Efek samping vaksin ke 2 berapa lama

Efek samping vaksin ke 2 berapa lama
Efek samping vaksin ke 2 berapa lama
Efek samping vaksin Pfizer (Foto: Getty Images/iStockphoto/Worayuth Kamonsuwan)

Jakarta -

Sebuah studi menyelidiki efek samping vaksin Pfizer pada remaja berusia 12-15 tahun. Penelitian tersebut menunjukkan efek samping vaksin Pfizer cenderung ringan hingga sedang dan bisa mereda dalam kurun waktu kurang dari 1 minggu.

Di Indonesia, vaksin Pfizer bisa digunakan mulai dari kelompok remaja usia 12 tahun dan belum menerima vaksin lain. Vaksin Pfizer pada remaja diberikan dengan dosis 0,3 mL dan rentang waktu 3 minggu dengan 2 kali penyuntikan.

Sementara itu data dari Badan Pengawas Obat dan Makanan RI mengungkapkan berdasarkan hasil uji klinis, vaksin Pfizer memiliki efikasi 100 persen pada anak-remaja berusia 12-15 tahun.

Data imunogenitas juga menunjukkan pemberian 2 dosis vaksin Pfizer dalam rentang waktu 3 minggu mampu menghasilkan respons imun yang baik.

Efek samping vaksin Pfizer yang dilaporkan adalah:

  • Nyeri di tempat suntikan
  • Kelelahan
  • Sakit kepala
  • Nyeri otot
  • Menggigil
  • Nyeri sendi
  • Demam

Di sisi lain, Komnas KIPI menemukan efek samping vaksin Pfizer bisa berbeda tergantung pada usia penerimanya.

Efek Lokal

Usia 12-15 Tahun

  • Sakit di tempat suntikan: 5 persen
  • Bengkak: 4,9 persen
  • Kemerahan: 78,9 persen

Usia 18-55 tahun

  • Sakit di tempat suntikan: 77,8 persen
  • Bengkak: 6,3 persen
  • Kemerahan: 5,9 persen

Usia di atas 55 tahun

  • Sakit di tempat suntikan: 66,1 persen
  • Bengkak: 7,5 persen
  • Kemerahan: 7,2 persen

Efek Sistemik

Usia 12-15 tahun

  • Fatigue/lelah: 66,2 persen
  • Sakit kepala: 64,5 persen
  • Nyeri otot: 32,4 persen
  • Menggigil: 41,5 persen
  • Diare: 5,9 persen
  • Nyeri sendi: 15,8 persen
  • Demam: 19,6 persen
  • Muntah: 2,6 persen

Usia 18-55 tahun

  • Fatigue/lelah: 59,4 persen
  • Sakit kepala: 51,7 persen
  • Nyeri otot: 37,3 persen
  • Menggigil: 35,1 persen
  • Diare: 10,4 persen
  • Nyeri sendi: 21,9 persen
  • Demam: 15,8 persen
  • Muntah: 1,9 persen

Usia diatas 55 tahun

  • Fatigue/lelah: 50,5 persen
  • Sakit kepala: 29 persen
  • Nyeri otot: 28,7 persen
  • Menggigil: 22,7 persen
  • Diare: 8,3 persen
  • Nyeri sendi: 18,9 persen
  • Demam: 10,9 persen
  • Muntah: 0,7 persen

Simak Video "New Zealand Laporkan Kematian Pertama Berkaitan dengan Pfizer"



(kna/kna)

Jakarta -

Berapa lama sih jarak vaksin 1 dan 2 AstraZeneca? Mengingat setiap jenis vaksin memiliki jeda atau interval yang berbeda-beda dan tak sama.

Sebagai informasi, vaksin AstraZeneca atau dikenal dengan vaksin Oxford dikembangkan oleh perusahaan biofarmasi asal Inggris bersama peneliti dari Universitas Oxford. Vaksin ini menggunakan platform Adenovirus atau merekayasa virus agar menjadi vaksin, sehingga mampu menginfeksi virus lain.

Berdasarkan laporan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), tingkat efikasi dari vaksin AstraZeneca ini mencapai 63,09 persen pada dosis kedua setelah interval 12 minggu dari dosis pertama.

Bahkan, terbukti dapat mengurangi gejala COVID-19 yang kerap kali muncul pada orang yang terinfeksi.

Meskipun demikian, ada beberapa kondisi yang bisa menyebabkan kontraindikasi vaksin AstraZeneca, seperti alergi terhadap vaksin atau komponennya, dan riwayat alergi berat (anafilaksis) pada pemberian dosis pertama vaksin AstraZeneca.

Lantas, Berapa Lama Jarak Vaksin 1 dan 2 AstraZeneca?

Sesuai ketentuan, vaksin yang diproduksi dengan teknologi viral vector ini dapat digunakan dengan interval 8-12 minggu alias tiga bulan dari dosis satu ke dosis dua.

Namun, untuk mempercepat pencapaian dosis primer, maka vaksin AstraZeneca diberikan dengan interval atau jeda 8 minggu alias dua bulan saja.

Jarak Vaksin 1 dan 2 AstraZeneca: Ini Target Rekomendasinya

Rekomendasi Penggunaan Vaksin AstraZeneca dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)

Rekomendasi Target Penerima Vaksin

  • Pengidap gangguan jantung, pernapasan, obesitas
  • Penyintas COVID-19*
  • Pengidap HIV +*
  • Pengidap gangguan imun*
  • Ibu hamil
  • Ibu menyusui

*Dengan anjuran tenaga kesehatan

Jarak Vaksin 1 dan 2 AstraZeneca: Ini Efek Sampingnya

Berikut efek samping AstraZeneca yang umum terjadi:

  • Pusing
  • Mual
  • Nyeri otot
  • Nyeri sendi
  • Nyeri di tempat suntikan
  • Kelelahan
  • Malaise (tidak enak badan)
  • Demam

Jadi, bagi masyarakat yang baru ingin vaksin dan bingung berapa lama jarak vaksin 1 dan 2 AstraZeneca? Jawabannya 8 minggu atau dua bulan ya.

Simak Video "Indra Rudiansyah Kiprah Global Iluwan RI Pejuang Vaksin COVID-19"



(suc/up)

Efek Samping dan Interaksi Obat Vaksin COVID-19 Pfizer general_alomedika 2022-01-12T16:27:45+07:00 2022-01-12T16:27:45+07:00

Efek samping vaksin COVID-19 Pfizer terdiri dari reaksi lokal dan sistemik. Data dari hasil uji klinik menunjukkan bahwa efek samping yang paling sering dilaporkan adalah nyeri pada tempat injeksi, kelelahan, dan sakit kepala.[1,2,4,7]

Efek Samping

Data mengenai keamanan vaksin COVID-19 Pfizer didapat dari hasil uji klinik dengan subjek dewasa berusia 16 tahun ke atas, dan subjek remaja usia 12‒15 tahun.

Efek Samping pada Dewasa

Pada subjek berusia 16 tahun atau lebih, efek samping lokal yang timbul adalah nyeri (84,1%), bengkak (10,5%), dan kemerahan (9,5%) pada area injeksi.

Sedangkan efek samping sistemik adalah:

  • Kelelahan (62,9%) dan sakit kepala (55,1%)
  • Nyeri otot (38,3%) dan nyeri sendi (26,3%)
  • Menggigil (31,9%) dan demam (14,2%)
  • Mual (1,1%) dan lemah (0,5%)
  • Limfadenopati (0,3%)[1,2,4,7]

Beberapa ahli sempat menanyakan apakah vaksin COVID-19 meningkatkan risiko abortus spontan pada ibu hamil. Namun, hasil studi yang ada saat ini tidak menunjukkan bukti tentang hubungan vaksin COVID-19 dan abortus spontan.

Efek Samping pada Remaja

Uji klinik pada subjek berusia 12‒15 tahun menemukan bahwa efek samping yang dilaporkan lebih banyak daripada subjek dewasa. Efek samping lokal adalah nyeri (90,5%), bengkak (9,2%), dan kemerahan (8,6%) pada area injeksi. Efek samping sistemik yang dilaporkan adalah:

  • Kelelahan (77,5%) dan sakit kepala (75,5%)
  • Menggigil (49,2%) dan demam (24,3%)
  • Nyeri otot (42,2%) dan nyeri sendi (20,2%)
  • Limfadenopati (0,8%)
  • Mual (0,4%)[1,2,4,7]

Pada penelitian yang melibatkan 2.260 subjek berusia 12‒15 tahun didapatkan bahwa profil keamanan dan efek samping vaksin Pfizer cukup bagus. Tidak didapatkan efek samping serius terkait pemberian vaksin. Hanya ada satu subjek yang mengundurkan diri dari penelitian karena mengalami demam dengan suhu lebih dari 40°C.[12]

Efek samping vaksin pada populasi yang lebih luas telah dilakuan berdasarkan database negara Israel. Ditemukan peningkatan risiko miokarditis, terutama pada golongan remaja dan dewasa muda (16−39 tahun). Namun, peningkatan risiko tersebut tidak sebanding dengan risiko yang sama akibat terinfeksi COVID-19.[33]

Gangguan Pembekuan Darah

Terdapat 20 laporan kasus terjadinya trombositopenia pasca vaksinasi COVID-19 Pfizer dan Moderna. Sebanyak 17 kasus tidak disertai riwayat trombositopenia sebelumnya. Sebagian besar pasien mengalami petekie, hematoma, dan perdarahan mukosa, seperti epistaksis serta perdarahan gusi atau vagina. Onset gejala antara 1‒23 hari pasca vaksinasi, median 5 hari. Jumlah leukosit pada sebagian besar pasien kurang dari 10 x 109/L, median 2 x 109/L.[9,13]

Miokarditis dan Perikarditis

Miokarditis dan perikarditis telah dilaporkan sebagai salah satu efek samping pasca vaksinasi COVID-19 jenis mRNA, baik Pfizer-BioNTech maupun Moderna. Studi Montgomery et al melaporkan dari total 2,8 juta dosis vaksinasi pada personel militer yang sehat di departemen pertahanan Amerika Serikat, dilaporkan 23 orang mengalami miokarditis.[31,32]

Miokarditis paling sering dilaporkan pada hari ke-3, sedangkan perikarditis pada hari ke-20 setelah penyuntikan. Sebagian besar terjadi  pada laki-laki usia remaja atau dewasa muda (16 tahun ke atas), setelah pemberian dosis kedua. Sebagian besar kasus merespon baik terhadap tata laksana dan mampu mengalami perbaikan gejala yang cepat dengan istirahat.[31]  

Interaksi Obat               

Centers for Disease Control and Prevention (CDC) tidak merekomendasikan penggunaan ibuprofen, aspirin, atau paracetamol sebagai pencegahan efek samping vaksin COVID-19, karena efek obat tersebut terhadap imunogenisitas vaksin belum diketahui. Belum ada studi yang secara spesifik menilai hubungan antara penggunaan antipiretik/analgesik dengan imunogenisitas vaksin Pfizer.[1,2,4,14,15]

Namun, jika efek samping yang muncul sangat mengganggu pasien maka ketiga obat analgesik tersebut direkomendasikan oleh CDC untuk mengurangi kesakitan. Analgesik hanya dikonsumsi sebelum vaksinasi bila pasien sudah menggunakan obat tersebut secara regular sebelumnya untuk alasan lain. Pasien disarankan berkonsultasi terlebih dahulu ke dokter sebelum menggunakan obat-obat tersebut.[1,2,4,14,15]

Interaksi Kombinasi Vaksin COVID-19 (Mix-and-Match)

Terdapat beberapa studi terkait interaksi kombinasi atau mix-and-match vaksin COVID-19. Suatu studi kohort prospektif menilai reaktogenisitas dan imunogenisitas antara subjek yang mendapat vaksin AstraZeneca dilanjutkan dengan booster vaksin Pfizer (AstraZeneca/Pfizer), dibandingkan subjek yang mendapat dua dosis vaksin Pfizer (Pfizer/Pfizer). Penelitian ini dilakukan pada Desember 2020 ‒ Juni 2021 dan melibatkan 380 subjek.[17]

Hasil penelitian menemukan bahwa respon antibodi sama-sama meningkat pada kedua kelompok, dengan reaktivasi sel T yang lebih tinggi pada kelompok AstraZeneca/Pfizer. Disimpulkan juga bahwa vaksinasi menggunakan vaksin AstraZeneca/Pfizer dengan interval 10‒12 minggu dapat ditoleransi dengan baik.[17]

Uji klinik lebih besar terkait efikasi dan keamanan kombinasi berbagai vaksin COVID-19 saat ini masih dilakukan, yaitu mix and match of the Second COVID-19 Vaccine Dose for Safety and Immunogenicity (MOSAIC). Perkembangan terkait uji klinik tersebut dapat dilihat di ClinicalTrials.gov (Identifier: NCT04894435).[16]

1. Fact sheet for Healthcare Providers Administering Vaccine (Vaccination Providers). 2021. FDA. https://www.fda.gov/media/144413/download 2. Fact sheet for health care providers emergency use authorization (EUA) of Comirnaty. 2021. Pusat Informasi Obat Nasional. http://pionas.pom.go.id/sites/default/files/obat_baru/Fact%20Sheet%20For%20Health%20Care_%28Bahasa%20Inggris%29_Comirnaty%20Suspensi%20Injeksi%20225%20mcg_MRNA%20OF%20SARS-COV%202%20VIRUS%20SPIKE%20PROTEIN_EUA2108602043A1%20%26%20EUA2155900143A1_2021.pdf 4. Lembar Fakta untuk Penyedia Pelayanan Kesehatan Izin Penggunaan dalam Keadaan Darurat Comirnaty. 2021. Pusat Informasi Obat Nasional. http://pionas.pom.go.id/sites/default/files/obat_baru/Fact%20Sheet%20For%20Health%20Care_%28Bahasa%20Indonesia%29_Comirnaty%20Suspensi%20Injeksi%20225%20mcg_MRNA%20OF%20SARS-COV%202%20VIRUS%20SPIKE%20PROTEIN_EUA2108602043A1%20%26%20EUA2155900143A1_2021.pdf 7. Informasi Produk untuk Peserta Vaksinasi Menggunakan Comirnaty untuk Pencegahan COVID-19 pada Usia 12 Tahun ke atas. 2021. Pusat Informasi Obat Nasional. http://pionas.pom.go.id/sites/default/files/obat_baru/Produk%20Informasi_Comirnaty%20Suspensi%20Injeksi%20225%20mcg_MRNA%20OF%20SARS-COV%202%20VIRUS%20SPIKE%20PROTEIN_EUA2108602043A1%20%26%20EUA2155900143A1_2021.pdf 9. Lee EJ, Cines DB, Gernsheimer T, Kessler C, Michel M, Tarantino MD, et al. Thrombocytopenia following Pfizer and Moderna SARS-CoV-2 vaccination. Am J Hematol. 2021;96(5):534-7. 10. Polack P, Thomas S, Kitchin N, Absalon J, Gurtman A, Lockhart S, Perez J, et al. Safety and Efficacy of BNT162b2 mRNA Covid-19 Vaccine. N Engl J Med. 2020. 12. Frenck RW Jr., Klein NP, Kitchin N, et al., C4591001 Clinical Trial Group. Safety, immunogenicity, and efficacy of the BNT162b2 Covid-19 vaccine in adolescents. N Engl J Med2021. doi:10.1056/NEJMoa2107456. pmid:34043894 13. Tarawneh O, Tarawneh H. Immune thrombocytopenia in a 22-year-old post Covid-19 vaccine. Am J Hematol. 2021;96(5):E133-E134. doi:10.1002/ajh.26106 14. Preparing for Your COVID-19 Vaccination. CDC. July 2021. https://www.cdc.gov/coronavirus/2019-ncov/vaccines/prepare-for-vaccination.html 15. Etminan M, Sodhi M, Ganjizadeh-Zavareh S. Should Antipyretics Be Used to Relieve Acute Adverse Events Related to COVID-19 Vaccines?. Chest. 2021;159(6):2171-2172. doi:10.1016/j.chest.2021.01.080 16. Mix and Match of the Second COVID-19 Vaccine Dose for Safety and Immunogenicity (MOSAIC). 2021. ClinicalTrials.gov identifier NCT04894435. https://clinicaltrials.gov/ct2/show/NCT04894435 17. Hillus D, Schwarz T, Tober L, et al. Safety, reactogenicity, and immunogenicity of homologous and heterologous prime-boost immunisation with ChAdOx1 nCoV-19 and BNT162b2: a prospective cohort study. 2021. The Lancet. https://doi.org/10.1016/S2213-2600(21)00357-X 31. Shimabukuro T. COVID-19 Vaccine safety updates, Advisory Committee on Immunization Practices (ACIP): Centers for Disease Control and Prevention; 2021. https://www.cdc.gov/vaccines/acip/meetings/downloads/slides-2021-06/03-COVID-Shimabukuro-508.pdf. 32. Montgomery J, Ryan M, Engler R, et al. Myocarditis following immunization with mRNA COVID-19 vaccines in members of the US military. JAMA Cardiol. 2021; doi:10.1001/jamacardio.2021.2833.

33. Barda N, Dagan N, Ben-Shlomo Y, et al. Safety of the BNT162b2 mRNA Covid-19 vaccine in a nationwide setting. N Engl J Med 2021; 385: 1078-90. DOI: 10.1056/NEJMoa2110475