Dalam sig tumpang susun (overlay beberapa peta termasuk dalam tahap)

Mengolah data Sitem Informasi Geografi menjadi sebuah informasi spasial dalam bentuk peta, diperlukan peralatan dan keterampilan yang memadai. Untuk menyusun dan mengolah data tersebut diperlukan tahapan kerja sebagai berikut.

Pada tahap persiapan, yang akan dilakukan untuk mengoperasikan sistem informasi geografis ialah sebagai berikut.

Mengkaji kebutuhan merupakan dasar dari keberhasilan penggunaan SIG. Aspek yang dikaji mencakup pengidentifikasian kegiatan di dalam organisasi yang berkenaan dengan peta atau informasi geografis atau mengkaji bentuk atau model informasi yang dibutuhkan oleh pengguna (user).

Paling sedikit ada tujuh jenis kebutuhan yang diperhitungkan:

  1. fungsi- fungsi pemrosesan,

  2. data atau isi yang diperlukan,

  3. standar dan karakteristik data,

  4. aplikasi sistem berikut produknya,

  5. fungsi-fungsi perangkat lunak,

  6. perangkat keras berikut kapasitasnya, dan

  7. fasilitas komunikasi yang digunakan misalnya card dan kabel jaringan, modem, hub, dan yang lainnya.

b. Membuat rancangan peta

Membuat rancangan peta merupakan rencana kegiatan yang akan dilakukan atau dibuat. Hal ini berkaitan dengan peta tematik yang dibutuhkan dan rencana analisis (tumpangsusun) antara peta-peta tematik yang akan dibuat.

Peta dasar yang diperlukan harus disiapkan, hal ini dilakukan agar gambar atau peta yang kurang jelas dapat diperbaiki, skala dan tahun peta harus cocok atau disesuaikan. Peta-peta tersebut dikumpulkan dari berbagai sumber atau instansi terkait. Apabila ada salah satu komponen yang tidak ada atau belum dibuat petanya, maka kita harus membuat peta tersebut. Pembuatan peta tersebut untuk melengkapi dan memudahkan dalam menumpangsusunkan peta-peta yang diperlukan.

Merancang basis data adalah menyiapkan rencana pengorganisasian data yang akan dimasukkan dalam sistem. pengorganisasiannya berdasarkan pada kebutuhan dan sumber data yang sudah disediakan

d. Menentukan prosedur kerja

Menentukan prosedur kerja dalam memasukkan data ke dalam sistem komputer perlu dilakukan agar tim penyusun SIG dapat bekerja lebih cepat dan efektif, misalnya semua simbol garis dan area digitasi terlebih dahulu, kemudian simbol titik, dan seterusnya.

Digitasi peta merupakan pekerjaan memindahkan peta dalam bentuk lembaran peta (hardcopy) ke dalam komputer. Pada tahap ini, peta yang masih dalam bentuk lembaran kertas kemudian diubah ke dalam bentuk format digital, yaitu format yang dapat dibaca dan diolah oleh komputer. Alat untuk merekam atau memindahkan data tersebut dinamakan digitizer. Selain itu, proses ini juga dapat dilakukan dengan menggunakan scanner.

Hasil digitasi biasanya belum sempurna, karena masih dapat dijumpai kesalahan atau tidak akurat. Kesalahan tersebut umumnya terjadi akibat ketidaktelitian manusia dalam proses digitasi peta atau karena faktor kemampuan alat yang terbatas. Sehingga pada tahap ini yang dilakukan ialah mengoreksi dan memperbaiki data atau simbol yang salah atau tidak tepat. Kesalahan- kesalahan yang umumnya terjadi, dalam bentuk overshoot (garis lebih), undershoot (garis tidak nyambung), garis ganda, kesalahan dalam pelabelan, dan lain-lain.

Tahap konversi adalah tahap penyesuaian koordinat dengan mengubah koordinat meja digitizer ke dalam koordinat lintang dan meridian bumi yang sesungguhnya. Penggunaan koordinat meja digitizer adalah koordinat yang diperlukan agar pembuatan peta dilakukan secara sistematis (tidak acak) dan bersifat sementara. Koordinat tersebut kemudian diubah dan umumnya menggunakan koordinat UTM (Universal Transverse Mercator). Keuntungan menggunakan koordinat UTM adalah dapat menentukan luas dari kenampakan yang ada pada peta, dan satuan yang digunakan ialah meter. Selain sistem koordinat UTM, ada juga sistem koordinat derajat. Koordinat UTM dan koordinat derajat dapat ditemukan kedua-duanya pada peta topografi atau peta rupa bumi.

Tahap anotasi adalah tahap dilakukannya pemberian nama atau catatan terhadap berbagai objek yang ada pada peta, misalnya nama sungai, nama kota, nama gunung, nama daerah, atau nama wilayah.

Setiap objek yang nampak dan ada pada peta harus diberi label dan fungsinya sebagai identitas dari objek tersebut. Identitas ini berguna untuk membuat hubungan antara data grafis dan data nongrafis. Label atau identitas tersebut biasanya dituangkan dalam legenda atau keterangan peta.

Setelah peta yang dibutuhkan selesai dikerjakan, maka tahap selanjutnya adalah tahap analisis dan pengolahan lebih lanjut. Tahap analisis yaitu tahap pengukuran panjang, kerapatan, luas objek pada peta dan sampai pada penggabungan beberapa peta dengan cara tumpang susun (overlay). Penggabungan tersebut akan menghasilkan peta baru yang lebih informatif. Pada SIG konvensional analisis datanya berupa pengukuran dengan menggunakan alat sederhana, seperti penggaris untuk mengukur panjang dan planimeter untuk mengukur luas. Pada SIG yang menggunakan komputer analisis datanya terutama untuk menghitung luas wilayah dapat dilakukan dengan mudah.

Analisis peta hasil tumpang susun yang dilakukan secara konvensional dilakukan dengan menggunakan kertas transparan sehingga beberapa peta dapat ditumpangsusunkan menjadi peta yang bertampalan. Beberapa peta dapat ditumpangsusunkan apabila skala petanya sama.

Buffering adalah jenis analisis yang akan menghasilkan buffer atau penyangga yang bisa berbentuk lingkaran atau poligon yang melingkupi suatu objek sebagai pusatnya, sehingga dapat diketahui luas objek dan jarak dari objek lainnya.

Misalnya, untuk membuka usaha wartel, maka perlu dianalisis jumlah saingan yang ada pada radius tertentu dari suatu lokasi.

9. Tahap pelaporan atau keluaran data

Tahap pelaporan atau keluaran data dapat dilakukan dalam bentuk menampilkan pada layar monitor atau dicetak melalui printer atau plotter. Dalam laporan, semua informasi hasil overlay harus ditampilkan secara menarik dengan pewarnaan yang sederhana tetapi sesuai dengan standar kartografis sehingga menampilkan bentuk/warna yang indah dan dengan divariasikan tabel/ grafik/video pada setiap tempat yang diinginkan dan perlu penambahan informasi.

10. Informasi lewat jaringan

Jika perlu, pada tahap berikutnya adalah mengaitkan basis data dengan jaringan (network) melalui internet agar dapat diakses oleh orang lain. Namun, perlu diingat bahwa tidak semua informasi dapat diakses dengan mudah, Hal ini ada kaitannya dengan biaya yang telah dikeluarkan dalam membuat SIG, sehingga informasi tersebut kadang-kadang harus dibeli atau dengan kompensasi lainnya.

Agar tampilan peta SIG yang Anda buat berdasarkan tahapan di atas lebih menarik dan informatif, maka perlu ditampilkan dalam bentuk tiga dimensi. Contohnya, untuk menganalisis daerah rawan longsor, maka tampilan peta tiga dimensi sangat dibutuhkan agar dapat dilihat bentuk morfologi suatu wilayah lebih jelas.

sumber : Waluya, Bagja. 2009. Memahami Geografi 3 SMA/MA : Untuk Kelas XII, Semester 1 dan 2 Program Ilmu Pengetahuan Sosial. Jakarta. ARMICO

]]>

Ingin lebih paham analisis overlay atau tumpangsusun peta dalam Sistem Informasi Geografis? Kami jelaskan lengkap di tulisan ini.

Analisis overlay atau tumpang susun peta merupakan teknik analisis spasial yang paling sering dipakai dalam analisis Sistem Informasi Geografis (SIG). Hal ini dikarenakan teknik ini merupakan teknik yang cukup sederhana, yaitu dengan mengkombinasikan informasi dari  dua peta atau lebih.

Analisis overlay merupakan satu dari banyak analisis spasial. Analisis ini dapat diterapkan pada data vektor maupun raster.

Beberapa analisis spasial yang dilakukan menggunakan SIG adalah:

Definisi analisis overlay

Analisis overlay adalah adalah suatu proses dalam sistem informasi geografis (SIG) untuk perolehan informasi baru dengan menumpuk atau menumpang-susunkan informasi dari dua peta atau dua data spasial atau lebih.

Analisis overlay biasanya merupakan proses tumpang susun peta tematik. Meskipun peta atau data spasial dasar juga bisa terlibat dalam analisis ini, tetapi proses tumpang susun pada peta tematik atau informasi geospasial tematik lebih jamak dilakukan.

Analisis ini mengolah informasi dari peta dengan beberapa logika, yaitu menggunakan matriks dua dimensi, pendekatan kuantitatif binary, pendekatan kuantitatif berjenjang, dan pendekatan kuantitatif berjenjangbertimbang.

Setiap metode memiliki tingkat kerumitan yang berbeda dengan kesesuaiannya pada skala dan tingkat kedetilan tertentu.

Analisis overlay dalam SIG. Sumber: Tegou, dkk (2007)

Jenis-jenis analisis overlay

Berdasarkan logika analisis, overlay ini mengolah informasi dari peta dengan beberapa logika, yaitu

  • menggunakan matriks dua dimensi,
  • pendekatan kuantitatif binary,
  • pendekatan kuantitatif berjenjang,
  • pendekatan kuantitatif berjenjang bertimbang.

id="h-metode-matriks-dua-dimensi">Metode Matriks Dua Dimensi

Metode matriks dua dimensi memanfaatkan dua informasi dari dua peta yang berbeda.

Analisis tumpangsusun dilakukan berdasarkan adanya dua macam informasi yang tertuang dalam masing-masing poligon.

Metode ini hanya bisa melakukan analisis dengan melakukan tumpangsusun pada dua informasi dari dua peta saja.

Dalam suatu aplikasi SIG salah satu metode yang paling banyak digunakan adalah membandingkan antara dua peta tahun yang berbeda dengan tema yang sama.

Sehingga disini akan dapat diketahui perubahan penggunaan lahan yang terjadi antara tahun pertama dan tahun kedua.

Hasil proses ini dapat digunakan untuk memonitor perubahan luas penggunaan lahan dari waktu ke waktu. Unsur masing-masing peta biasanya memilki klasifikasi yang sama agar perubahan bisa dipantau secara setara.      

Selain monitoring, aplikasi dengan proses ini dapat digunakan pula untuk tema yang berbeda, dengan maksud untuk mengetahui keadaan suatu wilayah berdasarkan informasi dua tema yang berbeda, seperti luas penggunaan lahan dalam satuan wilayah administrasi, dan lain – lain.

Pendekatan Kuantitatif Binary

Analisis overlay dengan pendekatan kuantitatif binary merupakan suatu pendekatan melalui kuantitas pada setiap jenis obyek kajian yang didasarkan pada logika biner, yaitu adanya dua  kemungkinan data yang bisa muncul, yaitu 1 dan 0 yang mewakili informasi ya dan tidak.

Contoh analisis menggunakan pendekatan ini adalah kesesuaian lahan untuk permukiman. 

Kesesuaian lahan untuk permukiman ini menggunakan bebrapa parameter, yaitu kemiringan lereng, bentuklahan dan tingkat kerawanan terhadap bencana.

Informasi pada setiap parameter didefinisikan menjadi dua kemungkinan, yaitu sesuai dan tidak sesuai.

Penentuan kesesuaian lahan dapat dilakukan dengan meng-overlay-kan unsur-unsur penentu kesesuaian lahannya.

Misalkan dalam penentuan kesesuaian lahan permukiman, unsur yang menjadi pertimbangan apakah lahan tersebut sesuai atau tidak adalah berupa 3 unsur peta dasar yaitu : 1) lereng, 2) bentuk lahan, 3) kerawanan bencana.

Secara mutlak lahan yang dianggap sesuai bilamana memiliki kriteria:

  • kemiringan lereng lebih kecil dari 30%
  • bentuk lahan selain V1, V2 dan V3
  • tidak rawan bencana

Kriteria tersebut bersifat mutlak, bilamana tidak memenuhi salah satu persyaratan tersebut maka lahan tersebut dianggap tidak sesuai.

Tumpangsusun dilakukan dengan membangun logika bahwa daerah yang sesuai adalah daerah yang meimiliki informasi kesesuian pada ketiga parameter.

Jika ada salah satu saja parameter yang tidak sesuai, maka daerah tersebut akan dianggap tidak sesuai.

Hal yang cukup penting diperhatikan dalam pendekatan ini adalah menentukan parameter yang berhubungan dengan kesesuaian lahannya dan juga mendefinisikan informasi menjadi dua kemungkinan (sesuai dan tidak sesuai).

Dengan logika seperti ini, pendekatan kuantitatif binary hanya cocok untuk analisis dalam skala kecil dengan tingkat kedetilan informasi yang rendah.

Penggunaan pendekatan ini untuk skala yang lebih besar dan detil akan mempengaruhi terhadap keakuratan hasil pemetaan.

Pendekatan Kuantitatif Berjenjang

Analisis overlay dengan pendekatan kuantitatif berjenjang menganggap setiap unit dalam satu tema memiliki nilai atau harkat yang disesuaikan dengan kontribusi terhadap penentuan hasil dari modelnya.

Di sini komponen tema peta pengaruh bersifat sama atau setara kontribusinya.

Pendekatan kuantitatif berjenjang mempunyai ketelitian yang lebih tinggi dibandingkan dengan pendekatan kuantitatif binary.

Pendekatan ini mampu melibatkan informasi menjadi sebuah data ordinal yang bisa dirinci menjadi tingkatan tertentu.

Berbeda dengan pendekatan kuantitatif binary, informasi pada setiap parameter dirinci menjadi tingkatan tertentu.

Hal ini membuat analisis ini menjadi lebih rumit dan lebih teliti daripada pendekatan yang pertama.

Untuk itulah pengaruh komponen brainware menjadi lebih penting, karena harus mampu menentukan tingkatan data sesuai dengan range data yang ada.

Pendekatan ini sesuai dilakukan untuk skala menengah dengan informasi yang semi detil.

Contoh aplikasi yang menggunakan pendekatan ini misalnya adalah pemodelan spasial pengelolaan jalan raya.

Model ini menganggap bahwa kondisi fisik jalan banyak dipengaruhi oleh 4 komponen yang setimbang yaitu lereng, tekstur tanah, drainase, dan volume lalulintas harian.

Sedangkan tiap komponen memiliki unsur (atau kelas) yang memiliki kontribusi terhadap hasil yang berjenjang 1 hingga 5.

Pendekatan Kuantitatif Berjenjang Tertimbang

Dalam analisis overlay denganpendekatan kuantitatif berjenjang tertimbang, setiap unit dalam satu tema memiliki nilai atau harkat yang disesuaikan dengan kontribusi terhadap penentuan hasil dari modelnya.

Di sini perbedaan dengan kuantitatif berjenjang adalah tiap tema memiliki kontribusi yang berbeda sehingga harus dibuat bobot sesuai dengan tingkat pengaruhnya terhadap hasil.

Pendekatan kuantitatif berjenjang tertimbang merupakan pendekatan yang paling rumit sekaligus paling teliti.

Kerumitan tersebut disebabkan karena pada pendekatan ini, informasi yang ada merupakan parameter yang memberikan pengaruh berbeda terhadap hasil akhir analisis yang dilakukan.

Hal ini menyebabkan adanya sebuah keharusan melakukan pembobotan untuk setiap parameter yang dimaksudkan.

Perbaikan ketelitian merupakan dampak adanya analisis terhadap besarnya pengaruh suatu parameter terhadap hasil akhir.

Contoh dari proses ini adalah pembuatan model peta lahan kritis Kabupaten Sleman. Pembuatan ini melibatkan parameter fisik seperti kemiringan lereng, batuan, erosi, produktivitas dan manajemen lahan.

Selain melakukan pengharkatan, harus dilakukan adanya pembobotan berdasarkan besar pengaruh setiap parameter.

Pendekatan ini memiliki tingkat kerumitan dan tingkat keterikutcampuran operator yang tinggi dan hasil yang lebih akurat.

Pendekatan ini sesuai untuk skala yang detil atau untuk pengolahan aspek yang dipengaruhi oleh banyak parameter dengan pengaruh yang berbeda-beda.

Perembetan kesalahan

Hal yang perlu diperhatikan dalam analisis overlay adalah adanya perembetan kesalahan.

Kesalahan dalam pembuatan parameter dan juga kualitas data akan menimbulkan perembetan kesalahan yang akan semakin besar dan terakumulasi pada proses dan hasil akhir.

Kesimpulan

Analisis overlay merupakan suatu proses yang perolehan informasi baru dengan mengkombinasikan informasi dari dua peta atau lebih.

Analisis overlay terdiri atas beberapa metode yaitu dengan menggunakan:

  • matriks dua dimensi,
  • pendekatan binary,
  • pendekatan kuantitatif berjenjang
  • pendekatan kuantitatif berjenjang tertimbang.

Pemilihan penggunaan pendekatan tertentu dalam teknik overlay dilakukan melakukan pertimbangan terhadap skala daerah yang dipetakan, kedetilan informasi, kerumitan aspek yang dipetakan dan banyaknya parameter yang berpengaruh serta besar pengaruhnya.

Pemilihan parameter beserta tingkat pengaruhnya sangat dipengaruhi oleh kemampuan komponen brainware, yang pada akhirnya juga akan mempengaruhi hasil akhir.

Kesalahan dalam pembuatan parameter dan juga kualitas data akan menimbulkan perembetan kesalahan yang akan semakin besar dan terakumulasi pada proses dan hasil akhir.

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA