Contoh kasus penegakan hukum lingkungan pidana

Contoh kasus penegakan hukum lingkungan pidana
Api mambakar lahan milik warga di Palangka Raya, Kalimantan Tengah, Minggu, 22 September 2019. Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah menetapkan status tanggap darurat bencana kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) hingga 30 September 2019. ANTARA

TEMPO.CO, Jakarta -Penegakan hukum yang tegas yang diharapkan menimbulkan efek jera dilakukan Polda Kalimantan Selatan dalam menindak pelaku pembakaran lahan di area milik korporasi."Tersangka yang harus bertanggung jawab akan kami jerat Undang-Undang Lingkungan Hidup dengan ancaman pidana maksimal sesuai hasil penyidikan dan gelar perkara nantinya," terang Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Kalsel Kombes Pol Masrur di Banjarmasin, Kamis.Adapun pasal yang digunakan penyidik dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yaitu Pasal 98 dan atau Pasal 99.Untuk Pasal 98 ayat 1 berbunyi setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 10 tahun dan denda paling sedikit Rp3.000.000.000 dan paling banyak Rp10.000.000.000.Sedangkan Pasal 99 ayat 1 berbunyi setiap orang yang karena kelalaiannya mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 3 tahun dan denda paling sedikit Rp1.000.000.000 dan paling banyak Rp3.000.000.000."Untuk penerapan pasal dan ayatnya tergantung dari hasil penyidikan. Misal di ayat 2 dan 3 pada setiap pasal lebih berat lagi hukumannya. Contoh dari perusakan lingkungan terbakarnya lahan mengakibatkan orang luka atau bahaya kesehatan manusia dari kabut asap, semua nanti diputuskan dalam gelar perkara untuk penentuan tersangka," paparMasrur.Untuk penyidikan di lahan terbakar area perkebunan kelapa sawit di PT Monrad Intan Barakat (MIB) dan PT Borneo Indo Tani (BIT), pria yang baru menjabat ini memastikan dalam kasus korporasi ada sejumlah pihak yang dibidik."Jadi yang bertanggung jawab di korporasi itu bisa badan hukumnya, bisa pengurusnya atau orang yang memerintah di lapangan. Semua tergantung dari alat bukti, keterangan saksi dan ahli," jelas perwira berpangkat melati tiga yang sebelumnya Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Maluku Utara itu.Masrur kembali memperingatkan masyarakat agar budaya membakar lahan tidak lagi dilakukan. Karena akibat yang ditimbulkan yaitu kabut asap sudah sangat meresahkan dan merugikan semua orang. Bahkan dampaknya hingga ke nasional dan dunia internasional."Budaya lama yang salah ini tidak bisa kita biarkan terjadi terus menerus dan terulang setiap tahun. Saatnya semua berupaya mencegah kebakaran lahan, dan polisi akan menindak tegas setiap pelakunya baik secara sengaja ataupun akibat kelalaiannya menyebabkan kebakaran lahan," tandasnya menekankan.Sementara Kasubdit IV Tipidter Ditreskrimsus Polda Kalsel AKBP Endang Agustina menambahkan, area lahan perkebunan kelapa sawit di Desa Sungai Batang, Kecamatan Martapura Barat, Kabupaten Banjar yang sudah di-police line tersebut dilarang ada kegiatan selama proses penyidikan."Kami cepat bergerak melakukan pemeriksaan saksi, regulator hingga ahli. Prof Bambang Hero Saharjo sebagai Ahli Kebakaran Hutan dan Lahan IPB sudah menyampaikan hasil laboratorium dari sampel yang diambil 3 minggu keluar," pungkas Endang.Diketahui jika Polda Kalsel telah melakukan police line di lahan perkebunan kelapa sawit di PT Monrad Intan Barakat yang terbakar seluas 1.190 hektar. Kemudian lahan milik PT Borneo Indo Tani yang berada di sampingnya seluas 92 hektar yang disegel untuk kepentingan proses penyidikan.

ANTARA

Contoh kasus penegakan hukum lingkungan pidana

Manusia tumbuh dan berkembang bersama lingkungan di sekitarnya. Setiap interaksi manusia baik sesama manusia dan  dengan lingkungan akan memberikan dampak bagi lingkungan baik positif maupun negatif. Oleh karena itu, dirancang sebuah aturan hukum untuk mengatur keseimbangan manusia dan lingkungan tempat tinggalnya. Hukum lingkungan mengatur pola lingkungan beserta semua perangkat dan serta kondisi bersama manusia yang berada dan mempengaruhi lingkungan tersebut.

Daud Silalahi sebagai founder dari Firma ini merupakan tokoh hukum lingkungan Indonesia yang menyadari pentingnya 3 pilar hukum lingkungan untuk dijaga yaitu pilar ekonomi, lingkungan hidup dan sosial-masyarakat, dimana kolaborasi yang ideal diantara ketiganya melahirkan konsep Pembangunan Berkelanjutan – yang kemudian digunakan sebagai Tujuan Pembangunan global (Sustainable Development Goal) melanjutkan Tujuan Pembangunan Milenial (Milenial Development Goals).

Aspek Hukum Lingkungan

Hukum Lingkungan merupakan suatu disiplin ilmu yang cukup luas sehingga terkadang dirasakan tidak mudah untuk dipahami, karena mencakup aspek :

1. Tata Lingkungan

2. Perlindungan Lingkungan

3. Kesehatan Lingkungan

4. Kesehatan Manusia

5. Tata Ruang

6. Aspek Sektoral

7. Otonomi Daerah

8. Internasionalisasi Lingkungan Hidup

9. Penegakkan hukum

Peraturan Undang-undang Hukum Lingkungan di Indonesia

Hukum lingkungan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang No 32 tahun 2009, yang merupakan generasi ketiga pengaturan hukum lingkungan di Indonesia. Undang-undang ini mengatur bagaimana perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dengan sistematis demi tercapainya keseimbangan lingkungan serta kesejahteraan manusia sebagai satu kesatuan dalam lingkungan. Selain demi kesejahteraan dan keseimbangan, Undang-Undang No 32 juga mengatur tentang upaya untuk melestarikan lingkungan secara berkelanjutan serta  mencegah kerusakan lingkungan.

Undang-undang No 32 tahun 2009 memiliki beberapa jenis instrumen penegakan hukum lingkungan. Jenis penegakan instrumen tersebut antara lain :

1. Sanksi Administrasi

Sanksi administrasi bersifat mengawasi dan melakukan  tindakan pencegahan pelanggaran hukum lingkungan. Sanksi administrasi terdiri atas; teguran tertulis,  paksaan pemerintah, pembekuan izin lingkungan dan pencabutan izin lingkungan.

Baca Juga : Outsourcing di Indonesia & Perlindungan Hukumnya

2. Penyelesaian Sengketa Lingkungan di Luar Pengadilan.

Penyelesaian ini bersifat musyawarah antar masyarakat agar terjaminnya mufakat antara kedua belah pihak. Kedua pihak dapat menggunakan jasa mediator atau pihak ketiga yang bebas dan tidak memihak untuk membantu menyelesaikan sengketa. Penyelesaian di luar pengadilan dilakukan untuk tercapainya; bentuk dan besaran ganti rugi, tindakan pemulihan pasca kerusakan, jaminan agar pencemaran dan kerusakan lingkungan tidak terulang kembali, dan mencegah meluasnya dampak negatif yang ditimbulkan.

3. Penyelesaian Sengketa Lingkungan di Pengadilan.

Penyelesaian melalui pengadilan dilakukan apabila terdapat pihak tertentu yang dirugikan secara materi sehingga pihak yang bertanggung jawab wajib untuk membayarkan sejumlah uang tergantung putusan pengadilan.

4. Penegakan Hukum Pidana.

Penegakan hukum pidana dalam Undang-Undang ini memperkenalkan ancaman hukuman minimum di samping maksimum, perluasan alat bukti, pemidanaan bagi pelanggaran baku mutu, keterpaduan penegakan hukum pidana, dan pengaturan tindak pidana korporasi.

Penegakkan Hukum Lingkungan di Indonesia

Meskipun sudah ada undang-undang jelas yang mengatur, masih banyak pelanggaran hukum lingkungan yang dilakukan oleh manusia untuk kepentingan pribadi mereka. Pada 2018, PT. Expravet Nasuba di Sumatera Utara membuang limbah cair ke aliran sungai Deli karena perusahaan tidak memiliki pembuangan limbah cair yang memadai. Kasus pencemaran sungai ini mencuat akibat aduan masyarakat kepada pihak berwajib. Akibat ulahnya, PT. Expravet Nasuba menerima surat peringatan dari Pemerintahan Kota Medan dan pada akhirnya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyegel PT. Expravet Nasuba.

Baca Juga : Pengertian Ketenagakerjaan dan Permasalahannya 

Penyegelan tersebut sesuai dengan pasal 68, pasal 100 pasal 116 pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Masing-masing pasal tersebut berbunyi :

Pasal 68

Setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan berkewajiban; a. memberikan informasi yang terkait dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup secara benar, akurat, terbuka, dan tepat waktu, b. menjaga keberlanjutan fungsi lingkungan hidup, dan c. menaati ketentuan tentang baku mutu lingkungan hidup dan/atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup.

Pasal 100

(1) Setiap orang yang melanggar baku mutu air limbah, baku mutu emisi, atau baku mutu gangguan dipidana, dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).

(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dikenakan apabila sanksi administratif yang telah dijatuhkan tidak dipatuhi atau pelanggaran dilakukan lebih dari satu kali.

Pasal 116

(1) Apabila tindak pidana lingkungan hidup dilakukan oleh, untuk, atau atas nama badan usaha, tuntutan pidana dan sanksi pidana dijatuhkan kepada: a. badan usaha; dan/atau b. orang yang memberi perintah untuk melakukan tindak pidana tersebut atau orang yang bertindak sebagai pemimpin kegiatan dalam tindak pidana tersebut.

(2) Apabila tindak pidana lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh orang, yang berdasarkan hubungan kerja atau berdasarkan hubungan lain yang bertindak dalam lingkup kerja badan usaha, sanksi pidana dijatuhkan terhadap pemberi perintah atau pemimpin dalam tindak pidana tersebut tanpa memperhatikan tindak pidana tersebut dilakukan secara sendiri atau bersama-sama.

Berdasarkan Undang-Undang hukum lingkungan dan contoh kasus yang pernah terjadi, diharapkan masyarakat secara keseluruhan dapat memahami dan menyadari bahwa mereka turut berperan aktif dalam pemeliharaan lingkungan sebagai satu kesatuan dengan lingkungan serta bagaimana resiko yang akan mereka dapatkan jika melanggar hukum lingkungan.

Penegakkan hukum memiliki peranan penting dalam mendukung perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2009, namun lebih daripada itu Hukum Lingkungan sesungguhnya juga mengedepankan kearifan lokal dan pendekatan asas subsidiaritas yang ditujukan untuk mengoptimalkan kesadaran para pihak untuk menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup, namun jika kesadaran tersebut tidak ada maka Hukum wajib ditegakkan.