-angkut strategis semacam Hercules C-130 dari angkatan udara.

Helikopter yang lebih besar, yang berfungsi untuk pemindahan taktis, maupun strategis dan administratif biasanya memang dilola oleh pihak angkatan udara. Pesawat seukuran


Page 7

KADIS LITBANG TNI-AD Brigjen TNI Hendrarto (ke-5 dari kiri) menjelaskan buku-buku tentang hasil LITBANG TNI-AD kepada para undangan yang antara lain tampak WA ASRENA KASAD Brigjen TNI Darsoyo (ke-3 dari kiri) dan DAN PUSIF KOBANGDIKLAT Brigjen TNI Ngudiono (ke-2 dari kanan).

nya KASAD mengharapkan Pusbangter cukup jeli untuk mendeteksi tantangan dan perkembangan Binter ke masa depan, serta sekaligus dapat mempersiapkan konsepsi dan tenaga-tenaga terampil yang akan mampu menanganinya.

Kepada seluruh personil Pusbangter, KASAD meminta agar HUT ke-2 ini dipakai untuk kegiatan mawas diri dari seluruh anggota dalam meninjau rangkaian pelaksanaan tugas selama setahun lewat, dengan dilandasi tekad untuk memperbaiki kekurangan yang ada dan lebih meningkatkan prestasi, demikian KASAD Jenderal TNI Poniman.

petunjuk teknis syarat-syarat materiel standard bagi TNI-AD.

Produk Litbang ini berupa protype panser angkut personil, teropong bidik malam, rompi tahan peluru, tongkat elektronik penangkal huru-hara, dan lain sebagainya.

Ekspose hasil-hasil Litbang ini diadakan pada kesempatan berlangsungnya Rapat Kordinasi Litbang TNI-AD di Bandung tanggal 13 dan 14 Oktober 1981.

KASAD Jenderal TNI Poniman pada kesempatan tersebut menyampaikan amanat tertulis yang antara lain dalam amanatnya menyatakan bahwa pembangunan selalu mengandung pengertian atau makna upaya melakukan perubahan-perubahan yang terarah dan berlanjut menuju kepada suatu tingkat yang lebih baik dan tepat daripada keadaan sebelumnya.

Dikatakan bahwa demikian juga pembangunan TNI-AD adalah upaya melakukan perubahan-perubahan yang berencana, terarah, dan berlanjut menuju kepada suatu tingkat postur TNI-AD yang lebih effektif dan efisien dalam menjalankan peranan dan tugas pokoknya.

Menurut KASAD, masalah pembinaan da

2. PERAGAAN HASIL LITBANG TNI-AD

Hasil-hasil produksi Penelitian dan pengembangan TNI-AD selama ini dalam menunjang pembangunan TNI-AD di eksposekan tanggal 13 Oktober 1981 di Bandung.

Dinas Penelitian dan Pengembangan TNIAD (Dislitbang) telah melaksanakan serangkaian penelitian dan uji coba yang hasil-hasilnya sebagian telah dipergunakan dalam jajaran TNI-AD yang antara lain berupa materielmateriel baru TNI-AD maupun buku-buku

lam rangka pembangunan TNI-AD adalah masalah memutuskan apa isi rencana perubahan itu serta bagaimana mewujudkan dan mengendalikan pelaksanaan rencana perubahan tersebut.

Karena masalah pembinaan adalah masalah yang multi kompleks serta dinamis, maka pemecahan masalah tersebut sifatnya mendasar dan bernilai strategis, kata KASAD.

Walaupun tidak mudah namun bukan tidak mungkin dipecahkan dan justru itulah diharapkan Litbang dengan metode ilmiahnya maupun menemukan alternatif pemecahannya, demikian KASAD.

Peragaan hasil-hasil Litbang TNI-AD dan Rakornis Litbang TNI-AD tahun 1981 pembukaannya dilakukan oleh Waasrena KASAD Brigjen TNI Darsoyo yang dihadiri antara lain oleh Dan Jen Kobangdiklat, Dan Seskoad, Kadislitbang TNI-AD Brigjen TNI Hendarto dan Ka Janmat TNI-AD.

Kedatangan Wakasad Republik Korea di Halim Perdanakusumah disambut oleh Asrena KASAD Mayjen TNI Soepardjo dan beberapa pejabat teras Mabes TNI-AD.

Keesokan harinya Wakasad Korea dan rombongan berkunjung ke Markas Besar TNI-AD dalam rangka kunjungan kehormatan kepada KASAD Jenderal TNI Poniman dan Asrena KASAD.

Di Mabes TNI-AD Letjen Chung Ho Young disambut dengan upacara kehormatan militer dan kemudian mengadakan pembicaraan dengan Asrena KASAD Mayjen TNI Soepardjo.

Pertemuan dengan KASAD Jenderal TNI Poniman berlangsung dalam suasana persahabatan dan diakhiri dengan pertukaran kenangkenangan.

Dari Mabes TNI-AD Wakasad Republik Korea menuju Departemen Hankam untuk kunjungan kehormatan kepada Wapangab Laksamana TNI Soedomo.

WA KASAD Korea Selatan Letjen Chung Ho Young yang berkunjung ke Indonesia selaku tamu TNI-AD akhir Oktober 1981 lalu menerima tanda mata berupa plaguette TNI-AD dari KASAD Jenderal TNI Poniman pada kesempatan kunjungannya ke MABES TNI-AD.

3. WAKASAD REPUBLIK KOREA DI IN

DONESIA SEBAGAI TAMU TNI-AD

Wakil KASAD Republik Korea Letjen Chung Ho Young dan rombongan tanggal 26 Oktober 1981 tiba di jakarta selaku tamu TNI-AD untuk kunjungan selama 3 hari.

Pada hari itu juga Wakasad Republik Korea mengunjungi Markas Kopasandha di Cijantung di mana kepada beliau didemonstrasikan keterampilan prajurit-prajurit Baret Merah.

Pada kesempatannya di Jakarta Letjen

Chung Ho Young dan rombongan juga menyempatkan diri untuk berkunjung ke Monumen Pancasila Sakti dan Taman Mini Indonesia Indah.

4. KASAD SINGAPORE DI INDONESIA

Beliau menyatakan telah banyak belajar dari TNI-AD selama kunjungan 10 harinya di Indonesia. Untuk itu KASAD Singapore menyatakan berterima kasih kepada Pimpinan HANKAM/ABRI atas kesempatan dapat mengunjungi Indonesia.

Sementara itu KASAD Jenderal TNI Poniman dalam pidato balasannya mengharapkan agar KASAD Singapore memperoleh gambaran yang lebih baik dari TNI-AD/ABRI selama kunjungannya di Indonesia. Jenderal TNI Poniman juga mengajak Singapore dan Indonesia yangmerupakan Bangsa dan Negara yang bersahabat untuk masing-masing mening. katkan ketahanan nasionalnya demi ketahanan ASEAN.

KASAD Singapore selama di Indonesia telah berkesempatan meninjau obyek-obyek pendidikan dan latihan serta Komando Territorial.

Kunjungannya di Indonesia dimanfaatkan juga untuk berkunjung kepada Men HAN. KAM/PANGAB, Pangkowilhan II, Pangdam VI, VIII dan XVI, Pangkostrad serta Pimpinan-pimpinan Lembaga Pendidikan ABRI maupun TNI-AD.

5. WISUDA PURNAWIRA 38 PATI TNI-AD

KASAD Jenderal TNI Poniman tanggal 15 Nopember 1981 di Bandar Halim Perdanakusuma menerima kedatangan tamu TNI-AD KASAD Singapore Brigjen Tan Chin Tiong yang berada di Indonesia sampai dengan tanggal 24 Nopember 1981.

KASAD Singapore disertai Col. R. Menon DAN SESKO AD Singapore, Letkol Sin Boon Wah Asisten Intel, Letkol Chin Siat Yoon Asisten Logistik dan Mayor Chew Soon Kin.

Tanggal 16 Nopember 1981 KASAD Singapore Brigjen Tan Chin Tiong berkunjung ke Mabes TNI-AD untuk kunjungan kehormatan kepada KASAD Jenderal TNI Poniman.

Dalam pertemuan tersebut KASAD Jenderal TNI Poniman didampingi para Asisten KASAD dan pejabat-pejabat teras Mabes TNIAD.

Pertemuan diakhiri dengan saling mempertukarkan tanda kenang-kenangan. Selesai pertemuan dengan KASAD Brigjen Tan Chin Tiong menuju ruang data untuk mendengarkan penjelasan tentang TNI-AD pada umumnya.

Acara-acara berikutnya pada hari itu adalah mengadakan kunjungan kehormatan kepada Men HANKAM/PANGAB Jenderal TNI M. Yusuf, Pangkostrad Mayjen TNI Rudini dan Gubernur LEMHANAS Letjen TNI Sutopo Juwono. Sore harinya tamu TNI-AD tersebut mengunjungi Monumen Pancasila Sakti dan Taman Mini Indonesia Indah.

Sebagai penghormatan kepada tamunya, KASAD Jenderal TNI Poniman pada malam harinya mengadakan jamuan bagi Brigjen Tan Chin Tiong dan rombongan.

KASAD Singapore Brigjen Tan Chin Tiong pada kesempatan jamuan malam menghormati KASAD Jenderal TNI Poniman tanggal 23 Nopember 1981 di Jakarta menyatakan sangat gembira dan terkesan sekali menyaksikan disiplin dan profesionalisme serta dedikasi prajurit-prajurit TNI-AD di tempat-tempat yang dikunjunginya di Indonesia.

KASAD Jenderal TNI Poniman dalam upacara Wisuda Purnawira, tanggal 15 Desember 1981 menyerahkan pedang kehormatan Eka Paksi kepada para Perwira Tinggi TNI-AD yang memasuki masa pensiun.

Kepada para Pati TNI-AD juga diserahkan tanda penghargaan KASAD atas segala jasajasa dan pengabdiannya kepada Negara dan Bangsa sedang bagi para isteri masing-masing Pati mendapat piagam penghargaan KASAD.

Upacara yang khidmat ini berlangsung di Aula Mabes TNI-AD dengan disaksikan antara lain oleh Jenderal TNI (Pur) Makmun murod, Kaskar Hankam Letjen TNI Charis Suhud, Kasmin Hankam Letjen TNI Yogie Soepardi, para Asisten KASAD dan pejabat-pejabat teras TNI-AD lainnya.

KASAD Jenderal TNI Poniman menyatakan dalam amanatnya bahwa para Pati yang diwisuda merupakan pejuang-pejuang dan sebagai pejuang tidak ada batas waktu mengabdi kepada Negara dan Bangsa.

Menurut Jenderal TNI Poniman laupun para Pati yang diwisuda secara formal organisatoris sudah di luar dinas aktif TNIAD/ABRI namun secara moril dan kejiwaan para Perwira Tinggi tersebut adalah tetap Perwira-perwira TNI-AD yang selain sumbangan pikiran, pengalaman dan dukungan morilnya selalu diperlukan oleh TNI-AD, juga sewaktu-waktu Negara memerlukan tetap merupakan cadangan Nasional yang sangat potensiel yang dapat digerakkan setiap saat.

KASAD Jenderal TNI Poniman mengharapkan kepada para yang diwisuda agar tetap bersatu dalam ikatan keluarga besar TNI-AD dengan saling asih, saling asah dan saling asuh, untuk mengisi kemerdekaan yang telah ditegakkan dan bela bersama, demikian Jenderal TNI Poniman.

Acara wisuda purnawira Pati TNI-AD dimeriahkan dengan suatu acara yang menggambarkan pelimpahan tanggung-jawab dan kepercayaan kepada generasi yang lebih muda.

Dalam acara ini 2 orang siswa Secapa TNI-AD dan 2 Taruna AKABRI DARAT masing-masing menyerahkan sepiring tumpeng kepada Letjen TNI Solichin GP beserta Ibu dan Letjen TNI Ismail Saleh beserta Ibu sebagai tanda menghormati generasi yang lebih tua.

Sebaliknya Letjen TNI Solichin GP dan Letjen TNI Ismail Saleh menyerahkan tunas kelapa kepada wakil siswa Secapa dan wakil Taruna AKABRI DARAT sebagai tanda pelimpahan kepercayaan dan tanggung-jawab.

Daftar para Pati yang diwisuda Purnawira sebagai berikut:

Akhir tahun 1981 ditandai peristiwa bersejarah bagi TNI-AD yaitu pelepasan 38 PATI yang memasuki masa
Purnawira.
Tampak Jenderal TNI Poniman menyerahkan pedang EKA PAKSI SAKTI kepada Letjen (Pur) Solichin GP
yang disaksikan juga oleh Ny. Solichin.


Page 8

PELINDUNG Kepala Staf TNI Angkatan Darat

PEMBINA Deputi Kepala Staf TNI Angkatan Darat

STAF AHLI Asisten Pengamanan Kepala Staf TNI Angkatan Darat

Asisten Operasi Kepala Staf TNI Angkatan Darat Asisten Personil Kepala Staf TNI Angkatan Darat

Asisten Logistik Kepala Staf TNI Angkatan Darat Asisten Perencanaan Kepala Staf TNI Angkatan Darat

Asisten Teritorial Kepala Staf TNI Angkatan Darat Inspektur Jenderal dan Perbendaharaan TNI Angkatan Darat

PEMIMPIN REDAKSI Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Darat

WAKIL PEMIMPIN REDAKSI Wakil Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Darat

REDAKTUR PELAKSANA Asisten Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Darat

SEKRETARIS REDAKSI Mayor Inf. Soewono B.A. - Mayor Inf. Mardi Rahardjo B.A.

DESK MILITER TEKNIS Letnan Kolonel Cpl. Herman Hidayat

DESK MILITER TERITORIAL Letnan Kolonel Inf. Herman Musakabe

STAF REDAKSI Letnan Kolonel Inf. Ali Masyahwa, Mayor Inf. Martono SH.

TATA LETAK dan PERIKLANAN Letkol Art. Nazwir Husein

ILLUSTRATOR Mayor Inf. Koman Wigena Subrata B.Sc.

PENCETAK

Tetap Jaya Offset, Jakarta Majalah YUDHAGAMA adalah sarana komunikasi pembinaan TNI-AD, yang mempunyai tugas pokok:

Menyebarluaskan kebijaksanaan Pimpinan Departemen Hankam dan Pimpinan Tentara

Nasional Indonesia Angkatan Darat kepada seluruh jajaran TNI Angkatan Darat. b. Memberikan wadah untuk pemikiran-pemikiran yang konstruktif dalam pembinaan TNI

Angkatan Darat dan pembinaan teknis pembinaan teritorial yang menjadi Tugas Pokok

TNI Angkatan Darat menuju Ketahanan Nasional yang kukuh kuat. c. Pengamanan personil TNI Angkatan Darat. d. Menyediakan sarana komunikasi untuk penjabaran kemanunggalan ABRI dan Rakyat. Tulisan-tulisan yang dimuat dalam majalah ini merupakan pandangan pribadi penulisnya dan tidak perlu sama dengan pendapat Pimpinan TNI-AD. Redaksi menerima karangan dari dalam lingkungan TNI-AD maupun dari luar lingkungan TNI-AD, dengan syarat merupakan karangan asli yang belum dimuat dalam majalah lainnya. Karangan yang dimuat dalam majalah ini dapat dikutip seluruh atau sebagian dengan menyebut sumbernya. Karangan-karangan dan surat-surat untuk Redaksi dapat dialamatkan kepada Dinas Penerangan TNI-AD, JI. Veteran No. 5 Jakarta, Telepon No. 348300, 360260, 366838. Surat Tanda Terdaftar dari Deppen No. 655/SK/DITJEN PPG/STT/24-9-1979. Kulit depan. Untuk dapat mengikuti perkembangan dunia Angkatan Bersenjata di samping semangat juang yang tinggi, diperlukan pula kemampuan sebagai prajurit professional

. Karenanya, Pimpinan ABRI/TNI-AD menetapkan peningkatan kemampuan professional merupakan salah satu arah kebijaksanaan personil. Dalam gambar tampak defile Taruna dengan semangat Sudirman yang tinggi. Kulit belakang Bagi prajurit ABRI/TNI-AD, saat mulai pensiun bukanlah merupakan batas akhir pengabdiannya karena sifat keperjuangan melekat pada seorang prajurit sepanjang hidupnya. Gambar me


Page 9

” bidang itu. Agar masyarakat terlindung da melepaskan kepuasannya. Sampai akhir hayatri malapetaka maka Pemerintah tidak sem nya pun dia tetap menekuni bidangnya dan barangan memberikan lisensi. Seorang dokter walaupun dia tua sampai lumpuh sekalipun umpamanya tidak akan begitu gampang diberi semangatnya akan berkobar kalau dia tahu ijin membuka praktek. Hal ini tidak begitu bahwa negaranya membutuhkan dia. aneh lagi di Indonesia. Seorang montir mobil Prajurit professional seperti Mac Arthur tidak akan sembarangan buka praktek kalau mengatakan "Old soldier never die, they just tidak ada ijin khusus dengan qualifikasi faded away” Prajurit yang extrim professio(pengalaman dan pengetahuan, khusus. Se nal seperti Patton bukan saja ahli dan mencinorang montir yang tidak qualified (tidak pro tai keprajuritan malah dituduh sangat senang fessional) memperbaiki rem mobil ternyata

berperang dan membunuh. Dalam pertempurkeliru maka akibatnya fatal.

an tank di Afrika Utara dia berdiri di atas kuArti professional itu akhirnya berkembang bah tank dan tidak takut sedikit pun. Dia medengan arti mutu. Umpamanya suatu obat ngatakan "death can be more exciting than cuci rambut (shampo) ditulis "professional” life”. Ini adalah cermin dari prajurit prodengan maksud bahwa produksinya itu ber

fessional sejati. mutu tinggi (high quality).

Untuk memberi kedalaman satu orang lagi Dengan demikian arti professional itu je contoh prajurit professional Sejati. Pada masa las kurang relevan apabila secara sempit di perang Vietnam seorang Kolonel, Komandan kaitkan dengan bayaran akan tetapi harus de Grup "Green Baret” diperkarakan karena dia ngan mutu. Sesuatu yang bermutu dengan memerintahkan pembunuhan terhadap sesendirinya akan dapat imbalan yang sesuai orang spion utama Vietnam Selatan yang terdengan mutunya.

nyata adalah "double agent". Pembunuhan itu terbongkar dan oleh Presiden Vietnam

Selatan (waktu itu) persoalan ini diajukan keIII. PRAJURIT PROFESSIONAL

pada Presiden Amerika Serikat. Sudah diteliti Sangat intersan justru Akademi Militer ternyata kesalahan bukanlah terletak kepada West Point pada tahun 1804 adalah "pro Dan Grup tersebut sehingga dia direhabiliter. fessional educсation” yang pertama dalam

Dia diminta memilih jabatan apa yang disubidang tehnologi di Amerika. Maka tidak kai di AD Amerika Serikat kecuali sebagai mengherankan sampai sekarang seorang per

Dan Grup (karena alasan politik). Karena wira lulusan West Point kalau keluar dari cintanya kepada "Green Baret" dan dia termiliter mudah mendapatkan pekerjaan di luar. masuk pendirinya, dia meminta kembali seIni adalah suatu perbandingan saja dan bukan bagai Dan Grup dan kalau tidak lebih baik maksud tulisan membahas masalah professio keluar dari tentara. Ternyata Presiden AS nal dalam bidang tehnologi itu.

tak mengabulkannya dan dia keluar dari

danas Dengan pengertian professional secara

Tentara. Karier militernya sangat gilang gemiumum di atas maka mudah bagi kiga untuk

lang. Dari West Point dia lulus terbaik dalam mengerti apa prajurit professional itu. Bahwa bidang mental dan dia adalah salah satu calon prajurit professional itu digaji itu jelas. Pra Kasad Tentara Amerika Serikat. Akan tetapi jurit mana di dunia ini yang tidak digaji. kebanggaannya, cintanya dan jiwa professioWalaupun dia prajurit pejoang sekalipun nalnya melebihi segala-galanya. dia digaji sebab pejoang pun perlu uang untuk Kalau kita mengatakan "Green Baret" hidup. Masalahnya bukanlah masalah uang Amerika Serikat, "Red Baret”, Inggris, akan tetapi masalah keahlian, ketrampilan, ”Regiment de marche” Perancis, "Golani pengetahuan yang tinggi, spesialisasi (ahli dalam bidangnya). Sepanjang hidupnya dia latan sebagai tentara professional kita sudah mencintai dan bangga akan pekerjaannya. bisa membayangkan kemampuannya. BatalDia selalu mencari dan bukannya menghin yon dari "Golani Brigade” melaksanakan dari tugas karena dengan tugas itulah dia bisa mountainering selama 8 jam di Mt. Hermon


Page 10

DWI FUNGSI ABRI DAN PENGABDIAN

KEPADA NEGARA DAN BANGSA

Pimpinan Redaksi Yudhagama telah minta sumbangan tulisan lagi untuk mengisi majalah kita. Tetapi waktunya amat mendesak, sehingga tulisan harus dibuat dengan cepat agar dapat sampai di Jakarta sesuai waktu yang dikehendaki redaksi. Di fihak lain saya memang tertarik untuk menulis, khususnya setelah dari jauh mengikuti hasil rapat pimpinan ABRI 1982 dan membaca amanat Presiden Suharto ketika para peserta rapat menghadap beliau. Dalam harian Indonesia saya membaca bahwa baik pimpinan ABRI maupun Bapak Presiden sendiri kembali menegaskan masih penting. nya Dwifungsi ABRI. Dari jauh saya amat membenarkan pernyataan-pernyataan itu, oleh karena memang Dwifungsi ABRI masih diperlukan sebagai salah satu cara pengabdian kepada Negara dan Bangsa. Garis-Garis Besar Haluan Negara menyatakan bahwa hakekat pembangunan nasional Indonesia adalah pembangunan manusia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia. Kita semua yakin akan kebenaran ketentuan itu. Tetapi setelah hidup di Jepang selama lebih dari 2,5 tahun saya menjadi lebih yakin lagi akan kebenarannya. Negara dan Bangsa Indonesia hanya dapat ma

ju dan mencapai tujuan-tujuannya, apabila manusia dan masyarakat Indonesia berkembang kwalitas atau mutunya dengan sebaikbaiknya. Jepang sebagai negara tidak mempunyai sumber energi dan sumber alam lainnya yang berarti dan harus mengimpornya dari luar negeri dengan biaya mahal. Ditambah lagi tanahnya diliputi oleh gunung-gunung sehingga hanya sekitar 30% dapat ditanami, ini pun masih dibatasi oleh iklim yang tidak memungkinkan penanaman dalam musim dingin. Di samping itu tanah yang terbentang itu dihuni oleh bangsa yang jumlahnya 115 juta orang lebih. Tetapi dalam kenyataan bangsa itu telah mencapai kemajuan dan kesejahteraan yang tinggi sekali. Demikian pula kita melihat perkembangan serupa di Korea Selatan dan Taiwan, meskipun belum mencapai kemajuan dan kesejahteraan setinggi Jepang. Ini semua tercapai di Jepang dan bangsa lainnya itu oleh karena kwalitas manusia dan masyarakatnya. Dan kalau sekarang Amerika Serikat dan Eropa Barat mengalami kemunduran itu pun akibat kemunduran dalam kwalitas manusia dan masyarakatnya. Ini semua menunjukkan bahwa mutu manusia dalam masyarakatlah yang menentukan kemajuan suatu bangsa dan bukan benda-benda yang dimilikinya seperti minyak dan lain-lain. Apabila Dwifungsi ABRI hendak menunjukkan kepada sejarah betapa penting peranannya untuk kemajuan Negara dan Bangsa, maka kiranya hal inilah yang perlu mendapat perhatian utama. Di masa lampau Dwifungsi ABRI sudah menunjukkan peranannya untuk sejarah Negara dan Bangsa, seperti dalam penegakan dan pengamanan kemerdekaan serta dalam penyelamatan Pancasila terhadap rongrongan dan serangan Gestapu/PKI. Untuk sekarang dan masa yang akan datang hendaknya Dwifungsi ABRI memberikan perhatian penuh kepada pembangunan manusia seutuhnya


Page 11

sebagai nilai tertinggi dalam kehidupan, maka hal-hal seperti cinta kepada Tanah Air, solidaritas kelompok dan lain-lain kurang dihargai. Individualisme berpendapat bahwa kemajuan adalah bersumber pada individu dan makin baik keadaan individu makin besar kemajuan akan tercapai. Memang hingga pertengahan abad ke-20. Eropa Barat dan Amerika menunjukkan bahwa individualisme membawa kemajuan. Tetapi sekarang terbukti bahwa faham yang menganut harmoni individu dan masyarakat seperti yang terdapat di Jepang, Korea Selatan dan Taiwan memperlihatkan dinamika yang lebih tinggi. Ini ditunjukkan dalam produktivitas yang lebih tinggi, kwalitas pekerjaan yang lebih baik dan kemantapan kehidupan masyarakat. Nampaknya individualisme kehilangan dinamika setelah mencapai kehidupan yang sejahtera. Motivasinya amat berkurang, karena nampaknya tidak atau kurang ada tanggung jawab terhadap masyarakat dan bangsa. Apabila kita bandingkan negara-negara Eropa Barat dan AS sekarang dengan keadaannya tiga puluh atau lima puluh tahun yang lalu, maka kita melihat besar perbedaannya dalam sikap hidup dan produktivitas manusianya. Sebab itu adalah kurang tepat apabila kita mengikuti faham individualisme itu. Pertama itu adalah salah karena bertentangan dengan Pancasila. Dan kedua, karena dengan mengembangkan harmoni individu dengan masyarakat seperti yang dikehendaki Pancasila, kita justru akan dapat mewujudkan dinamika yang kuat untuk kemajuan. Dan cinta kepada Tanah Air yang berbentuk usaha un. tuk membuat Tanah Air kita maju merupakan salah satu bentuk sikap harmoni individu dan masyarakat, dan bahkan merupakan usaha utama untuk menimbulkan kemajuan. Motivasi itu akan dapat menggerakkan manusia Indonesia untuk berbuat positif dan kreatif, sehingga lambat laun tercapai pembangunan manusia Indonesia seutuhnya. Demikian pula masyarakat Indonesia akan menjadi lebih maju langkah demi langkah. Siapakah yang tiga puluh tahun yang lampau berani meramalkan bahwa Jepang akan dapat menyamai, apalagi melampaui, Eropa Barat

dan Amerika Serikat dalam produksi industri seperti alat kamera, alat-alat listrik, apalagi mobil dan komputer. Tetapi nyatanya sekarang demikian keadaannya, dan ini adalah hasil dari sikap hidup yang berlandaskan solidaritas kelompok. Umpama saja dalam pabrik-pabrik dibentuk kelompok-kelompok "quality control" oleh para pekerja yang menjadikan proses produksi lebih maju, hal mana tidak terdapat di AS. Hubungan antara pimpinan perusahaan dengan pekerjanya adalah hubungan satu keluarga perusahaan yang membuat semuanya berdedikasi untuk menjadikan perusahaan mereka nomer satu di antara perusahaan-perusahaan yang ada. Maka solidaritas kelompok tidak meniadakan persaingan, bahkan persaingan adalah kuat sekali. Tetapi persaingan itu berhenti kalau kepentingan kelompok yang lebih besar harus diutamakan. Sebab itu Dwifungsi ABRI perlu menyebarkan rasa cinta kepada Tanah Air, kepada seluruh rakyat kita. Dan itu akan berhasil, kalau para anggota ABRI sendiri menunjukkan cinta kepada Tanah Air secara kuat. Cinta kepada Tanah Air itu harus berwujud dalam perbuatan yang nyata dan tidak sekedar dalam pembicaraan belaka. Seperti yang diamanatkan Bapak Presiden Suharto, masyarakat hanya melihat bagaimana perbuatan ABRI. Perbuatan yang diperlukan sesuai dengan peningkatan harga Tanah Air adalah perbuatan yang didasarkan kesungguh-sungguhan, apa pun yang dilakukan. Kalau kita berhasil untuk lebih sungguh-sunguh dalam tiap-tiap perbuatan kita, maka lambat atau cepat pasti akan ada hasilnya yang positif. Yang berikut adalah sikap solidaritas terhadap rakyat dan segala sesuatu yang bersifat Indonesia. Hal ini sebetulnya bukan barang baru untuk TNI. Ketika dalam Perang Kemerdekaan dan menghadapi berbagai masalah keamanan dalam negeri, TNI senantiasa bersatu dengan rakyat. Sekarang hal itu dilakukan dalam program ABRI Masuk Desa. Jadi hal kedua ini tinggal penyempurnaan. Dan penyempurnaan akan terjadi apabila sikap pertama, yaitu kesungguh-sungguhan dalam tiaptiap perbautan, dilaksanakan.

Yang ketiga adalah sikap nyata dalam pelaksanaan musyawarah. Hendaknya disadari bahwa musyawarah tidak akan menghilang. kan ketegasan. Orang Amerika di masa lampau suka mengkritik cara Jepang yang melakukan musyawarah dalam berbagai keadaan, Katanya, ini menjadikan keadaan berlarutlarut dan pekerjaan menjadi lambat. Tetapi sekarang orang Amerika sadar bahwa pendapatnya salah. Sebab melalui musyawarah orang Jepang mengikutsertakan setiap ang. gota dalam proses pengambilan keputusan. Akibatnya adalah, bahwa pada saat keputusan diambil setiap anggota sudah mengetahui persoalannya dan dapat melaksanakan pekerjaan dengan tepat dan cepat. Inilah yang sekarang menghasilkan kwalitas tinggi dalam produksi industri Jepang dibandingkan AS dan Eropa. Sedangkan di AS memang dapat diambil keputusan dengan cepat tanpa musyawarah. Tetapi ketika hendak melaksanakan keputusan, itu masih perlu mengadakan berbagai briefing untuk memberikan informasi kepada anggota tentang hal-hal yang harus dilakukannya. Ini memerlukan waktu yang tidak sedikit. Sehingga menurut seorang professor Universitas Harvard, Dr. Ezra Vogel, cara musyawarah memang memerlukan waktu lebih banyak sebelum tiba pada keputusan. Tetapi cepat dalam pelaksanaan, sehingga waktu seluruhnya yang diperlukan lebih singkat cara musyawarah dari pada cara AS. Dan di samping itu dapat diperoleh partisipasi setiap anggota yang lebih tinggi, sehingga hasil pekerjaan menjadi lebih tinggi kwalitasnya.

Salah satu hal yang sekarang ingin ditiru AS adalah apa yang bernama quality control groups, yaitu kelompok-kelompok diskusi untuk peningkatan kwalitas. Buat kita yang mempunyai dasar musyawarah untuk mufakat sebenarnya hal ini justru wajar. Tetapi karena di masa lampau kita terlalu melihat kepada cara-cara barat, maka kita suka menterlantarkan sifat kita yang asli. Hal yang berikut yang perlu ditunjukkan ABRI adalah sikap mandiri atau senantiasa sanggup berdiri di atas kaki sendiri, dalam bahasa asing "self reliance”. Ini pun sebenarnya untuk TNI bukan hal baru. Ketika bergerilya kita sudah menetapkan perlunya pengembangan sifat keuletan dan mandiri ini. Dan sekarang sifat itu tercantum sebagai salah satu prinsip dalam doktrin perang rakyat semesta. Tetapi yang penting sekarang adalah realisasi dari prinsip itu dalam kehidupan kita yang nyata dalam setiap keadaan. Sikap yang tidak "aleman”, tidak cengeng ketika menghadapi kesulitan, tetapi senantiasa berusaha keluar dari kesulitan itu dengan sepenuh tenaga sendiri. Kemudian adalah sikap untuk senantiasa memelihara kesehatan dan kekuatan lahir-bathin. Ini akan membawa kita kepada hidup sederhana, tidak berlebih-lebihan, dan kepada usaha untuk hidup secara wajar dan rajin bekerja. Sebab sifat berlebih-lebihan, malas, sifat tidak peduli lingkungan, semuanya akan meniadakan kesehatan dan kekuatan lahir-bathin. Sebaliknya pemeliharaan segala apa yang oleh Tuhan diberikan kepada kita,

apakah tubuh kita atau keluarga kita atau barang-barang kita dan akhirnya bangsa kita, akan membawa kesehatan dan kekuatan lahir-bathin kepada kita. Dan akhirnya saya ingin ajukan sikap untuk senantiasa bersedia belajar, termasuk dari bangsa lain, apabila ada hal-hal yang dapat menyempurnakan kehidupan bangsa kita. Untuk itu kita perlu senantiasa mawas diri, sehingga mengetahui kelemahan dan kekuatan kita sendiri. Dan sanggup belajar baik-baik hal-hal yang dapat menambah kekuatan kita. Tetapi apa yang kita ambil dari bangsa lain hendaknya hanya merupakan "pakaian luar" atau "senjata” bagi kita dan tidak merobah isi kita atau kepribadian kita. Kalau ABRI sanggup berbuat seperti halhal yang dikemukakan, maka Dwifungsi ABRI akan besar sekali manfaatnya kepada Tanah Air dan Bangsa. Rakyat umumnya akan terbawa dalam sikap yang sama, oleh karena itu memang sikap yang wajar bagi suatu bang. sa yang merdeka. Kemudian ke luar lingkungan ABRI, kita harus senantiasa memperjoangkan agar pendidikan rakyat senantiasa dapat diperluas volumenya dan dipertinggi mutunya. Ini meliputi pendidikan dalam keluarga, di sekolah maupun dalam masyarakat. Dan menyangkut setiap bentuk pendidikan, yaitu pendidikan watak, kecerdasan, jasmani, serta berbagai kecakapan dan kemahiran (skill). Sebab hanya melalui pendidikan kita akan dapat merobah kemampuan rakyat kita langkah demi langkah. Yang berikut perlu kita perjoangkan agar dalam masyarakat kita berlaku hubungan kekeluargaan dalam lingkungan pekerjaan. Artinya setiap lingkungan pekerjaan, apakah perusahaan atau kantor, hakekatnya merupakan suatu wujud kekeluargaan. Sifat kekeluargaan tidak perlu berarti kelemahan. Dalam kehidupan kita sendiri kita dapat melihat atau mengalami bahwa suatu keluarga yang teratur, artinya setiap anggotanya menepati ketentuan-ketentuan, adanya rasa kasih sayang dan lain-lain, menghasilkan anggota-anggota yang menonjol. Kalau aturan dalam keluarga lemah tentu hasilnya juga lemah. Maka setiap lingkungan pekerjaan harus di

usahakan menjadi lingkungan keluarga yang kuat dan tertatur. Saya berpendapat bahwa ini akan amat menunjang hasil pekerjaan atau produktivitas masyarakat Indonesia, oleh karena kekeluargaan merupakan sifat asli bangsa kita. Sudah barang tentu ABRI harus selalu membuktikan bahwa kita menolak setiap bentuk diktatur, sebagaimana sejak tahun 1965 kita tegaskan. Ini berarti bahwa kita mengusahakan agar masyarakat kita senantiasa menperhatikan kehidupan demokrasi dalam bidang politik dan ekonomi. Dalam perjoangan untuk menegakkan dan mengamankan Pancasila tindakan-tindakan dan sikap yang digambarkan dia tas merupakan pendekatan tidak langsung. Pendekatan tidak langsung itu biasanya mempunyai efek lebih besar dari pada pendekatan langsung, khususnya dalam masyarakat timur. Tetapi kita juga harus mampu melakukan pendekatan langsung, apabila tidak dapat dihindarkan lagi. Yaitu kalau ada unsur-unsur, baik yang berasal dari luar maupun dari dalam masyarakat Indonesia sendiri, membahayakan kelangsungan Pancasila. Dalam melaksanakan pendekatan langsung pun kita harus cermat, sungguh-sungguh dan senantiasa tahu apa yang menjadi sasaran tindakan. Sehingga dicegah effek yang kurang menguntungkan bagi rakyat secara umum. Sebab bagaimanapun mayoritas rakyat kita itulah yang merupakan sumber kekuatan Tanah Air kita Indonesia. Tanpa rakyat tidak ada Indonesia dalam arti sebenarnya. Kecintaan kita dan rakyat umumnya kepada Tanah Air Indonesia akan memupuk dan membentuk manusia dan masyarakat yang utuh seperti yang dikehendaki GBHN. Ini pula akan membuat Indonesia kuat dan sejahtera. Dan kalau Indonesia kuat dan sejahtera, kita akan mampu memberikan kontribusi

besar dan bermanfaat untuk ummat manusia sebagai lingkungan keluarga yang lebih besar. Semoga Dwifungsi ABRI berhasil memberikan peranan yang diharapkan oleh Tanah Air dan Bangsa kita, dan untuk itulah kita sebagai anggota ABRI harus bersikap dan berbuat semestinya.

Pembinaan Tenaga Manusia

Dalam Rangka Penyusunan Cadangan ABRI Sebagai Unsur

HANKAMRATA

3. Ruang lingkup

Ruang lingkup tulisan ini akan meliputi bagaimana memanfaatkan sumber tenaga manusia dalam menyusun cadang

ABRI dengan sistematika sebagai berikut:

a. Pendahuluan b. Tinjauan Umum Strategis c. Sistem Wamil dan masalah-masalahnya d. Gagasan penyelenggaraan sistem Wamil e. Pembinaan kekuatan HANKAMRATA f. Kesimpulan g. Penutup

1. Umum

Pasal 30 ayat (1) UUD'45 menyatakan hak dan kewajiban setiap warga negara ikut serta dalam usaha pembelaan negara.

Pembelaan negara adalah merupakan


sikap, perbuatan dan tindakan yang di- dasarkan kepada kesadaran kebangsaan dan kecintaan terhadap tanah air. Bagi

bangsa Indonesia, pembelaan negara terse-


but adalah untuk mencegah, menangkal dan meniadakan segala bentuk hambatan,

tantangan, ancaman dan gangguan yang

membahayakan terhadap kemerdekaan

bangsa atau kedaulatan Negara Indonesia


yang berlandaskan Pancasila dan UUD'45. Dalam penyelenggaraan bela negara, di- tentukan kebijaksanaan tentang pengo- lahan sumber tenaga manusia bagi pem- belaan negara. Adapun bagaimana cara menuangkan kebijaksanaan tersebut,

merupakan masalah yang ingin diung-

kapkan di dalam tulisan ini.

Usaha penyelenggaraan yang dilaksanakan

sekarang ini, baik melalui Milsuk, Milwa

4. Pembangunan Nasional

Dalam pembangunan nasional harus diperhatikan keserasian antara usaha di bidang kesejahteraan nasional dan di dalam bidang keamanan nasional dalam menciptakan suatu kehidupan yang kertaraharja.

Hasil usaha tersebut akan memberikan kemampuan kepada bangsa Indonesia

untuk memelihara kelangsungan hidup di dalam lingkungan yang penuh tantangan dan ancaman. Kemampuan ini merupakan hakekat dari Ketahanan Nasional.

Politik dan Strategi Keamanan Nasional

Dalam menentukan politik dan strategi keamanan nasional, kita harus mampu mempersiapkan diri untuk menghadapi musuh-musuh yang nyata maupun potensial yang akan mengganggu keamanan, kedaulatan bangsa dan jalannya pembangunan nasional yang sedang kita laksanakan dalam mencapai cita-cita bangsa. Dengan demikian upaya keamanan nasional pada hakekatnya mempunyai lingkup yang sangat luas.

Pengamanan terhadap ancaman yang timbul bukan hanya terhadap sasaransasaran fisik saja, tetapi juga terhadap yang bersifat non fisik berupa alam pikiran rakyat. Alam pikiran rakyatlah yang menjadi

medan perang utama dan faktor inilah yang paling menentukan. Akhirnya keamanan nasional harus dicapai melalui kegiatan seluruh rakyat Indonesia. Dengan ideologi Pancasila dan nilai-nilai nasional sebagai bekal yang tangguh, serta dilengkapi dengan pengetahuan dan keterampilan, dapat diharapkan spontanitas dan melintasi segenap rakyat Indonesia dalam menghadapi setiap ancaman dan gangguan yang membahayakan keamanan nasional dan kelangsungan hidup bangsa. Hal ini dirumuskan menjadi doktrin "HANKAMRATA”. Yang penting dan perlu dikembangkan adalah implementasinya yang tepat dalam rangka upaya HANKAMNAS. Strategi yang ditempuh adalah membangun kemampuan HANKAMRATA dengan membangun kekuatan APRI dengan kekuatan siap yang kecil serta cadangan yang cukup dapat dikembangkan pada saat diperlukan dan POLRI yang cukup dalam menghadapi keamanan dan keter

Untuk meningkatkan kemampuan Hankam diperlukan tenaga-tenaga personil yang berkwalitas tinggi, baik untuk Milsuk, Milwa maupun Rakyat terlatih. Nampak para pemuda/remaja yang berminat dengan memasuki ABRI/TNI-AD sedang mengikuti test jasmani.


Page 12

tiban masyarakat.

Bentuk keamanan rakyat dan pertahanan rakyat yang nyata maupun potensial yang tersebar merata di seluruh wilayah negara, diwujudkan oleh masa rakyat yang militan, spontan serta memiliki ketahanan ideologi yang tangguh. Setiap investasi harus menunjukkan kemanfaatan yang nyata dalam hubungannya dengan pencapaian tujuan dan mempunyai kegunaan yang cukup panjang, dengan mempertimbangkan prinsip-prinsip ekonomi, di samping efektivitas untuk menghadapi keadaan darurat harus tetap terjamin.

Dalam penyelenggaraan pertahanan keamanan, menyangkut berbagai pihak dan rakyat banyak harus diatur melalui Undang-Undang yang menetapkan aturanaturan pokok berlandaskan falsafah negara, UUD 45 dan Doktrin HANKAMRATA.

untuk memberikan kedalaman guna menjamin kelangsungan pelaksanaan

tugas APRI secara berlanjut. d. Perencanaan penyusunan komponen

APRI harus terintegrasikan dan terkendalikan secara sentral serta pelak

sanaannya didesentralisasikan. e. Pada dasarnya penyusunan dan penge

rahan komponen cadangan APRI bersifat kewilayahan, kecuali hal-hal yang

bersifat khusus. f. Penyusunan cadangan APRI harus ber

landaskan prinsip-prinsip ekonomi. Atas dasar landasan tersebut, diharapkan akan dapat diperoleh suatu hasil yang optimal dalam menyusun dan meng-organisasi-kan cadangan APRI yang diperlukan.

SISTEM MILWA DAN MASALAH-MASALAHNYA

Komponen Cadangan APRI

Komponen cadangan APRI sebagai kekuatan merupakan perpaduan daripada personil, sarana dan prasarana, yang tersusun dan terlatih dan merupakan bagian dari APRI. Sedangkan cadangan POLRI adalah seluruh APRI yang dapat mendukung tugas pelaksanaan yang dibebankan kepada POLRI bila sewaktu-waktu diperlukan. Komponen cadangan APRI harus mampu dikembangkan sesuai dengan kebutuhannya. Landasan-landasan yang perlu mendapat perhatian dalam penyusunan dan pengembangan APRI adalah: a. Komponen cadangan APRI harus

mampu mengembangkan kekuatan aktif APRI baik secara kwantitatif maupun kwalitatif, dalam waktu singkat

dan setiap saat diperlukan. b. Komponen cadangan APRI harus da

pat dimobilisasikan dan didemobilisasikan dalam waktu yang cepat dan

singkat. c. Komponen cadangan APRI disusun

7. Penyelenggaraan Wamil

Suatu kenyataan sekarang bahwa penyelenggaraan Sistem Wamil hanya berupa suatu status saja, di mana pengerahannya sebenarnya berdasarkan kesukarelaan dari setiap individu, yang di antaranya terjadi karena keterbatasan lapangan kerja. Bagaimana cara mengatasi agar Departeman HANKAM tidak terlalu dibebani perawatan personil (akomodasi, gaji dan lain-lainnya) dan tercapai pembentukan kekuatan HANKAM yang cukup. Dalam suatu struktur personil APRI seyogyanya terdiri dari personil Milsuk dan Milwa. Personil Milsuk merupakan personil profesi yang mempunyai dinas selamanya dalam APRI, sedangkan personil Milwa terdiri dari personil yang melakukan kewajiban bela negara. Di samping kekuatan aktif tersebut perlu pula dibentuk suatu cadangan yang berupa Militer Cadangan (MILCAD) yang cukup besar yang mampu mengembangkan kekuatan

untuk memenuhi kebutuhan setiap saat mencakup kekuatan lapangan beserta segenap unsur, sarana dan sumber daya yang diperlukan untuk mendukungnya.

Sebahagian besar sumber MILCAD akan terdiri dari personil ex Milwa, karena pada dasarnya sumber ini akan terdiri dari personil yang telah aktif dalam dinas APRI yang usianya relatif muda, sedang ex Milsuk yang pada umumnya akan dipisahkan setelah mencapai usia pensiun.

Perlu selalu diperhatikan bahwa pembentukan serta perawatan personil militer sangat mahal. Sebagai misal TNI-AD dalam RENSTRAII (1979 1983) ditentukan sasaran kekuatan personil sebesar 230.000 orang. Untuk mewujudkan kekuatan tersebut harus dikerahkan setiap tahun personil Pa, Ba dan Ta. Khusus untuk personil Milwa setiap tahunnya harus melakukan pengerahan sebagai berikut:

8. Penyaluran ex Wamil

Yang menjadi masalah adalah bagaimana menyalurkan personil ex Milwa kembali ke masyarakat karena pada umumnya pengerahannya berdasarkan kesukarelaan dan sebagian di antara mereka belum mempunyai lapangan kerja. Pengembalian mereka tanpa suatu penyaluran mungkin akan menimbulkan hal-hal yang negatif, di mana sebagai pengang. gur dengan suatu kemahiran militer dapat menimbulkan problema yang menyulitkan. Karena masalah tersebut, pada akhirnya sebagian besar kalau tidak dapat dikatakan seluruhnya akan dipertahankan dalam dinas militer menjadi Milsuk. Dengan demikian sumber utama MILCAD tidak terrealisir, di samping akan merupakan beban perawatan bagi Departemen HANKAM yang cukup besar karena personil Milsuk baru akan dipisahkan setelah mencapai usia pensiun.

Dengan demikian rata-rata setiap tahunnya kita akan mengerahkan personil Milwa 11.500 orang selama RENSTRAIl sebesar 57.420 orang. Untuk itu harus disiapkan perawatan mereka termasuk keluarganya. Jumlah tersebut akan berkembang terus dalam RENSTRA-RENSTRA berikutnya. Hal tersebut akan membebani Departemen HANKAM khususnya TNI-AD.

GAGASAN PENYELENGGARAAN

SISTEM MILWA

9. Pengerahan Personil Wamil.

Atas dasar hambatan-hambatan yang dikemukakan di atas, dalam penyelenggaraan Sistem Milwa ingin dikemukakan gagasan bagaimana menerapkan Sistem Milwa agar dapat menjawab permasalahan tersebut di atas dan sekaligus memanfaatkannya dalam penyusunan MILCAD.

10. Hubungan kebutuhan personil militer dan pegawai sipil

Setiap Departemen dalam pemerintahan atau instansi swasta akan selalu memerlukan pengerahan personil baru untuk kelangsungan departemennya

untuk pemenuhan kebutuhan organisasinya untuk setiap periode. Sumber personil sebenarnya sama ialah berasal dari masyarakat, hanya perbedaan utama terletak pada persyaratanpersyaratan yang dikehendaki bagi setiap instansi yang akan menerima/mengerah

1) Memenuhi kesehatan bagi calon

APRI 2) Psychotest (untuk yang diperlukan) 3) Kesehatan jasmani. 4) Lain-lain yang diperlukan.

kan personil baru tersebut. Masalah yang dihadapi Departemen HANKAM pertama adalah bagaimana dapat menyalurkan personil ex Milwa yang akan kembali ke masyarakat atau kembali ke dalam kehidupan masyarakat sipil. Kedua ialah bagaimana dapat mewujudkan suatu MILCAD yang semakin lama semakin berkembang. Permasalahannya ialah bagaimana mengkaitkan kebutuhan personil bagi Departeman HANKAM (APRI) dengan kebutuhan dari instansi-instansi non militer tersebut sehingga pada prinsipnya adalah bagaimana agar ex personil Milwa dapat dimanfaatkan oleh instansi-instansi non militer. Dengan demikian persyaratan-persyaratan yang diperlukan oleh instansi non militer harus dapat dipenuhi oleh ex Milwa yang akan disalurkan. Masalah ini memerlukan suatu koordinasi antara Departemen HANKAM dengan Departemen-Departemen lainnya, dan tidak dapat ditangani secara sepihak oleh Departemen HANKAM sendiri. Bahkan dalam penyelenggaraannya perlu diatur oleh suatu peraturan tersendiri.

Hasil Seleksi tersebut harus disepakati bersama bahwa pada saat pengembalian ke masyarakat sudah merupakan suatu jaminan lapangan kerja bagi ex Milwa yang telah direncanakan jauh sebelumnnya (2 tahun) Sebagai akibat dari pelaksanaan tersebut dengan sendirinya harus ada suatu ketentuan bahwa penerimaan pegawai akan mengutamakan bagi ex Wamil yang telah memenuhi syarat.

Perkembangan dari penerapan Sistem Wamil tersebut cukup luas dan sangat bermanfaat bagi penyelenggaraan Sistem HANKAMRATA maupun dari Departemen/Instansi lainnya. Kemanfaatan bagi Departemen HANKAM ialah: a. Setiap warga negara merasa berkewa

jiban untuk turut serta dalam pembe

11. Persyaratan

Dalam penerapan Sistem Milwa ini dengan sendirinya Departemen HANKAM harus mengetahui rencana pengerahan/ penerimaan pegawai bagi sekian Departeman maupun Instansi-Instansi Swasta. Pengerahan dapat dilakukan bersama sehingga pada hasil seleksi telah memenuhi persyaratan bagi kepentingan masingmasing ialah:

b. Terwujudnya suatu cadangan yang se

tiap tahun akan berkembang. c. Kemanunggalan ABRI dan Rakyat

akan lebih cepat terwujud karena setiap warga negara merasa telah memenuhi kewajibannya, sehingga kehidupan kemiliteran merupakan hal yang

biasa. d. Dapat membangun kekuatan yang efi

sien, sehingga dapat lebih menghemat biaya perawatan personil yang cukup mahal.

a. Secara kwalitatif dapat diterima oleh

Departemen Sipil maupun instansi Swasta meliputi:

1) Keahlian/kejuruan yang diperlukan

2) Tingkatan golongan kepangkatan 3) Persyaratan administrasi lainnya

yang diperlukan.

e. Memperlancar pembinaan karir per

sonil, karena jumlah personil yang ada hanya terdiri personil Milsuk yang jumlahnya tidak terlalu besar.

b. Persyaratan tambahan bagi calon Mil

Melatih ketrampilan keprajuritan bagi mahasiswa adalah salah satu usaha menyediakan tenaga rakyat yang terlatih. Nampak anggota Men Mahajaya sedang berdialog dengan Pangdam V/Jaya.

kembang dan mampu menyusun kekuatan yang diharapkan ke dalam formasi-formasi atau satuan-satuan dengan berbagai tingkat kesiagaan belum dapat dilaksanakan. Kedudukan MILCAD dalam Struktur HANKAM sebaiknya merupakan bagian dari ARPI di samping Milsuk dan Milwa yang berstatus aktif.

HANKAM dalam rangka peningkatan kekuatan APRI untuk menghadapi perkembangan tingkatan keadaan negara pada suatu saat sehubungan dengan ancaman yang dihadapi. Yang penting dalam penerapan gagasan ini adalah suatu pembinaan dan pengorganisasian yang baik agar fungsi MILCAD dapat berjalan.

Untuk memenuhi kebutuhan organisasi Departemen HANKAM sesuai kekuatan HANKAM yang diperlukan, perlu dipelihara secara berlanjut dengan memberikan bekal keterampilan, penggunaan yang sejalan dengan tingkatan keadaan hukum. MILCAD yang sebagian besar terdiri dari ex Milwa perlu diorganisasi dalam suatu wadah secara kewilayahan yang akan merupakan kekuatan yang dapat mendukung kebutuhan akan tenaga personil militer yang sewaktu-waktu dapat diaktifkan kembali. MILCAD tersebut disusun dalam formasiformasi satuan sesuai dengan lingkungannya dan merupakan unit-unit yang dibina secara berlanjut. Ketentuan memenuhi Wajib Militer selama 2 tahun dengan ketentuan: a. 2 tahun pertama dimanfaatkan sepe

nuhnya sebagai wajib militer. b. 2 tahun berikutnya dimanfaatkan un

tuk pembinaan setelah menyelesaikan kewajiban pertama, yang digunakan untuk pemeliharaan dan meningkat

kan keterampilannya sebagai prajurit. Pemanfaatan dalam 2 tahun kedua tersebut b. digunakan selama 2 x 360 hari = 720 hari yang digunakan untuk keperluan pembinaan berupa latihan-latihan penerangan atau satuan, sehingga diperkirakan dapat berlangsung selama + 10 tahun. Penggunaan MILCAD pada dasarnya merupakan usaha penggerakan kekuatan

KESIMPULAN 15. Sistem cadangan APRI merupakan salah

satu penyelenggaraan Doktrin HANKAMRATA yang tepat dalam upaya HAN

KAMNAS. 16. Strategi yang ditempuh membangun

HANKAMRATA adalah membangun Angkatan Perang dengan kekuatan siap yang kecil serta cadangan yang cukup yang dapat dikembangkan pada saat-saat diperlukan dan POLRI yang cukup dalam menghadapi keamanan dan ketertiban

masyarakat. 17. Dalam situasi dan kondisi sekarang sis

tem Milwa belum sepenuhnya dapat dilaksanakan karena personil Milwa hanya merupakan status saja, tetapi berdasarkan kesukarelaan yang antara lain diakibatkan

karena keterbatasan lapangan kerja. 18. Pengerahan personil Milwa perlu dikait

kan dengan pengerahan/penerimaan personil pada instansi-instansi sipil baik Pemerintah maupun Swasta sesuai dengan persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi oleh masing-masing Departemen/ Instansi, sehingga pengembalian ex Milwa dapat ditempatkan pada instansi-instansi sipil tersebut.

19. Demikian gagasan yang dapat dikemuka

kan dalam rangka penyusunan Sistem Cadangan APRI dalam rangka mewujudkan SISHANKAMRATA untuk mencapai ketahanan nasional di bidang HANKAM.


Page 13

USAHA MENINGKATKAN DAN MEMANTAPKAN

MUTU MANUSIA ABRI

Oleh : Kolonel Czi. Erlangga Purbokusumo

ber dari kalangan masyarakat, maka tinggi rendahnya kadar dari ketiga aspek tadi sangat mewarnai mutu manusia-manusia serta motivasinya bila mereka menjadi warga ABRI nantinya dan akhirnya menentukan postur ABRI itu sendiri. Mutu manusia ABRI sangat ditentukan oleh tiga lingkungan, yaitu: lingkungan masyarakat sebagai sumbernya, lingkungan pendidikan ABRI di mana mereka diberi bekal dasar, dan lingkungan kesatuan di mana manusia ABRI tadi untuk pertama kali ditugaskan. Kenyataan sekarang menunjukkan bahwa ketiganya kurang membantu pencapaian terwujudnya manusia ABRI yang bermutu, maka perlu dilakukan usaha-usaha untuk memantapkan ketiga lingkungan tadi, sedemikian rupa sehingga mendukung usaha meningkatkan dan memantapkan mutu manusia ABRI. Tulisan ini lebih menitikberatkan pada mutu manusia ABRI golongan perwira yang berasal langsung dari masyarakat.

2. Tujuan

Memberikan gambaran secara umum mengenai masalah mutu manusia ABRI beserta alternatif pemecahannya.

Walaupun banyak orang sering mengatakan bahwa yang terpenting di antara manusia dan peralatannya adalah manusianya, sesuai dengan ungkapan yang terkenal”The man behind the gun” dan bukannya peralatan ataupun senjatanya, tetapi dalam kenyataannya masih dirasakan kurangnya perhatian maupun usaha dan upaya guna mewujudkannya. Kalau kita berbicara tentang manusia yang memegang peranan, tentunya yang dimaksudkan di sini adalah manusia yang bermutu, baik mutu lahiriah maupun mutu bathiniah. Di dalam kalangan ABRI kedua macam mutu manusia tadi dilihat dari 3 (tiga) aspek, yaitu aspek mental, aspek fisik dan aspek kemampuan. Dengan demikian manusia ABRI yang bermutu adalah manusia yang memiliki ketiga aspek tersebut sebagai suatu kebulaten yang sesuai dengan persyaratan ABRI dalam kurun waktu tertentu. Karena manusia-manusia ABRI bersum

3. Ruang lingkup.

Dalam tulisan ini akan dibahas lingkungan masyarakat, lingkungan pendidikan ABRI, serta lingkungan kesatuan.

II. LINGKUNGAN MASYARAKAT

4. Masyarakat dari masa ke masa akan terus

berkembang dan tidak dapat terlepas dari pengaruh lingkungannya, baik nasional, regional maupun internasional, yang tentu akan berpengaruh pula pada nilai-nilai

manusia yang berada dalam masyarakat itu. Kondisi mental, fisik maupun kemampuannya tadi sangat diwarnai oleh lingkungan keluarga di mana mereka dibesarkan, sekolah di mana mereka mendapatkan pendidikan dan pengajaran, serta masyarakat di mana mereka hidup dan bergaul. Kenyataan menunjukkan bahwa ketiga lingkungan tadi tidak banyak membantu menciptakan manusiamanusia dengan mental, fisik dan kemampuan dasar yang dipersyaratkan bagi ca

lon manusia ABRI. 5. Selain mental, fisik dan kemampuan da

sar yang dipersyaratkan bagi calon ABRI, maka motivasi dari pada manusia-manusia

tadi untuk memasuki ABRI adalah sangat

penting untuk diwaspadai. Menurut peng- amatan penulis ada 4 (empat) macam motivasi seseorang pada dewasa ini untuk memasuki ABRI, yaitu: a. Benar-benar ingin mengabdikan diri-

nya kepada Negara dan Bangsa melalui

ABRI. b. Sebagai pelarian karena tidak cukup

mampu guna melanjutkan sekolahnya

ke sekolah yang lebih tinggi. c. Sebagai pelarian karena sulitnya men

dapatkan pekerjaan di dalam masyara

kat dengan hanya berijasahkan SLA. d. Hanya ikut-ikutan kawannya saja.

ideal, yaitu pengabdian kepada Negara dan Bangsa melalui ABRI, sedangkan jangka waktu pendidikan ABRI itu sendiri telah ditetapkan, yang pada umumnya relatif pendek bila dibandingkan dengan macam dan banyaknya pembekalan di bidang mental, fisik dan kemampuan

dasar yang harus diberikan. 6. Kenyataan yang ada di masyarakat de

wasa ini yang kemudian tercermin dalam motivasi seseorang memasuki ABRI tidak dapat kita elakkan dan harus dihadapi. Untuk itu perlu adanya usaha-usaha ser- ta langkah-langkah guna memperkecil

pengaruh yang ditimbulkan oleh kenya-

taan tadi. Selain usaha dan kegiatan untuk mem- perkenalkan secara teratur dan intensif di sekolah-sekolah lanjutan untuk mena- rik pemuda-pemudi memasuki ABRI, me-

nurut penulis ada 2 (dua) alternatif yang

dapat ditempuh, yaitu: a. Melakukan sistem ”ijon". b. Menyelenggarakan suatu kursus Pra-

pendidikan ABRI. Sistem ijon ini pernah diungkapkan oleh Pimpinan AKABRI di dalam majalah

Tempo beberapa waktu yang lalu, di

mana secara intensif aparatur teritorial setempat ditugaskan guna mencari pemu-

da-pemudi yang mempunyai potensi se-

bagai bakal calon manusia ABRI ditilik dari segi mental, fisik dan kemampuan

dasar yang dipersyaratkan bagi calon ma-

nusia ABRI. Pemuda-pemudi tadi kemu- dian dibiayai sekolahnya serta dibina secara terus menerus oleh aparatur teri- torial setempat di luar jam-jam pelajaran sekolahnya, sedemikian rupa sehingga se- telah menamatkan sekolahnya mereka telah siap di bidang mental, fisik, kemam- puan maupun motivasinya untuk menjadi calon manusia ABRI dan tidak lagi me-

merlukan waktu yang panjang guna pe-

nyesuaian dirinya.

Sedangkan yang dimaksudkan oleh penu-


lis dengan alternatif kedua adalah suatu kursus di mana pemuda-pemudi tamatan

SLA yang telah diseleksi tahap awal di


Sialnya dari ke-empat macam motivasi tadi, motivasi yang pertama yang merupakan motivasi yang sangat ideal dan kokoh, sangat sedikit sekali dibandingkan dengan motivasi yang lain, terutama motivasi tersebut b dan c. Mental, fisik, kemampuan serta motivasi seseorang memasuki ABRI sangat berpengaruh terhadap panjang-pendeknya masa penyesuaian diri dari statusnya sebagai warganegara biasa ke status sebagai calon manusia ABRI, dengan demikian diperlukan usaha dan upaya yang sangat besar serta waktu yang panjang bagi personil di lembaga pendidikan ABRI guna mentransformasikan mereka menjadi calon manusia ABRI dengan motivasi yang

bidang mental, fisik dan kemampuan dasarnya menjalani pendidikan dan latihan yang dititikberatkan pada ketiga bidang tadi, sedemikian rupa sehingga mereka betul-betul siap dengan didasari motivasi yang ideal, dengan demikian masa pendidikannya di lingkungan ABRI dapat sepenuhnya digunakan secara efektif dan efisien. Kedua alternatif akan memakan biaya yang besar karena memang usaha pendidikan adalah suatu investasi yang sangat mahal, tetapi dapat dinikmati keuntungannya sesudah itu untuk waktu yang panjang. Selain dari pada itu, kedua alternatif tersebut juga membantu usaha pencapaian sasaran pemasukan bagi personil ABRI setiap tahunnya.

rupakan pemuda-pemudi yang berasal dari lingkungan masyarakat. Sedangkan kenyataan dewasa ini menunjukkan bahwa yang dididik berasal dari masyarakat masa kini dengan pengaruh dan akibat sebagaimana yang telah diutarakan penulis di dalam bab terdahulu, sehingga di dalam masa pendidikan yang relatif singkat itu, banyak waktu yang terbuang untuk menamakan mental, fisik, kemampuan serta motivasi yang ideal bagi calon manusia ABRI, yang tentunya akan mengurangi waktu yang tersedia untuk memantapkan mental, fisik serta kemampuannya. Sementara itu pemuda-pemudi yang dididik tadi menunjukkan sikap-sikap antara lain: kurang bergairah, kurang serius, ingin serba mudah dan enak tanpa harus bersusah payah, yang kesemuanya itu akan sangat berpengaruh pada usaha pencapaian mutu manusia ABRI yang baik. Bila pemuda-pemudi calon manusia ABRI tadi sebelumnya sudah disiapkan melalui salah satu dari kedua alternatif yang telah penulis utarakan dalam bab terdahulu, maka sikap-sikap semacam itu akan dapat ditekan ataupun ditiadakan, sehingga tinggal tergantung pada dua faktor lainnya yaitu yang mendidik serta lingkungan pendidikannya.

III. LINGKUNGAN PENDIDIKAN ABRI

7. Sebagaimana diketahui bersama bahwa di

negara-negara yang sedang berkembang pada umumnya, kader-kader pimpinan tingkat nasional banyak berasal dari kalangan Angkatan Bersenjatanya. Demi-

kian pula di Indonesia sebagai negara


yang digolongkan dalam negara yang se- dang berkembang, menurut pendapat penulis peranan ABRI dalam perjuangan

Bangsa dan Negara dalam mencapai cita-

citanya masih akan sangat dominan da- lam masa sepuluh tahun mendatang,

apalagi bagi ABRI yang menganut Dwi

Fungsi serta mempunyai peranan sebagai dinamisator dan stabilisator pembangun-

an Bangsa dan Negara, menjadi sangat me-

nonjol masalah pendidikan dasar calon manusia ABRI sebagai landasan kuat bagi

pembentukan kader pimpinan Bangsa dan

Negara di kemudian hari. Tinggi rendahnya mutu hasil didik di da- lam suatu pendidikan ABRI sangat di- tentukan oleh 3 (tiga) faktor, yaitu:

a. Yang dididik.


b. Yang mendidik. c. Lingkungan pendidikan.

9. Faktor kedua yaitu yang mendidik.

Di kalangan ABRI sering disebut dengan sebutan Guru Militer dan Instruktur. Me- nurut pendapat penulis, dalam upaya mendidik calon manusia ABRI di ling- kungan pendidikan, maka Gumil dan

Instruktur inilah yang terpenting, sesuai


pepatah populer yang mengatakan: "Gu- ru kencing berdiri, murid kencing ber- lari". Secara ideal seorang pendidik di lingkung-

an ABRI haruslah mereka yang mempu-

nyai kelebihan di bidang mental, fisik dan kemampuan dibandingkan dengan

yang dididik.

Di bidang mental, tentunya seorang pen- didik harus bermental positif berdasar- kan Sumpah Prajurit dan Sapta Marga,

8. Faktor pertama, yaitu yang dididik me

tidak hanya mengajarkan ilmu, tetapi juga mendidik bagaimana bersikap mental positif tadi, sesuai motto "Dwi Warna purwa, cendekia wusana”. Untuk itu seorang pendidik haruslah seorang yang memiliki rasa pengabdian yang tinggi didasari motivasi yang tinggi yang menyadari sedalam-dalamnya bahwa tugasnya sangat berat, penting serta mulia, yang sangat menentukan hari depan ABRI, bahkan Bangsa Indonesia. Di bidang fisik, seorang pendidik harus selalu dapat menunjukkan sikap yang "correct" dengan penampilan yang selalu rapih, tertib, bergairah dan bersemangat, dengan selalu mempertaruhkan nama baiknya di hadapan yang dididik. Di bidang kemampuan, seorang pendidik harus menguasai ilmu mengajar di satu

Menurut pengamatan penulis, guru militer dan instruktur kita masih jauh dari yang ideal tadi, hal ini disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor yang datang dari dalam dan yang datang dari luar. Yang dari dalam adalah yang disebabkan oleh si pendidik itu sendiri, yang antara lain adalah: rasa pengabdian dengan latar belakang motivasi yang tinggi sebagai pendidik kurang; kurang menghayati

APA YG DITUNTUT TNI-AD

dare

Setiap prajurit TNI-AD dituntut untuk memberikan pengabdiannya bagi kemajuan dan perkembangan ABRI/TNI-AD baik sebagai kekuatan Hankam maupun sebagai kekuatan Sosial yang ampuh. Untuk itu maka setiap prajurit terutama Perwira mudanya harus terus dibina, ditingkatkan kemampuan teknis militer dan pengetahuan umumnya.

tugas dan kewajibannya sebagai seorang pendidik; kurang ada usaha untuk meningkatkan kemampuan diri pribadinya, baik di bidang ilmu mengajar maupun penguasaan ilmu yang harus diajarkan. Yang datang dari luar, antara lain adalah: pembekalan normal sebagai seorang pendidik kurang mantap; memikul tugas rangkap; beban tugas mengajar yang jauh melampaui batas kemampuannya; penghargaan dan perlakuan terhadap pendidik yang belum mengena serta pengkaderan tenaga gumil dan instruktur yang terlambat penanganannya. Sebagai akibatnya tidak ada gairah dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendidik, asal saja dalam mengajarnya, terlalu lekas puas dan kurang menguasai bidangnya. Untuk mengurangi akibat dari pada kenyataan-kenyataan yang ada tadi perlu diadakan seleksi secara teliti terhadap calon pendidik, baik mental, fisik maupun kemampuannya di samping tentunya perlakuan dan penghargaan yang tepat bagi pendidik, sehingga penugasan sebagai pendidik akan sangat menarik dengan didasari rasa pengabdian yang tinggi, kebanggaan dan kepastian hari depan yang cerah sebagaimana halnya penugasan-penugasan lainnya di lingkungan ABRI. Yang dimaksudkan penulis di sini adalah agar penugasan sebagai pendidik benarbenar mendapatkan sorotan tajam yang kemudian menjadi faktor penentu dalam merencanakan karier yang bersangkutan selanjutnya.

tahun 50-60-an dahulu, di mana pendidikan perwira ABRI dikelompokkan menjadi dua pengelompokan besar, yaitu kelompok pendidikan untuk jurusan tempur dan kelompok jurusan non tempur/ teknik? Di mana dalam masa pendidikan diberikan selain dasar-dasar umum, juga langsung diberikan jurusan atau kecabangan masing-masing, sehingga tinggal pengembangan serta pemantapannya di kesatuan, yang demikian sangat mendekati dan mendukung usaha mendapatkan manusia ABRI yang siap pakai. Selain dari pada itu, peranan Komandan lembaga pendidikan dengan kepemimpinannya sebagaimana juga setiap komandan lainnya sangat menentukan. Ia harus dapat menciptakan dan mewujudkan suatu iklim yang menguntungkan pelaksanaan pendidikan. Iklim yang dimaksud adalah iklim yang mengutamakan segalanya yang serba ”correct”, tertib dan bersih. Di mana ia sendiri pertama-tama harus dapat menjadi contoh bagi lingkungannya, karena memberikan contoh atau tauladan adalah kegiatan yang praktis tidak memerlukan biaya, hanya kemauan diri, tetapi efeknya sangat besar dan luas. Selain dari pada itu tentunya fasilitas, sarana dan prasarana pendidikan yang lengkap, tepat dan cukup, juga memegang peranan yang penting. Kenyataan menunjukkan bahwa belum semua komandan Lemdik menyadari akan dominan-nya peranan yang dipegangnya, sangat berbeda dengan memimpin kesatuan yang bukan pendidikan. Mengingat peranan komandan lembaga pendidikan sangat berpengaruh terhadap apa yang dilakukan dan tidak dilakukan dalam lembaga pendidikan di dalam rangka upaya mewujudkan atau menghasilkan calon manusia ABRI yang bermutu, maka persyaratan bagi seorang calon komandan lembaga pendidikan haruslah dibedakan dengan persyaratan calon komandan satuan lainnya, di mana selain latar belakang pendidikan dan pengalaman, juga harus ada persyaratan khusus.

10. Faktor ketiga, yaitu lingkungan pendi

dikan. Di dalam lingkungan pendidikan, penulis

masukkan pula sistem pendidikan yang

dianut oleh ABRI. Apakah sistem pen-

didikan yang berlaku sekarang dihadap-

kan pada kebutuhan serta kemampuan

nyata yang ada sudah paling tepat?


Apakah untuk negara yang sedang ber-
kembang seperti Indonesia ini tidak lebih
menonjol sistem pendidikan yang pernah kita kenal dan terapkan di dalam periode


Page 14

bangan dan pemantapan manusia baru ABRI tadi.

Sebaiknya jabatan komandan lembaga pendidikan harus merupakan jabatan pemantapan dan bukannya untuk jabatan mendapatkan promosi kenaikan pangkat. Jabatan ini harus mendapatkan sorotan yang tajam dan dipakai sebagai pertimbangan yang dominan dalam penentuan karier yang bersangkutan selanjutnya. Bila hal-hal yang telah diutarakan dalam bab II dan III dapat sejauh mungkin dilaksanakan, tinggal usaha memantapkan dan mengembangkannya di kesatuan.

11. Banyak yang berpendapat bahwa baik

atau buruknya manusia ABRI hanya di-
tentukan oleh pendidikan dasar yang diperolehnya saja. Hal itu sama sekali tidak tepat, karena masih harus diman- tapkan dan dikembangkan lagi di kesatu- an di mana manusia ABRI itu untuk pertama kali ditempatkan setelah menye- lesaikan pendidikan dasarnya. Di dalam kesatuan di mana manusia ABRI itu pertama kali ditempatkan, maka koman- dan kesatuan maupun lingkungan kesa- tuan itu sendiri secara keseluruhan sangat menentukan, karena akan menjadi modal dasar pembentukan dan pengembangan diri pribadinya secara mantap di kemu- dian hari. Komandan melalui komandan bawahan, staf maupun dirinya pribadi berkewajib- an untuk membina manusia baru ABRI tadi dengan pengarahan, kesempatan pe-

nugasan yang beraneka ragam, serta ko-

reksi maupun tegoran bila perlu. Di sam- ping itu manusia baru ABRI tersebut ha- rus menyadari untuk selalu berusaha me- ningkatkan diri pribadinya dengan cara belajar sendiri maupun belajar dari pe- ngalaman orang lain di kesatuan itu. Selain itu, lingkungan kesatuan itu sendiri secara keseluruhan baik dalam hubungan dengan tugas pokoknya maupun masalah kehidupan keluarga dengan Persit Kartika Chandra Kirananya, juga mempunyai

pengaruh yang cukup besar bagi pengem-


12. Kenyataan menunjukkan bahwa manusia

baru ABRI tadi pada umumnya sudah
merasa cukup puas dengan apa yang didapatkan di dalam lembaga pendidikan dan kurang menyadari bahwa masih harus dimantapkan dan dikembangkan lagi di kesatuan dengan belajar sendiri mau- pun belajar dari pengalaman orang lain. Komandan kesatuannya pun pada umum- nya kurang menyadari bahwa peranan- nya sangat penting dan menentukan bagi

pembentukan diri pribadi yang akan men-

dasari kepribadian manusia baru ABRI tadi selanjutnya, dan hanya mempercaya- kan kepada komandan bawahannya tanpa

pengarahan yang jelas dan tegas maupun


pengawasan yang terus menerus. Demikian pula lingkungan kesatuan tidak banyak memberi dorongan kepada manu- sia baru ABRI tersebut dalam rangka pemantapan diri pribadinya. Sebaiknya setiap komandan kesatuan

yang menerima manusia baru ABRI di-

tugaskan untuk membina dan meman- tapkan manusia baru ABRI tadi dengan penugasan-penugasan maupun karya-kar-

ya tulis yang dipakai sebagai pertimbang-


an yang menentukan bagi penentuan karier manusia baru ABRI tadi selanjut- nya. Si komandan sendiri perlu menda- patkan tegoran bila ternyata dia kurang memperhatikan tugas membina dan me- mantapkan manusia baru ABRI tadi.

13. Kesimpulan. a. Di dalam Negara yang sedang berkem

bang pada umumnya dan Indonesia pada khususnya, peranan Angkatan Bersenjata dalam usaha pembangunan Negara dan Bangsa sangat menentukan, karenanya mutu manusia ABRI menjadi sangat penting bagi terwujudnya postur ABRI yang dite

tapkan pada khususnya dan hari depan Bangsa dan Negara pada umumnya, sedangkan kenyataan menunjuk. kan bahwa perhatian akan terwujudnya ABRI yang bermutu itu kurang

banyak diberikan. b. Lingkungan yang sangat dominan da

lam upaya meningkatkan dan memantapkan mutu manusia ABRI adalah: 1) Lingkungan masyarakat sebagai

sumber calon manusia ABRI. 2) Lingkungan pendidikan ABRI di

mana diletakkan dasar-dasar di bidang mental, fisik dan kemampu

bagi calon manusia ABRI. 3) Lingkungan kesatuan di mana ma

nusia baru ABRI itu ditempatkan untuk pertama kali di mana didapat modal dasar bagi pembentukan diri pribadinya.

an erat dengan upaya peningkatan dan pemantapan mutu manusia ABRI, de- ngan: a. Mempersiapkan calon manusia ABRI

sedini mungkin dengan memilih salah
satu dari dua alternatif sebagai beri- kut: 1) Melakukan sistem ”ijon”. 2) Menyelenggarakan kursus pra pen-

didikan ABRI.

b. Meninjau kembali sistem pendidikan

ABRI dan menetapkan suatu sistem pendidikan ABRI yang paling tepat bagi ABRI sebagai bagian dari suatu negara yang sedang berkembang dalam usaha mewujudkan suatu ABRI siap

pakai. c. Membenahi semua lembaga pendidikan

ABRI secara menyeluruh dan bukannya dengan cara ”Tambal sulam”

saja. d. Memperhatikan secara khusus pembi

naan manusia baru ABRI di kesatuan di mana dia untuk pertama kalinya ditempatkan

BEBERAPA PERMASALAHAN

DALAM PELAKSANAAN PEMBINAAN TERITORIAL

Oleh : Kolonel Czi. Poniman

Masa depan dan kelangsungan kehidupan Bangsa dan Negara kita, sangat banyak tergantung pada kelancaran terselenggaranya serta keberhasilan Pembangunan Nasional yang kita sedang laksanakan secara bertahap dan berlanjut ini. Karenanya, untuk memberikan peluang yang baik serta memberikan jaminan kelancaran pelaksanaannya, diperlukan adanya kondisi keamanan yang mantap di daerah-daerah, di mana pembangunan itu dilaksanakan.

Salah satu upaya yang dapat digunakan untuk menciptakan, memelihara serta memantapkan keamanan daerah adalah melalui mekanisme pembinaan teritorial. Karenanya, kebijaksanaan Bapak Menhankam/Pangab, yang telah melimpahkan pelaksanaan penyelenggaraan pembinaan teritorial secara bina tunggal kepada TNI-AD pada saat ini, merupakan langkah yang tepat sekali, sebab dengan demikian, di samping diharapkan pengelolaannya lebih sederhana dan mengarah pada sasaran, juga tegas dan jelas siapa yang harus bertanggung jawab terhadap keberhasilannya. Kesungguhan Pimpinan Hankam untuk meng

garap masalah teritorial ini, nampak jelas dalam kebijaksanaannya yang dituangkan dalam program kerja 1982/1983. Dari sekian butir Tugas Pikok TNI-AD yang telah digariskan dalam program kerja Departeman Pertahanan Keamanan untuk tahun 1982/1983, hampir sebahagian besar berorientasi pada pelaksanaan dan keberhasilan dari pembinaan teritorial. Seperti, terwujudnya kemampuan dan kesiapan kekuatan/ potensi Hankamnas, terwujudnya daya tangkal yang tangguh di setiap daerah, upaya ikut memperbesar sukses Pembangunan Nasional, upaya melestarikan kemanunggalan ABRI dengan Rakyat serta pensuksesan Pemilu dan lain sebagainya. Karenanya, agar melalui sektor ini TNI-AD dapat memberikan iurannya yang maksimal untuk perjuangan nasional, baik dalam upayanya sebagai kekuatan Hankam ataupun sebagai salah satu unsur kekuatan sosial, perlu adanya suatu pembinaan yang lebih mantap lagi terhadap unsur-unsur Komando Teritorial.

Untuk dapat menentukan sasaran dan kegiatan yang tepat, perlu lebih dulu kita mengindentifikasikan dan meng-inventarisasikan permasalahan-permasalahan teritorial yang ada, yang sering kita jumpai baik dalam tingkat perencanaan maupun dalam tingkat pelaksanaan di lapangan. Atas dasar data inilah kita harapkan akan dapat tersusun pokok-pokok program pembinaan teritorial yang lebih mengarah pada

II. ANTARA KEINGINAN DAN KENYATAAN

1. Sasaran Pembinaan Teritorial.

Sasaran yang ingin dicapai dalam pelaksanaan pembinaan teritorial seperti yang

di sini hanya berkewajiban mendorong, membantu mengsukseskan serta meng. amankan pelaksanaan program-program yang telah ditetapkan, melalui suatu kegiatan teritorial yang dipadukan.

dinyatakan dalam Dokternus adalah terwujudnya suatu ruang juang, alat juang dan kondisi juang yang terpercaya untuk kepentingan Hankam. Ini berarti, bahwa dari hasil pembinaan teritorial itu diharapkan adanya suatu ketahanan dalam arti yang luas, yang dapat tumbuh dan berkembang semakin mantap di setiap daerah, yang kemudian akan dapat dibulatkan menjadi suatu daya tangkal bagi kepentingan Negara dan Bangsa, yang dapat digunakan untuk menghadapi berbagai bentuk ancaman yang mungkin timbul. Karena Sishankamnas yang kita anut adalah Hankamrata, maka jelas, bahwa ketahanan yang dimaksudkan akan dan harus bersumber pada kekuatan seluruh Rakyat Indonesia. Dengan kata lain, faktor yang paling dominan dalam mewujudkan daya tangkal ini akan terletak pada unsur manusia. Dengan demikian, walaupun dalam Dokternus dinyatakan bahwa pembinaan teritorial diarahkan terhadap pembinaan unsur-unsur geografi, demografi dan kondisi sosial, namun pada hakikinya, pembinaan yang paling mutlak adalah terhadap unsur manusianya. Kenyataan ini memang sangat mendasar, karena manusia sebagai ciptaan Tuhan yang paling lengkap dan sempurna, dikurniai memiliki daya cita, cipta, rasa, karsa dan karya, yang tidak dimiliki oleh mahluk lainnya. Bila segala daya ini dapat dikendalikan dan diarahkan pada sesuatu yang positip, maka ketentraman dan kebahagiaan di atas muka bumi ini akan dapat diwujudkan. Akan tetapi, bila daya ini tidak terkendalikan, maka kehancuran dan kesengsaraanlah yang akan dijumpai. Karenanya pula, kegiatan pembinaan teritorial yang diarahkan, utamanya terhadap unsur psikis dari manusia itu, akan merupakan suatu kegiatan pembinaan yang paling mendasar. Sedangkan kegiatan pembinaan fisik jasmaniah, khususnya yang bersifat kesejahteraan, mestinya sudah menjadi lingkup pembinaan Pemerintah Daerah dengan berbagai aparat pembantunya, sehingga ABRI

2. Hasil Pembinaan Teritorial hingga saat ini.

Pelaksanaan kegiatan dan hasil pembinaan teritorial memang sudah ada. Akan tetapi, bila di-evaluasikan dengan menggunakan norma-norma sasaran yang ditetapkan dalam Dokternus, mungkin akan menghasilkan suatu gambaran, bahwa kadar hasil yang dicapai hingga saat ini masih jauh dibandingkan dengan yang diharapkan. Hal ini mudah dimengerti dan harus dianggap wajar saja, karena, seperti kita ketahui, dengan timbulnya berbagai kemelut yang berkali-kali terjadi dalam lintasan sejarah tanah air kita, adanya keterbatasan di hadapkan pada kebutuhan yang segera harus dipenuhi, adanya keterbelakangan yang dihadapkan pada kepesatan kemajuan yang dicapai negara maju lainnya, serta banyak lagi faktor-faktor lain yang berpengaruh, telah membelenggu kita, sehingga kita tidak mampu berbuat lebih banyak lagi sesuai yang kita harapkan. Pada saat ini kita baru berhasil melaksanakan kegaitan yang terbatas pada penanganan masalah atau kasus-kasus teritorial yang timbul secara sporadis. Sedangkan pelaksanaan kegiatan pembinaan berlanjut yang secara teratur melewati pola-pola pembinaan teritorial sesuai petunjuk Dokternus, nampaknya masih berbentuk rencana saja, yang belum terprogramkan secara mantap. Sehingga pembinaan dan pemaduan unsurunsur, potensi-potensi ataupun kekuatankekuatan yang tersedia di wilayah, yang seharusnya dapat merupakan daya tangkal seperti yang kita cita-citakan, belum terwujud secara meyakinkan. Seperti sudah diungkapkan di atas, kondisi tersebut terjadi karena berbagai faktor yang mempengaruhi atau menghambat, luasnya atau banyaknya variable yang ikut bicara dalam penentuan keberhasilan pelaksanaan pembinaan teritorial, kemampuan Komando Teritorial sendiri yang belum

memadai, serta luas dan kompleksnya permasalahan pembinaan yang dihadapi. Karenanya, tidak mengherankan bila masih banyak kasus kamtibmas yang belum tertanggulangi secara tuntas, seperti kasus tanah, kasus perburuhan, perampokan/ pembajakan dan lain sebagainya sampai pada kasus Sara, apalagi bila kita berbicara mengenai kesiapan/kemantapan Hankamrata. Kesemuanya ini merupakan bukti, bahwa ketahanan Rakyat di daerah masih belum mantap sesuai yang kita cita-citakan. Sebab, bila saja pembinaan teritorial ini sudah berhasil, adanya keresahan dan pendadakan tidak perlu terjadi, karena semua itu harus sudah dapat didetek secara lebih dini serta ditanggulangi secara preventip, sehingga gerak lajunya Pembangunan Nasional dapat terpelihara secara mantap.

1. Pelaksanaan Pembinaan Teritorial dewasa

ini.

III. BERBAGAI PERMASALAHAN

PEMBINAAN TERITORIAL.

Pada dasarnya, tugas pokok Komando Teritorial mengarah pada Pembinaan Ke

dan Pembinaan Potensi Wilayah. Sasaran Pembinaan Keamanan adalah terciptanya Stabilitas Keamanan, yang diharapkan mempunyai dampak positip terhadap Stabilitas Ekonomi, untuk memungkinkan pelaksanaan pembangunan secara lancar dan tertib.

Sedangkan dampak lain yang diharapkan adalah untuk memungkinkan terlaksananya Pembinaan Potensi Wilayah secara berhasil dan berdaya guna.

Pembinaan Potensi Wilayah, yang obyeknya Ipoleksosbud Hankam, di mana di dalamnya termasuk pembinaan terhadap geografi, sumber kekayaan alam dan sumber tenaga manusia, mempunyai sasaran terciptanya ruang dan kondisi juang untuk kepentingan penyelenggaraan Hankamrata. Di samping itu, dengan berhasilnya pembinaan dalam bidang ini, diharapkan juga kadar Stabilitas Keamanan semakin meningkat.

Melihat lingkup pembinaannya atau obyek yang dibinanya, sudah jelas, bahwa keber

Kenyataannya pada saat ini, umumnya Komando Teritorial, dalam pelaksanaan kegiatannya hanya mengarah pada pencapaian sasaran untuk menciptakan Stabilitas Keamanan. Sedangkan Pembinaan Potensi Wilayah belum dilaksanakan secara terarah. Kalau tokh sudah dilaksanakan, umumnya terbatas hanya terhadap obyek-obyek yang mempunyai kaitan langsung pada atau menunjang Pembinaan Keamanan. Dengan demikian, tugas menciptakan ruang, alat dan kondisi juang belum tergarap. Hal tersebut dapat terjadi, karena adanya overlapping antara fungsi pembinaan teritorial dan tugas-tugas ke-Kopkamtib-an, yang belum sepenuhnya dipahami, dimengerti dan dihayati oleh para pejabat/ anggauta dari mereka yang terganbung dalam Komando Teritorial. Sehingga, mungkin yang oleh mereka dianggap sudah melaksanakan semua fungsi teritorial itu, sebenarnya dalam hubungan menyelesaikan tugas/program Kopkamtib. Padahal fungsi pembinaan teritorial yang berhubungan dengan Pembinaan Potensi Wilayah, yang harus dilaksanakan secara berlanjut, terarah, terrencana dan teratur, sesungguhnya belum dilaksanakan.

2. Program Pembinaan Teritorial.

Pada saat ini, sebenarnya Kodam memiliki 3 (tiga) fungsi, ialah sebagai Kotama Pembinaan, yang harus menyelesaikan program-program yang dialokasikan oleh Angkatan Darat, sebagai Kolakops Hankam dan fungsi ke-Laksus-an. Sedangkan pro


Page 15

Kemanunggalan ABRI dan Rakyat sebagai landasan Hankamrata harus terus dilestarikan dan ditingkatkan. Tugas tersebut antara lain dilaksanakan oleh unsur-unsur Koter.

berikan dari Pusat dibuat sedemikian rupa, sehingga isinya lebih singkat, jelas dan sederhana. Sedangkan yang disediakan untuk anggauta yang akan beroperasi di lapangan, seyogyanya tetap diberikan dalam format lebih kecil/buku saku, sehingga mudah penyimpanannya.

jelas dan sederhana sehingga tidak memer- lukan penafsiran lagi. Untuk keperluan ini pula, diharapkan ada-

nya personal Staf Teritorial yang kualita-

nya terjamin, baik di tingkat Staf Teri- torial Angkatan Darat, di Kodam ataupun di Komando Teritorial di tiap-tiap daerah, sehingga memiliki kemampuan untuk pe- nyusunan dan menjabarkan tugas-tugas

yang akan dilaksanakan di lapangan secara

tepat. Relevan dengan pemikiran tersebut, seyog.

yanya kalau piranti lunak yang akan di-


3. Kampanye Kegiatan Pembinaan Teritorial.

Memasyaratkatkan sistem dan kegiatan pembinaan teritorial mungkin bukan perbuatan sederhana. Karenanya sebelum kita memasyarakatkan dan mengajak pihak lain, perlu lebih dulu kita jadikan masyarakat


Page 16

PENERAPAN DOKTRIN HANKAMRATA

DALAM PEMBANGUNAN INDUSTRI DI INDONESIA

Oleh : Brigadir Jenderal TNI. T. Sumantri

1. UMUM

Dalam GBHN ditetapkan bahwa sasaran utama Pembangunan Jangka Panjang adalah terciptanya landasan yang kuat bagi bangsa Indonesia untuk tumbuh dan berkembang atas kekuatannya sendiri menuju masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Di samping itu titik berat dalam Pembangunan Jangka Panjang diletakkan pada pembangunan bidang ekonomi dengan tujuan utama agar tercapai keseimbangan antara bidang pertanian dan bidang industri, yang berarti bahwa sebagian besar dari usaha pembangunan diarahkan kepada pembangunan ekonomi, sedangkan pembangunan di bidang-bidang lainnya bersifat menunjang dan melengkapi bidang ekonomi. Sedang sebaliknya dengan peningkatan hasil-hasil dalam bidang ekonomi terutama di bidang industri, maka tersedialah sumber-sumber pembangunan yang lebih luas bagi peningkatan pembangunan di bidangbidang sosial budaya, politik dan pertahanan keamanan nasional.

2. STRATEGI PEMBANGUNAN

Pembangunan di bidang Ekonomi pada dasarnya tidak bisa dipisahkan dari pembangunan bidang-bidang lainnya dan terutama ditinjau dari Strategi Pertahanan Keamanan Nasional, maka pembangunan di bidang Ekonomi berkaitan erat sekali dengan pembangunan di bidang Pertahanan Keamanan Nasional dan selalu saling mempengaruhi. Dalam pembahasan "Defense economic problem” Charles J. Hitch dan Roland N. Mc. Kean menulis sebagai berikut: "Strategy, technology, and economy are not three independet considerations to be assigned appropriate weights, but interdependent elements of the same problem”. Demikian pula dalam pelaksanaan Pembangunan di Indonesia, maka strategi pembangunan di bidang ekonomi di mana industri diharapkan dapat ditingkatkan menjadi tulang-punggung ekonomi, pelaksanaannya harus dapat menjamin keserasian dengan pembangunan di bidang Pertahanan Keamanan Nasional yang dilandasi pemikiran Strategis sesuai dengan trend perkembangan dunia & blok Komunis pada umumnya serta perkembangan regional di ASTENG khususnya maupun perkembangan keadaan Indonesia sendiri.

3. PERKIRAAN ANCAMAN TERHADAP

PEMBANGUNAN

Dengan mempelajari pokok-pokok pikiran dan cara penerapan yang pada umumnya dilaksanakan oleh pihak komunis dalam rangka pengembangan fahamnya dan yang merupakan faktor penentu bagi existensinya, kemudian dihadapkan dengan ke


Page 17

MENELUSURI PEMBEDAAN PENGERTIAN PEMBINAAN KEKUATAN DAN

PENGGUNAAN KEKUATAN

Oleh : Kolonel Inf. Drs. NK. Effendi

Sungguh menarik penekanan kedelapan Menhankam/Pangab pada pembukaan Rapim ABRI Pendahuluan bulan Nopember 1981 yang lalu yang berbunyi "Penggarapan Organisasi Satuan Operasional maupun Komando Teritorial sudah harus dimulai; di samping itu perlu dilanjutkan telaahan dan pemikiran yang menuju pada pembedaan antara Pembinaan Kekuatan dan Penggunaan Kekuatan”. Penekanan kedelapan ini memperlihatkan adanya kebutuhan yang dirasakan oleh Menhankam/Pangab tentang kejelasan pengertian Pembinaan Kekuatan dan Penggunaan Kekuatan (disingkat Binkuat dan Gunkuat). Makin jelasnya perbedaan pengertian kedua istilah itu tentunya makin jelas pula kegiatan yang berhubungan dengan kedua istilah tersebut. Itulah sebabnya dalam tulisan ini didahului oleh penulis dengan motto seperti tersebut pada pojok kanan atas.

Suatu kegiatan pasti ada subyek dan obyek serta metodenya. Jika nanti kita dapat memperlihatkan perbedaan pengertian Binkuat dan Gunkuat dengan jelas, maka kita pun dapat pula dengan jelas membedakan subyek dan

obyek serta metode proses kegiatan istilah masing-masing. Dengan demikian maka Organisasi Satuan Operasional dan terutama Koter dapat ditentukan tugas pokok serta fungsinya dengan tepat, sehingga dengan pembinaan organisasi yang baik maka dapatlah dicapai keluaran ("Out-put") secara lebih berhasil dan berdaya guna.

Bagi Satuan Operasional kiranya tidak ada masalah kemungkinan adanya kekaburan pengertian Binkuat dan Gunkuat, karena sudah jelas bahwa pembinaan satuan itu sebagai bagian Kekuatan TNI-AD menjadi tugas kewajiban Kasad dan penggunaan satuan itu dalam tugas Operasional mengikuti jalur Komando dan Pengendalian Operasional Kotamaops Hankam.

Tetapi, bagi Koter dan Kodam masalahnya berbeda sama sekali, karena semua wewenang dari atas tertumpu pada Koter dan Kodam. Pada Kodam melekat wewenang Laksusda yang mengalir dari Kopkamtib, wewenang Kekaryaan di mana Pangdam selaku Ketua Winkarda, wewenang Binkuat sebagai realisasi Kodam sebagai Kotamabin, wewenang Gunkuat khususnya Komando dan Pengendalian Operasional sebagai realisasi Kodam sebagai Kolakops dan terakhir ini wewenang Pembinaan Teritorial secara penuh (termasuk Operasionilnya) yang sebenarnya masih dalam lingkup wewenang Binkuat (dalam hal ini dalam rangka mewujudkan Teritorial sebagai RAK Juang). Sedangkan pada tingkat Korem dan Kodim walaupun resminya hanya sebagai Koter, tetapi wewenang yang melekat pada Kodam diatas mempengaruhi keseluruhan pelaksanaan tugasnya.

2. Tujuan

Menyampaikan suatu telaahan dan pemikiran tentang pengertian istilah Binkuat dan

ngan adanya istilah Panglima Angkatan dan kemudian menjadi Menteri/Panglima Angkat

Gunkuat dengan harapan tulisan ini berguna bagi pembaca dalam rangka mencari perbedaan pengertian antara kedua istilah tersebut, sehingga penataan kembali fungsi Pembinaan Teritorial berikut Operasionilnya ini nanti dapat mencapai apa yang diharapkan.

Tulisan ini dititikberatkan membahas masalah pengertian Binkuat dan Gunkuat. Kalaupun disinggung masalah Kodam dan Koter hal tersebut hanyalah dalam rangka pembahasan. Tulisan ini sengaja belum menghubungkan pembahasan dengan wewenang Kopkamtib dan wewenang lainnya sehubungan dengan Gunkuat.

4. Pengertian.

Beberapa istilah yang tidak disebutkan uraiannya seperti istilah Pembinaan Administratif, Pembinaan Teknis dan Pembinaan Penuh, mengikuti uraian pengertian yang tersebut pada lampiran Keppres No. 7 Tahun 1974.

Tetapi jika kita pelajari secara mendalam, kiranya pengertian yang dimaksud kedua istilah itu telah ada, terutama setelah dikeluarkannya Tap 0 - 5 dan disahkannya buku pedoman Pembinaan Militer TNI-AD oleh M/ Pangad pada tanggal 30 September 1965 (hal ini sengaja dikemukakan untuk mengenang peristiwa yang terjadi beberapa jam setelah disahkannya buku pedoman tersebut).

Kalau kita pelajari pertumbuhan TNI-AD dan APRI pada umumnya terlihat bahwa sejak pertama sekali dipergunakannya istilah Kas Angkatan sekaligus pada waktu itu telah terlihat adanya wewenang Pembinaan Angkatan (dalam hal ini sebagai Kekuatan) dan adanya wewenang Komando Operasi, seperti Panglima Besar, Panglima Komando Mobil, Panglima Komando Jawa, dan lain-lain. Tetapi, setelah adanya istilah Komando Tentara dan Teritorium, dan lain-lain, terlihat kedua wewenang Binkuat dan Gunkuat mulai menjadi satu, Kalau kita pelajari kembali Tap 0 – 5, buku pedoman Pembinaan Militer TNI-AD, Buku Petunjuk Tentang Administrasi Umum TNIAD, dan beberapa tulisan lainnya terlihat bahwa pada periode itu sudah dikenal istilah Administrasi khas militer yang juga berlaku universal. Pengertian istilah Administrasi yang dimaksud ternyata dianut sampai sekarang dengan beberapa penyempurnaan sesuai dengan kebutuhan. Secara umum disebutkan bahwa Administrasi dalam artinya yang luas meliputi penentuan tujuan dan pembinaan suatu organisasi. Sedangkan pengertian Administrasi khusus militer terdiri dari pengertian luas dan sempit, yaitu masing-masing:

5. Ruang Lingkup dan Sistematika.

Meliputi keseluruhan masalah pengertian Binkuat dan Gunkuat termasuk beberapa pengertian istilah yang berhubungan dengan kedua istilah tersebut, dengan sistematika sebagai berikut: a. Pendahuluan. b. Perkembangan Istilah Binkuat dan Gun

kuat.

d. Kesimpulan dan harapan.

PERKEMBANGAN ISTILAH BINKUAT DAN GUNKUAT

6. Sebelum Doktrin Cadek.

Sebelum adanya Doktrin Cadek, istilah Binkuat dan Gunkuat belum muncul. Mungkin hal ini disebabkan tiap Angkatan tumbuh sendiri-sendiri dan Kas Angkatan mempunyai kedua wewenang sehubungan dengan istilah Binkuat dan Gunkuat. Hal ini lebih nyata de

dalam arti luas meliputi semua pekerjaan, kegiatan dan usaha dalam lapangan pembinaan militer yang tidak langsung termasuk taktik dan strategi, akan tetapi yang membantu terselenggaranya dan terlaksananya pertempuran dan peperangan. dalam arti sempit meliputi semua pekerjaan pengurusan personil dan materiil.

Dari kutipan di atas sudah terlihat bahwa apa yang dimaksud dengan Administrasi dalam arti luas yang meliputi semua pekerjaan, kegiatan dan usaha dalam lapangan pembinaan militer itulah termasuk Binkuat dan yang tidak langsung termasuk taktik dan strategi itulah yang termasuk ke dalam Gunkuat.

nistrasi dalam Keppres No. 132 Tahun 1967, Kasum dan Kasdep Menhankam/Pangab dalam Keppres No. 79 Tahun 1969 dan Kasmin dan Kasops yang kita kenal sekarang ini dalam Keppres No. 7 Tahun 1974.

Di samping itu ada satu lagi yang tidak boleh ditinggalkan yaitu adanya jabatan Deputy Khusus atau yang sekarang disebut Kaskar yang kiranya berkaitan erat dengan perkembangan pengertian Administrasi dalam arti luas yang dianut dalam Keppres No. 7 Tahun 1974, di mana Kekaryaan sejajar dengan Operasi dalam arti luas dan tidak termasuk dalam lapangan Pembinaan Hankamnas. Jadi, Kekaryaan juga sejenis Penggunaan Kekuatan yang tentunya mempunyai pengertian yang khas ABRI.

7. Setelah Adanya Doktrin Cadek.

Dalam Doktrin Cadek sendiri tidak terdapat istilah Binkuat dan Gunkuat. Tetapi pemikiran pembedaan pengertian kedua istilah itu tersirat di dalamnya, seperti adanya istilah Pembinaan Hankamnas, Pembinaan Potensi Hankamnas, Dasar-Dasar Pelaksanaan Hankamnas, Doktrin Pembinaan Kekaryaan ABRI, Pedoman Pelaksanaan Kekaryaan ABRI, dan lain-lain.

Tetapi karena ternyata nanti bahwa pengertian Administrasi yang telah disebutkan di atas tetap dianut oleh Keppres No. 132 Tahun 1967, Keppres No. 79 Tahun 1969 dan Keppres No. 7 Tahun 1974, dapatlah dikatakan bahwa istilah Pembinaan dalam Doktrin Cadek erat sekali hubungannya dengan Binkuat dan istilah Pelaksanaan erat sekali hubungannya dengan Gunkuat.

Demikianlah, jika kita pelajari lampiran Kep/B/314/1969 tentang Sistematika Doktrin dan kemudian dikembangkan oleh Laksda TNI K. Djelani dalam Pola Doktrin Strategis barulah terlihat adanya istilah Pembentukan Kekuatan dan Pengerahan Kekuatan, dan di dalam Bagan Sistematika Penyusunan Doktrin disebutnya Pembinaan dan Operasionil baik dalam bidang Hankamnas maupun dalam bidang Kekaryaan.

Istilah Pembentukan Kekuatan dan Pengerahan Kekuatan ataupun istilah Pembinaan dan Operasionil itulah yang kemudian menjadi istilah Binkuat (termasuk Pembangunan Kekuatan atau Bangkuat) dan Gunkuat yang tersebut pada judul, di mana istilah Gunkuat ini juga disebut Operasionil, seperti yang tersebut dalam Keppres No. 7 Tahun 1974.

Dari kedua wewenang yang berbeda satu dengan yang lain dalam kedua istilah itulah mengapa dikenal sebutan Deputi Menhankam/ Pangab Bidang Strategi/Operasi dan Deputi Menhankam/Pangab Bidang Pembinaan Admi

8. Dari Pengertian Umum Administrasi.

Dalam Buku Petunjuk Administrasi Umum Dephankam disebutkan bahwa secara umum Administrasi merupakan segala usaha dan pekerjaan yang meliputi:

Penetapan tujuan organisasi, termasuk perumusan rencana dan program, Penetapan cara penyelenggaraan pembina- an, termasuk penetapan kebijaksanaan.

Jika dihubungkan dengan proses perumusan Polstra Hankam terlihat bahwa proses penetapan Tujuan Hankamnas yang merupakan tujuan organisasi Dephankam/ABRI itu merupakan proses Administrasi yang dimaksud.

Kalau dihubungkan dengan Siklus Upaya Pertahanan yang sudah umum dikenal akhirakhir ini seperti tersebut pada Gambar-1, maka Proses Sokrates itu merupakan proses Administrasi yang dimaksud. Sedangkan segmen ke-2 dan ke-3 masing-masing merupakan proses Binkuat dan Gunkuat.

SIKLUS UPAYA PERTAHANAN

UNIVERSAL

Pengertian proses Administrasi di atas sejalan pula dengan Stratifikasi Kebijaksanaan Nasional yang dikembangkan oleh Lemhannas, yaitu pada Strata Tata Administrasi Negara, sedangkan pelaksanaan Binkuat ada pada Strata Tata Bina Pemerintahan.

9. Dari pengertian Administrasi Dalam Arti

Luas.

yaan, tetapi langsung atau tidak langsung mempengaruhi operasi Hankam (bandingkan serta lihat pengembangan istilah Administrasi daam arti luas yang dimuat dalam Buku Petunjuk Administrasi Umum TNI-AD yang disebutkan terdahulu). Yang dimaksud dengan Pembinaan Hankamnas tentunya Binkuat Hankamnas di mana di dalamnya termasuk Binkuat ABRI sebagai inti Kekuatan Hankamnas. Sedangkan Strategi, Operasi dan Taktik termasuk dalam pengertian Operasi dalam arti luas, yaitu pekerjaan, gerakan, tindakan, aksi yang dilakukan secara fisik dan terpimpin serta terarah pada satu tujuan tertentu, baik operasi maupun strategi.

Pengertian Operasi dalam arti luas ini juga sama artinya dengan istilah Operasionil, kare

Dalam Buku Petunjuk Administrasi Umum Dephankam juga disebutkan pengertian Administrasi dalam arti luas yang berlaku dalam lingkungan Dephankam/ABRI, yaitu semua pekerjaan, kegiatan dan usaha dalam lapangan pembinaan Hankamnas yang tidak termasuk bidang strategi, operasi dan taktik serta kekar

na pengertiannya yaitu segala usaha, kegiatan dan tindakan yang dilaksanakan secara fisik dan terpimpin dan terarah pada suatu tujuan tertentu, dalam hal ini yang terletak di bidang Hankam.

Sedangkan Kekaryaan yang juga tidak termasuk Pembinaan Hankamnas merupakan kekhasan ABRI, yang dipandang dari sudut pengertian Administrasi di atas merupakan peranan ABRI sebagai Kekuatan Sosial dalam upayanya bersama Kekuatan Sosial lainnya mencapai Tujuan Perjuangan Bangsa.

Kalau dihubungkan istilah yang hampir sama uraian pengertiannya di atas, yaitu antara Operasi dalam arti luas, Operasionil dan Kekaryaan, ternyata inilah yang disebut keseluruhan Gunkuat, baik penggunaannya sebagai Kekuatan Hankam maupun sebagai Kekuatan Sosial, dan inilah yang dalam istilah Administrasi dalam arti luas di atas disebut sebagai Strategi, Operasi dan Taktik serta Kekaryaan.

Dengan demikian jelas pulalah pembidangan tugas antara Kasmin, Kasops dan Kaskar, karena masing-masing melaksanakan tugasnya dalam bidang Binkuat dan Gunkuat ABRI, baik sebagai Kekuatan Hankam maupun sebagai Kekuatan Sosial

memerlukan pembahasan yang agak khusus. Kiranya penekanan kedelapan Menhankam/ Pangab di atas justru untuk menjawab masalah Pembinaan Teritorial pada masa mendatang. Hal ini sangat penting karena sekarang Menhankam/Pangab telah melimpahkan Pembinaan Teritorial kepada Kasad dalam rangka Sisbingal, termasuk Operasi Teritorial.

Dalam beberapa sumber penggunaan istilahnya tidak sama, umpamanya aspek Operasionil Pembinaan Teritorial, Operasi Teritorial dan Pembinaan Teritorial termasuk Operasi Teritorial. Semua istilah di atas tentunya berhubungan dengan pengertian Pembinaan dalam rangka Sisbingal, yaitu adanya istilah Pembinaan Administratif, Pembinaan Teknis dan Pembinaan Penuh.

Dari sumber lain didapat keterangan bahwa Menhankam/Pangab melimpahkan semua nya termasuk Operasi Teritorial. Hal ini tegas terlibat dalam Surat Keputusan Menhankam/ Pangab Nomor: Skep/240/III/1982. Salah satu ketetapan yang tersebut dalam Skep itu ialah bahwa Kas TNI-AD bertugas melaksanakan wewenang operasionil, administratif, dan pembinaan teknis secara menyeluruh, serta mengadakan koordinasi dengan para Pangkowilhan maupun para Kas Angkatan lainnya dan Kapolri untuk hal-hal yang menyangkut matra/bidang tugas yang bersangkutan. Kalau wewenang administratif itu disamakan dengan wewenang Pembinaan Administratif, maka wewenang yang menyeluruh dalam bidang Pembinaan Teritorial dalam rangka Sisbingal ini merupakan pembinaan penuh

10. Bagaimanakah Dengan Operasionil Pem

binaan Teritorial? Sebagaimana yang telah dijelaskan terdahulu kiranya penggunaan istilah Binkuat dan Gunkuat dalam hubungannya dengan Koter


Page 18

giatan Teritorial dan Operasi Pembinaan Teritorial.

Operasi dalam rangka Pembinaan ini sejalan dengan pengertian Operatif yang tersebut dalam Keppres No. 7 Tahun 1974, yaitu segala usaha, kegiatan dan tindakan pelaksanaan di bidang Administrasi dalam arti luas, guna mencapai daya guna dan hasil guna yang maksimal. Kemudian, setelah banyak orang mendiskusikan pengertian Operasi dalam rangka Pembinaan ini dan dihubungkan dengan pengertian Sisbingal, muncul pula istilah lain yang oleh Kapolri dan Asrenum disebut sebagai "steady state mission” dan untuk istilah Penggunaan Kekuatan dipergunakannya istilah Operasionil.

Pembinaan Teritorial. Untuk menelusuri makna Operasi Teritorial atau aspek Operasionil Pembinaan Teritorial yang dimaksud ada baiknya diungkapkan pengertian Pembinaan yang dianut Dephankam/ABRI, yaitu segala usaha, tindakan dan kegiatan yang berhubungan dengan perencanaan, penyusunan, pembangunan, pengembangan, pengerahan, penggunaan serta pengendalian segala sesuatu secara berdaya guna dan secara berhasil guna; pembinaan ini meliputi kegiatan melaksanakan atau menyelenggarakan pengaturan sesuatu, supaya dapat dilakukan dan dikerjakan dengan baik, tertib, teratur, rapih dan seksama menurut rencana/ program pelaksanaan (dengan ketentuan, petunjuk, norma, sistem dan metoda) secara efektif dan efisien guna mencapai tujuan serta memperoleh hasil yang diharapkan secara maksimal.

Dari uraian pengertian Pembinaan ini jelas terlihat bahwa did alam pengertian Pembinaan juga terkandung antara lain pengertian "pembangunan, pengembangan, pengerahan dan penggunaan". Jadi dalam proses Pembinaan ada proses pengerahan dan penggunaan Kekuatan ABRI yang tentunya baik sebagai Kekuatan Hankam maupun sebagai Kekuatan Sosial. Pengerahan dan penggunaan Kekuatan dalam rangka Pembinaan Teritorial inilah yang di dalam Doktrin Teritorial Nusantara disebut Operasi Teritorial, yang terdiri dari Kegiatan Teritorial dan Operasi Pembinaan Teritorial. Operasi Teritorial ini tentunya dalam rangka mewujudkan Teritorial menjadi Ruang, Alat dan Kondisi (RAK) Juang dan bukan dalam rangka menggunakan atau mengerahkan RAK Juang sebagai Kekuatan, yang oleh beberapa fihak juga disebut Operasi Teritorial.

Kalau kita ikuti beberapa pengarahan Menhankam/Pangab khususnya yang disampaikan di hadapan para Gubernur dan yang berkenaan dengan peran serta Keluarga Besar ABRI dalam Operasi Teritorial terlihat bahwa yang dimaksudkan ialah dalam rangka menciptakan kondisi Teritorial yang mantap atau dalam rangka mewujudkan RAK Juang. Pengertian Operasi Teritorial yang demikian sama dengan pengertian Operasi Teritorial yang tersebut da. lam Doktrin Teritorial Nusantara, yaitu Ke

11. Bagaimanakah Dengan Operasi Teritorial

Dalam Rangka Penggunaan Kekuatan? Penggunaan Kekuatan yang dimaksud tentunya dalam rangka Operasi Militer atau segmen ke-3 Siklus Upaya Pertahanan yang tersebut pada Gambar-1. Operasi yang demikian selalu terpadu, seperti yang diperlihatkan oleh peranan Kirintel, Kirops, Kirpers, Kirlog dan Kirter dalam proses pengambilan keputusan Operasi Militer. Artinya, keputusan yang diambil telah mempertimbangkan keadaan atau kekuatan Teritorial sebagai RAK Juang untuk dipergunakan sebagai penunjang Operasi Militer yang akan dilancarkan. Demikianlah nantinya jika keputusan itu dituangkan ke dalam Rencana Operasi, maka Rencana Operasi itu akan dilengkapi dengan beberapa Lampiran, antara lain Lampiran Bantuan Teritorial (yang tentunya sebagai RAK Juang). Jadi Operasi Teritorial yang tersendiri dalam rangka Penggunaan Kekuatan kiranya tidak ada; yang ada ialah Operasi Teritorial dalam rangka Kegiatan Teritorial atau Operasi Pembinaan Teritorial atau yang dinamakan "steady state mission” itu.

12. Hubungan Binkuat dan Pembangunan

Kekuatan (Bangkuat). Kedua istilah ini sering dipergunakan silih berganti dalam pengertian yang seakan-akan sama. Kalau dihubungkan dengan pengertian


Page 19

sadar para Purnawirawan akan berusaha dan bertindak sesuai dengan kebijaksanaan Pemerintah Orde bBaru yang berdasarkan kepada UUD'45 dan Pancasila. PEPABRI sebagai wadah Purnawirawan akan memberikan arah dan kegiatan positif terhadap anggotanya serta pembinaan mental guna pelestarian nilainilai '45.

ngan rakyatnya, tetapi harus dapat ber- peran sebagai bapak, sebagai guru, sebagai pemimpin, sebagai kawan seperjuangan. Dengan adanya ikatan bathin tersebut mulailah kita membina mereka. Kita arahkan mereka menuju pada Keta- hanan Nasional. Mengingat para Purnawirawan ABRI ting- kat pengetahuannya heterogen, maka cara penyajian dalam pembinaan mereka dilak- sanakan dengan cara sederhana/simple dan lebih banyak menggunakan contoh/ peragaan-peragaan. Kita beri kesempatan

pada mereka untuk memimpin diri mere-


ka sendiri. Bagi yang berpengetahuan le- bih tinggi, membimbing teman-teman-

nya yang kurang pengetahuannya. Hen-


18. Arahkan sebagai inti-inti strong hold.

Setelah terjalinnya suatu ikatan antara pembina Ter dengan para Purnawirawan, langkah-langkah selanjutnya akan mudah cara penyelesaiannya. Kedudukan Pembina, tidak dimaksudkan sebagai hubungan antara Pemerintah de-

Penyerahan tanda kenang-kenangan dapat mempererat ikatan bathin dengan mereka yang karena usianya harus meninggalkan tugas keprajuritan. Mereka sebagai keluarga besar ABRI harus kita bina, agar tetap berguna bagi pelaksanaan pembangunan, khususnya dalam mencapai ketahanan nasional yang mantap.


Page 20

TNI-ABRI adalah bagian dan komponen dari masyarakat Indonesia. Pelopor dan dinamisator yang harus senantiasa turut serta menegakkan Panca Tertib (Tertib Politik, Tertib Ekonomi, Tertib Sosial, Tertib Hukum dan Tertib Hankam).

Jika di depan disinggung tentang patut dan wajarnya KUHAP berpengaruh terhadap HAPMIL, maka bagi TNI-ABRI selaku pelopor dan dinamisator dalam pembangunan, bukan saja patut dan wajar untuk mengimplemantasikan hukum nasional (d.h.i. HAP nasional ke dalam HAPMIL), tetapi wajib. Jadi asas-asas atau prinsip-prinsip yang terkandung dalam KUHAP wajib diserap (diabsorbir) sejauh mungkin ke dalam HAPMIL, sepanjang tidak bertentangan dengan ke

pentingan militer. 8. Persoalannya bagaimana pengimplemen

tasiannya. Apakah murni sebagaimana yang ditentukan KUHAP.

Ada persoalan yang timbul jika misalnya Pra Peradilan diterapkan secara murni ke dalam HAPMIL. Apabila ada permintaan dari tersangka atau terdakwa yang dirugikan karena sebab-sebab tersebut pada nomor 4 dan 5 di depan, maka Ankum -atau Papera akan didengar keterangannya oleh hakim militer (Kimmil) yang ditunjuk oleh Kepala Mahkamah Militer (Kamahmil). Maka pada hakikatnya komandanlah yang diperiksa. Karena komandan itu, baik selaku Ankum maupun selaku Papera adalah pejabat yang berwenang di bidang penyidikan perkara pidana anak buahnya. Hal ini sesuai dengan ketentuan HAPMIL yang berlaku sekarang, di mana Ankum yang menanda tangani surat perintah penangkapan/penahanan. Memerintahkan penggeledahan, penyitaan, dan lain-lain sebagainya. Dan Papera yang menandatangani surat perintah perpanjangan penahanan, menandatangani surat-surat keputusan penyerahan perkara, penutupan perkara

demi hukum, dan lain-lain sebagainya. 9. Apabila pemeriksaan seperti itu terjadi

terhadap komandan selaku Ankum atau

7. Negara R.I. adalah negara hukum, ber

dasarkan Pancasila dan UUD 45 yang menjunjung tinggi hak asasi manusia. Menjamin segala warga negara, sama kedudukannya di dalam hukum. Garisgaris besar haluan negara (TAP IV/MRP/ 1978) menegaskan antara lain tentang perlu adanya usaha peningkatan dan penyempurnaan pembinaan hukum nasional. Dilakukan dengan pembaharuan kodefikasi dan unifikasi hukum dalam rangkuman pelaksanaan secara nyata dari wawasan Nusantara.

Tujuan pembangunan hukum nasional di bidang HAP adalah supaya masyarakat menghayati hak dan kewajibannya. Dan untuk meningkatkan pembinaan sikap para pelaksana penegak hukum sesuai dengan fungsi dan wewenang masing-masing ke arah tegaknya hukum, keadilan dan perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia, ketertiban serta kepastian hukum.


Page 21

Sekilas Tentang :

Hukum Tata Usaha/Administrasi Militer

Oleh : Kolonel Ckh. Soekarno S.H.

pokok yang hendak dicapai adalah berhasilnya perjuangan kemerdekaan untuk membentuk Negara Indonesia Merdeka dan Berdaulat. Sedang pengaturan lebih lanjut ke arah pembentukan dan pembinaan organisasi yang mantap dan teratur dilaksanakan sambil berjalan berdasarkan pengalaman-pengalaman yang telah berjalan dan pandangan-pandangan ke depan ke arah organisasi militer yang makin sempurna. Mulai tahun 1950 dimulailah secara berangsur-angsur penyusunan peraturan-peraturan di bidang Tata Usaha Militer.

Pada waktu sekarang ini sudah agak lengkaplah peraturan-peraturan yang dikeluarkan,

setidak-tidaknya memadai mengikuti perkemSebagaimana pernah dijelaskan oleh penulis bangan Organisasi Militer yang selalu berubah dalam rangkaian tulisannya tentang Hukum sesuai tingkat perkembangan perjuangan BangMiliter disebutkan bahwa Hukum Militer sa Indonesia. Lengkapnya peraturan-peraturan membidangi beberapa macam hukum antara

itu tercermin dari telah adanya ketentuanlain yang disebut Hukum Tata Usaha atau ketentuan pokok yang berupa UndangHukum Administrasi Militer. Hukum ini meru

Undang, Peraturan Pemerintah dan Keputuspakan pengkhususan dari Hukum Tata Usaha/

an Presiden serta ketentuan-ketentuan pelakAdministrasi umum yang biasanya dikenal

sanaannya dalam bentuk tulisan dinas-tulisan dengan Hukum Tata Usaha Negara atau

dinas yang bersifat mengatur berupa KeHukum Administrasi Negara atau ada yang

putusan, Instruksi, Surat Keputusan, Perintah/ menyebut juga Hukum Tata Pemerintahan.

Surat Perintah, Perintah Harian, Petunjuk Hukum ini belum banyak dikenal orang Pelaksanaan dan Maklumat dari Menteri Perbahkan di lingkungan Militer/ABRI sendiri tahanan Keamanan/Panglima Angkatan Berpun masih banyak yang asing oleh karena

senjata yang lebih lanjut dijabarkan dalam itulah penulis ingin sekilas memperkenalkan tulisan dinas-tulisan dinas yang bersifat mengnya di dalam rangka penyuluhan hukum bagi atur yang dikeluarkan oleh masing-masing anggota ABRI ini.

Kepala Staf Angkatan dan Polri sesuai matra

nya. Bidang Hukum Tata Usaha/Administrasi Mili Dewasa ini telah dicapai kesamaan pengerter.

tian tentang Administrasi dalam lingkungan Hukum Tata Usaha Administrasi Militer

Departemen Hankam, yaitu: secara umum.

a) Administrasi dalam arti luas yaitu semua Sejak lahirnya laskar-laskar perjuangan kemer pekerjaan, kegiatan dan usaha dalam ladekaan sebagai embrio organisasi Militer pada pangan pembinaan Hankamnas yang tidak masa revolusi fisik sampai dengan tahun 1949 termasuk bidang strategi, operasi dan taksangat sedikit peraturan-peraturan yang dike tik serta kekaryaan tetapi langsung atau luarkan di bidang Tata Usaha Militer.

tidak langsung mempengaruhi Operasi HanHal ini dapat dipahami oleh karena tujuan kamnas (Keppres 79/1969 yo Keppres


Page 22

Menuju Norma Keluarga Kecil, Bahagia Dan

Sejahtera Dengan Cara
Perencanaan Keluarga Yang Rasionil

Letnan Kolonel Cdm. dr. Edwin Abas

Lima tantangan yang dihadapi Program Keluarga Berencana dan Kependudukan di Indonesia dalam Dasa Warsa delapan puluhan telah dikemukakan dengan jelas oleh Deputy Bidang Keluarga Berencana BKKBN DR. HARYONO SUYONO kepada Komisi VIII DPR R.I. pada awal Desember 1981 di Jakarta.

Bagi sidang pembaca yang mungkin tidak dapat mengikuti dari waktu ke waktu perkembangan pelaksanaan Program KB. Nasional, mungkin berita tersebut di atas akan mengundang berbagai macam pertanyaan: Wah bagaimana Program KB. ini alangkah banyaknya tantangan yang dihadapinya? Bagaimana sebenarnya? Perlukah Support masyarakat dan ABRI? Dan lain-lain sebagainya.

Demikianlah keadaan sebenarnya bahwa Program KB. Nasional itu telah dimulai dan disusun sejak tahun 1970 (sejak awal Pelita I) dan telah disusun bertahaptahap dengan sasaran-sasaran yang disesuaikan dengan kurun waktu yang akan dihadapinya. Berita yang diucapkan oleh Deputy BKKBN tersebut tidak lain merupakan

yang memang harus diulangi terus menerus agar kita semua (masyarakat/aparatur Pemerintah) tetap waspada untuk siap melaksanakan Program

KB. Nasional yang makin hari makin berkembang menjadi kompleks dan mengandung beragam-ragam masalah.

Dalam tingkat perkembangan Program KB. Nasional saat ini, Program KB. telah dapat dikatakan sama dan identik dengan Program Pembangunan Nasional, karena pada saat ini, tidak saja Program KB. ini menjadi masalah Kesehatan saja namun Program KB. ini telah terlibat dalam persoalan Sosial, Ekonomi, Politik dan bahkan turut hadir di dalam semua persoalan masyarakat.

Mengingat masih segarnya seruan pihak BKKBN mengenai adanya tantangantantangan terhadap Program KB. Nasional itu, penulis dalam karangan ini pertamatama ingin menyegarkan ingatan kita semua pada susunan tahapan-tahapan KB. Nasional dan mencoba menguraikan situasi pelayanan kesehatan dewasa ini dalam menunjang Program KB. Nasional dan selanjutnya mencoba mengemukakan cara perencanaan keluarga yang rasionil dalam mewujudkan Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera (N.K.K.B.S.).

Dalam uraian lebih lanjut akan dijumpai istilah yang memerlukan penjelasan lebih dahulu agar penggunaan dan pengertiannya jelas.

Usia subur: usia wanita dari sejak haid sampai menopause di mana pada kurun waktu tersebut wanita dapat menjadi hamil dan melahirkan anak (15 tahun – 44 tahun).


Page 23

Insan-insan dalam keluarga NKKBS inilah yang kemudian hari akan membentuk masyarakat adil dan makmur. Dari uraian mengenai tujuan dan tahapan Program KB. Nasional di atas tergambar jelas bahwa insan NKKBS tersebut berasal dari peserta KB Lestari aktif. Dengan demikian secara teoritis peserta KB. Lestari aktif dengan anak maksimum 2 (dua) orang saja yang memenuhi kriteria NKKBS. Kriteria peserta KB Lestari aktif perlu kita tegakkan lebih dahulu bila selanjutnya kita akan bermaksud menyelidiki hasil yang telah kita capai selama ini.

Dengan bertambah bengkaknya jumlah penduduk Indonesia pada tahun 1980 (147,5 juta jiwa) dan masih tingginya angka pertumbuhan penduduk per tahun (2,34 %) maka persoalan kependudukan akan tetap banyak mempengaruhi sukses tidaknya program yang akan kita tempuh. Walau dari laporan informasi dasar kependudukan dan KB tahun 1979 didapat angka-angka yang menggembirakan mengenai pertambahan jumlah peserta aktif KB sejak tahun 1969/1970 sampai 1978/1979 (lihat ta

bel I), namun dalam menilainya kita tetap harus berhati-hati. Perlu diselidiki lebih lanjut apakah kwalitas peserta aktif KB tersebut baik atau tidak, sebab masih perlu dipertanyakan selanjutnya apakah mereka itu seterusnya menjadi peserta KB Lestari aktif yang cocok untuk menjadi insan NKKBS.

Banyak para ahli kesehatan yang berkecimpung dalam Program KB. di Indonesia menganggap bahwa masih terdapat tantangan besar bagi terwujudnya NKKBS, khususnya bagi konsep Catur Warga. Hal ini antara lain menurut Prof. Sulaiman Sastrawinata dan kawan-kawan (1981) dalam ceramahnya pada Seminar Pengaruh Perkawinan dan Kehamilan pada Wanita usia muda disebabkan antara lain oleh kebiasaan kawin muda dalam masyarakat Indonesia dan keengganan menerima penggunaan alat kontrasepsi setelah persalinan pada golongan ibu usia muda tersebut.

Dari segi lain Dr. Sudradji Sumapradja seorang pencetus dan Ketua dari Perkumpulan Kontrasepsi Mantap Indonesia (PKMI) pada saat ini melihat masih sedikitnya peserta kontrasepsi mantap di

Tabel I. Perkembangan Jumlah Peserta Aktif dan Perbandingan dengan Pasangan Usia Subur

(PUS) menurut Tahun Anggaran selama Pelita I dan Pelita II


Page 24

Keluarga bahagia dan sejahtera, cukup dua anak. Kewajiban kita mensukseskan program Keluarga Berencana (KB) yang mengusahakan terujudnya keluarga bahagia ini. Nampak keluarga prajurit yang bahagia sedang santai dengan putra putrinya.


Page 25

II. Tahap 1: MENCIPTAKAN SITUASI KONTRADIKTIP

peristiwa Subversi tersebut, sehingga diharapkan dapat menemukan suatu cara sebagai alat mendeteksi kegiatan Subversi sebelum mencapai puncaknya. Kalau gerakan Subversi sudah mencapai puncaknya, tidak ada gunanya lagi dicari.

2. Tujuan Penulisan.

Subversi masih ancaman terkuat di dalam merongrong Negara dan Bangsa kita sampai saat ini hingga beberapa waktu mendatang. Sebagaimana pelajaran teori Subversi dan kenyataan usaha-usaha Subversi yang lalu menunjukkan bahwa usahausaha atau kegiatan-kegiatan Subversi berjalan memakan waktu dan berjalan mienurut suatu dinamika. Tulisan ini bertujuan untuk merangsang pandangan-pandangan, pemikiran-pemikiran, tulisan-tulisan mengenai masalah Subversi, sehingga diharapkan dapat menemukan cara atau alat mendeteksi kegiatankegiatan Subversi yang sedang berjalan di dalam dinamikanya itu sudah sampai sejauh mana usaha/kegiatan Subversi itu berjalan) dan dapat dipatahkannya sebelum mencapai sasarannya/puncaknya.

a. Di depan telah dikemukakan bahwa kita

akan mengumpulkan ”beberapa peristiwa subversi", kemudian mengolah "peristiwa-peristiwa subversi" itu, untuk menemukan "kesamaan-kesamaan dinamika”. Kita ambil 3 (tiga) buah peristiwa Subversi yang berbeda-beda sifatnya yaitu: 1) Yang bersifat Rasialis:

"Peristiwa 5 Agustus 1973 Bandung", Yaitu penghancuran Toko-toko di

kota Bandung.
2) Yang bersifat Liberalis:

"Peristiwa Malari 14 Januari 1974”. 3) Yang bersifat murni Komunis:

"Peristiwa G.30.S/PKI”.

3. Ruang lingkup dan Sistematika.

I PENDAHULUAN II Tahap 1: MENCIPTAKAN SITUASI

KONTRADIKTIP. III Tahap 2: MENINGKATKAN SI-

TUASI KONTRADIKTIP SAMPAI TITIK PUNCAK-

NYA. IV Tahap 3: MENGGERAKKAN MAS-

SA. V Tahap 4: MEMFANAKAN MASSA

YANG BERGERAK. VI Tahap 5: PENCETUSAN PENG-

HANCURAN. VII Tahap 6: FOLLOW-UP. VIII PENUTUP.

Di depan juga telah dikemukakan bahwa kali ini kita akan membahas masalah subversi melalui pendekatan akibat-akibat nyata dari tahap-tahap kegiatan subversi yang tertutup itu. Akibat-akibat nyata itu akan merupakan suatu "eskalasi kondisiyang semakin memburuk. Untuk memudahkan pengertian, maka di dalam tulisan ini akan menggunakan methoda "back-word” di dalam penyajiannya. Yaitu mengemukakan dahulu ”eskalasi-kondisi” yang semakin memburuk itu, barulah kemudian menjelaskan/menguraikan bahwa di dalam ke-3 peristiwa subversi yang diambil dan berbeda-beda sifatnya itu, benar-benar berjalan "eskalasi-kondisi” tersebut. Dan begitu pula untuk gerakan subversi yang lain bahwa "eskalasi-kondisi” itu benar-benar berjalan di dalamnya. Nah, bilamana pada semua gerakan subversi berjalan di dalamnya "eskalasikondisi” tersebut, maka "eskalasi-kondisi" itu adalah salah satu alat pendeteksi gerakan subversi. Hanya tinggal kemampuan si pengamat di dalam membaca "situasi kondisi sosial” pada peta

4. Pendekatan.

Pendekatan yang digunakan adalah teori Subversi dan pengalaman di lapangan.

situasinya. Apakah terdapat/terjadi "eskalasi-kondisi" yang semakin memburuk, type akibat gerakan Subversi seperti yang akan diuraikan ini.

hadap golongan lain. Pertentangan-perten- tangan ini kemudian diexploiter. Kadang-

kadang sudah tersedia pertentangan golong.

an itu, tinggal mengexploiter dan meng- arahkan ke arah keinginan pihak subver- si.

Sarana yang biasanya digunakan untuk

terciptanya situasi kontradiktip antara lain:

Penulisan-penulisan di surat kabar. Fitnahan-fitnahan untuk mengadu-dom- ba melalui pamplet-pamplet, poster- poster dan lain-lain. Surat-surat kaleng.

Mencetuskan sesuatu kejadian yang ter-

arah, sehingga sesuatu golongan bereaksi marah.

b. ”Eskalasi-kondisi yang semakin membu

ruk” yang dapat terlihat di atas permu- kaan sebagai akibat tahap-tahap gerakan

bawah tanah Subversi adalah sebagai


berikut: Tahap 1: Timbul ”SITUASI KONTRA-

DIKTIP” yang melibatkan

massa rakyat cukup besar. Tahap 2: Kemudian ”SITUASI KON

TRADIKTIP MENINGKAT

SAMPAI PUNCAKNYA". Tahap 3: Selanjutnya ada "GERAKAN

MASSA”.
Tahap 4: Seterusnya "MASSA YANG

BERGERAK DIFANAKAN". Tahap 5: Selanjutnya lagi ''PENGHAN-

CURAN” obyek vital yang strategis, oleh massa bergerak

yang telah difanakan. Tahap 6: Akhirnya "PENUNTUTAN

TERHADAP PENGUASA/ PEMERINTAH MELALUI SIDANG ISTIMEWA MPR” atas kehancuran obyek vital Strategis tersebut sehingga Pemerintah jatuh atau dilanjutkan dengan penghancuranpenghancuran lain sampai Pemerintah Jatuh.

Menciptakan situasi kontradiktip ini, thema-nya diusahakan sedemikian rupa sehingga dapat melibatkan kekuatan massa yang cukup besar. Sekarang kita lihat bagaimana tahap 1 ("MENCIPTAKAN SITUASI KONTRADIKTIP”) dilaksanakan oleh pihak subversi pada ke-3 peristiwa subversi yang telah kita pilih tadi:

Nah, bilamana ”Situasi-kondisi Sosial” bergejolak menuruti irama dari tahap 1 s/d tahap 4 tersebut di atas, harus cepat distop, jangan sampai mencapai tahap 5 dan seterusnya. Kalau gejolak sosial sudah mengikuti irama tahap 1 s/d tahap 4, hal itu sudah hampir pasti adalah suatu gerakan subversi yang berbahaya.

1). Peristiwa Rasialis 5 Agustus 1973 di Bandung:

Kita masih ingat, pada mulanya penulisan-penulisan di surat-kabar Bandung, bahwa kota Bandung adalah kota terpadat penduduknya, tetapi miskin-miskin karena sukar mata pencaharian. Kota Bandung juga merupakan kota mahasiswa, banyak pendatang, maka dari itu dinamik

cara berfikirnya. - Kemudian penulisan-penulisan bah-

wa Non Pribumi Cina Bandung su- dah masuk ke pelosok-pelosok me- nguasai tanah-tanah, menguasai se- luruh jalur ekonomi rakyat, licik di dalam perdagangannya, pemeras rakyat kecil/miskin. Kemudian lagi penulisan-penulisan menanggapi rencana Pemda Kodya

2. Menciptakan Situasi Kontradiktip:

Untuk menciptakan situasi kontradiktip yang terarah, maka pihak subversi mengadu-domba dua kekuatan atau lebih, dengan melakukan kegiatan-kegiatan pancingan kemarahan salah satu golongan ter

Jadi diciptakan situasi kontradiktip antara: "Golongan Komunis VS Golongan Non Komunis”. Terlihatlah bahwa situasi kontradiktip yang diciptakan tersebut di atas, semuanya melibatkan massa rakyat yang cukup besar. Ini perlu untuk nantinya bisa menimbulkan pergolakan/ Penghancuran yang cukup besar, sehingga pantas mengundang sidang istimewa MPR.

III. Tahap 2: MENINGKATKAN SITUASI KONTRADIKTIP SAMPAI TITIK PUNCAK

2). Peristiwa Malari 14 Januari 1974:

Penulisan-penulisan di surat kabar
(Pancingan) yang mengungkapkan bahwa Jepang licik di dalam usaha

dagang dengan Indonesia.


Pemerintah Indonesia selalu dirugi- kan. Jepang mengkuras secara habis-ha- bisan hutan di Kal-Tim serta ikan

Tuna di laut Banda yang sangat me-

rugikan rakyat setempat.

Pemerintah Indonesia mudah men-

jual kekayaan alam dan tidak me-

mikirkan akibatnya yang sangat me-

rugikan generasi mendatang. Kegiatan-kegiatan diskusi di U.I.

yang thema-nya sama dengan terse-


but di atas. Thema-thema tersebut di atas dikeluar-

kan secara terarah/sistematis, artinya


yang ringan-ringan dahulu tapi me- nyentuh hati-nurani rakyat, barulah

kepada yang lebih berat berupa menu-

duh kekeliruan Pemerintah. Jadi di sini diciptakan situasi kontra-

diktip antara: "Penguasa/Pemerintah


vs Yang tidak puas terhadap Pemerin-

tah dipelopori beberapa Mahasiswa”. 3). Peristiwa G.30.S/PKI:

PKI di dalam tulisan-tulisan suratkabarnya maupun di dalam rapatrapat massanya, melakukan fitnahan-fitnahan terhadap golongan Non Komunis seperti: Neokolim, Antekantek Kapitalis, Musuh-musuh rak. yat yang menyengsarakan rakyat.

Sesudah situasi kontradiktip yang melibatkan massa cukup besar tercipta pada tahap 1, maka usaha subversi selanjutnya pada tahap 2 ini adalah meningkatkan Situasi kontradiktip tersebut sampai titik puncaknya: artinya sampai massa itu siap untuk digerakkan. Dalam meningkatkan situasi kontradiktip ini dipilihnya thema-thema yang terarah, mengena hati-nurani massa sasarannya, tetapi themathema itu jangan sampai membuka kedoknya dan masih legal. Sekarang marilah kita lihat bagaimana Tahap 2 "MENINGKATKAN SITUASI KONTRADIKTIP SAMPAI TITIK PUNCAKNYA”), dilaksanakan oleh pihak subversi pada ke-3 peristiwa subversi yang telah kita pilih tersebut:

1). Peristiwa Rasialis 5 Agustus 1973 di Ban

dung: Setelah timbul rasa dan suasana kontra- diktip antara Pribumi VS Non Pribumi Ci- na di Bandung dari akibat penulisan-pe- nulisan pada tahap 1 tersebut di atas, ma- ka pada tahap 2 ini ditingkatkanlah de- ngan kegiatan-kegiatan diskusi Mahasiswa menanggapi rencana Pemda Kodya Ban- dung menjadikan Jl. Asia - Afrika "be- bas-beca”.

Keluarlah Thema: "Dengan Bebas-Be

ngan membawa Poster-Poster yang membakar semangat massa di sekitarnya, sehingga diharapkan nanti massa simpatisan ini dapat digaet bergabung di dalam tahap "menggerakkan mas

ca rakyat kecil Tukang-Beca Dikorban- kan Penghidupannya demi untuk kele- luasaan Sedan-sedannya si kaya Cina". 'Statement" kelompok-kelompok Ma- hasiswa ke Pemda dan ke DPR; keluar- lah Poster-poster anti Cina. Keluarlah thema: "Cina bukan hanya menguasai ekonomi, tetapi juga me-

nguasai Pejabat". Semua kegiatan-kegiatan ini dikomunikasikan ke masyarakat melalui surat-kabar, sehingga Anti-Cina sudah menjadi buahbibir masyarakat.

2). Peristiwa Malari 14 Januari 1974:

Setelah timbul rasa dan suasana kontradiktip antara: "Golongan yang tidak puas terhadap Pemerintah VS Pemerintah”, dari akibat penulisan-penulisan pada tahap 1 tersebut di atas, maka pada tahap 2 ini ditingkatkanlah situasi kontradiktip itu dengan kegiatan-kegiatan yang lebih bersifat fisik antara lain: diskusi-diskusi, acara tirakatan, aksi-aksi Poster, pidatopidato di dalam kampus U.1. dan kampuskampus lain yang kesemuanya dikomunikasikan ke masyarakat melalui majalahmajalah kampus dan surat kabar.

Diskusi di dalam kampus U.I. yang diprakarsai oleh Doroyatun Kuncoroyakti Cs, themanya tentang kekeliruan kebijaksanaan perdagangan Pemerintah dengan Jepang:

Dengan kegiatan-kegiatan seperti tersebut di atas, maka suasana kontradiktip memuncak, situasi Politik panas, massa simpatisan siap untuk digerakkan.

3). Peristiwa G.30.S/PKI:

Setelah situasi kontradiktip antara "Golongan Komunis VS Golongan Non Komunis" ditimbulkan dengan berbagai thema-thema fitnahan seperti yang dikemukakan dalam tahap 1, maka di dalam tahap 2 ini situasi kontradiktip itu diting. katkan sampai puncaknya dengan kegiatan-kegiatan yang lebih bersifat fisik seperti antara lain:

Perebutan-perebutan tanah seperti peristiwa Bandar Betsi. Secara tertutup melakukan pengikisan hasil-hasil Produksi untuk menimbulkan kesengsaraan rakyat; kemudian difitnahkan sebagai akibat perbuatan lawannya, kemudian lagi menyatakan ia akan tampil membela rakyat yang sengsara itu. Pengikisan hasil produksi itu berupa antara lain: kerusakan pabrik, kebakar

Diadakan malam tirakatan dengan pembakaran patung As. Pri. Presiden di kampus Universitas Trisakti dalam

rangka membakar emosi massanya. - Gerakan dari Kampus ke Kampus de

an-kebakaran hutan, kebakaran-keba- karan pasar/gudang dan lain-lain. Peningkatan sabotase terhadap obyek- obyek Vital. Peningkatan fitnahan terhadap lawan-

lawannya yang akan menjadi sasaran

massanya dan dalam rangka memba-

kar emosi massanya. Peningkatan kejahatan-kejahatan berupa perampokan-perampokan, pembunuhanpembunuhan yang dikendalikannya secara tertutup, sehingga menimbulkan suasana yang tidak menentu, ketakutan, kesengsaraan dalam rangka menciptakan masyarakat yang sakit. Kemudian ia akan tampil sebagai Ratu-Adil.

Test-case gerakan massanya dengan drum-band nya yang membakar semangat pada hari-hari besar PKI. Pembunuhan-pembunuhan terhadap tokoh-tokoh lawan politik dan aparat keamanan oleh massanya sebagai test

sus. Yaitu thema itu harus dapat mengelabui petugas pengamanan Pemerintah. Pejabat-pejabat keamanan Pemerintah setelah mendengar thema itu harus terbetik di dalam fikirannya: "Oh, ya logis adanya gerakan seperti itu, kalau begitu maksud gerakan tersebut (Red: dari thema tadi) tidak akan terjadi apaapa, aman”. Begitulah kesan yang hendak diciptakan di dalam fikiran para Petugas Keamanan Pemerintah setelah mendengar ”thema” dari "Menggerakkan Massa” tersebut. Padahal dengan "Menggerakkan Massa" itu ada suatu niat terselubung yang sangat membahayakan Pemerintah.

Salah satu sarat penting lagi bagi ”thema” menggerakkan massa itu agar tidak dicurigai petugas keamanan adalah: "Thema itu harus scirama dengan perkembangan situasi pada waktu itu". Jangan seperti ada "loncatan" dari perkembangan situasi pada waktu itu: hal ini dapat menimbulkan kecurigaan dari petugas keamanan. Artinya harus logis dan legal. Jadi dapat dibayangkan, sangat sulit bagi pihak Subversi menemukan atau menentukan "Thema" yang sesuai dengan derap perkenbangan situasi yang mereka telah ciptakan untuk lebih maju lagi ke situasi berikutnya. Salah "thema”, usaha subversi bisa gagal keseluruhannya atau sebahagian. Kadang-kadang usaha subversi bisa ditunda (diperlambat) ataupun bisa dipercepat untuk mendapatkan "thema” yang tepat.

Pada waktu ”massa bergerak” nanti, akan dilewatkan melalui konsentrasi masyarakat simpatisan yang telah tergarap simpatinya pada tahap 2 yang lalu, untuk bergabung, sehingga kekuatan "massa bergerak/demonstran" bertambah besar.

Sekarang marilah kita lihat bagaimana tahap 3 (MENGGERAKKAN MASSA”) dilaksanakan oleh pihak subversi pada ke-3 peristiwa Subversi yang telah kita pilih itu:

Dengan kegiatan-kegiatan peningkatan suasana kontradiktip seperti tersebut di atas massa PKI seperti PR dan Gerwani pada waktu itu sudah menjadi ganas dan siap untuk digerakkan menghancurkan lawannya golongan Non Komunis.

IV. Tahap 3: ”MENGGERAKKAN MASSA”

Setelah suasana kontradiktip pada tahap 2 dapat ditingkatkan sampai titik puncaknya, maka kegiatan selanjutnya pada tahap 3 ini adalah "Menggerakkan Massa”yang sudah siap untuk digerakkan itu.

Pada setiap tahap ada thema-nya sendiri. Pada tahap 1 (Menciptakan situasi kontradiktip) dan tahap 2 (Meningkatkan situasi kontradiktip sampai titik puncaknya) themathema itu lebih banyak jumlahnya dan lebih bebas atau lebih longgar, tetapi, tetap terarah dan dalam batas-batas legal (tidak terangterangan melanggar hukum atau etika). Tetapi pada tahap 3 ("Menggerakkan Massa) ini thema-themanya mempunyai sifat yang khu

1). Peristiwa Rasliasis 5 Agustus 1973 di Bandung:

Dari situasi anti Cina yang sudah panas, sebagaimana yang telah diuraikan pada tahap 2, maka pada tahap 3 ini, massa yang sudah panas itu digerakkan. Kita masih ingat, thema yang digunakan


Page 26

tindakan pencegahannya.

Seperti apa yang dikemukakan oleh Pangkowilhan II dan Kapolri pada guntingan surat-kabar di bawah ini: Pangkowilhan II: ”Usahakan Lebih Dini Menemukan Gejolak” Kapolri: "Sejak Dini Kejahatan Harus Dicegah”.

Kalau ditinjau dari sudut kepentingan lain, seperti dari sudut penindakan, sudut hukum dan lain-lain, tentunya penulisan ini (uraian peristiwa-peristiwa subversi tersebut di atas) masih banyak kekurangan-kekurangannya, untuk itu agar dapat dimaklumi, mengingat tujuan penulisan yang hendak dicapai tersebut di atas.

kita banyak mengambil pelajaran dari pengalaman-pengalaman itu.

Ternyata dari memperbandingkan ini kita temukan adanya kesamaan-kesamaan yang terbuka (nyata) sebagai akibat dari tahap-tahap gerakan Subversi yang tertutup itu. Demikian pula pada kejadian-kejadian subversi yang lainnya seperti peristiwa Ujung Pandang tahun 1981 yang baru lalu, ataupun peristiwa Solo dan Semarang tahun 1981 yang lalu, kalau kita teliti akan terdapat kesamaan-kesamaan eskalasi-kondisi seperti yang diuraikan di dalam tulisan ini. Tentunya akan terdapat banyak variasinya. Seperti peristiwa Solo dan Semarang, seolah-olah sesuatu yang tidak terduga-duga, seolah-olah petir di siang bolong. Padahal tidak demikian, jauh sbelum terjadi peristiwa rasialis itu, pada tahun 1978 telah sering terjadi tanda-tanda yang menyolok yaitu perkelahian-perkelahian antara pemuda Cina dan Pemuda Pribumilah kita katakan, seperti Kutoarjo, Purworejo, dan Jogjakarta.

Sebagaimana dikemukakan terdahulu, bahwa penulisan ini bertujuan untuk merangsang, ataupun membangkitkan pemikiran-pemikiran, diskusi-diskusi mengenai masalah Subversi, kemudian dengan demikian kita lebih mengenal kesamaan-kesamaan, variasivariasi, tahap-tahap, pola-pola dan teknisteknis dari gerakan Subversi tersebut, selanjutnya dengan lebih mengenal itu kita akan lebih mudah mencium/menemukan/mendeteksi adanya sesuatu gerakan subversi untuk

Dari penulisan ini dapat ditarik kesimpulan bahwa: Pola "Eskalasi-kondisi yang semakin memburuk” terdiri 6 tahap dan dapat terlihat dengan nyata di dalam masyarakat oleh si pengamat, adalah berjalan pada /di dalam hampir semua gerakan subversi, dengan bermacam-macam variasinya, maka oleh karena itu Pola ini dapat menjadi salah satu cara/ alat untuk mendeteksi/mengungkapkan adanya gerakan Subversi.

Demikianlah, semoga tulisan ini ada manfaatnya di dalam usaha mengungkapkan kegiatan-kegiatan subversi.