Jelaskan apa yang dimaksud dengan konsep berpikir kronologis atau diakronik dan berikan contohnya?

tirto.id - Berpikir kronologis dalam sejarah berarti mengurutkan suatu perstiwa dengan peristiwa lain yang terjadi setelahnya. Selain melihat urutan sebelum-sesudah, cara berpikir kronologis juga tidak lupa menyertakan hubungan sebab akibat dari masing-masing urutan peristiwa sejarah yang terjadi.

Berdasarkan catatan Gusma Yulita dalam Konsep Berpikir Kronologis, Diakronik, Sinkonik, Ruang, dan Waktu (salindia ke-17), kronologis berasal dari bahasa Yunani, yakni chronoss dan logos. Jika diartikan dalam bahasa Indonesia, chronoss adalah waktu dan logos adalah ilmu.



Kedua kata tersebut menyuratkan bahwa kronologis berarti “ilmu waktu”. Ilmu yang melibatkan waktu tersebut digunakan untuk melihat kejadian sejarah agar rentetan kejadian yang terjadi dapat dijelaskan waktu dan hubungan sebab-akibatnya.

Dengan kata lain, dalam Modul Pertemuan (salindia ke-2) dijelaskan bahwa berpikir kronologis mampu memberikan representasi yang utuh tentang deretan peristiwa sejarah.

Dengan begitu, seseorang dapat mengambil makna dari keterkaitan yang terjadi antara masing-masing peristiwa.

Ilmu sejarah yang melibatkan waktu ini kadang memiliki ketabuan makna dengan konsep diakronik—yang juga melibatkan waktu dalam melihat sejarah.

Namun, kronologis berbeda dengan diakronik karena diakronik lebih fokus terhadap pembabakan sejarahnya. Sedangkan kronologis, lebih melibatkan hal-hal detail sesuai urutan waktu kejadian dan menjelaskan kaitan antar masing-masingnya. Lantas, bagaimana contoh cara berpikir kronologis dalam sejarah?

Contoh Cara Berpikir Kronologis dalam Sejarah


Beberapa contoh sejarah dapat dilihat dan dikaji berdasarkan pemikiran kronologis. Dengan maksud menunjukkan rentetan kejadian yang linear, kronologis mampu menunjukkan hubungan sebab dari sejarah paling awal dan paling akhir (Linda Ainiyah, hlm. 3). Oleh karena keduanya punya hubungan sebab-akibat, maka sejarah secara kronologis menawarkan konsep berpikir detail dengan mencantumkan urutan kejadiannya. Hal ini perlu diketahui karena sebuah peristiwa tidak akan pernah muncul tanpa sebab dari kejadian yang ada sebelumnya.

Contoh berpikir kronologis dapat dimulai dengan melihat sejarah apa yang pernah terjadi, misalnya Perang Diponegoro.

Sebelum peristiwa perang tersebut terjadi, Pangeran Diponegoro yang bernama asli Raden Mas Antawirya ditunjuk ayahnya untuk menjadi Sultan Hamengkubowono IV. Akan tetapi, Pangeran Diponegoro merasa tidak pantas menjadi pemimpin Keraton Yogyakarta karena dia merasa tidak nyaman hidup mewah di Istana. Akhirnya, ketika Sultan Hamengkubowono III wafat, orang tersebut digantikan oleh anaknya yang masih berusia 10 tahun. Hal ini menyebabkan Belanda semakin kuat memberikan pengaruhnya terhadap Keraton Yogyakarta. Pangeran Diponegoro yang melihat hal tersebut pun merasa tidak nyaman dan memutuskan untuk pergi dari lingkungan keraton. Belanda semakin kuat pengaruhnya dan menetapkan beberapa kebijakan, misalnya penambahan pajak dan pembangunan jalan kereta api. Kabarnya, pembuatan jalan kereta api tersebut akan melintasi rumah nenek Pangeran Diponegoro, lokasinya di Tegalrejo. Hal ini membuat Diponegoro murka hingga akhirnya terjadi Perang Jawa atau Perang Diponegoro pada 20 Juli 1825. Berdasarkan sejarah Perang Diponegoro yang telah dijelaskan, dapat dilihat rentetan waktu dan hubungan sebab-akibat dari sebuah peristiwa sejarah. Konsep berpikir kronologis untuk menyimpulkan kejadian di atas dapat dirangkum dengan poin sebagai berikut.
  1. Pangeran Diponegoro tidak menjadi Sultan.
  2. Sultan Hamengkubowono III meninggal dan diganti oleh anaknya yang berusia 10 tahun.
  3. Belanda menancapkan pengaruh karena pemimpin keraton masih muda.
  4. Belanda menetapkan kebijakan yang membuat Pangeran Diponegoro murka.
  5. Pangeran Diponegoro dan Belanda terlibat Perang Jawa atau Perang Diponegoro.

Ilustrasi buku sejarah. Foto: Pixabay

Ilmu sejarah diperlukan agar kita mengetahui berbagai peristiwa dan pengalaman umat manusia yang terjadi di masa lampau. Pada dasarnya, apa yang terjadi di masa kini merupakan hasil dari rentetan kejadian dari masa-masa sebelumnya.

George Santayana, seorang penulis asal Spanyol mengatakan, “Mereka yang tidak mempelajari sejarah akan mengulangi sejarah itu sendiri". Ir. Soekarno juga mengingatkan masyarakat Indonesia untuk tidak melupakan sejarah.

Menyusun sejarah tidak boleh dilakukan secara sembarangan. Sejarawan harus bisa menerapkan konsep berpikir tertentu sehingga peristiwa sejarah dapat dikaji secara sistematis dan menyeluruh.

Konsep Berpikir Kronologis

Ilustrasi konsep kronologi. Foto: Pixabay

Mengutip buku Sejarah Indonesia Paket C Tingkatan V Modul Tema 1 karya Sulaiman Hasan dan Anik Irawati, S.Pd (2017: 12), kronologis artinya pengetahuan tentang urutan waktu dari sejumlah peristiwa. Dengan demikian, yang dimaksud berpikir secara kronologis adalah kemampuan berpikir secara urut, runtut, dan berkesinambungan agar dapat memberikan gambaran utuh tentang suatu kejadian.

Konsep ini sangat penting karena sejarah selalu menekankan perlunya menyusun kejadian berdasarkan urutan waktunya. Sejarawan juga memerhatikan keterkaitan antar peristiwa yang terjadi lebih dahulu dengan yang selanjutnya.

Contoh kronologi sejarah mengutip dari Bahan Belajar Manusia dan Sejarah yang disusun Sri Tersnaningsih dkk (2017: 7) adalah lahirnya sebuah kerajaan yang diawali dengan peristiwa perebutan kekuasaan atau pemberontakan.

Kelompok yang memenangkan duel tersebut akan mendirikan kerajaan baru. Kemudian secara kronologis digambarkan perkembangan kerajaan baru tersebut. Mulai dari siapa saja yang menjadi raja, peristiwa-peristiwa penting apa saja yang terjadi selama kerajaan itu berdiri, dan bagaimana kerajaan itu berakhir.

Konsep Berpikir Periodisasi

Mengutip Konsep Dasar Berpikir Sejarah Kelas X/Ganjil tulisan Linda Ainiyah, periodisasi adalah pengelompokan peristiwa sejarah dalam suatu babak, masa, zaman, atau periode tertentu berdasarkan ciri-ciri yang sama. Ini berbeda dengan kronologi yang merupakan urutan waktu terjadinya peristiwa dari yang paling awal hingga paling akhir.

Salah satu contoh periodisasi adalah sebagai berikut:

Periodisasi Dinasti-dinasti di China. Foto: Konsep Dasar Berpikir Sejarah Kelas X/Ganjil tulisan Linda Ainiyah

Konsep Berpikir Diakronik

Dihimpun dari eModul Sejarah Kelas X yang disusun Nelwita, konsep berpikir diakronik artinya berpikir mengenai peristiwa sejarah secara menyeluruh dan runut, namun terbatas dalam ruang dan lebih mementingkan proses. Tujuannya adalah untuk melihat perubahan yang terjadi dalam proses perkembangan peristiwa sejarah dalam waktu yang singkat.

Ciri-ciri berpikir diakronik adalah:

  • Bersifat vertikal (menjelaskan proses terjadinya suatu peristiwa dari awal hingga akhir)

  • Cakupan kajian jauh lebih luas.

  • Terdapat konsep perbandingan.

  • Memiliki sifat historis/komparatif.

  • Mengkaji masa yang satu dan yang lain.

Konsep Berpikir Sinkronik

Ilustrasi buku sejarah. Foto: Pixabay

Masih mengutip sumber yang sama, berpikir sinkronik artinya mempelajari sejarah dalam kurun waktu tertentu, tetapi dengan ruang lingkup yang lebih luas. Sejarawan dituntut untuk menerangkan suatu peristiwa secara mendalam dengan mengkaji aspek politik, ekonomi, dan sosial budayanya.

Sri Tresnaningsih dkk (2017) menjelaskan bahwa konsep ini memandang adanya keselarasan antara suatu peristiwa dengan peristiwa lain. Misalnya ketika mempelajari Kerajaan Sriwijaya sebagai pusat perdagangan di kawasan Asia Tenggara.

Siswa juga mengetahui bahwa Sriwijaya mampu membentuk armada angkatan laut yang kuat sehingga mampu mengawasi perairan di Nusantara. Kekuatan militer ini menjadi jaminan keamanan bagi para pedagang di wilayah tersebut. Jadi, dengan berpikir sinkronik, seseorang dapat mempelajari peristiwa secara mendetail.