Di bawah ini yang merupakan penerimaan pajak dalam negeri

Realisasi penerimaan pajak hingga November 2018 tercatat 1.136,62 triliun rupiah atau sebanyak 79,82 persen dari target penerimaan pajak dalam APBN 1.424 triliun. Berdasarkan data tersebut, banyak kalangan meragukan pencapaian 100 persen target penerimaan pajak untuk tahun fiskal 2018. Data realisasi penerimaan pajak dari tahun ke tahun juga cenderung meleset dari target.

Tahun 2014, realisasi 985 triliun atau 91,9 persen dari target 1.072 triliun. Tahun 2015 tercapai 1.055 triliun atau 81,5 persen dari target 1.294 triliun. Tahun 2016 diancang-ancang 1.283 triliun tapi hanya diperoleh 83,4 persen dari target 1.539 triliun. Sedang tahun 2017 diupayakan masuk 1.147 triliun ternyata hanya diterima 89,4 persen dari bidikan 1.283 triliun.

Pungutan pajak menjadi salah satu sumber utama penerimaan negara dalam APBN. Bahkan angkanya bisa di atas 80 persen dari total penerimaan negara. Dalam APBN tahun 2017 menempatkan penerimaan pajak sebesar 85,7 persen dari total penerimaan dalam APBN.

Dari sisi rasio pajak (tax ratio) yaitu perbandingan antara penerimaan pajak terhadap pendapatan nasional atau produk domestik bruto (PDB), juga masih di bawah standar yang ditetapkan Bank Dunia sebesar 15 persen. Tax rasio tahun 2014 sebesar 13,7 persen dan dan 2017 hanya 10,7 persen.

Realisasi penerimaan pajak masih rendah tampaknya juga sejalan dengan penurunan pertumbuhan ekonomi nasional. Bagaimanapun terdapat hubungan positif antara pertumbuhan ekonomi dan penerimaan pajak. Pertumbuhan ekonomi meningkat, akan mendorong kenaikan penerimaan pajak, demikian juga sebaliknya.

Lihat saja angka penurunan pertumbuhan ekonomi pada kuartal III tahun 2018 yang sebesar 0,1 persen dibanding kuartal II/2018. Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan bahwa realisasi pertumbuhan ekonomi Indonesia secara kumulatif sampai bulan September 2018 (kuartal III) sebesar 5,17 persen. Sedangkan kuartal II/2018 sebesar 5,27 persen.

Untuk memperkuatnya, juga bisa melihat dari sisi sektor yang menyumbang pelambatan penerimaan pajak, yakni industri pengolahan/manufaktur. Realisasi penerimaan sektor industri pengolahan/manufakktur tercatat sebesar 315,13 triliun atau tumbuh 12,74 persen. Tahun lalu, sektor ini tumbuh sebesar 18,39 persen.

Data ini diperkuat dengan penurunan kontribusi sektor manufaktur terhadap total PDB nasional. Sepanjang kuartal I/2018, kontribusi sektor manufaktur berkontribusi sebesar 20,27 persen dengan mencatatkan pertumbuhan sebesar 4,50 persen atau sedikit lebih tinggi ketimbang periode yang sama tahun 2017 yakni sebesar 4,28 persen.

Pada kuartal II/2018, sektor industri manufaktur berkontribusi sebesar 19,83 persen terhadap total PDB, dan masih menunjukkan kinerja yang positif. Indikatornya, pertumbuhan 4,41persen lebih tinggi dari periode yang sama tahun lalu (3,93 persen).

Berdasarkan data tersebut, bisa memunculkan asumsi bahwa (1) Program Pengampunan Pajak atau Tax Amnesty yang sudah dilaksanakan tahun 2016 dan 2017 belum berjalan efektif untuk mendorong kepatuhan para wajib pajak. Simak saja data wajib pajak yang menyampaikan laporan SPT tahun 2016 hanya sekitar 65 persen dan tahun 2017 kurang lebih 70 persen. Kemudian, (2) masih adanya “keengganan” petugas pajak untuk menagih para wajib pajak yang menunggak, khususnya para wajib pajak besar. Dampaknya, lingkaran kekuasaan-politik-ekonomi, di mana para wajib pajak yang menunggak adalah oknum-oknum yang memiliki pengaruh kuat secara ekonomi dan politik.

Terlepas dari itu, fakta mengenai pelambatan penerimaan pajak pada sektor industri pengolahan/manufaktur harus menjadi atensi pemerintah. Sebab sektor yang lain justru tumbuh secara positif. Misalnya, sektor perdagangan tumbuh sebesar 26,64 persen, jasa keuangan dan asuransi (12,07), konstruksi (11,43) dan pertambangan (54,93).

Perbaiki Manufaktur

Untuk memperbaiki pertumbuhan penerimaan pajak sektor industri pengolahan/manufaktur, kata kuncinya memperbaiki kinerja sektor ini agar dapat meningkatkan kontribusinya terhadap PDB dan pertumbuhan ekonomi. Hal ini dipastikan lebih efektif, ketimbang menaikkan tarif pajak, sebagaimana teori Arthur Betz Laffer, dalam Kurva Laffer.

Keduanya, menyebutkan bahwa jika pemerintah tidak mengenakan pajak 0 persen, tidak ada penerimaan Negara. Sebaliknya, jika pemerintah mengenakan pajak di atas tarif optimalnya, misalnya, 100 persen, juga tidak ada penerimaan pajak pula. Sebab, akan mendorong perilaku tax avoidance. Sebagai perbandingan, tarif PPh perusahaan di Amerika sebesar 21 persen (mulai 2018), Malaysia sebesar 24 persen, Vietnam dan Thailand 20 persen, serta Singapura 17 persen. Adapun tarif PPh tertinggi di Indonesia sampai saat ini masih 25 persen.

Memperbaiki kinerja sektor industri manufaktur tersebut, antara lain bisa dilakukan melalui menjaga stabilitas makroekonomi dan struktur perekonomian nasional yang kuat. Kemudian, pengembangan kawasan industri secara menyeluruh di seluruh Indonesia. Ini mesti didukung dengan insentif yang memadai dan pemerataan infrastruktur industri yang berkualitas.

Penyediaan sumber daya manusia yang mampu mengimbangi aplikasi teknologi dan inovasi sektor manufaktur baik melalui pelatihan, bimtek maupun kursus-kursus singkat. Lalu, membuka perluasan akses pasar terhadap semua industri manufaktur melalui perjanjian perdagangan yang mengikat dan jangka panjang.

Pemeintah menfasilitasi konektifitas dan keterkaitan industri dalam negeri dengan rantai manufaktur global. Ini mulai dari supply chain management, custom clearent, teknologi dan mesin-mesin industri sampai dengan pemasaran global.

Jika syarat-syarat tersebut bisa dijalankan dengan semangat sinergitas peran, tugas dan kewenangannya masing-masing, bukan hanya meningkatkan pertumbuhan pendapatan pajak dari sektor infustri manufaktur, namun bisa dipastikan bahwa sektor industri manufaktur dapat menjadi andalan. Mereka bisa membawa pertumbuhan ekonomi Indonesia yang lebih kuat, berkelanjutan, berimbang, dan inklusif. 

Berdasarkan Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), pajak didefinisikan sebagai kontribusi yang diwajibakan negara terhadap orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa yang sesuai dengan Undang-Undang di mana pajak akan digunakan untuk keperluan negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Seperti diketahui bahwa pajak memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara, khususnya dalam pembangunan ekonomi. Peran pajak dalam kehidupan bernegara dapat kita lihat melalui 4 (fungsi) pajak.

Selain untuk kehidupan bernegara, beberapa alasan lain dari pentingnya membayar pajak adalah sebagai berikut:

Membayar pajak merupakan sebuah kewajiban yang harus Wajib Pajak lakukan sebagai warga negara Indonesia. Jika tidak membayar pajak, maka dapat memperoleh hukuman, mulai dari denda hingga kurungan penjara. Oleh karena itu, yuk bayar pajak.

Kepemilikan NPWP merupakan persyaratan dari banyak transaksi bisnis. NPWP juga menjadi salah satu syarat bagi Wajib Pajak dalam melakukan proses pembayaran hingga pelaporan pajak. Apabila segala urusan pembayaran dan pelaporan pajak telah dilunasi, maka akan mudah bagi Wajib Pajak menjalankan bisnisnya tanpa terhindar dari denda pajak.

Pembayaran pajak yang dilakukan Wajib Pajak akan digunakan untuk pembiayaan banyak fasilitas umum, seperti jalan, sekolah, rumah sakit, dan kendaraan umum.

Baca juga Memperingati HUT ke-77 RI Melalui Ketaatan Membayar Pajak

Pembayaran pajak membantu terciptanya kesejahteraan masyarakat. Objek dan subjek pajak tertentu dapat menyumbang pajak lebih besar dari yang lain. Hasil pengutan pajak tersebut kemudian digunakan untuk menyediakan fasilitas bagi rakyat miskin sehingga mengurangi kesenjangan sosial.

Pajak merupakan iuran wajib yang dibayar rakyat kepada negara tanpa kontraprestasi secara langsung dan akan digunakan untuk kepentingan pemerintah dan masyarakat umum (Mardiasmo: 2011).

Menurut Siti Resmi (2013) pajak mempunyai dua fungsi penting dalam perekonomian suatu negara. Pertama pajak merupakan salah satu sumber dana pemerintah untuk melakukan pembangunan, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Kedua pajak berfungsi sebagai alat yang mengatur kebijakan-kebijakan pemerintah di bidang sosial ekonomi. 

Penerimaan pajak mengalami peningkatan yang cukup signifikan baik dalam jumlah nominal maupun persentase terhadap jumlah keseluruhan pendapatan negara. Di sisi lain persentase Wajib Pajak masih sangat kecil jika dibandingkan dengan jumlah seluruh penduduk di Indonesia. Hal ini menunjukan kesadaran masyarakat Indonesia untuk membayar pajak masih rendah.

Menurut Widayati dan Nurlis yang dikutip dalam penelitian Ramadiansyah, Sudjana, & Dwiatmanto (2014) menguraikan beberapa bentuk kesadaran membayar pajak yang mendorong Wajib Pajak untuk membayar pajak salah satunya adalah kesadaran bahwa pajak merupakan bentuk partisipasi dalam menunjang pembangunan negara.

Pemahaman masyarakat mengenai peraturan perpajakan sangatlah penting, hal tersebut akan mendorong kesadaran masyarakat terutama Wajib Pajak untuk memenuhi kewajiban perpajakannya. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Masruroh Siti & Zulaikha (2013) yang menyatakan pengetahuan dan pemahaman peraturan perpajakan merupakan proses wajib pajak mengetahui dan mengaplikasikan pengetahuan tersebut untuk membayar pajak.

Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara, khususnya di dalam pelaksanaan pembangunan karena pajak merupakan sumber pendapatan negara untuk membiayai semua pengeluaran termasuk pengeluaran pembangunan. Di sisi lain pajak juga sangat penting dalam mengatur pertumbuhan ekonomi melalui kebijaksanaan pajak. Disisi lain pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara, pajak mempunyai beberapa fungsi, antara lain:

1. Fungsi Anggaran (Budgetair), yaitu pajak dijadikan alat untuk memasukkan dana secara optimal ke kas negara berdasarkan undang-undang perpajakan yang berlaku, sehingga pajak berfungsi membiayai seluruh pengeluaran-pengeluaran yang berkaitan dengan proses pemerintahan. Pajak digunakan untuk pembiayaan rutin, seperti: belanja pegawai, belanja barang, pemeliharaan, dan lainnya. Untuk pembiayaan pembangunan, uang dikeluarkan dari tabungan pemerintah, yaitu penerimaan dalam negeri dikurangi pengeluaran rutin. Tabungan pemerintah tersebut ditingkatkan terus dari tahun ke tahun sesuai kebutuhan pembiayaan pembangunan yang semakin meningkat.

Baca juga Tim Pembina Samsat Turun Tangan, Himbau 40 Juta Kendaraan Belum Bayar Pajak

2. Fungsi Mengatur (Regulerend), yaitu pajak digunakan pemerintah sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu dan pelengkap dari fungsi anggaran. Pemerintah dapat mengatur pertumbuhan ekonomi melalui kebijaksanaan pajak. Contohnya: dalam rangka penanaman modal, baik dalam negeri maupun luar negeri, diberikan berbagai macam fasilitas keringanan pajak. Dalam rangka melindungi produksi dalam negeri, pemerintah menetapkan bea masuk yang tinggi untuk produk luar negeri.

3. Fungsi Stabilitas, yaitu pajak membuat pemerintah memiliki dana untuk menjalankan kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas harga, sehingga inflasi dapat dikendalikan. Hal tersebut dapat dilakukan dengan jalan mengatur peredaran uang di masyarakat, pemungutan pajak, penggunaan pajak yang efektif dan efisien.

4. Fungsi Retribusi Pendapatan, yaitu pajak digunakan untuk membiayai semua kepentingan umum. Termasuk untuk membiayai pembangunan sehingga dapat membuka kesempatan kerja, sehingga dapat meningkatkan pendapatan masyarakat.

Pajak merupakan sumber utama penerimaan negara. Tanpa pajak, sebagian besar kegiatan negara sulit untuk dapat dilaksanakan. Penggunaan uang pajak meliputi mulai dari belanja pegawai sampai dengan pembiayaan berbagai proyek pembangunan. Pembangunan sarana umum seperti jalan-jalan, jembatan, sekolah, rumah sakit/puskesmas, kantor polisi dibiayai dengan menggunakan uang yang berasal dari pajak. Uang pajak juga digunakan untuk pembiayaan dalam rangka memberikan rasa aman bagi seluruh lapisan masyarakat. Setiap warga negara mulai saat dilahirkan sampai dengan meninggal dunia, menikmati fasilitas atau pelayanan dari pemerintah yang semuanya dibiayai dengan uang yang berasal dari pajak. Dengan demikian jelas bahwa peranan penerimaan pajak bagi suatu negara menjadi sangat dominan dalam menunjang jalannya roda pemerintahan dan pembiayaan pembangunan. 

Referensi :

Mardiasmo. (2011). Perpajakan. In Perpajakan.

Masruroh Siti, & Zulaikha. (2013). Pengaruh Kemanfaatan NPWP, Pemahaman Wajib Pajak, Kualitas Pelayanan, Sanksi Perpajakan terhadap Kepatuhan Wajib Pajak (Studi Empiris pada WP OP di Kabupaten Tegal). Diponegoro Journal of Accounting.

Ramadiansyah, D., Sudjana, N., & Dwiatmanto. (2014). Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Wajib Pajak Orang Pribadi dalam Memenuhi Kewajiban Membayar pajak. Jurnal E-Perpajakan.

Resmi, S. (2013). Perpajakan: Teori dan Kasus. In Buku 2.

Disclaimer:

Artikel ini merupakan karya peserta pelatihan simulasi pajak hasil kerjasama Politeknik Negeri Bali dengan PT Mitra Pajakku. Isi tulisan sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. 

Informasi ini BUKAN merupakan saran atau konsultasi perpajakan. Segala aturan yang terkutip dalam artikel ini sangat mungkin ada pembaharuan dari otoritas terkait. Pajakku tidak bertanggungjawab atas kerugian yang timbul akibat adanya keterlambatan atau kesalahan dalam memperbarui informasi dalam artikel ini.