Jelaskan akhir dari perlawanan rakyat Ternate terhadap bangsa Portugis

Perlawanan Ternate terhadap portugis didorong oleh tindakan bangsa Portugis yang sewenang-wenang dan merugikan rakyat. Perlawanan Ternate dipimpin oleh Sultan Hairun dari Ternate. Seluruh rakyat dari Irian sampai ke Jawa diserukan untuk melakukan perlawanan. Pada awalnya Portugis diterima dengan baik oleh raja setempat dan diijinkan mendirikan benteng, namun lama-kelamaan, rakyat Ternate mengadakan perlawanan. Kesultanan Ternate yang pada saat itu sedang berselisih dengan Kesultanan Tidore. Keadaan ini dimanfaatkan Portugis yang langsung mendukung Ternate. Akibatnya, Portugis diizinkan mendirikan benteng (loji) dengan alasan untuk melindungi Ternate dari serangan Tidore. Bersamaan dengan itu, pada 1521 datang armada Spanyol yang mempunyai tujuan yang sama dengan Portugis. Melihat kondisi di Maluku, Spanyol berusaha mendukung Tidore.     Persaingan di antara ke dua imperialis Barat tersebut dalam memperebutkan wilayah Maluku tidak dapat dihindari. Persaingan tersebut dapat diselesaikan melalui Perjanjian Saragosa pada 22 April 1529. Isi perjanjian tersebut mengharuskan Spanyol meninggalkan Maluku, sehingga Portugis dapat menguasai Maluku sepenuhnya. Kegiatan-kegiatan imperialis Portugis, akhirnya mendapat perlawanan dari Raja Ternate, yaitu Sultan Hairun. Dengan kelicikan Portugis, perlawanan Sultan Hairun dapat dipatahkan pada 1570. Namun, perlawanan rakyat Ternate terus berlanjut di bawah pimpinan Sultan Baabullah. Dengan perlawanan Sultan Baabbullah inilah, Portugis dapat diusir dari bumi Maluku pada 1575.

Jelaskan akhir dari perlawanan rakyat Ternate terhadap bangsa Portugis

Sebab Perlawanan Rakyat Ternate     Perlawanan ini terjadi karena sebab-sebab berikut ini: 1. Portugis melakukan monopoli perdagangan. 2. Portugis ikut campur tangan dalam pemerintahan. 3. Portugis ingin menyebarkan agama Katholik, yang berarti bertentangan dengan agama yang telah dianut oleh rakyat Ternate. 4. Portugis membenci pemeluk agama Islam karena tidak sepaham dengan mereka. 5. Portugis sewenang-wenang terhadap rakyat. 6. Keserakahan dan kesombongan bangsa Portugis.     Berdasarkan faktor-faktor tersebut, maka kehendak Portugis ditolak oleh raja Ternate. Rakyat Ternate dipimpin oleh Sultan Hairun bersatu dengan Tidore melawan Portugis, sehingga Portugis dapat didesak. Pada waktu terdesak, Portugis mendatangkan bantuan dari Malaka dipimpin oleh Antoni Galvo, sehingga Portugis mampu bertahan di Maluku.

Perlawanan Ternate Dipimpin Sultan Hairun

    Pada tahun 1565, rakyat Ternate bangkit kembali di bawah pimpinan Sultan Hairun. Raja Ternate yang sangat gigih melawan Portugis adalah Sultan Hairun yang bersifat sangat anti-Portugis. Portugis berusaha menangkap Sultan Hairun, namun rakyat bangkit untuk melawan Portugis dan berhasil membebaskan Sultan Hairun dan tawanan lainnya. Beliau dengan tegas menentang usaha Portugis untuk melakukan monopoli perdagangan di Ternate. Rakyat Ternate di bawah pimpinan Sultan Hairun melakukan perlawanan. Rakyat menyerang dan membakar benteng-benteng Portugis. Portugis kewalahan menghadapi perlawanan tersebut. Dengan kekuatan yang lemah, tentu saja Portugis tidak mampu menghadapi perlawanan. Oleh karena itu, pada tahun 1570 dengan licik Portugis menawarkan tipu perdamaian. Sehari setelah sumpah ditandatangani, de Mosquito mengundang Sultan Hairun untuk menghadiri pesta perdamaian di benteng. Tanpa curiga Sultan Hairun hadir, dan kemudian dibunuh oleh kaki tangan Portugis. Peristiwa ini menimbulkan kemarahan besar bagi rakyat Maluku dan terutama Sultan Baabullah, anak Sultan Hairun.

Perlawanan Ternate Dipimpin Sultan Babullah    Perlawanan rakyat Ternate dilanjutkan di bawah pimpinan Sultan Baabullah (putera Sultan Hairun). Bersama rakyat, Sultan Baabullah bertekad menggempur Portugis. Pasukan Sultan Baabullah memusatkan penyerangan untuk mengepung benteng Portugis di Ternate. Lima tahun lamanya Portugis mampu bertahan di dalam benteng yang akhirnya menyerah pada tahun 1575 karena kehabisan bekal. Kemudian Portugis melarikan diri ke Timor Timur. Pada tahun 1574 benteng Portugis dapat direbut, kemudian Portugis menyingkir ke Hitu dan akhirnya menguasai dan menetap di Timor-Timur sampai Tahun 1975.


    Baca juga: Perlawanan Aceh Terhadap Portugis, semoga bermanfaat :)

Related Posts :

Kunci Jawaban Kelas 5 SD Tema 7: Alasan rakyat Ternate melawan Portugis.

GridKids.id - Kids, berkat kekayaan rempah-rempahnya, Kepulauan Maluku menjadi incaran bangsa Barat sejak dahulu.

Bangsa Eropa pertama yang berhasil mencapai Kepulauan Maluku adalah bangsa Portugis, yang datang pada tahun 1512 M.Artikel ini akan membahas mengenai kunci jawaban kelas 5 SD tema 7 tentang alasan dari rakyat Ternate melawan kehadiran bangsa Portugis.

Bagi yang belum tahu,Ternate adalah sebuah kota yang berada di bawah kaki gunung api Gamalama sebuah Pulau Ternate di Provinsi Maluku Utara.

Kota Ternate pernah menjadi Ibu kota sementara provinsi Maluku Utara secara de facto dari tahun 1999 hingga 2010.

Kembali membahas mengenai sejarah Ternate dan bangsa Portugis.

Apa yang menyebabkan rakyat Ternate melawan?

Alasan Rakyat Ternate Melawan Portugis:

Awalnya, kedatangan Portugis memang disambut dan memiliki hubungan baik dengan penguasa setempat.

Baca Juga: Jawaban Pertanyaan Berdasarkan Teks Bacaan

Namun, seiring berjalannya waktu hubungan Portugis dengan rakyat Maluku menjadi memburuk.Pada awalnya, Ternate bekerjasama dengan bangsa Portugis untuk memerangi Tidore.

Namun, koalisi dan kerjasama ini akhirnya mengalami perpecahan.

Jelaskan akhir dari perlawanan rakyat Ternate terhadap bangsa Portugis

Pada tahun 1522 Ternate bersekutu dengan Portugis. Sultan memberi Portugis hak mendirikan benteng dan memonopoli perdagangan cengkeh. Kemudian pada tahun 1529, Ternate berhasil mengalahkan Tidore dengan bantuan tentara Portugis. Yang kemudian naik tahta pada tahun 1540 adalah Sultan Khairun. Awalnya Sultan melakukan hubungan persahabatan dengan Portugis. Penandatanganan persahabatan pun dilaksanakan pada 1565. Namun kemudian, sikap kasar gubernur Portugis yang bernama Tritoa de Altaida, membuat Sultan Khairun memutuskan untuk menyerang Portugis. Benteng Portugis di Ternate berhasil diduduki untuk sementara, sebelum akhirnya dapat direbut kembali oleh Portugis setelah bala bantuan dari pasukan cadangan Portugis dari Malaka. Perlawanan Sultan Khairun dapat dipadamkan oleh Portugis pada 1570. Mereka menipu Sultan Khairun agar datang ke benteng Portugis. Sultan yang tidak menaruh curiga datang pada tanggal 28 Februari dan di sanalah ia ditikam oleh pengawal gubernur Portugis hingga wafat. Sultan Khairun digantikan Sultan Baabullah dan ia melanjutkan perjuangan Khairun. Pada 1575 benteng Portugis di Ternate dapat direbut oleh pasukan Baabullah. Dan dapat mengusir Portugis. 

Dengan demikian perlawanan rakyat Ternate terhadap Portugis dilatarbelakangi oleh tindakan sewenang-wenang dan monopoli perdagangan bangsa Portugis di Maluku sehingga terjadi perlawanan dari Sultan Khairun yang kemudian diteruskan oleh Sultan Baabullah hingga pada akhirnya Portugis terusir dari Ternate.

Perang Ternate-Portugis adalah peperangan antara Kesultanan Ternate dan Portugis yang dilancarkan oleh Sultan Baabullah untuk membalas pembunuhan Sultan Hairun dan mengusir Portugis dari Ternate.[1]

Jelaskan akhir dari perlawanan rakyat Ternate terhadap bangsa Portugis
Perang Ternate-Portugis
Tanggal1550–1588[1]
LokasiTernate,maluku utara,maluku selatan, sulawesi utara
Hasil Kemenangan Kesultanan Ternate.
Perubahan
wilayah
Kesultanan Ternate berhasil mengusir Portugis dari Ternate dan sebagian besar kepulauan di maluku.
Pihak terlibat Imperium Portugal
sekutu sekutu pribumi
Jelaskan akhir dari perlawanan rakyat Ternate terhadap bangsa Portugis
Kesultanan Ternate kerajaan tanah hitu Kerajaan Kalinyamat
Jelaskan akhir dari perlawanan rakyat Ternate terhadap bangsa Portugis
Kesultanan TidoreTokoh dan pemimpin
  • Lopez de Mesquita 
  • Nuno De Lecerda
  • Antonio Pimental
  • Sancho Nasconcellos
  • Pareira Marramaque
  • Sultan Khairun 
  • Sultan Baabullah
  • laksamana Kaicili Leliato
  • kapita Rubohangi 
  • Kapita Kapalaya
  • kaicil toro
  • Kekuatan
  • pasukan sekitar 500 sampai 900 orang tersebar di berapa benteng di kepulauan
  • tidak diketahui berapa jumlah total pasukan pribumi
  • lebih dari 10.000Korban hampir tidak tersisa Tidak diketahui

    Untuk mencukupi kebutuhan di negaranya, Portugis melakukan pelayaran ke timur dengan maksud untuk mencari rempah-rempah. Pada 15 Agustus 1511, mereka berhasil merebut Malaka,[2] dan kemudian mengalihkan perhatiannya ke Maluku karena mereka telah mengetahui bahwa Maluku merupakan penghasil rempah-rempah besar. Setelah itu, mereka membangun kerja sama dagang dengan Kesultanan Ternate ketika kesultanan Ternate dan Tidore saling bermusuhan. Bersamaan dengan itu, Armada Laut Spanyol datang ke Maluku pada tahun 1521. Spanyol yang sedang bersaing dengan Portugis diterima di Tidore. Karena diangap melanggar perjanjian Tordesillas, maka Armada Spanyol pergi dari Maluku dan menetap di Filipina.

    Ternate yang merupakan pusat utama perdagangan cengkeh memiliki ketergantungan erat pada Portugis sejak mereka mendirikan benteng di sana pada tahun 1522. Pada awalnya, elit Ternate menganggap bahwa Portugis yang memegang kuasa atas bandar persinggahan di Melaka serta memiliki persenjataan yang relatif lebih unggul dapat dijadikan sebagai sekutu yang berguna. Namun, setelah beberapa waktu, perilaku para serdadu Portugis yang tidak disukai masyarakat setempat memicu penolakan. Hubungan antara Sultan Khairun dan kapten-kapten Portugis tidak begitu mulus, walaupun mereka tetap membantunya mengalahkan negeri-negeri lain di Maluku, seperti Kesultanan Tidore dan Jailolo.[3]

    Konflik antara Ternate dan Portugis pecah pada tahun 1560-an, ketika Muslim di Ambon meminta bantuan dari Sultan untuk mencegah orang-orang Eropa yang mencoba mengkristenkan daerah tersebut. Sultan Khairun pun mengirimkan sebuah armada di bawah pimpinan Kaicili Baab untuk mengepung desa Kristen Nusaniwi pada tahun 1563. Namun, pengepungan ini dibatalkan setelah tiga kapal Portugis datang.[4] Selama beberapa waktu setelah tahun 1564, orang-orang Portugis terpaksa meninggalkan Ambon secara keseluruhan, walaupun mereka kembali menetap di sana pada tahun 1569. Baab juga ikut andil dalam sebuah ekspedisi ke bagian utara Sulawesi pada 1563 untuk membawa wilayah tersebut ke dalam kuasa kesultanan pimpinan ayahnya. Petinggi Portugis memahami bahwa penaklukan semacam ini akan diikuti dengan penyebaran agama Islam yang dapat menggoyahkan posisi mereka di Nusantara, sehingga mereka pun berusaha mendahuluinya dengan usaha pengkristenan penduduk Manado, Pulau Siau, Kaidipang, dan Toli-Toli, antara lain.[5]

    Selepas perselisihan mengenai kepemilikan Pulau Ambon, Khairun semakin meningkatkan kekuatan Ternate hari demi hari. Perkembangan ini membuat pemimpin-pemimpin Portugis khawatir. Wilayah pengaruh Portugis di Halmahera diserang oleh pasukan-pasukannya. Sebagai penguasa jalur laut, Khairun juga dapat menghentikan pengiriman suplai bahan pangan yang vital dari Moro di Halmahera ke pemukiman Portugis di Ternate.[6] Pada tahun 1570 Kapten Diogo Lopes de Mesquita (1566-1570) secara resmi melakukan rekonsiliasi dengan sang Sultan, tetapi hal ini tidak menurunkan ketegangan antar kedua pihak.[7]

    Kematian Sultan Khairun memicu kemurkaan orang-orang Ternate serta raja-raja Maluku lainnya. Dewan diraja Ternate, yang didukung oleh para kaicili dan sangaji (penguasa daerah), mengadakan musyawarah di Pulau Hiri dan menetapkan Kaicili Baab sebagai Sultan Ternate berikutnya, dengan gelar Sultan Baabullah Datu Syah. Menurut satu riwayat yang tercatat di kemudian hari, pada pertemuan itu mereka berikrar: "Apa yang mesti kita segani dari Portugis jika kita menyadari kekuatan kita sendiri? Apa yang mesti kita takuti, apa yang dapat membuat kita putus asa? Bangsa Portugis memuliakan orang yang merampok paling banyak, dan yang bergelimang kejahatan serta dosa-dosa besar ... Negeri kita adalah tanggungan kita, dan begitu pula perlindungan akan orang tua, istri, anak-anak dan kemerdekaan kita.[8] Sultan bermaksud untuk berperang demi menegakkan kembali agama Islam di Maluku, membawa Kesultanan Ternate menjadi kekuatan utama, dan mengusir orang-orang Portugis dari negerinya."[9][10]

    Di Ternate, terjadi pertempuran antara tentara Portugis melawan tentara Sultan Hairun dari tahun 1550. Pada tahun 1570, Sultan Hairun dibunuh oleh Portugis.[1] Akibatnya, pengganti Sultan Hairun, yaitu Sultan Baabullah, bersumpah akan terus memusuhi Portugis[1] Sebagai balasan atas pembunuhan Khairun, Baabullah meminta agar Lopes de Mesquita dibawa ke hadapannya untuk diadili. Benteng-benteng Portugis di Ternate, yaitu Tolucco, Santa Lucia, dan Santo Pedro jatuh dalam waktu singkat, menyisakan São João Baptista (kediaman Mesquita) sebagai pertahanan terakhir. Di bawah komando Baabullah, pasukan Ternate mengepung São João Baptista dan memutuskan hubungan benteng tersebut dengan dunia luar; suplai makanan dari luar tidak diperbolehkan masuk kecuali sejumlah kecil sagu yang hampir-hampir tidak dapat membantu penduduk benteng bertahan hidup. Walaupun begitu, pasukan Ternate sesekali memperbolehkan pertemuan antara penduduk benteng yang dikepung dengan masyarakat pulau lainnya—sebab banyak penduduk asli Ternate kala itu yang memiliki hubungan kekerabatan dengan Portugis melalui pernikahan. Dalam kondisi tertekan seperti ini, orang-orang Portugis mengangkat Alvaro de Ataide sebagai kapten baru mereka menggantikan Lopes de Mesquita. Namun, pergantian kepemimpinan ini tidak menggoyahkan niat Baabullah untuk mengusir orang-orang Eropa[11] Tersisa hanya 400 orang dengan keadaan mengenaskan. Portugis tidak dapat mengirim bala bantuan karena Malaka sedang dikepung oleh Kesultanan Aceh.[1] Sultan Baabullah tidak membantai dan menyiksa para tawanan portugis, tetapi ia memberikan kesempatan selama 24 jam untuk pergi ke Malaka dan Ambon. Bila masih ada orang Portugis di Ternate, mereka akan dijadikan budak.[12]

    Selagi pengepungan tersebut berlangsung, pasukannya menyerang wilayah-wilayah yang menjadi pusat misi Yesuit di Halmahera, dan memaksa penguasa Bacan yang sudah dibaptis untuk beralih kembali ke Islam pada sekitar tahun 1571.[13] Pada tahun 1571 sebuah armada Ternate dengan enam kora-kora besar di bawah pimpinan Kapita Kalasinka menyerbu Ambon.[14] Pasukan Ternate juga berhasil menaklukkan wilayah Hoamoal (di Seram), Ambelau, Manipa, Kelang dan Boano. Tentara Portugis yang dikomandoi Sancho de Vasconcellos berusaha dengan susah payah untuk mempertahankan benteng-benteng mereka, dan kehilangan kuasa mereka di laut atas perdagangan cengkeh.[15]

    Pada tahun 1575 sebagian besar tanah Portugis di Maluku telah diambil alih oleh Ternate, dan suku-suku serta negeri-negeri yang mendukung Portugis telah benar-benar tersudut. Hanya São João Baptista saja yang masih dalam pengepungan. Selama lima tahun sebelumnya orang Portugis beserta keluarga mereka mengalami kesulitan hidup di dalam benteng yang terputus dari dunia luar tersebut. Sultan Baabullah menuntut agar orang-orang Portugis di dalam benteng segera menyerahkan diri untuk meninggalkan Ternate, dan berjanji akan memberikan kapal serta suplai agar mereka dapat mencapai Ambon. Sementara itu penduduk benteng yang berasal dari Ternate diperbolehkan tinggal selama mereka mengakui pemerintahan kesultanan. Kapten Nuno Pereira de Lacerda menerima persyaratan tersebut.[16][17]

    • Sultan Hairun
    • Sultan Baabullah
    • Kesultanan Ternate

    == Catatan kaki == Ternate yang merupakan pusat utama perdagangan cengkeh memiliki ketergantungan erat pada Portugis sejak mereka mendirikan benteng di sana pada tahun 1522.[13] Pada awalnya, elit Ternate menganggap bahwa Portugis yang memegang kuasa atas bandar persinggahan di Melaka serta memiliki persenjataan yang relatif lebih unggul dapat dijadikan sebagai sekutu yang berguna. Namun, setelah beberapa waktu, perilaku para serdadu Portugis yang tidak disukai masyarakat setempat memicu penolakan. Hubungan antara Sultan Khairun dan kapten-kapten Portugis tidak begitu mulus, walaupun mereka tetap membantunya mengalahkan negeri-negeri lain di Maluku, seperti Kesultanan Tidore dan Jailolo.

    1. ^ a b c d e Phillips, Charles, and Alan Axelrod. "Portuguese War against Ternate." Encyclopedia of Wars, vol. 2. New York: Facts On File, Inc., 2005. Modern World History Online. Facts On File, Inc. http://www.fofweb.com/activelink2.asp?ItemID=WE53&iPin=EWAR1216&SingleRecord=True (diakses 1 Oktober 2013).
    2. ^ Bosworth, Clifford Edmund (2007). Historic cities of the Islamic world. BRILL. hlm. 317. ISBN 978-90-04-15388-2. Diakses tanggal 23 August 2011. 
    3. ^ Andaya, BW; Andaya, LY (2017). ‘A New World is Created’, 1819–74. London: Macmillan Education UK. hlm. 122–164. 
    4. ^ Hermentrude (1887-11-19). ""Way" in Shakspeare". Notes and Queries. s7-IV (99): 405–405. doi:10.1093/nq/s7-iv.99.405e. ISSN 1471-6941. 
    5. ^ Momann, Imke (2018-02-06). IV. Les cités HLM – lieux de flâneurs ?. Hermann. hlm. 139–144. 
    6. ^ Frank, Gisela (1990). Netzwerküberwachungungsprogramme. Wiesbaden: Vieweg+Teubner Verlag. hlm. 86–87. 
    7. ^ Marconot, Jean-Marie (1990). "Le français parlé dans un quartier HLM". Langue française. 85 (1): 68–81. doi:10.3406/lfr.1990.6178. ISSN 0023-8368. 
    8. ^ "Leonardo de Argensola, Agustin". Benezit Dictionary of Artists. Oxford University Press. 2011-10-31. 
    9. ^ Fraassen, Bas C. van (1980-12-11). Arguments Concerning Scientific Realism. Oxford University Press. hlm. 6–40. 
    10. ^ Andaya, BW; Andaya, LY (2017). "A History of Malaysia". doi:10.1057/978-1-137-60515-3. 
    11. ^ Marconot, Jean-Marie (1990). "Le français parlé dans un quartier HLM". Langue française. 85 (1): 68–81. doi:10.3406/lfr.1990.6178. ISSN 0023-8368. 
    12. ^ Raditya, Iswara N. "Keruwetan Perang Ternate-Portugis vs Tidore-Spanyol". tirto.id. Diakses tanggal 2021-06-18. 
    13. ^ Andaya, BW; Andaya, LY (2017). "A History of Malaysia". doi:10.1057/978-1-137-60515-3. 
    14. ^ Westphal, E. (1958-04). "Temas de linguística Banta: dos cliques em geral. By Rodrigo de Sá Nogueira. Lisboa: Agência Geral do Ultramar, 1957. Pp. 230, ill". Africa. 28 (2): 177–178. doi:10.2307/1157143. ISSN 0001-9720.  Periksa nilai tanggal di: |date= (bantuan)
    15. ^ Knaap, Gerrit (2004-01-01). Kruidnagelen en christenen. BRILL. ISBN 978-90-04-45447-7. 
    16. ^ Marconot, Jean-Marie (1990). "Le français parlé dans un quartier HLM". Langue française. 85 (1): 68–81. doi:10.3406/lfr.1990.6178. ISSN 0023-8368. 
    17. ^ Andaya, BW; Andaya, LY (2017). "A History of Malaysia". doi:10.1057/978-1-137-60515-3. 

    [[Kategori:

    Diperoleh dari "https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Perang_Ternate-Portugal&oldid=21014528"