Jelaskan ajaran susila Hindu dalam MEMBANGUN MORALITAS MAHASISWA HINDU

You're Reading a Free Preview
Pages 7 to 9 are not shown in this preview.

You're Reading a Free Preview
Pages 16 to 33 are not shown in this preview.

Jawaban: Agar menciptakan kehidupan yang selaras dan harmonis antara sesama manusia dengan alam semesta, hal ini tentu diperlukan dalam membangun moral.

Apa tujuan etika dalam agama Hindu?

2.2.3 Tujuan Etika dalam Agama Hindu 2. Untuk membina agar umat Hindu selalu bersikap dan bertingkah laku yang baik, kepada setiap orang tanpa pandang bulu. 3. Untuk membina agar umat Hindu dapat menjadi manusia yang baik dan berbudi luhur.

Tingkah laku yang baik dalam agama Hindu disebut?

Susila berasal dari kata ”su” dan ”sila”. Su berarti baik, dan sila berarti dasar, perilaku atau tindakan. Secara umum susila diartikan sama dengan kata ”etika”.

Mengapa Susila penting bagi kehidupan manusia?

Susila adalah salah satu dari kerangka dasar agama Hindu, yang lainnya adalah Tattwadan ritual. Praktik susila dalam realitas hidup bagi seseorang untuk memperoleh simpati dari orang lain manakala dalam pola hidupnya selalu mencerminkan ketegasan sikap yang diwarnai oleh sikap simpatik yang memegang teguh kesusilaan.

Apa artinya susila sebagai bagian dari salah satu kerangka agama Hindu?

Susila, yaitu pengetahuan tentang sopan santun, tata krama. Upacara, yaitu pengetahuan tentang yajna, upacara agama.

Apa itu kasuran dalam agama Hindu?

Kasuran, yaitu keberanian, kekuatan, dan kemenangan. Memiliki sifat kuat dan berani adalah hal yang baik, namun hal tersebut tetap berpotensi untuk menciptakan hal buruk apabila kita merasa sombong dan terlalu membanggakan diri atas kekuatan serta keberanian tersebut.

Apa tujuannya anak anak mempelajari Susila?

Apa tujuannya anak anak mempelajari Susila? Tujuan ajaran susila dalam agama Hindu yaitu; (1) membina dan memelihara hubungan baik sehingga tercipta keharmonisan, (2) membina umatnya untuk bersikap dan berprilaku yang baik, (3) menjaga kerukunan.

Apa itu ajaran susila?

Apa yang dimaksud dengan susila?

Menurut Syahrin (2005) masalah-masalah bagi mahasiswa yang menyebabkan degradasi moral dari sisi pergerakan mahasiswa, yakni Pertama, terjadinya hegemonisasi politik. Kedua, terjadinya kebebasan dan demokrasi aktivitas politik yang menyebabkan pergerakan mahasiswa semakin pragmatis. Ketiga, politisasi gerakan mahasiswa oleh berbagai lembaga dan institusi, yang menyebabkan primordialisme radikal dan fokus gerakan hanya pada masalah elementer dan temporal. Keempat, visi yang jelas mengenai visi perjuangan mahasiswa hanya dimiliki oleh segelintir orang, penyebabnya mahasiswa hanya fokus pada pergerakan tanpa diiringi penambahan ilmu pengetahuan. Kelima, rendahnya pengenalan sebagian mahasiswa terhadap arah politik global, sehingga sebagian gerakan mereka terjebak dalam kepentingan politik global.

Dalam pandangan Hindu mengenai moralitas, secara normatif, kitab-kitab suci Hindu memandang Ahimsa atau non kekerasan sebagai kebaikan tertinggi. Ahimsa adalah menahan diri terhadap himsa (kekerasan), yang menimbulkan rasa sakit dan penderitaan bagi makhluk yang memiliki kesadaran, yaitu manusia atau binatang. Pandangan Hindu tidak terlalu kaku memegang sesuatu sangat ideal, namun ia mengutuk semua sikap yang berkompromi terhadap kekerasan. Kesucian tidak akan ditemukan dalam situasi yang terpisah dari kehidupan biasa. Tuntutan konkrit dari setiap situasi tertentu harus dipertimbangkan, dan prinsip diadaptasi sesuai dengan tuntutan situasi saat itu. Hal yang sangat ideal berbeda dengan hal-hal yang bisa diterapkan. Pemakaian kekuatan yang tidak berdasar adalah suatu kekerasan

Dalam perspektif Hindu, ahimsa bukan sebuah kondisi fisik, tetapi sikap mental mencintai. Non-kekerasan sebagai suatu kondisi mental berbeda dengan sikap tak melawan. Non-kekerasan tidak memiliki dendam dan kebencian. Dalam bahasa Sansekerta Himsa, atau kekerasan, berbeda dengan danda, atau hukuman. Himsa melukai orang yang tidak bersalah. Sedangkan danda adalah tindakan pengendalian sah terhadap orang yang bersalah. Kekuatan bukanlah peletak hukum, melainkan hamba hukum. Dharma, atau kebenaran, adalah prinsip yang mangatur, dan kekuatan tunduk pada ketentuan-ketentuan.

Terdapat kontradiksi antara keinginan utnuk mencapai kebaikan yang sempurna dan keharusan untuk melakukan tugas-tugas parsial yang tampak mengusik cita- cita luhur sempurna, namun kontradiksi ini adalah satu-satunya cara untuk membuat sesuatu tetap berjalan. Itu adalah akar dari semua upaya manusia. Kita harus mempertimbangkan antara cita-cita luhur non kekerasan absolut dan kondisi- kondisi aktual, tempat kita harus meningkatkan realisasi dari yang tertinggi dengan cara yang tidak sempurna. Aturan-aturan dharma (rules of dharma) ini bersifat relatif dengan kondisi masyarakat, dan bisa bertentangan dengan standar kebaikan, tetap tanpa itu masyarakat menjadi masyarakat yang tidak memiliki hukum dan

Gambar VI.2: Perang Barathayuda

Sumber: moedjionosadikin.wordpress.com

Jika Bhagavadgita mengajarkan Ahimsa,lalu mengapa sampai pecah perang Barathayuda? Mengapa Sri Krhsna menghendaki peperangan terjadi?

anarkis, ke-ideal-an absolut harus dibawa ke dalam konteks situasi sosial yang berlaku, dan dengan interaksi kedua hal itu evolusi masyarakat bisa terjamin. Dalam terminologi Hinduistik, pertumbuhan sosial adalah suatu proses kreatif yang terus berkembang, menuntut kepatuhan kepada cita-cita luhur cinta kasih sempurna dan kepekaan terhadap situasi konkrit tempat kita harus bekerja. Tak diragukan lagi, non kekerasan yang sempurna adalah yang ideal. Dalam suatu dunia yang diatur oleh kasih dan keadilan, tidak diperlukan penggunaan kekuatan. Kitab- kitab suci Hindu menyebut non kekerasan sebagai kewajiban tertinggi; tetapi di situ diperlihatkan contoh-contoh yang menunjukkan orang bisa keluar dari prinsip ini. Sambil kita memelihara yang ideal dan berjuang untuk mencapainya, pandangan Hindu mengakui justifikasi relatif dari hukum dan institusi, karena ketegaran hati manusia. Orang bijak mengetahui bahwa dharma dan adharma berbaur dengan penderitaan sesama.

Manusia Hindu dengan demikian adalah manusia yang mencintai keselarasan, yang dilihat di alam, dirasai dalam dirinya, tubuh, jiwa, hati, budi mendambakan itu, dan baru merasa tenang kalau keseluruhan menuju jalan atau sampai pada tujuan harmoni. Lebih jauh ditegaskan bahwa manusia Hindu itu harmoni, baik dengan alam semesta, sesama manusia, maupun dengan Tuhan. Harmoni seperti tersebut merupakan suatu kenyataan telah terciptanya keselarasan moral, dan dalam masyarakat Hindu di Indonesia diyakini sebagai sumber kesejahteraan dan dirumuskan dalam bentuk konsep Tri Hita Karana.

Eksistensi manusia tidak cukup ditentukan oleh tingkat kemakmuran ekonomi yang hanya dinyatakan dengan angka-angka atau indeks mutu hidup. Akan tetapi, ada aspek-aspek kualitas manusia atau keistimewaan dan kemuliaan manusia yang patut diperhitungkan, yaitu kemanusiaan, yang kualitasnya ditemukan dalam moralitas. Sehubungan dengan ini, Denis Goulet (dalam Triguna, 2000: 87) mengajukan tiga tolak ukur pembangunan, yaitu (1) penopang hidup (life sustenance), (2) harga diri (self esteem), dan (3) freedom atau liberation. Unsur- unsur ini merupakan satu kesatuan yang bersifat integral dan ketiganya menjadi ciri dasar pembangunan berwajah manusiawi. Model tolak ukur pembangunan ini lebih memperhatikan aspek subjektivitas manusia, baik individual maupun sosial. Walaupun penekanannya lebih mengutamakan aspek kemanusiaan, tetapi secara inplisit yang hendak diekspresikan adalah moralitas sebagai ciri khas manusia. Dengan khas dimaksudkan bahwa moralitas hanya menjadi milik manusia dan itu membedakannya dari makhluk lainnya. Seperti dikatakan oleh Bertens (2002) bahwa bukan saja moralitas merupakan suatu dimensi nyata dalam hidup setiap manusia, baik pada tahap perorangan maupun pada tahap sosial, namun harus dikatakan juga bahwa moralitas hanya terdapat pada manusia dan tidak terdapat

pada makhluk lain. Artinya, baik dan buruk dalam arti etis memainkan peranan dalam hidup setiap manusia, baik sekarang maupun di masa lampau. Akan tetapi, tidak semua bangsa dan tidak semua zaman mempunyai pengertian yang sama tentang baik dan buruk. Kecuali moralitas merupakan suatu fenomena manusiawi yang universal, yaitu pengertian tentang baik dan buruk merupakan sesuatu yang umum, yang terdapat dimana-mana, dan pada segala zaman. Jadi, manusia dikatakan baik atau buruk ditentukan oleh kualitas kemanusiaannya yang dalam pengalaman empiris dinyatakan dengan berbudi luhur dan berakhlak mulia, yaitu kewajiban moral, moralitas. Hal ini menjadi paradigma dan filosofi pendidikan pada semua bangsa dalam segala zaman, termasuk di Indonesia. Artinya, moralitas merupakan sesuatu yang penting dalam kehidupan manusia sehingga menarik untuk dikaji, terutama dalam kaitannya dengan sosiologi agama, dalam hal ini agama Hindu.

Kajian terhadap dasar-dasar moralitas dalam Agama Hindu (termasuk yang disampaikan dalam bab ini) diangkat dari kitab Bhagavadgita. Adapun dasar pertimbangan sebagai berikut:

1. Kitab ini adalah salah satu dari prasnatraya (tiga kitab sumber inspirasi para pemikir Hindu dalam mengembangkan pandangan filosofisnya, terutama tentang filsafat ketuhanan. Tiga kitab dimaksud adalah Vedanta, Brahmasutra, dan Bhagavadgita) yang paling banyak tersebar luas dalam berbagai versi terjemahan, tafsiran, dan belakangan ini semakin sering dirujuk oleh tokoh- tokoh agama Hindu di Indonesia.

2. Kitab ini adalah bagian dan atau dipandang sebagai inti dari kitab Mahabharata yang telah memasyarakat sejak zaman jayanya agama Hindu di Indonesia. Bagian Mahabharata yang mengandung teks Bhagavadgita, yaitu Bhismaparwa telah di-bahasa jawa-kan pada abad ke-10, yaitu pada zaman Dharmawangsa Teguh.

3. Teks Bhagavadgita yang menjadi pusat dialog antara Sri Krsna dengan Arjuna adalah kristalisasi dari nilai perjuangan manusia untuk menemukan Jati Diri di tengah-tengah konflik moral dan kemanusiaan (perang di medan Kuru).

Dengan studi kepustakaan dan eksplanasi, sloka-sloka Bhagavadgita dipilah-pilah, dikodifikasi, dan dideskripsikan kemudian diinterpretasi sesuai dengan fokus kajian untuk sampai pada suatu pemahaman, yaitu untuk menemukan kejelasan mengenai dasar-dasar moralitas.

Sebagai investigasi awal, bersama bimbingan dosen, carilah paling tidak lima hingga sepuluh sloka mengenai harmoni dan ahimsa di dalam kitab Bhagavadgita

C.

Menggali sumber teologis dan filosofis tentang ajaran susila Hindu