Bidang bidang usaha yang dibentuk nu dalam upaya melestarikan ajaran ahlussunnah wal jama ah ada

B. TANTANGAN YANG DIHADAPI DALAM MELESTARIKAN AJARAN AHLUSSUNNAH WALJAMA’AHJaminan penjagaan Allah terhadap Agama Islam sampai hari kiamat, bukan berarti kemudian umat Islam tidak wajib berjuang mempertahankannya. Rasulullah SAW saja harus berjuang demi mempertahankan Agama Islam ini dari serangan orang-orang kafir.

1.      Strategi Pengembangan dan Pelestarian Aswaja Masa Pada Rasulullah dan Sesudahnya

Pada  zaman Rasulullah SAW. Segala masalah yang timbul, baik masalah-masalah yang berkaitan langsung dengan keimanan dan ibadah, maupun masalah-masalh sosial dikembalikan pada Rasulullah SAW, kemudian Allah menurunkan wahyu untuk memberi ketetapan hukumnya. Akan tetapi sering juga para sahabat melaksanakan sesuatu dengan pemikirannya sendiri, karena belum adanya ketentuan dari Rasulullah. Kemudian mereka datang kepada Rasulullah dan melaporkan tindakannya. Jika Rasulullah setuju atau membenarkan, sahabat yang lain ikut melaksanakannya.

Sepeninggal Rasulullah, generasi penerus adalah para sahabat, yaitu seluruh kaum muslimin yang menerima langsung ajaran Islam dari Rasulullah SAW. Sebagai generasi pertama ummat Islam mereka bukan hanya mengerti materi ajarannya, tetapi juga memahami latar belakang dan bagaimana Rasulullah SAW melaksanakannya. Maka dari itu peran mereka dalam proses pemahaman, pewarisan dan pengembangan agama Islam sangat penting. Secara keseluruhan mereka dapat dipercaya, meskipun secara individu berbeda-beda tingkatnya.

Para Sahabat meneruskan ajaran Islam kepada generasi kedua yang disebut Tabi`in. Pada zaman sahabat dan tabi`in ini, wilayah Islam mulai meluas, persoalan kian banyak, generasi sahabat semakin berkurang, sehingga dirasa perlu adanya sarana baru untuk pewarisan ajaran Islam, tidak cukup hanya denganlisan tetapi perlu catatan. Mushaf Al Quran ditulis atas usulan dari Umar Bin Khattab r.a. Khalifah Abu Bakar Ash Shiddiq mengusahakan adanya buku catatn Mushaf berisi ayat-ayat Al Qur`an yang tersusun tertib, lengkap dan benar untuk menjadi rujukan baku bagi kaum muslimin sepanjang zaman. Upaya ini selesai tuntas pada masa Khalifah Utsman Bin Affan. Dimana Khalifah Utsman Bin Affan ini menetapkan satu-satunya  Mushaf yang disepakati untuk kaum muslimin sepanjang zaman.

Di samping Mushaf, juga dirasa perlu pencatatan hadits Rasulullah SAW yang jumlahnya lebih banyak dari pada ayat-ayat Al Quran. Upaya pencatatan hadits ini baru dimulai secara resmi pada masa khalifah Umar bin Abdul Azis (90 H).

Generasi pewaris setelah tabi`in adalah tabi`it tabi`in. Pada zaman ini agam Islam sudah berkembang sangat luas. Pemeluk agama Islam sudah terdiri dari berbagai bangsa, dan berasal dari berbagai agama. Hubungan dengan berbagai pihak bertambah banyak. Semuanya mendorong perkembangan keilmuan di kalangan kaum muslimin baik ilmu keislaman maupun ilmu lainnya. Akibat tantangan ini akhirnya muncullah upaya pengembangan ajaran Islam antara lain :

a.   Ilmu Al Quran (ilmu tajwid, ilmu qiraat, asbabun nuzul dll),

b.  Ilmu hadits (sanad, matan, rawi dll.),

c.   Ilmu alat (Ilmu bahasa, Sejarah, Ilmu Hisab)

Pada periode selanjutnya lahirlah pakar-pakar ajaran Islam, yaitu tokoh-tokoh yang mampu memahami sendiri Al Quran dan Hadits, dan menemukan pendapat-pendapat mengenai beberapa hal yang timbul atau merumuskan sebagian ajaran Islam supaya mudah diikuti oleh kaum awam. Mereka disebut dengan Mujtahid (Mujtahidin : Jamak), yang berijtihad dengan kemampuan berfikir maksimal.

Pada masa ini ajaran Islam dapat terstruktur dan dibukukan rapi sesuai dengan bidang ajaran Islam yang ada, sehingga mudah difahami oleh seluruh pemeluk agama islam, dan dapat diwariskan kepada generasi-generasi berikutnya untuk kemudian diberikan tambahan penjelasan dan pengembangan sesuai dengan perkembangan zaman.

2.      Strategi Pengembangan  dan Pelestarian Aswaja di Indonesia

Ajaran Islam yang masuk ke Indonesia adalah ajaran yang berfaham Ahlussunnah Wal jamaah. Ajaran ini terus dikembangkan oleh para wali dan muballigh, serta para ulama berabad-abad lamanya, melalui jalur pendidikan, pengajaran dan kegiatan dakwah rutin lainnya. Secara turun temurun para ulama mengembangkan ajaran Ahlussunnah Wal Jamaah di tengah-tengah kehidupan masyarakat dan mengkondisikan dengan tradisi bangsa Indonesia.

Baru setelah masuknya pembaharuan islam ke Indonesia, pengembangan ajaran Ahlussunnah Wal Jamaah di Indonesia mulai mendapat tantangan. Para ulama kemudian mengatur strategi untuk menghadapinya dengan mengintensifkan pertemuan-pertemuan yang akhirnya melahirkan NU. Dengan tujuan utama adalah  mengembangkan dan melestarikan ajaran Islam Ahlussunah Wal Jamaah.

Dalam rangka pelestarian dan pengembangan Ahlussunnah Waljamaah NU menempuh berbagai cara, baik jalur pendidikan, pengajian-pengajian, maupun amalan tradisi yang menjadikan cirri khas warga NU. Melalui jalur pendidika, NU mempunyai andalan pondok pesantren untuk mengembangkan Ahlussunnah Wal Jamaah.

Dengan meningkatkan silaturrahmi antara ulama pesantren, NU memberikan motivasi untuk mengembangkan metode dan sisitem pendidikan di pesantren. Materi pengajaran kitab-kitab kuning yang sudah melembaga di pesantren juga tetap dipertahankan dengan cara mengadakan penelitian terhadap kitab-kitab yang diajarkan untuk dapat diketahui, apakah kitab-kitab itu hasil karya para ulama Ahlussunah wal Jamaah atau bukan.

Di samping itu telah didirikan lembaga-lembaga pendidikan formal dalam pesantren maupun di luar pesantren yang mengajarkan pendidikan agama Islam ala Ahlussunnah Wal Jamaah. Pendidikan formal ini terdiri dari madrasah dan sekolah umum, juga perguruan tinggi.

Untuk menyatukan langkah pengajaran, telah dirumuskan kurikulum yang dikeluarkan oleh Lembaga Pendidikan Maarif NU, yaitu lembaga dalam NU yang bertugas membina dan mengembangkan pendidikan.

Nahdlatul Ulama tidak  berhenti pada pendidikan di pesantren, madrasah dan sekolah saja. Tetapi dalam rangka mengembangkan dan melestarikan ajaran Islam Ahlussunnah Waljamaah, para ulama NU secara rutin memberikan pengajian di masjid dan mushalla dengan membaca kitab-kitab yang kesemuanya berdasarkan Madzhab Ahlussunnah Wal Jamaah.

Banyak strategi variatif untuk melestarikan Ahlussunnah Wal Jamaah yang dilaksanakan di masyarakat untuk kalangan muda, tua, pria ataupun wanita. Pelestarian Aswaja tidak dapat dipisahkan dengan adat-istiadat di masyarakat. Sehingga adat yang dilaksanakan harus sesuai dengan syariat Islam.




Secara bahasa mujtahid adalah orang yang melakukan ijtihad. Dan ijtihad secara bahasa yaitu mencurahkan segenap kemampuan dan usaha untuk melakukan sesuatu.

Alkhairaat – Organisasi masyarakat (Ormas) yang terafiliasi di dalam aliran atau paham Ahlu Sunnah Wal Jamaah (Sunni) tidak terbatas pada dua organisasi Islam: Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah. Sebagai negara kepulauan dengan 88 persen dari total jumlah penduduk 270 juta jiwa merupakan Muslim, ormas Islam Sunni di Indonesia sangat banyak. Nyaris setiap pulau di Indonesia memiliki ormas tersendiri yang mewakili aspirasi lokal penduduk Muslim setempat. Di antaranya:

1. al-Jam’iyah al-Khairiyyah atau Jamiat Khair


Jamiat Khair adalah ormas Islam pertama yang didirikan di Indonesia pada tahun 1901, akan tetapi baru mendapatkan izin resmi dari Pemerintah Hindia Belanda pada 17 Juli 1905 di Jakarta. Pada tahun tahun 1903 Jamiatul Khair mengajukan permohonan untuk diakui sebagai sebuah organisasi atau perkumpulan dan tahun 1905 permohonan itu dikabulkan oleh Pemerintah Hindia Belanda dengan catatan tidak boleh membuka cabang-cabangnya di luar di Batavia.

Jamiat Khair sejatinya merupakan organisasi yang terbuka bagi siapapun, meski mayoritas anggotanya merupakan orang-orang Arab keturunan yang telah lahir di Indonesia. Beberapa tokoh non Arab yang tercatat pernah menjadi anggota organisasi ini adalah K.H. Ahmad Dahlan dan Raden Hassan Djajadiningrat.

Jamiat Khair didirikan oleh Habib Abubakar bin Muhammad Alhabsyi, Habib Abubakar bin Ali bin Abubakar bin Umar Shahab, Sayid Muhammad Al-Fakir bin Abn Al Rahman Al Mansyur, Sayid Idrus bin Ahmad Shahab, Sayid Ali bin Ahmad Shahab, Habib Abubakar bin Abdullah Alatas, Sayid Muhammad bin Abdurrahman Shahab dan Sayid Syechan bin Ahmad Shahab.

Kongres pertama Jamiatul Khair dilaksanakan pada tahun 1911 M. Salah satu keputusan penting hasil kongres ini adalah mendatangkan guru-guru agama dari Timur Tengah ke Indonesia. Selain mendirikan madrasah, pada tahun 1913 M, Jamiatul Khair mendirikan Panti Asuhan Darul Aitam. Habib Abu Bakar Alhabsyi bersama sejumlah Alawiyyin juga mendirikan sekolah untuk putra (awlad) di Jl. Karet dan untuk putri (banat) di Jl. Kebon Melati dan di cabang Jamiatul Khair di Tanah Tinggi, Senen, Jakarta. Bersamaan dengan itu, sekolah-sekolah untuk anak-anak yatim turut dibuka.

Selain dua tokoh nasional yang telah disebutkan di atas, organisasi Jamiatul Khair dikenal banyak melahirkan tokoh-tokoh Islam, antara lain Kyai HOS Tjokroaminoto (pendiri Syarikat Islam), H. Samanhudi (tokoh Sarekat Dagang Islam), H. Agus Salim, dan Habib Idrus bin Salim Aljufri (pendiri Alkhairaat).

2. Muhammadiyah


Organisasi Muhammadiyah didirikan di Yogyakarta pada 18 Novermber 1912 atau bertepatan dengan 8 Dzulhijjah 1330. Organisasi ini didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan di Kampung Kauman, Kota Yogyakarta. Pada masa kepemimpinannya (1912-1923), Muhammadiyah telah memiliki cabang di sejumlah kota di Pulau Jawa, seperti Surakarta dan Pekalongan. Tahun 1925, cabang Muhammadiyah berkembang ke Sumatera Barat berkat peran ayah Hamka, yaitu Haji Abdul Karim Amrullah. Dalam kurun waktu yang relatif singkat, hingga tahun 1938, Muhammadiyah telah memiliki cabang hampir di seluruh kota besar di Indonesia.

Fokus utama Muhammadiyah adalah meluruskan kesalahpahaman ajaran Islam di tengah masyarakat melalui dakwah dan pembukaan lembaga pendidikan serta usaha-usaha amal, seperti rumah sakit dalam bidang kesehatan dan lembaga wakaf untuk pengembangan ekonomi umat.

3. Mathla’ul Anwar


Mathla’ul Anwar (MA) adalah lembaga pendidikan yang didirkan oleh Abdurahman bin Jamal, TB Sholeh Kananga, Kiai Yasin kemudian Kiai Arsyad, dan Kiai Rusdi pada tahun 1916 M. Lembaga pendidikan Mathla’ul Anwar berpusat di Banten dan berumur 10 tahun lebih tua dari NU.

Salah satu kader Mathla’ul Anwar adalah Menteri Agama Fachrul Razi Batubara.

4. Nahdlatul Ulama

Sebelum berdirinya NU, K.H. Wahab Chasbullah dan K.H. Mas Mansur mendirikan Nahdlatul Wathan berbeda dengan lembaga bernama serupa yang didirikan Tuan Guru Kiai Haji (TGKJ) Muhammad Zainuddin Abdul Madjid di Lombok, Nusa Tenggara Timur.

Ahmad Zahro dalam buku “Tradisi Intelektual NU: Lajnah Bahtsul Masail 1926-1999 (2004), Kiyai Wahab mendirikan Nahdlatul Wathan (Kebangkitan tanah air) pada tahun 1914.

Martin van Brulnessen dalam buku berjudul NU: Tradisi, Relasi-relasi Kuasa, Pencarian Wacana Baru (1994) menyebut bahwa, boleh dibilang, Nahdlatul Wathan merupakan sebuah lembaga pendidikan agama bercorak nasionalis moderat pertama di Nusantara.

Pada tahun 1916, Nahdlatul Wathan semakin berkembang dengan memiliki beberapa madrasah dan gedung di Surabaya, serta cabang-cabang di daerah Malang, Semarang, Gresik, dan Jombang.

Dikutip dari buku Pertumbuhan dan Perkembangan NU (1985) karya Choirul Anam, pada tahun 1918, K.H. Wahab Chasbullah menggagas satu organisasi yang diberi nama Nahdlatul Tujjar atau “kebangkitan para pedagang”.

Pada tanggal 31 Januari 1926, dikutip dari K.H. Abdul Wahab Hasbullah: Bapak dan Pendiri NU (1972) karya Saifuddin Zuhri, para kiai berkumpul di kediaman Kiai Wahab dan memutuskan membentuk suatu organisasi kemasyarakatan Islam Ahlussunnah wal Jama’ah yang dinamakan Nahdlatul Ulama atau “kebangkitan para ulama”. Tanggal 31 Januari 1926 ditetapkan sebagai hari lahir NU.

5. Rabithah Alawiyah

Rabitah Alawiyah adalah suatu organisasi massa Islam yang bergerak di bidang sosial kemasyarakatan. Pada umumnya organisasi ini menghimpun WNI keturunan Arab, khususnya yang memiliki keturunan langsung dari Nabi Muhammad SAW. Organisasi ini berdiri pada tanggal 27 Desember 1928 tidak lama setelah Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928.

6. Alkhairaat


Habib Idrus bin Salim Aljufri atau yang dikenal dengan panggilan Guru Tua pernah mengajar di Jamiatul Khair dan Pondok Pesantren Jombang, Tebu Ireng.

Kedatangan Guru Tua di Wani, Kabupaten Donggala pada tahun 1929, atas usulan saudara beliau, dan permintaan saudara beliau, Sayyid Alwi bin Salim Al-Jufri dan masyarakat Wani yang ingin belajar ilmu agama.

Madrasah pertama yang didirikan di Wani bernama Al-Hidayah. Nama ini merujuk kepada madrasah Al-Hidayah milik Al-Habib Abu bakar bin Shofi Alhabsyi yang ada di Makassar dan telah mempunyai cabang di Kabupaten Touna, Ampana, Kabupaten Banggai, Luwuk, Provinsi gorontalo, dan Provinsi Ternate.

Guru Tua akhirnya pindah ke Lembah Palu (Kota Palu) pada tahun 1930. Beliau menetap di Ujuna, dan mengajar di Kampung Baru, dirumah H. Daeng Marocca, sepupu dari istri beliau, Hj. Ince Ami binti Daeng Sute hingga menetap di Kampung Baru.

Pada akhir tahun 1930, Guru Tua kemudian mendirikan madrasah yang diberi nama Alkhairaat.

Hj. Ince Ami yang merupakan keluarga raja dan bangsawan mempunyai kekerabatan dengan raja di Parigi dan Sigi. Dengan bantuan kakaknya yang merupakan Ketua Sarekat Islam pertama di Sulawesi Tengah, Alkhairaat pun semakin berkembang dan menjadi organisasi yang bergerak dalam bidang Pendidikan, Sosial dan Dakwah.

Beberapa kader Alkhairaat:Dr. H. Salim Segaf Al-Jufri, Lc., M.A., Ketua Majelis Syuro Partai Keadilan SejahteraProf. Dr. Ir. Fadel Muhammad Al-Haddar, Pimpinan Majelis Permusyawatan Rakyat (MPR) periode 2019-2024.Prof. Dr. Hj. Huzaemah T. Yanggo, MA, Ketua MUI Pusat Bidang Dakwah.Sakinah Aljufri, S.Ag., Anggota DPR-RI periode 2019-2024

7. Jamiyatul Wasliyah


Jamiyatul Washliyah atau kerap disingkat Al Washliyah dan Persatuan Tarbiyah Islamiyah kerap disingkat PERTI merupakan dua Ormas Aswaja yang berdiri pada 30 November 1930 M. Pendiri Jamiyatul Wasliyah adalah Muhammad Arsyad Thalib Lubis, Ismail Banda, dan Abdurrahman Syihab.

Jamiyatul Wasliyah dan PERTI berbasis di Sumatera. Di antara kader Al Washliyah saat ini adalah Tengku Zulkarnaen dan Ustad Abdul Somad Batubara.

8. Nahdlatul Wathan


Nahdlatul Wathan (NW) adalah Ormas yang didirikan pada tanggal 1 Maret tahun 1953 Masehi atau tanggal 15 Jumadil Akhir 1372 Hijriyah oleh Tuan Guru KH Muhammad Zainuddin Abdul Majid yang dijuluki Tuan Guru Pancor.

Julukan Tuan Guru Pancor berasal dari nama daerah organisasi ini pertama kali didrikan yaitu, Pancor, Kabupaten Lombok Timur, Provinsi Nusa Tenggara Barat.

9. Front Pembela Islam


Front Pembela Islam (FPI) adalah Ormas yang didirikan dan dipimpin oleh Habib Muhammad Rizieq Shihab di Jakarta pada tanggal 17 Agustus 1998 M.

Sejak pertama kali didirikan hingga saat ini FPI telah banyak berkembang dan mempunyai massa hampir 10 juta orang.