Hadits tentang 5 hal yang Merusak pahala puasa

Oleh Fitri Syarifah pada 07 Apr 2022, 10:30 WIB

Diperbarui 07 Apr 2022, 10:30 WIB

Hadits tentang 5 hal yang Merusak pahala puasa

Perbesar

Ilustrasi puasa Ramadan. Photo by Pok Rie:

Liputan6.com, Jakarta Puasa tidak hanya tentang usaha mencegah dari hal-hal yang bisa membatalkan. Lebih dari itu, puasa Ramadhan pada khususnya harus menjadi sebuah momentum untuk meninggalkan maksiat.

Semua itu terungkap dalam sebuah hadist Rasulullah yang beliau sampaikan beberapa abad silam. Rasulullah bersabda:

كَمْ مِنْ صَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ صِيَامِهِ إِلَّا الْجُوْع وَالْعَطْش

Artinya, “Betapa banyak orang yang berpuasa namun dia tidak mendapatkan sesuatu dari puasanya kecuali rasa lapar dan dahaga” (HR An-Nasa’i).

Seperti dikutip NU, hadist di atas secara jelas memberikan suatu pengertian bahwa betapa banyak orang melakukan puasa dan sukses mencegah dirinya dari hal-hal yang membatalkan puasa, hanya saja tidak mandapatkan pahala.

Dalam kitab al-Fawaidul Mukhtarah li Saliki Tariqil Akhirah, Habib Zain bin Smith memberikan tiga penafsiran terkait ayat tersebut, yaitu:

Pertama, orang berpuasa tapi tidak meninggalkan pekerjaan-pekerjaan yang bisa menghilangkan pahala puasa, seperti, menggunjing orang lain, mengadu domba, dan berbohong. Alasan ini sebagaimana yang disampaikan oleh Rasulullah dalam sebuah hadistnya.

Beliau bersabda:

خمسٌ يُفطِرن الصّائِم: الغِيبةُ، والنّمِيمةُ، والكذِبُ، والنّظرُ بِالشّهوةِ، واليمِينُ الكاذِبةُ

Artinya, “Lima hal yang bisa membatalkan pahala orang berpuasa: membicarakan orang lain, mengadu domba, berbohong, melihat dengan syahwat, dan sumpah palsu” (HR Ad-Dailami). 

Kedua, dalam hati orang yang berpuasa ada sifat riya’ (ingin dipuji oleh orang lain) atau merasa bahwa dirinya lebih baik dari yang lain. Ini juga dapat menghilangkan pahala puasa.

Untuk poin ini, Habib Zain bin Smith menyampaikan suatu hikayat. Pada suatu hari ada seseorang yang menghadiri majelis Syekh Abdul Qadir al-Jilani, kemudian dihidangkan di hadapannya suatu makanan.

Syekh Abdul Qadir berkata, “Makanlah!” “Saya puasa,” jawab orang tersebut. “Makanlah! Saya akan menjamin pahalamu satu hari penuh dan diterima di hadapan Allah subhanahu wata’ala,” lanjut Syekh Abdul Qadir.

Ternyata orang tersebut tidak mau. “Makanlah! Saya akan menjamin pahalamu satu bulan penuh dan diterima di hadapan Allah subhanahu wata’ala,” tegas Syekh Abdul Qadir. Namun, lagi-lagi orang tersebut tidak mau.

Syekh Abdul Qadir kembali mengatakan, “Makanlah! Saya akan menjamin pahalamu satu tahun penuh dan diterima di hadapan Allah subhanahu wata’ala.”

Namun, sikap seperti pertama saat ia datang tidak kunjung berubah, dan tidak mau makan apa yang dihidangkan di hadapannya.

Dengan itulah, akhirnya Syekh Abdul Qadir mengatakan, “Tinggalkanlah, engkau telah hina di hadapan Allah subhanahu wata’ala”, dan setelah kejadian itu orang tersebut menjadi Nasrani bahkan mati dalam keadaan kafir. Naudzubillah.

Saat Terpikir ‘Ah, Maksiatnya Nanti Saja Setelah Buka Puasa’ Kisah ini berlaku dalam konteks puasa sunnah, tidak dalam puasa fardhu. Sebab, dalam puasa fardhu seseorang tidak boleh berbuka sepanjang tidak ada alasan yang bisa dibenarkan. Membatalkan puasa wajib hanya karena menjadi tamu tidak diperkenankan, kecuali dalam kasus puasa sunnah.

Ketiga, termasuk sesuatu yang bisa menghilangkan pahala puasa ialah berbuka puasa dengan sesuatu yang haram.

Di samping bisa menghilangkan pahala puasa, lebih dari itu berbuka dengan sesuatu yang haram juga bisa membuat seseorang merasa berat untuk melakukan suatu ibadah, sehingga akan sangat mudah meninggalkannya.

Dengan kata lain, berbuka puasa dengan makanan haram bisa membuat diri seseorang yang puasa malas beribadah (Habib Zain bin Smith, al-Fawaidul Mukhtarah li Saliki Tariqil Akhirah, h. 587).

Tiga hal di atas, harus disadari bahwa sangat berdampak negatif bagi orang yang melakukan puasa. Karena, jika tetap melakukannya, orang yang berpuasa hanya bisa melakukan puasa tanpa mendapatkan pahalanya.

Hadits tentang 5 hal yang Merusak pahala puasa

Perbesar

Infografis Aman Berpuasa Saat Pandemi Covid-19 (Liputan6.com/Triyasni)

Lanjutkan Membaca ↓

Hadits tentang 5 hal yang Merusak pahala puasa

Hadits tentang 5 hal yang Merusak pahala puasa

Ilustrasi. Cara mendapatkan pahala puasa yang lebih sempurna pada bulan Ramadhan. /Pixabay / konevi.

PRFMNEWS - Bulan puasa Ramadhan merupakan waktu dimana Allah SWT akan melipatgandakan semua pahala kebaikan manusia di dunia.

Namun demikian, ada 5 hal yang harus dijauhi saat puasa Ramadhan agar pahala puasa Ramadhan tidak berkurang.

Meskipun tidak membuat batal, namun 5 hal yang harus dijauhi saat Ramadhan perlu dilakukan agar ibadah puasa tidak sia-sia.

Melansir dari berbagai sumber, ada Hadits Nabi Muhammad SAW yang mengatakan banyak yang berpuasa sia-sia, karena hanya dapat haus dan lapar saja.

Baca Juga: Polres Cimahi Bentuk Tim Khusus Cegah Sahur On The Road dan Balap Liar

"Betapa banyak orang yang berpuasa namun ia tidak mendapatkan dari puasanya,kecuali rasa lapar dan dahaga," (HR. Thabrani).

Sayangkan ya kalau kita sudah berpuasa, tidak mendapatkan apa-apa, hanya lapar dan haus.

Beriku 5 hal yang harus dijauhi agar pahala puasa tidak rusak dan berkurang:

1. Berkata dusta

Jangan sampai puasa yang kita lakukan selama ini sia-sia akibat hal-hal yang dapat mengurangi bahkan menghapus pahala puasa.

Oleh: Muhammad Karim

Hidayatullah.com | PUASA merupakan ibadah yang memiliki keistimewaan khusus di sisi Allah SWT. Hal tersebut dijelaskan dalam hadits qudsi:

كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ يُضَاعَفُ الْحَسَنَةُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعِ مِائَةِ ضِعْفٍ قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ إِلَّا الصَّوْمَ فَإِنَّهُ لِيْ وَأَنَا أَجْزِى بِهِ يَدَعُ شَهْوَتَهُ وَطَعَامَهُ مِنْ أَجْلِيْ لِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ فَرْحَةٌ عِنْدَ فِطْرِهِ وَفَرْحَةٌ عِنْدَ لِقَاءِ رَبِّهِ. وَلَخُلُوفُ فِيهِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللَّهِ مِنْ رِيحِ الْمِسْكِ

“Setiap amalan kebaikan yang dilakukan oleh manusia akan dilipatgandakan dengan sepuluh kebaikan yang semisal hingga tujuh ratus kali lipat. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Kecuali amalan puasa. Amalan puasa tersebut adalah untuk-Ku. Aku sendiri yang akan membalasnya. Disebabkan dia telah meninggalkan syahwat dan makanan karena-Ku. Bagi orang yang berpuasa akan mendapatkan dua kebahagiaan yaitu kebahagiaan ketika dia berbuka dan kebahagiaan ketika berjumpa dengan Rabbnya. Sungguh bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah daripada bau minyak kasturi”.(HR. Imam Muslim)

Menariknya ibadah puasa memiliki kaitan erat dengan kesabaran. Allah SWT berfirman di dalam surat al-Zumar ayat 10:

إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُمْ بِغَيْرِ حِسَابٍ

“Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas”.

Ibnu ‘Uyainah mengatakan bahwa puasa itu adalah sebuah kesabaran, karena orang yang melaksanakan puasa itu sedang bersabar menghadapi keinginan hawa nafsunya. Jadi maksud ibadah puasa merupakan milik Allah SWT bahwa pahala puasa tersebut langsung Allah yang akan balas dengan ujroh yang banyak lagi berlipat ganda tanpa ada yang mengetahui tentang kadar pahala dan pelipatan kebaikan tersebut, sebagaimana pahala untuk orang-orang yang bersabar. Lihat: Fath al-Bari, ditulis oleh Ahmad bin Ali bin Hajar Abu al-Fadhal al-Asqalani, juz 4, hlm.108.

Pada saat ini umat Islam sedang melaksanakan perintah Allah SWT, yaitu ibadah puasa ramadhan. Dalam menunaikan kewajiban tersebut umat Muslim sangat mewaspadai hal-hal yang bisa membuat ibadah puasa tersebut batal.

Namun terkadang tidak menghindari hal-hal yang bisa mengurangi pahala bahkan bisa menghapus ujroh puasa tersebut. Adapun perkara yang bisa mengurangi atau menghapus pahala puasa, yaitu ghibah, mengadu domba, berdusta, melihat sesuatu yang haram atau yang halal dengan bersyahwat, sumpah palsu. Lihat: al-Taqrirat al-Sadidat fi al-Masa’il al-Mufidat ditulis oleh al-Habib Hasan bin Muhammad al-Kaf, hlm.448-149.  Hal tersebut senada dengan hadits Nabi Muhammad ﷺ:

خَمْسٌ يُفْـطِرْنَ الصَّائِمَ وَيُنْقِـضْنَ الْوُضُوْءَ: الْكَـذِبُ، وَالْغِيْبَةُ، وَالنَّمِيْمَةُ، وَالنَّظْرُ بِشَهْوَةٍ، وَالْيَمِيْنُ الْكَاذِبَةُ

“Lima perkara yang menghapus pahala orang yang berpuasa, yaitu dusta, ghibah, adu domba, melihat dengan syahwat, dan sumpah palsu”. (HR. Al-Dailami dalam kitab al-Firdaus, juz 2, hlm.197), (HR. Ahmad 2,441) (HR, Ibn Majah 1689)

Ulama menjelaskan hadits ini, bahwa maksud membatalkan puasa (yuftirna) dalam hadits di atas adalah menghapus pahala puasa (muhbithat). Jadi ghibah, mengadu domba, berdusta, melihat sesuatu yang haram atau yang halal dengan bersyahwat, dan sumpah palsu. Merupakan perkara yang harus dihindari baik ketika tidak puasa apalagi di saat menjalani ibadah puasa. Karena ibadah puasa adalah untuk Allah, artinya ketika ibadah itu adalah untuk Allah, maka seseorang harus merawat dan memperbagus hadiah tersebut.*

Asatidz Tafaqquh Study Club, Twitter: @M_Karim26

Rep: Insan Kamil
Editor: Bambang S