Jelaskan 3 tantangan terbesar pengembangan ekonomi syariah di Indonesia

Tangsel, NU OnlineKepala Departemen Perbankan Syariah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Ahmad Soekro Tratmono mengatakan, tahun 2015 komposisi keuangan syariah global adalah sebesar 2 triliun dolar Amerika atau setara dengan dua puluh enam ribu triliun rupiah. Tahun 2021, aset syariah global akan mencapai 3,4 dolar Amerika.Sementara itu, aset syariah Indonesia mencapai angka delapan ratus sembilan puluh tujuh triliun yang tersebar di perbankan syariah, pasar modal syariah, pembiayaan, asuransi, dan lainnya.

“Per Februari tahun 2016 aset syariah Indonesia adalah 897 triliun,” kata Soekro saat menyampaikan pidato pada seminar nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah dengan tema Tantangan dan Peluang Pasar Keuangan Syariah di Indonesia di Kampus II UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Ciputat, Rabu (17/5).

Ia menyampaikan, Indonesia masuk dalam jajaran sepuluh besar peringkat ekonomi Islam. “Tahun 2015 dan 2016 Indonesia tetap menduduki peringkat sepuluh. Presentasenya jauh dengan Malaysia yang berada di urutan pertama,” urainya.Namun demikian, ia menyatakan, ada tiga tantangan yang dihadapi dan dapat menghambat laju perkembangan ekonomi syariah di Indonesia. Pertama, kapasitas kelembagaan yang belum efektif dan efisien.Kedua, keterbatasan akses dan produk ekonomi syariah ke tangan-tangan konsumen. Yang terakhir, pasar industri syariah di Indonesia yang masih kecil.Menurutnya, para pelaku bidang ekonomi syariah seharusnya memberikan perhatian yang lebih terhadap tiga kendala tersebut di atas.

Secara statistik, industri keuangan syariah Indonesia terus mengalami pertumbuhan yang signifikan yaitu 19,94% pada tahun 2015 dan meningkat menjadi 29,65% selama tahun 2016. Khusus perbankkan, tahun 2016 meningkat 20,3% sehingga share total aset perbankkan syariah terhadap perbankkan nasional mencapai 5,33%. (Muchlishon Rochmat/Alhafiz K)

Perlu dikembangkan ekosistem halal yang terintegrasi dalam kegiatan ekonomi.

Edwin Dwi Putranto/Republika

Wakil Presiden RI KH Maruf Amin.

Rep: Fauziah Mursid Red: Friska Yolandha

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Presiden Ma'ruf Amin menyoroti sejumlah tantangan dalam pengembangan ekonomi dan keuangan syariah di Indonesia untuk bersaing di kancah global. Pertama, kata Wapres, pengembangan halal value chain atau rantai nilai halal dalam pengembangan industri produk halal.

Wapres mengatakan, untuk mewujudkan industri halal yang efisien perlu dikembangkan ekosistem halal yang terintegrasi dalam kegiatan ekonomi. "Mulai dari input, proses produksi, distribusi, pemasaran hingga konsumen," ujar Ma'ruf saat meresmikan Center for Sharia Finance & Digital Economy (SHAFIEC) Universitas Nahdlatul Ulama Yogyakarta secara daring, Jumat (12/3).

Untuk mendukung hal tersebut, Wapres mengatakan Pemerintah saat ini terus berupaya memperbanyak pembentukan Kawasan Industri Halal (KIH) atau zona halal di kawasan industri yang sudah ada. Tak hanya itu, Pemerintah juga mengeluarkan beberapa kebijakan lainnya untuk mendukung halal value chain, mulai dari penguatan industri dan UMKM berbasis syariah atau halal melalui UU Cipta Kerja, Pendirian Bank Syariah Indonesia (BSI). Serta membuka partisipasi masyarakat luas secara aktif dalam pengembangan ekonomi syariah.

Sedangkan tantangan kedua pengembangan ekonomi syariah di Indonesia, ungkap Wapres adalah digitalisasi. Wapres menilai, saat ini ekonomi semakin mengarah kepada digitalisasi.

Apalagi dengan adanya pandemi mempercepat perubahan aktivitas ekonomi ke arah digital. Sehingga penjualan barang dan jasa hingga aktivitas keuangan semakin banyak menggunakan platform digital.

"Marena itu, pengembangan digitalisasi menjadi keharusan, dan ekosistem ekonomi dan keuangan syariah tidak boleh tertinggal dari kemajuan teknologi digital ini," ungkap Wapres.

Wapres menjelaskan, transaksi digital Indonesia pada 2020 mencapai 44 miliar dolar AS setara 44 persen dari transaksi digital di Asia Tenggara. Jumlah ini diperkirakan akan terus meningkat menjadi 124 miliar dolar AS pada 2025.

Sementara Bank Indonesia mencatat, transaksi digital perbankan pada tahun 2020 mencapai Rp 2.774 triliun atau naik 13,91 persen. Karenanya, pemerintah memberikan dukungan tidak hanya dari sisi regulasi namun juga dukungan pengembangan infrastruktur untuk mendukung dan mempercepat transformasi ekonomi digital dalam negeri.

"Baik oleh pemerintah maupun dukungan investasi swasta diantaranya melalui program konektivitas digital, seperti Palapa Ring, Penyediaan kapasitas satelit multifungsi pemerintah (SATRIA), dan pembangunan Menara BTS (Base Transceiver System). Selain itu, Pemerintah saat ini juga tengah menyusun Strategi Nasional Ekonomi Digital," ungkapnya.

Sementara, tantangan ketiga yang juga perlu dihadapi,kata Wapres, yakni sumber daya manusia. Sebab, Wapres menyebut Indonesia masih kekurangan SDM di bidang ekonomi dan keuangan syariah. 

"Ke depan, seiring ekonomi dan keuangan syariah yang terus berkembang, maka menciptakan SDM yang benar-benar ahli di bidang ini merupakan suatu kebutuhan," ungkap Wapres.

Karena itu, Wapres berharap peran perguruan tinggi dalam menciptakan SDM ekonomi dan keuangan syariah. Ia menilai pemenuhan kebutuhan SDM syariah dipenuhi dari SDM umum melalui berbagai pelatihan.

"Peran kampus sangat penting dalam melahirkan SDM yang handal di bidang ekonomi dan keuangan syariah. Saya berharap, kurikulum yang dibuat dapat menyesuaikan kebutuhan industri ini," ungkapnya.

Jelaskan 3 tantangan terbesar pengembangan ekonomi syariah di Indonesia

Jelaskan 3 tantangan terbesar pengembangan ekonomi syariah di Indonesia

Jelaskan 3 tantangan terbesar pengembangan ekonomi syariah di Indonesia
Lihat Foto

Thinkstockphotos.com

Ilustrasi Syariah

JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia memiliki potensi ekonomi syariah yang sangat besar. Hal ini utamanya didukung oleh banyaknya jumlah penduduk Muslim di Tanah Air.

Namun demikian, Bank Indonesia (BI) menyadari adanya sejumlah tantangan yang perlu dihadapi untuk memaksimalkan potensi tersebut.

Deputi Gubernur BI Rosmaya Hadi mengatakan, salah satu tantangan yang dihadapi pengembangan ekonomi syariah masih belum memadainya pasokan dari industri halal dalam negeri.

Baca juga: Maksimalkan Potensi Ekonomi Syariah, BI Akan Bentuk Holding Ekonomi Bisnis Pesantren

Menurut dia, saat ini permintaan terhadap produk halal di Indonesia lebih tinggi ketimbang level produksi yang ada.

"Sehingga beberapa produk perlu dipenuhi dari luar negeri," kata Rosmaya dalam sebuah diskusi virtual, Rabu (21/4/2021).

Apabila tidak segera diatasi, hal tersebut akan menjadi ancaman tersendiri bagi neraca dagang Indonesia.

Lebih tingginya impor daripada kemampuan ekspor akan mengakibatkan defisit neraca dagang.

"Oleh karena itu akselerasi pengembangan ekonomi syariah di Indonesia sangat penting untuk mengoptimalkan laju perekonomian nasional," ujar Rosmaya.

Baca juga: BI Catat Transaksi Uang Elektronik Melonjak 42 Persen, Apa Pendorongnya?

Selain itu, Rosmaya juga menyoroti kecepatan perkembangan teknologi, yang saat ini telah menjadi kesatuan dalam berbagai sektor usaha.

Pesatnya perkembangan teknologi telah menciptakan disrupsi di berbagai sektor usaha, seperti sektor keuangan, yang terefleksikan dengan semakin maraknya financial technology atau fintech.

Rosmaya menilai, penggunaan teknologi menjadi sangat penting bagi para pelaku industri halal untuk menciptakan efisiensi rantai pasok hingga perluasan akses pasar.

"Untuk tantangan tersebut, kami memandang penggunaan teknologi membuka peluang bagi ekonomi syariah," tutur dia.

Perekonomian syariah Indonesia disebut sudah mengalami pertumbuhan yang positif beberapa tahun terakhir.

Baca juga: Selain Suku Bunga Rendah, Ini Jurus BI Percepat Pemulihan Ekonomi Nasional

Ini tercermin dari ditempatkannya Indonesia di posisi ke-4 ekonomi syariah dunia.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Merdeka.com - Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso mengatakan, setidaknya ada lima tantangan atas pengembangan ekonomi dan keuangan syariah di Indonesia. Pertama, Market share yang lebih rendah dibandingkan perbankan konvensional.

"Sekarang ini kalau kita lihat faktanya bahwa dari ukuran ternyata market share masih 9,96 persen dari total produk keuangan kita yang ditawarkan kepada masyarakat. Artinya masyarakat belum sepenuhnya memilih keuangan syariah," ucapnya dalam acara Sarasehan Industri Jasa Keuangan, Jumat (23/4).

Kedua, Target permodalan yang terbatas. Di mana 6 dari 14 bank syariah memiliki modal inti di bawah Rp2 triliun.

Bahkan, bank hasil konsolidasi dari tiga bank syariah BUMN yang terdiri atas PT Bank BRIsyariah Tbk., PT Bank Syariah Mandiri, dan PT Bank BNI Syariah dalam sebuah merger menjadi PT Bank Syariah Indonesia Tbk., nilai aset yang dibukukan tetap kalah jauh ketimbang perbankan konvensional. Menyusul PT Bank Syariah Indonesia Tbk masih berada di peringkat ketujuh dari 10 daftar perbankan dengan nilai aset terbesar di Indonesia.

"Ini (PT Bank Syariah Indonesia Tbk)
pun belum betul-betul pemain nomor satu di Indonesia. Masih nomor tujuh dari aset size setelah digabung itu," terangnya.

Ketiga, Terbatasnya kualitas SDM yang mumpuni. Menurutnya, ini menghambat upaya untuk pengembangan ekonomi dan keuangan syariah di tanah air. Keempat, competitiveness atau daya saing produk dan layanan keuangan syariah masih rendah. Hal ini diakibatkan dari akses produk yang terbatas, harga produk yang kurang kompetitif, maupun kualitas yang lebih rendah.

"Ya tadi mungkin saja salah satunya karena memang mungkin produk syariah ga ada, yang ada non syariah. Atau mungkin mahal atau mungkin kualitasnya kalah bagus, sehingga (masyarakat) tidak milih produk syariah," tekannya.

Kelima, Literasi keuangan syariah yang masih rendah dibandingkan konvensional. Yakni baru mencapai 8,93 persen. "Karena masyarakat syariah kebanyakan di daerah yang akses nya pun secara fisik sulit. Sehingga ini menjadi tantangan kita," tuturnya.

Baca juga:
Dorong Ekonomi Syariah, BI Bakal Bentuk Holding Bisnis Pesantren
Industri Keuangan Syariah Harus Mampu Lindungi Masyarakat
BI Sebut Posisi RI di Ekonomi Syariah Dunia Terus Meningkat
Punya Potensi Besar, Sri Mulyani Ajak Pelaku Usaha Garap Industri Halal
BI Ungkap 3 Pilar Pengembangan Ekonomi Syariah Nasional
Bank Indonesia: Banyak Negara Non Muslim Telah Praktikan Sistem Keuangan Syariah