Manusia adalah makhluk yang membutuhkan banyak hal dalam menjalankan kehidupannya. Tentu saja jika tidak dipenuhi, manusia akan kesulitan untuk bisa hidup dengan baik dan optimal dalam menjalankan proses aktivitas-nya. Untuk itu, segala kehidupan manusia membutuhkan alat atau sarana untuk memenuhinya termasuk berhubungan dengan interaksi sosial bersama manusia lainnya agar mencapai Tujuan Penciptaan Manusia, Konsep Manusia dalam Islam, dan Hakikat Manusia Menurut Islam sesuai dengan fungsi agama, Sukses Dunia Akhirat Menurut Islam, dengan Cara Sukses Menurut Islam
Untuk menjalankan muammalah jual beli, maka terdapat prinsip-prinsip yang harus dilaksanakan oleh umat islam. Hal ini sebagaimana nilai-nilai yang ada dalam Al-Quran dan Sunnah. Pengaturan islam ini berorientasi agar tidak melemahkan satu sama lain dan saling menguntungkan kedua belah pihak. “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu.” (QS An-Nisa : 29) Ayat diatas menjelaskan bahwa ummat islam dilarang untuk menjalankan praktik jual beli jika terdapat riba. Riba adalah harta yang haram dan melilit kaum yang kesulitan. Untuk itu hal ini harus dihindari. Harta riba yang haram akan membuat orang menambah besar dosanya dan Allah akan membalas dengan adzab di akhirat. Selain itu, islam pun juga mengajarkan agar perniagaan dilakukan berdasarkan sukarela, suka sama suka, atau sama-sama menginginkan. Bukan karena paksaan, apalagi keharusan yang merugikan salah satu pihak. Pada hakikatnya pelaksanaan apapun dalam kehidupan manusia diperbolehkan oleh Allah dengan kaidah dan hukum tertentu agar tidak salah dalam bertindak dan kedzaliman yang terjadi. Hal ini sebagaimana hadist, “Hukum asal semua bentuk muamalah adalah mubah (boleh), kecuali ada dalil yang mengharamkannya (melarang)” Sesuai dengan kaidah muammalah islam, jual beli ada yang diperbolehkan dan ada yang dilarang dalam islam. Berikut adalah jual beli yang dilarang oleh islam, dan hendaknya umat islam menjauhi langkah-langkah tersebut, sebagai jalan yang merugikan dan menyesatkan. “Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum’at, Maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. Apabila telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka bumi dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.” (QS Al Jumuah : 9-10). Dari ayat di atas dapat kita pahami bahwa Allah menyuruh umat islam untuk bermuamalah dan bertebaran di muka bumi untuk mencari karunia dan rezeki Allah. Namun hal ini tidak boleh untuk meninggalkan shalat dan meninggalkan ibadah lainnya. Sebagaimana dalam ayat di atas, maka jual beli tidak boleh dilakukan ketika harus menjauhkan kita dari ibadah. Sebaiknya kita melakukan evaluasi, jika proses jual beli kita malah menjauhkan diri dari Allah, menambah kemaksiatan, dan meninggalkan ibadah yang diperintahkan oleh Allah.
Jual beli yang dilarang oleh islam adalah ketika menjual dan membeli barang-barang yang haram. Hal ini tentu akan menambah mudharat bagi orang-orang islam, ketika menyebarluaskan keharaman di muka bumi. Misalnya saja jual beli narkoba, miras, barang hasil penggelapan atau pencurian, barang yang tidak taat pajak dan aturan. “Sesungguhnya Allah jika mengharamkan atas suatukaum memakan sesuatu, maka diharamkan pula hasil penjualannya”(HR Abu Daud dan Ahmad) Tentu umat islam tidak menginginkan jika hartanya tidak mendapatkan keberkahan. Keberkahan harta salah satunya berasal dari bagaiama kita melakukan jual beli dengan proses yang halal termasuk barang yang di jual pun adalah barang yang bukan dillarang oleh Allah untuk dikonsumsi. “Rasulullah SAW melaknat orang yang makan riba, yang memberi makannya, penulisnya dan dua saksinya, dan beliau bersabda : “Mereka itu sama”. (HR. Muslim) Pelarangan melaksanakan jual beli dalam islam adalah melarang riba. Hal ini seperti yang diungkap dalam hadist di atas bahwa pemberi atau pemakannya atau segala bentuk operasionalnya adalah salah, sehingga sama-sama kelirunya. Untuk itu, sebelum berjual beli hendaknya memeriksa terlebih dahulu apakah ada proses jual beli tersebut benar-benar bebas dari riba. “Apabila kalian telah berjual beli dengan cara Al-‘Inah dan kalian telah ridho dengan perkebunan dan kalian telah mengambil ekor-ekor sapi dan kalian meninggalkan jihad, maka Allah akan menimpakan kepada kalian suatu kehinaan yang (Allah) tidak akan mencabutnya sampai kalian kembali kepada agama kalian”. (HR. Abu Daud) Jual beli mulamasah adalah istilah untuk pembelian yang terjadi jika menyentuh barang yang dijual. Tentu ini tidak dibenarhkan bahwa sebelumnya pembeli berhak untuk melihat, menyentuh barang, dan mengecek apakah ada kecacatan atau yang ditawarkan sesuai dengan barang real-nya. Tentu saja menjadi bermasalah jika hanya menyentuh lalu harus membayarkannya. Contohnya saja ketika berbelanja di pasar tentu kita sering sekali melihat-lihat terlebih dahulu dan memegang barangnya. Selagi tidak merusak dan membuat rugi si penjual tentu hal ini diperbolehkan, bukan hal yang diharamkan dalam islam. Sumber : https://dalamislam.com/hukum-islam/ekonomi Pada dasarnya setiap manusia memiliki banyak kebutuhan setiap harinya baik itu kebutuhan sandang, pangan dan papan. Oleh karena itu terjadilah transaksi jual beli demi memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut. Namun pernahkah Anda bertanya-tanya, apakah transaksi jual beli yang terjadi di kehidupan sehari-hari telah sesuai dengan hukum syariat Islam? Karena mungkin saja dikarenakan ketidaktahuan kita, kita telah melanggar hukum Allah sehingga mengurangi keberkahan di dalam hidup kita. Maka dari itu, pada kesempatan kali ini akan dibahas mengenai dasar-dasar hukum jual beli (ba’i) dalam Islam dengan harapan dapat menghilangkan ketidaktahuan dan membuka wawasan kita sehingga menghindarkan kita dari perbuatan-perbuatan yang tidak diridhai oleh Allah SWT. Jual-Beli (ba’i) memiliki hukum mubah, yakni jika dikerjakan ataupun tidak dikerjakan maka tidak mendapat pahala dan juga tidak mendapat dosa. Namun hukum ba’i dapat berubah sesuai situasi dan kondisi menjadi wajib, sunah, makruh bahkan haram. Berikut beberapa landasan hukum jual-beli dari Al-Quran dan Al-Hadist. “….Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” (QS: Al-Baqarah ayat 275). “Penjual dan pembeli memiliki hak khiyar (pilihan untuk meneruskan atau membatalkan akad jual-beli) selama mereka belum berpisah.” (HR. Bukhari-Muslim). Dalam tuntunan Islam, ba’i dibagi menjadi 3 bentuk berdasarkan sisi obyek, sisi waktu serah-terima dan sisi penetapan harga. 1. Ba’i dari sisi obyek akad 2. Ba’i dari sisi waktu serah-terima
3. Ba’i dari sisi penetapan harga
Lantas, Apa Syarat Sah Ba’i?Suatu transaksi jual-beli tidak akan sah apabila tidak terpenuhi 7 syarat-syarat berikut ini: 1. Saling rela antara kedua belah pihak baik penjual maupun pembeli Syarat ini merupakan syarat yang mutlak harus ada dalam transaksi jual beli sesuai dengan firman Allah SWT: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu.” (QS: An Nisaa ayat 29). Oleh karena itu, transaksi perdagangan yang terjadi dikarenakan keadaan terpaksa/dipaksa maka transaksi tersebut dianggap batal/tidak sah. Namun apabila dalam suatu keadaan terdesak, misal seseorang terlilit hutang dan dipaksa oleh hakim/qadhi untuk menjual hartanya demi melunasi beban hutangnya, maka akad tersebut sah. 2. Kedua belah pihak pelaku akad adalah orang yang memenuhi syarat melakukan akad Maksud memenuhi syarat di sini adalah berakal dan sudah baligh. Maka dari itu, akad yang dilakukan oleh anak di bawah umur, orang gila atau orang dengan gangguang kejiwaan dianggap tidak sah kecuali dengan izin walinya. Namun, ada pengecualian bagi anak di bawah umur, yakni boleh melakukan akad hanya untuk jual beli hal kecil, misal: permen. Syarat ini sesuai dengan firman Allah dalam surat An Nisaa ayat 5 dan An Nisaa ayat 6. 3. Masing-masing pelaku akad memiliki hak milik atas harta obyek transaksi Tidak sah menjual obyek yang tidak kita miliki dan tanpa seizin pemiliknya. Bagi barang milik anak yatim, penyandang keterbelakangan mental atau gangguan jiwa, maka wali dari mereka disamakan statusnya sebagai pemilik barang tersebut. Hal ini berdasarkan hadist berikut: “Jangan engkau jual barang yang bukan milikmu.” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi). 4. Obyek transaksi adalah barang yang tidak dilarang agama Menjual barang haram termasuk haram hukumnya. Misal menjual miras, daging babi, rokok, dan lain sebagainya. Hal ini berdasarkan hadist berikut: “Sesungguhnya Allah bila mengharamkan suatu barang juga mengharamkan nilai jual barang tersebut.” (HR. Ahmad). 5. Obyek transaksi adalah barang yang dapat diserahterimakan Transaksi jual beli tidak sah apabila obyek yang diperjualkan tidak dapat diserahterimakan. Misal, jual beli bintang di langit. Hal ini berdasarkan hadist berikut: Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Nabi melarang jual beli gharar (penipuan). (HR. Muslim). 6. Obyek transaksi harus jelas dari segi apapun dan diketahui oleh kedua belah pihak Tidak diperbolehkan terjadi transaksi yang tidak jelas obyeknya. Misal, jual beli mobil tanpa dilihat terlebih dahulu bentuk fisik serta spek mobilnya. Transaksi dengan obyek yang tidak jelas diklasifikasikan ke dalam gharar dan Allah jelas-jelas melarangnya. Untuk mengetahui obyek transaksi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu:
7. Harga obyek harus jelas saat transaksi terjadi Tidak sah suatu transaksi jual beli apabila penjual tidak menyebutkan secara jelas harga obyek transaksi. Hal ini diklasifikasikan ke dalam gharar. Sekian pembahasan mengenai jual-beli yang sesuai dengan tuntunan Islam. Sudahkah kamu menerapkan syarat-syarat sahnya? Bagi kamu yang ingin melakukan transaksi jual beli dengan sistem cicilan tapi takut terjerat riba, jangan khawatir! Dengan SyarQ, kamu bisa melakukan transaksi jual beli dengan sistem cicilan secara halal, tanpa riba dan tanpa denda. Sumber: Fiqih Muamalah Maaliyah, Sharia Standards by Erwandi Tarmizi & Associates. |