Hal utama yang membedakan hikayat dengan prosa baru atau prosa modern adalah

Ayo, simak dulu cerpen dan hikayat di bawah ini!

Si Jahil Alya Cerpen Karangan: AdzraAnnisa

Lolos moderasi pada: 19 April 2013

“Alya!” kata Shinta. Shinta sepertinya marah karena ada tikus buatan di mejanya. Dia yakin itu sebagian dari keusilan Alya.

“Iya, sorry deh ya.. Haha..” sepertinya, Alya tidak kapok. Hari ini hari pertamanya masuk kembali karena kemarin ia di skors selama 1 minggu.. ckckck…

“Selamat pagi, anak-anak!” kata Bu Herly tegas.

“Selamat pagi, bu…” kata murid-murid serempak. Alya terlihat tertawa sedikit.

“Sssttt, kenapa kamu Al?” tanya Rheta, teman sebangkunya.

 “Oh, tidak kok..” kata Alya.

Bu Herly segera duduk dikursinya. “Huaaa! Tikus, tikus!” kata bu Herly kaget. Ia ingin berdiri, tapi tak bisa. Serasa ada lem yang menempel di roknya.

“Bu, sudahlah pasti ini Alya bu!” lapor Henry, siketuakelas. “ALYA!!! Ibu akan hukum kamu untuk lari keliling lapangan sampai jam istirahat nanti!” kata bu Herly.

“Siap bu…” Alya menjawab enteng. Akhirnya, Alya harus menerima hukuman dan pelajaran pun dilanjutkan.

“Syalalalala…” Alya pulang sekolah naik sepeda sambil bernyanyi. Sepertinya, ia mengendarai sepeda dengan kecepatan agak tinggi alias ngebut.

“Hei! Awas!!!” teriak Alya kepada seorang anak. Anak itu mengarah ke pinggir.

GUBRAK!

Sepeda Alya jatuh. “Huaaa, sakit..aduh..” kata Alya. Alya mencoba untuk bangun dan meneruskan perjalanan pulangnya. Wah, bisa. dia pun segera pulang dengan sepedanya.

“Aduh, ada batu..!!” kata Alya. Dia mencobake pinggir. Untuk kedua kalinya, ia terjatuh dari sepeda. “Huaa…. Sakit!” Alya menangis. Untungnya, itu sangat dekat dari rumahnya. Dan kebetulan, kakaknya, kak Alma, lewat. “Aduh, Alya..! Sini kakak bantu..!” kak Alma membantu Alya. Ternyata, lutut Alya berdarah.

“Kamu sih, suka jahil! Pasti tadi di sekolah kamu jahil, deh!” kata Kak Alma.

Benar, kak..kata Alya di dalam hatinya.

“Makanya, Al, kamu jangan jahil!” nasihat kakaknya. mereka pun pulang. Sejak saat itu, Alya berubah menjadi anak yang baik, tidak jahil dan punya banyak teman. Makanya, teman -teman, jangan suka jahil ya! Nanti malah seperti Alya…!

Hikayat Si Jangoi

Jangoi adalah julukan untuk anak yang nakal, yang suka mengusik orang. Apalagi mengusik anak dara, tak peduli pagi, siang, petang ataupun malam. Di saat orang menjaring, Jangoi pun suka merusak jaring orang. Alkisah, adaaaa saja yang dikerjakan atau diganggunya.

Pernah juga orang-orang kampong merasa geram dan marah kepada Jangoi, hingga suatu ketika Jangoi ditangkap dan diikat di sebuah pohon. Tetapi entah bagaimana, eeh! Tahu-tahu si Jangoi lepas dari ikatan dan menghilang. Orang kampong pun jadi heran. Padahal ikatan di pohon itu begitu kuat, tapi ternyata si Jangoi dapat melepaskan diri.

Untuk beberapa hari, sejak Jangoi di tangkap dan menghilang,? Keadaan kampong agak tenang. Tak pernah terdengar lagi soal si Jangoi yang suka mengganggu orang. Tapi ketentraman itu tidak lama. Rupanya entah dari mana, tahu -tahu si Jangoi muncul lagi. Kali ini kelakuannya lebih jahat. Tidak hanya suka mengganggu ataupun mengusik, tapi sengaja mengejar-ngejar anak-anak perempuan ataupun anak dara yang mau pergi atau pulang mengaji. Sehingga sebagian anak-anak dara ataupun anak-anak takut pergi untuk mengaji.

Malahan suatu ketika, pada suatu malam Jangoi bersembunyi pada sebuah pohon yang rimbun, ia memakai pakaian putih, layaknya mayat yang baru keluar dari lobang kubur. Entah mukena siapa yang dicurinya. Begitu orang-orang pulang dari surau dan melewati pokok rimbun itu, Jangoi pun keluar dengan melompat-lompat layaknya sebagai lembaga atau hantu. Maka berhamburan berlari-lari sambil berteriak-teriak ketakutan orang-orang itu, khususnya orang perempuan dan anak-anak. Penduduk setempat sangat marah! Maka dicarilah akal untuk menangkap si Jangoi. Orang-orang kampong sengaja mengintai dan mencari kelengahan Jangoi.

Alhasil, pada suatu ketika, dapatlah si Jangoi ditangkap oleh orang kampong. Beramai-ramai orang kampong itu mengarak si Jangoi. Kedua tangannya diikat ke belakang. Sesampainya di sebuah pohon yang besar, si Jangoi diikat. Sekali ini, si Jangoi tidak ditinggal begitu saja. Melainkan dijaga oleh orang dewasa. Jaganya bergantian. Pokoknya, istilah kata orang, tak boleh leke.

“Huh! Baru kau rasa sekarang, ya? Kau tak akan dapat lepas lagi, Jangoi. Kami jaga engkau berganti-ganti,” kata orang yang menjaganya. Apa jawab si Jangoi? “Kalau ada orang menjaga enak juga. Engkau orang jadi pengawal aku, si Jangoi!” Ejek Jangoi. “Kurang ajar! Dasar anak bertuah!” kata si penjaganya dengan marah.

“Aku diikat, engkau orang menjaga. Engkau orang juga yang penat!” Ejek Jangoi lagi. Naik pitam juga orang yang menjaganya melihat perangai si Jangoi.

“Hei, dengar! Budak macam kau ni tak perlu dilayan!” Kata si Penjaganya dengan geram. “Tak, layan sudah! Akupun tak rugi!” Jawab si Jangoi sambil ketawa-ketawa.

“Iiih ! Kalau bukan masih budak lagi, sudah aku lumat-lumatkan, engkau ni!” Begitu geramnya di Penjaga itu melihat perangai Jangoi. Adaaaa saja jawabnya. Maka si Penjaga itupun tak hendak melayan si Jangoi lagi.

Memang sungguh luar biasa, istilah kata orang, tak boleh leke. Padahal orang yang menjaganya betul-betul dan dijaga secara berganti-ganti. Tapi dalam sekelip mata, si Jangoi boleh hilang dari pokok tempat ia diikat. Para penjaga kalang-kabut mencari-cari, sampai kemerata tempat. Tapi si Jangoi hilang macam di telan bumi.

Akhirnya, orang-orang kampong jadi putus asa. Mereka tak tahu lagi bagaimana untuk mencari dan menangkap si Jangoi. Orang-orang kampong sangat khawatir kalau-kalau si Jangoi muncul lagi dan buat perangai yang lebih teruk. Dan betul saja, tak sampai sepekan si Jangoi pun muncul. Sekali ini bukan anak dara, anak-anak ataupun orang perempuan, melainkan orang-orang tua pun diusik dan ditakuti-takuti. Layaknya jadi macam orang minyak!

Suasana kampong betul-betul kelam-kabut dibuat ulah si Jangoi!. Maka akhirnya orang kampong berkumpul dengan dipimpin oleh Orang Tua di kampong itu. Mereka bermusyawarah untuk mencari jalan keluar yang terbaik. “Wahai orang-orang kampong, nampaknya perangai si Jangoi, tak boleh kita diamkan begitu saja. Si Jangoi telah membuat kerusuhan di kampong kita ini!” kata Orang Tua itu.

“Kalau dapat sekali ini, kita rejam saja, Tok!” ujar salah seorang penduduk.
“Tapi si Jangoi itu masih budak-budak? lagi, takkanlah hendak direjam pula!” kata penduduk yang lain.

“Memang masih budak-budak, tapi kelakuannya sudah melampau batas! Sudah membuat kampong kita ini kacau balau!” Kata salah seorang penduduk yang lainnya pula.
“Yang penting kita dapat menangkap dahulu budak yang bernama Jangoi itu. Bagaimana dan apa yang patutu kita buat, biarlah nanti kalau si Jangoi sudah tertangkap. Kita jangan biarkan lagi si Jangoi itu buat kerusuhan di kampong kita ini. Itu yang penting!” akhirnya Orang Tua yang memimpin musyawarah itu berkata.

Banyak orang kampong yang memburu dan hendak menangkap si Jangoi. Pada hari petang menjelang maghrib, si Jangoi mulai dengan perangainya mengusik orang yang akan pergi sembahyang. Maka serentak orang-orang kampong yang sudah bersiap sedia, langsung mengejar Jangoi.

Maka terjadilah kejar-mengejar, walaupun ramai orang yang memburunya, tak mudah untuk menangkap Jangoi. Jangoi pandai menggelecek, lari sana, sembunyi di sini. Badannya pun macam belut, licin. Payah di tangkap. Tetapi dengan usaha yang gigih dari orang-orang kampong, akhirnya Jangoi dapat tertangkap. Begitu jangoi dapat tertangkap, langsung diikat serta diapit oleh beberapa orang dewasa sehingga tak dapat lari. Langsung dibawa kehadapan Orang Tua.

“Hei Jangoi ! Aku hendak bertanya kepadamu. Jawablah dengan jujur ! Apa sebenarnya maksudmu suka mengganggu orang-orang kampong, hingga kelakuanmu seperti orang minyak!” Tanya Orang Tua. Tapi si Jangoi tidak menjawab, ia hanya tertawa-tawa saja. “Baiklah, kalau kamu tidak mau menjawab. Tapi beritahukan kepadaku, ilmu apa yang kamu pakai sehingga dapat melepaskan ikatan dan menghilangkan diri ,” Tanya lagi si Orang Tua dengan sabar.

Ternyata si Jangoi masih belum ingin menjawab, ia masih diam dan hanya tersenyum-senyum. Orang Tua itu pun hampir habis kesabarannya, tapi masih juga ditahannya. Lalu Orang Tua itu berkata lagi, “Sekarang jelaskan apa syaratnya supaya kamu tidak boleh melepaskan diri dan menghilang lagi!”

“Benarkah orang-orang kampong ingin menyingkirkan aku dari kampong ini?” Tiba-tiba si Jangoi bicara.

“Kamu budak yang sangat nakal, yang hilang sama sekali dari kampong ini!” ujar seorang penduduk dengan geram.

“Kalau kau tak mau memberi tahu syaratnya, tubuhmu akan kami bakar hidup-hidup!” kata orang? yang lainnya pula. Mendengar tubuhnya mau dibakar, si Jangoi ketakutan. “Jangan, jangan dibakar. Aku tidak akan mati, tapi akan sangat menderita ,” Ujar si Jangoi ketakutan.
“Kalau begitu katakanlah syaratnya!” Ujar Orang Tua di kampong itu.

“Baiklah! Jika orang-orang kampong sangat benci padaku, dan ingin melenyapkan aku, mudah saja. Syaratnya, pisahkan tubuhku menjadi tiga bahagian. Kepala, badan dan kaki.” Jelas Jangoi menerangkan.

Mendengar  penjelasan dari si Jangoi, orang-orang kampong sangat terkejut. Terumanya si Orang Tua. Sungguhnya itu hanya ingin menakuti-nakuti. Tak akan tergamak atau sampai hati mereka untuk membakar si Jangoi hidup-hidup, apalagi harus memenggal tubuh si Jangoi menjadi tiga bahagian, kepala,badan serta kaki.

Melihat orang-orang kampong sangat terkejut dan sepertinya tak sampai hati untuk memenggal dirinya menjadi tiga bahagian, si Jangoi pun berkata, “Kenapa orang-orang menjadi ketakutan dan tak sampai hati untuk memenggal aku? Kalau tubuhku tidak dipisahkan, aku tidak akan mati dan aku akan terus mengacau!” Ujar si Jangoi.

Kata-katanya, betul-betul membuat orang kampong serba salah. Kalau tidak melakukan seperti apa kata si Jangoi. Kampong tidak akan aman. Tapi kalau melakukan syarat yang dikatakan oleh Jangoi, mereka juga tak sampai hati. Dengan berbagai pertimbangan, akhirnya si Jangoi dibunuh. Namun orang kampong tidak mengikut arahannya dari Jangoi untuk memisahkan ketiga bahagian tubuhnya.

Akhirnya, tak sampai seminggu si Jangoi bangkit dari kuburnya, dan hidup kembali, serta mengacau orang kampong lebih dahsyat. Si Jangoi betul-betul jadi macam orang minyak. Terpaksalah orang kampong mencari orang yang berilmu, orang pandai, untuk menangkap Jangoi. Setelah berusaha dengan keras, akhirnya si Jangoi dapat tertangkap.

“Wahai orang kampong sekaliannya, kita memang harus melakukan seperti arahan yang diberikan oleh si jangoi ini. Sebab itulah petuahnya, jika kita tidak melakukannya. Si Jangoi akan terus dengan perangkainya. Bahkan semakin hari, semakin jahat. Memang kita tak sampai hati, sebab si jangoi masih budak lagi. Demi kepentingan orang banyak, terpaksalah kita harus mengorbankan si Jangoi!” Demikian kata orang pandai itu dengan panjang lebar.

Akhirnya dengan perasaan serba salah, orang-orang kampongpun melakukan seperti apa yang dikatakan oleh Jangoi. Konon, kepala Jangoi di tanam di Pulau Los, badannya di tanam di Pulau Penyengat, sedangkan kakinya di tanam di Pulau Paku. Memang sungguh ajaib!

Sejak kejadian itu si Jangoi memang tak pernah muncul lagi. Kampong itupun kembali tentram seperti semula. Oleh sebab itu, kalau ada anak nakal, selalu disebut orang,

“Huh! Kelaku macam si Jangoi!”

Cerita pendek atau cerpen adalah salah satu bentuk karya sastra (prosa) yang bersifat naratif atau menuturkan. Selain itu isi cerpen juga singkat dan padat. Serta memiliki satu konflik yang akan langsung terselesaikan pada bagian akhirnya. Sedangkan hikayat adalah karya sastra melayu klasik yang mengisahkan lengkap tentang kekuatan, kesaktian, serta mukjizat yang dimiliki oleh tokoh.

Baik cerpen maupun hikayat merupakan bagian dari teks narasi. Namun, terdapat beberapa perbedaan pada unsur intrinsik pada keduanya. Berikut adalah perbedaan antara hikayat dan cerpen dapat diperhatikan dari unsur intrinsik yang terdapat pada keduanya, seperti :

1.      Tema

Pada cerpen diatas kita dapat membaca bahwa pengarang hanya mengangkat satu topik utama yaitu, kejahilan seorang anak. Sedangkan pada hikayat, topik cerita yang diangkat memiliki satu topik utama dengan dibumbui oleh topik pendukung yaitu, kejahilan seorang anak dan sifat magis yang dimiliki oleh anak tersebut.

“Untuk beberapa hari, sejak Jangoi di tangkap dan menghilang,? Keadaan kampong agak tenang. Tak pernah terdengar lagi soal si Jangoi yang suka mengganggu orang. Tapi ketentraman itu tidak lama. Rupanya entah dari mana, tahu -tahu si Jangoi muncul lagi. Kali ini kelakuannya lebih jahat. “

Sebagaimana semestinya, hikayat memang mengandung hal-hal yang bersifat kepahlawanan, serta keanehan atau kelebihan yang dimiliki oleh sang tokoh dalam cerita.

2.      Latar

Pada umumnya, di dalam sebuah cerita latar dibagi menjadi tiga yaitu : latar tempat, latar waktu, dan latar atmosfir atau latar suasana. Dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan yang sangat kontras pada semua latar kedua cerita tersebut.

Dalam cerpen di atas mayoritas akan menggambarkan bagaimana situasi dalam kehidupan masa kini dengan menghandirkan suasana lingkungan sekolah dan alat kendaraan seperti sepeda. Sedangkan, pada hikayat tergambar jelas bahwa cerita ini diangkat dari zaman kerajaan melayu. Berikut adalah beberapa kutipan yang dapat menjelaskan latar dari hikayat tersebut.

“..Untuk beberapa hari, sejak Jangoi di tangkap dan menghilang,? Keadaan kampong agak tenang. Tak pernah terdengar lagi soal si Jangoi yang suka mengganggu orang. Tapi ketentraman itu tidak lama. Rupanya entah dari mana, tahu -tahu si Jangoi muncul lagi. Kali ini kelakuannya lebih jahat...”

“...Suasana kampong betul-betul kelam-kabut dibuat ulah si Jangoi!. Maka akhirnya orang kampong berkumpul dengan dipimpin oleh Orang Tua di kampong itu. Mereka bermusyawarah untuk mencari jalan keluar yang terbaik...”

Hal ini dapat dilihat jelas bagaimana digambarkan bahwa masyarakat yang merasa resah akhirnya memillih menemui Orang Tua atau orang pintar setempat. Ini menjelaskan kepercayaan masyarakat masa itu terhadap kekuatan magis serta berbau mistis masih sangat kuat.

3.      Sudut Pandang

Sudut pandang adalah bagaimana cara pengarang memandang tokoh. Biasanya di dalam cerpen sudut pandang akan terbagi menjadi empat yaitu orang pertama sebagai pelaku utama, orang pertama sebagai pelaku sampingan, orang ketiga serba tahu, dan orang ketiga sebagai pengamat. Namun, pada hikayat selalu menggunakan sudut pandang orang ketiga serba tahu.

4.      Tokoh atau penokohan

Tokoh adalah pemeran yang ada dan hadir dalam cerita, sedangkan penokohan adalah bagaimana penulis melukiskan sifat atau karakter dalam menghidupkan cerita. Ada beberapa cara penokohan dalam cerita yaitu melalui penggambaran langsung, lingkungan hidup, jalan pikiran, cara bicara atau tata bahasa, fisik, dan perilaku.

Tokoh dalam cerpen di atas diceritakan secara langsung oleh pengarang secara rinci, baik perilaku maupun dialog antar tokoh sebagai pendukung. Namun, tokoh dalam hikayat digambarkan secara langsung.

5.      Alur

Alur adalah alasan ang menyebabkan terjadinya perkambangan cerita (jalanan cerita dari awal dan akhir). Dalam cerita pendek, alur dibagi menjadi beberapa macam diantaranya yaitu alur terbuka, alur tertutup, alur lembut, dan alur meledak. Alur juga dibawakan dengan beberapa teknik, yaitu teknik bayangan (futuristik), flash back, teknik sorot balik, dan teknik linear atau maju.

Berbeda dengan hikayat yang selalu menggunakan teknik linear atau maju dan mayoritas memiliki alur tertutup. Ini dikarenakan hiyakat mengangkat cerita tentang kehebatan, kepahlawanan, dan bahkan keanehan dari tokoh terkenal dan melegenda di kalangan masyarakat setempat.

6.      Gaya bahasa

Gaya bahasa dalam suatu cerita mencangkup majas, diksi, pencitraan atau imaji, dan penyiasatan struktur yang digunakan dalam cerita tersebut. Hikayat menggunakan majas dari melayu klasik yang terkadang sulit untuk dimengerti oleh beberapa orang. Berbeda dengan cerita pendek yang kebanyakan sudah menggunakan bahasa Indonesia dan lebih mudah untuk dipahami dan disimak oleh banyak orang.

Nah, demikianlah yang bisa saya bagi kepada teman-teman seua. Saya sadar masih terdapat banyak kekurangan dalam tulisan saya. Oleh sebab itu, saya sangat terbuka untuk semua kritik dan saran yang membangun. Terima kasih.. J


Hal utama yang membedakan hikayat dengan prosa baru atau prosa modern adalah

Lihat Hiburan Selengkapnya