Jelaskan bagaimana keterkaitan MBS dengan Standar Nasional pendidikan

Salah satu masalah pendidikan yang kita hadapi dewasa ini adalah rendahnya mutu pendidikan pada setiap jenjang dan satuan pendidikan khususnya pendidikan dasar dan menengah. Berbagai usaha telah dilakukan, antara lain melalui berbagai pelatihan dan peningkatan kualifikasi guru, penyediaan dan perbaikan sarana/prasarana pendidikan, serta peningkatan mutu manajemen sekolah. Namun demikian, berbagai indikator mutu pendidikan belum menunjukkan peningkatan yang merata. Sebagaian sekolah, terutama di kota-kota, menunjukkan peningkatan mutu yang cukup menggembirakan, dan sebagian lainnya masih memprihatinkan. Dari berbagai pengamatan dan analisis, sedikitnya ada tiga faktor yang menyebabkan mutu pendidikan tidak mengalami peningkatan secara merata yaitu (1) kebijakan dan penyelenggaraan pendidikan nasional menggunakan pendekatan educational production function yang tidak dilaksanakan secara konsekuen, (2) penyelenggaraan pendidikan dilakukan secara sentralistik, sehingga sekolah sebagai penyelenggara pendidikan sangat tergantung pada keputusan birokrasi, yang kadang-kadang kebijakan yang dikeluarkan tidak sesuai dengan kondisi sekolah setempat, (3) sangat minimnya peran serta masyarakat, khususnya orang tua siswa dalam penyelenggaraan pendidikan.

Berdasarkan kenyataan-kenyataan tersebut, perlu dilakukan upaya-upaya perbaikan. Salah satu upaya yang sekarang sedang dikembangkan adalah reorientasi penyelenggaraan pendidikan, melalui manajemen sekolah (School Based Management).

Manajemen berbasis sekolah atau School Based Management dapat didefinisikan dan penyerasian sumber daya yang dilakukan secara mandiri oleh sekolah dengan melibatkan semua kelompok kepentingan yang terkait dengan sekolah secara langsung dalam proses pengembilan keputusan untuk memenuhi kebutuhan mutu sekolah atau untuk mencapai tujuan mutu sekolah dalam pendidikan nasional.

Esensi dari MBS adalah otonomi dan pengambilan keputusan partisipasi untuk mencapai sasaran mutu sekolah. Otonomi dapat diartikan sebagai kewenangan (kemandirian) yaitu kemandirian dalam mengatur dan mengurus dirinya sendiri. Jadi, otonomi sekolah adalah kewenangan sekolah untuk mengatur dan mengurus kepentingan warga sekolah sesuai dengan dengan peraturan perundang-undangan pendidikan nasional yang berlaku. Kemandirian yang-dimaksud harus didukung oleh sejumlah kemampuan, yaitu kemampuan untuk mengambil keputusan yang terbaik, kemampuan berdemokrasi/menghargai perbedaan pendapat, kemampuan memobilisasi sumber daya, kemampuan memilih cara pelaksanaan yang terbaik, kemampuan berkomunikasi dengan cara yang efektif, kemampuan memecahkan persoalan-persoalan sekolah, kemampuan adaftif dan antisipatif, kemampuan bersinergi dan berkaborasi, dan kemampuan memenuhi kebutuhan sendiri.

Banyak manfaat yang telah dapat dirasakan baik oleh pemerintah daerah maupun pihak sekolah yang secara langsung menjadi sasaran pelaksanaan. Hal ini karena  dalam melaksanakan program-program ini diterapkan prinsip-prinsip manajemen berbasis sekolah (MBS), mulai dari proses perencanaan, pelaksanaan, sampai dengan proses pelaporan dan umpan baliknya.

Dengan kata lain program-program yang dilaksanakan menganut prinsip-prinsip  demokratis, transparan, profesional dan akuntabel. Melalui pelaksanaan program ini para pengelola pendidikan di sekolah termasuk kepala sekolah, guru, komite sekolah dan tokoh masyarakat setempat dilibatkan secara aktif dalam setiap tahapan kegiatan. Disinilah proses pembelajaran itu berlangsung dan semua pihak saling memberikan kekuatan untuk memberikan yang terbaik bagi kemajuan sekolah.

Tujuan program Manajemen Berbasis Sekolah adalah (1) mengembangkan kemampuan kepala sekolah bersama guru, unsur komite sekolah/mejelis madrasah dalam aspek manajemen berbasis sekolah untuk peningkatan mutu sekolah, (2) mengembangkan kemampuan kepala sekolah bersama guru, unsur komite sekolah/majelis madrasah dalam melaksanakan pembelajaran yang aktif dan menyenangkan, baik di lingkungan sekolah maupun di masyarakat setempat, (3) mengembangkan peran serta masyarakat yang lebih aktif dalam masalah umum persekolahan dari unsur komite sekolah dalam membantu peningkatan mutu sekolah.

Strategi pengelolaan program dengan menggunakan pendekatan ini dapat ditempuh antara lain dengan langkah-langkah (1) memberdayakan komite sekolah/majelis madrasah dalam peningkatan mutu pembelajaran di sekolah, (2) unsur pemerintah Kab/Kota dalam hal ini instansi yang terkait antara lain Dinas Pendidikan, Badan Perencanaan Kab/Kota, Departemen Agama (yang menangani pendidikan MI, MTs dan MA), Dewan Pendidikan Kab/Kota terutama membantu dalam mengkoordinasikan dan membuat jaringan kerja (akses) ke dalam siklus kegiatan pemerintahan dan pembangunan pada umumnya dalam bidang pendidikan., (3) memberdayakan tenaga kependidikan, baik tenaga pengajar (guru), kepala sekolah, petugas bimbingan dan penyuluhan (BP) maupun staf kantor, pejabat-pejabat di tingkat kecamatan, unsur komite sekolah tentang Manajemen Berbasis Sekolah, pembelajaran yang bermutu dan peran serta masyarakat, (4) mengadakan pelatihan dan pendampingan sistematis bagi para kepala sekolah, guru, unsur komite sekolah pada pelaksanaan peningkatan mutu pembelajaran, (5) melakukan supervisi dan monitoring yang sistematis dan konsisten terhadap pelaksanaan kegiatan pembelajaran di sekolah agar diketahui berbagai kendala dan masalah yang dihadapi, serta segera dapat diberikan solusi/pemecahan masalah yang diperlukan, (6) mengelola kegiatan yang bersifat bantuan langsung bagi setiap sekolah untuk peningkatan mutu pembelajaran, rehabilitasi/pembangunan sarana dan prasarana pendidikan, dengan membentuk tim yang sifatnya khusus untuk menangani dan sekaligus melakukan dukungan dan pengawasan terhadap tim bentukan sebagai pelaksana kegiatan tersebut.

Sekarang, di beberapa propinsi di Indonesia sudah dapat dilihat kemampuan sebenarnya dari MBS karena dukungan yang diberikan dari Pemerintah Daerah dan Dinas Pendidikan. Transformasi yang dilaksanakan luar biasa. Etos kerja MBS membuat semua komponen pendidikan dan stakeholder menjalankan fungsi dan peranannya secara maksimal.

Kesimpulan dan Saran

Sistem manajemen pendidikan yang sentralistis telah terbukti tidak membawa kemajuan yang berarti bagi peningkatan kualitas pendidikan pada umumnya. Bahkan dalam kasus-kasus tertehtu, manajemen yang sentralistis telah menyebabkan terjadinya pemandulan kreatifitas pada satuan pendidikan pada berbagai jenis dan jenjang pendidikan. Untuk mengatasi terjadinya stagnasi di bidang pendidikan ini diperlukan adanya paradigma baru dibidang pendidikan.

Seiring dengan bergulirnya era dtonomi daerah, terbukalah peluang untuk melakukan reorientasi paradigma pendidikan menuju ke arah desentralisasi pengelolaan pendidikan. Peluang tersebut semakin tampak nyata setelah dikeluarkannya kebijakan mengenai otonomi pendidikan melaJui strategi pemberlakuan manajemen berbasis sekolah (MBS. MBS bukan sekedar mengubah penedekatan pengelolaan sekolah dari yang sentralistis ke desentralistis, tetapi lebih dari itu melalui MBS diyakini akan muncul kemandirian sekolah.

Melalui penerapan MBS, kepedulian masyarakat untuk ikut serta mengontrol dan menjaga kualitas layanan pendidikan akan lebih terbuka untuk dibangkitkan. Dengan demikian kemandirian sekolah akan diikuti oleh daya kompetisi yang tinggi akan akuntabilitas publik yang memadai.

RUJUKAN

Suparman,Eman. 2001. Manajemen Pendidikan Masa Depan. Tersedia di : http://www.depdiknas.go.id/publikasi/Buletin/Pppg_Tertulis/08_2001/manajemen_pendidikan_masa_depan.html. [30 Agustus 2007].

Rekdale, Phlip. 2005. Manajemen Berbasis Sekolah. Tersedia di : http://school-development.com/indexi.html [30 Agustus 2007].

Hardi, Kustrini. 2005. Implementasi Konsep MBS di Sekolah. Tersedia di http://www.mail-archive.com//msg22502.html. [30 Agustus 2007].



HUBUNGAN ANTARA MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH DENGAN PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN



Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Manajemen Sekolah









Dosen Pengampu : Ika Ratnaningrum, S.Pd, M.Pd




PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR



UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG





A.    Latar Belakang Masalah


                 Manajemen sekolah merupakan faktor yang paling penting dalam menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran di sekolah yang keberhasilannya diukur oleh prestasi yang didapat, oleh karena itu dalam menjalankan kepemimpinan, harus menggunakan suatu sistem, artinya dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah yang di dalamnya terdapat komponen-komponen terkait seperti guru-guru, staff TU, orang tua siswa, masyarakat, pemerintah, anak didik, dan lain-lain harus berfungsi optimal yang dipengaruhi oleh kebijakan dan kinerja pimpinan.


                 Tantangan lembaga pendidikan (sekolah) adalah mengejar ketertinggalan artinya kompetisi dalam meraih prestasi terlebih dalam menghadapi persaingan global, terutama dari Sekolah Dasar dimana jenjang dasar ini diharapkan peserta didik dapat  memperoleh bekal pengetahuan, sikap dan keterampilan dari dasar, sehingga akan mempermudah melanjutkannya ke jenjang yang lebih tinggi. Tantangan ini akan dapat teratasi bila pengaruh kepemimpinen sekolah terkonsentrasi pada pencapaian sasaran dimaksud.


                 Pengaruh kepemimpinan Kepala Sekolah disamping mengejar ketinggalan untuk mengatasi tantangan tersebut di atas, hal-hal lain perlu diperhatikan: Ciptakan keterbukaan dalam proses penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran. Ciptakan iklim kerja yang menyenangkan Berikan pengakuan dan penghargaan bagi personil yang berprestasi. Tunjukan keteladanan, terapkan fungsi-fungsi manajemen dalam proses penyelenggaraan pendidikan, seperti: Perencanaan Pengorganisasian Penentuan staff atas dasar kemampuan, kesanggupan dan kemauan. Berikan bimbingan dan pembinaan kearah yang menuju kepada pencapaian tujuan adalah kontrol terhadap semua kegiatan penyimpangan sekecil apapun dapat ditemukan sehingga cepat teratasi. Adakan penilaian terhadap semua program untuk mengukur keberhasilan serta menemukan cara untuk mengatasi kegagalan. Dalam makalah ini, akan dibahas salah satu model dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan, yakni Manajemen Berbasis Sekolah.



B.     Tujuan Pembahasan Masalah


Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :


1.         Memahami pengertian manajemen sekolah.


2.         Untuk mengetahui Manajemen berbasis Sekolah (MBS).


3.         Mengetahui hubungan antara manajemen berbasis sekolah dengan mutu pendidikan.


4.         Mengetahui implikasi konsep mutu dalam pendidikan.




Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, yang menjadi pokok permasalahan dalam makalah ini adalah :


1.      Apa pengertian manajemen sekolah?


2.      Apa yang dimaksud Manajemen berbasis sekolah?


3.      Apa pengertian mutu pendidikan?


4.      Apa Hubungan Antara Manajemen Sekolah dengan Manajemen Berbasis Sekolah?


5.      Bagaimana strategi dalam peningkatan mutu pendidikan melalui MBS?


6.      Seperti apakah tujuan manajemen sekolah?







A.    Pengertian Manajemen Sekolah


1.    Pengertian Manajemen Sekolah


Menurut Stoner Manajemen secara umum yang dikutip oleh T. Hani Handoko (1995) manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan usaha-usaha para anggota organisasi dan penggunaan sumber daya-sumber daya organisasi lainnya agar mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan.


Sedangkan dalam konteks sekolah yaitu Manajemen sekolah menurut buku manajamen sekolah sebenarnya merupakan aplikasi ilmu manajemen dalam bidang persekolahan. Ketika istilah manajemen diterapkan dalam bidang pemerintahan akan menjadi manajemen pemerintahan, dalam bidang pendidikan menjadi manajemen pendidikan, begitu seterusnya.


Sedangkan menurut  James Jr. manajemen sekolah adalah proses pendayagunaan sumber-sumber manusiawi bagi penyelenggara sekolah secara efektif. Sedangkan dalam konteks pendidikan ada juga manajemen pendidikan.


Menurut Ali Imron manajemen pendidikan adalah proses penataan kelembagaan pendidikan, dengan melibatkan sumber potensial baik yang bersifat manusia maupun yang bersifat non manusia guna mencapai tujuan pendidikan secara efektif dan efisien.


Pada hakekatnya istilah manajemen pendidikan dan manajemen sekolah mempunyai pengertian dan maksud yang sama. Keduanya susah untuk dibedakan karena sering dipakai secara bergantian dalam pengertian yang sama. Apa yang menjadi bidang manajemen pendidikan adalah juga merupakan bidang manajemen sekolah. Demikian pula proses kerjanya ditempuh melalui fungsi-fungsi yang sama, yang diturunkan dari teori administrasi dan manajemen pada umumnya.


Dalam konteks pendidikan, memang masih ditemukan kontroversi dan inkonsistensi dalam penggunaan istilah manajemen. Di satu pihak ada yang tetap cenderung menggunakan istilah manajemen, sehingga dikenal dengan istilah manajemen pendidikan. Di lain pihak, tidak sedikit pula yang menggunakan istilah administrasi sehingga dikenal istilah adminitrasi pendidikan. Dalam studi ini, penulis cenderung untuk mengidentikkan keduanya, sehingga kedua istilah ini dapat digunakan dengan makna yang sama.



B.     Manajemen Berbasis Sekolah


1.      Pengertian Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)


           Istilah manajemen berbasis sekolah merupakan terjemahan dari “school-based management”. MBS merupakan paradigma baru pendidikan, yang memberikan otonomi luas pada tingkat sekolah ( pelibatan masyarakat ) dalam kerangka kebijakan pendidikan nasional.


           Menurut Edmond yang dikutip Suryosubroto merupakan alternatif baru dalam pengelolaan pendidikan yang lebih menekankan kepada kemandirian dan kreatifitas sekolah. Nurcholis mengatakan Manajemen berbasis sekolah (MBS) adalah bentuk alternatif sekolah sebagai hasil dari desentralisasi pendidikan.


           Secara umum, manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah  (MPMBS) dapat diartikan sebagai model manajemen yang memberikan otonomi lebih besar kepada sekolah dan mendorong pengambilan keputusan partisipatif yang melibatkan secara langsung semua  warga sekolah (guru, siswa, kepala sekolah, karyawan, orang tua siswa, dan masyarakat) untuk meningkatkan mutu sekolah berdasarkan kebijakan pendidikan nasional.


           Lebih lanjut istilah manajemen sekolah acapkali disandingkan dengan istilah administrasi sekolah. Berkaitan dengan itu, terdapat tiga pandangan berbeda; pertama, mengartikan administrasi lebih luas dari pada manajemen (manajemen merupakan inti dari administrasi); kedua, melihat manajemen lebih luas dari pada administrasi (administrasi merupakan inti dari manajemen); dan ketiga yang menganggap bahwa manajemen identik dengan administrasi.


           Dalam hal ini, istilah manajemen diartikan sama dengan istilah administrasi atau pengelolaan, yaitu segala usaha bersama untuk mendayagunakan sumber-sumber, baik personal maupun material, secara efektif dan efisien guna menunjang tercapainya tujuan pendidikan di sekolah secara optimal. Pengertian manajemen menurut Hasibuan merupakan ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan tertentu. Definisi manajemen tersebut menjelaskan pada kita bahwa untuk mencapai tujuan tertentu, maka kita tidak bergerak sendiri,  tetapi membutuhkan orang lain untuk bekerja sama dengan baik.


           Berdasarkan fungsi pokoknya, istilah manajemen dan administrasi mempunyai fungsi yang sama, yaitu: merencanakan (planning), mengorganisasikan (organizing), mengarahkan (directing), mengkoordinasikan (coordinating), mengawasi (controlling), dan mengevaluasi (evaluation).


           Menurut Gaffar (1989) mengemukakan bahwa manajemen pendidikan mengandung arti sebagai suatu proses kerja sama yang sistematik, sitemik, dan komprehensif dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan nasional.



1.      Meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah dalam megelola dan memberdayakan sumber daya yang tersedia;


2.      Meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan melalui pengambilan keputusan bersama;


3.      Meningkatkan tanggung jawab sekolah kepada orang tua, masyarakat, dan pemerintah tentang mutu sekolahnya; dan


4.      Meningkatkan kompetisi yang sehat antar sekolah tentang mutu pendidikan yang akan dicapai.


Kewenangan yang bertumpu pada sekolah merupakan inti dari MBS yang dipandang memiliki tingkat efektivitas tinggi serta memberikan beberapa keuntungan berikut:


1.      Kebijaksanaan dan kewenangan sekolah membawa pengaruh langsung kepada peserta didik, orang tua, dan guru.


2.      Bertujuan bagaimana memanfaatkan sumber daya lokal.


3.      Efektif dalam melakukan pembinaan peserta didik seperti kehadiran, hasil belajar, tingkat pengulangan, tingkat putus sekolah, moral guru, dan iklim sekolah.


4.      Adanya perhatian bersama untuk mengambil keputusan, memberdayakan guru, manajemen sekolah, rancangan ulang sekolah, dan perubahan perencanaan.



MBS memberikan beberapa manfaat diantaranya


1.      Dengan kondisi setempat, sekolah dapat meningkatkan kesejahteraan guru sehingga dapat lebih berkonsentrasi pada tugasnya;


2.      Keleluasaan dalam mengelola sumberdaya dan dalam menyertakan masyarakat untuk berpartisipasi, mendorong profesionalisme kepala sekolah, dalam peranannya sebagai manajer maupun pemimpin sekolah;


3.      Guru didorong untuk berinovasi;


4.      Rasa tanggap sekolah terhadap kebutuhan setempat meningkat dan menjamin layanan pendidikan sesuai dengan tuntutan masyarakat sekolah dan peserta didik.




Dalam pandangan Umaedi (2004), mutu dapat diartikan sebagai derajat keunggulan sesuatu barang atau jasa dibandingkan dengan yang lain. Mutu dapat bersifat abstrak, misal dalam cara hidup yang bermutu, sikap hidupyang dilandasi oleh nilai-nilai yang dianggap luhur dan sangat dihormati. Mutu dalam pendidikan dapat ditinjau dari segi relevansinya dengan kebutuhan masyarakat, cepat tidaknya lulusan memperoleh pekerjaan yang bergaji besar serta kemampuan di dalam mengatasi berbagai persoalan hidup. Mutu pendidikan dapat ditinjau dari manfaat pendidikan bagi individu, masyarakat, dan bangsa atau negara. Secara spesifik, ada yang melihat mutu pendidikan dari segi tinggi dan luasnya ilmu pengetahuan yang dicapai oleh seseorang yang menempuh pendidikan.


Disamping hal diatas, ada yang berpendapat bahwa pendidikan yang bermutu mengacu pada berbagai input (masukan), seperti tenaga pengajar, peralatan, buku, biaya pendidikan, teknologi, dan iput-input lainnya yang diperlukan dalam proses pendidikan. Ada pula yang sangat getol berorientasi pada proses, dengan argumen bahwa proses pendidikan itu yang paling menentukan kualitas sehingga kalau harus menentukan kualitas/mutu maka proseslah yang harus diamati dan menjadi fokus perhatian.


Pada saat ini, tampaknya banyak disadari bahwa antara berbagai input dan konteks, proses, dan output atau hasil perlu memperoleh perhatian yang seimbang, bahkan untuk menjamin mutu, langkah-langkah sudah dimulai dari misi, tujuan, sasaran, dan target dalam bentuk desain perencanaan yang mantap. Para pendidik harus selalu sadar akan hasil yang diperoleh bagi siswa setelah melalui proses pembelajaran tertentu, dan gambaran akan hasil yang ingin dicapai itu pada gilirannya akan memberikan motivasi untuk mengupayakan input dan proses yang tepat.


Dari segi lingkup kompetensi yang harus dicapai begitu luas (Sesuai fungsi pendidikan) maka pandangan tentang mutu juga dalam arti yang luas meliputi berbagai spektrum (berbagai kompetensi), bukan hanya menyangkut ranah kognitif, tetapi juga afektif, psikomotor, dan bahkan spiritual. Mutu tidak hanya terfokus pada pencapaian prestasi akademis (academik achievement), teteapi juga bidang-bidang nonakademik, seperti prestasi seni, keterampilan sosial, keterampilan vikasional, keterampilan sosial, seperti budi pekerti.



D.    Implikasi Konsep Mutu Dalam Pendidikan


                 Berdasarkan praktik penyelenggaraan pendidikan di Indonesia selama ini, dan langkah-langkah yang telah dirintis (baik oleh pemerintah maupun masyarakat) serta kebijakan ke depan, konsep mutu dianut secara sinergis, bersamaan, dan saling melengkapi. Di Indonesia dikenal adanya sekolah-sekolah unggulan (sebagai nama “generik”, bukan nama diri suatu sekolah) baik yang diprakarsai oleh pemerintah maupun yang tumbuh atas prakarsa masyarakat termasuk dunia usaha.


Mutu dalam pengertian relatif (standar) diterapkan dalam dunia pendidikan di Indonesia, antara ain terbukti dengan adanya kurikulum nasional yang memberikan perincian tujuan yang ingin dicapai, rumusan standar


                 Kompetensi yang diinginkan, standar isi, dan sistem penilaian yang diantaranya berupa ujian nasional. Ujian nasional sebagai alat pengukur (penerapan standar) pencapaian standar kompetensi, juga menjadi standar yang dapat dinaikkan atau diturunkan derajat kualitasnya sesuai kesepakatan. Kalau hasil ujian nasional secara keseluruhan memuaskan, standarnya secara berangsur-angsur dinaikkan dan hal ini dikaitkan dengan upaya peningkatan mutu pendidikan untuk mencapai standar mutu yang lebih tinggi. Disamping standar nasional, terdapat standar lokal maupun sekolah. Ketentuan tentang standar nasional dapat dilihat pada Bab IX, Pasal 35 UU Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003. Di luar standar yang sifatnya substantif (berhubungan dengan kompetensi yang harus dicapai), pemerintah juga melakukan pengecekan standar yang berkaitan dengan kinerja satuan pendidikan dan kelayakan pengelolaan satuan pendidikan melalui sistem akreditasi.



E.     Manajemen berbasis Sekolah dan Strategi Peningkatan Mutu Pendidikan


                 Konsep MBS merupakan kebijakan baru yang sejalan dengan paradigma desentraliasi dalam pemerintahan. Salah satu strategi adalah menciptakan prakondisi yang kondusif untuk dapat menerapkan MBS, yakni


1.    Peningkatan kapasitas dan komitmen seluruh warga sekolah, termasuk masyarakat dan orangtua siswa. Upaya untuk memperkuat peran kepala sekolah harus menjadi kebijakan yang mengiringi penerapan kebijakan MBS. ”An essential point is that schools and teachers will need capacity building if school-based management is to work”. Demikian De grouwe menegaskan.


2.    Membangun budaya sekolah (school culture) yang demokratis, transparan, dan akuntabel. Termasuk membiasakan sekolah untuk membuat laporan pertanggungjawaban kepada masyarakat. Model memajangkan RAPBS di papan pengumuman sekolah yang dilakukan oleh Managing Basic Education (MBE) merupakan tahap awal yang sangat positif. Juga membuat laporan secara insidental berupa booklet, leaflet, atau poster tentang rencana kegiatan sekolah. Alangkah serasinya jika kepala sekolah dan ketua Komite Sekolah dapat tampil bersama dalam media tersebut.


3.    Pemerintah pusat lebih memainkan peran monitoring dan evaluasi. Dengan kata lain, pemerintah pusat dan pemerintah daerah perlu melakukan kegiatan bersama dalam rangka monitoring dan evaluasi pelaksanaan MBS di sekolah, termasuk pelaksanaan block grant yang diterima sekolah.


4.    Mengembangkan model program pemberdayaan sekolah. Bukan hanya sekedar melakukan pelatihan MBS, yang lebih banyak dipenuhi dengan pemberian informasi kepada sekolah. Model pemberdayaan sekolah berupa pendampingan atau fasilitasi dinilai lebih memberikan hasil yang lebih nyata dibandingkan dengan pola-pola lama berupa penataran MBS.


                        Kepemimpinan kepala sekolah yang efektif dalam MBS dapat dilihat berdasarkan kriteria berikut:


1.      Mampu memberdayakan guru-guru untuk melaksanakan proses pembelajaran dengan baik, lancar, dan produktif.


2.      Dapat menyelesaikan tugas dan pekerjaan sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan.


3.      Mampu menjalin hubungan yang harmonis dengan masyarakat sehingga dapat melibatkan mereka secara aktif dalam rangka mewujudkan tujuan sekolah dan pendidikan.


4.      Berhasil menerapkan prinsip kepemimpinan yang sesuai dengan tingkat kedewasaan guru dan pegawai lain disekolah.


5.      Bekerja dengan tim manajemen


6.      Berhasil mewujudkan tujuan sekolah secara produktif sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.


                              Satu cara yang berguna dalam menyimpulkan adalah melihat tantangan sebagai satu cara menciptakan suatu jenis sistem pendidikan baru yang sesuai abad ke-21. Kita membutuhkan sistem-sistem baru yang terus-menerus mampu merekonfigurasi kembali dirinya untuk menciptakan sumber nilai publik baru. Ini berarti secara interaktif menghubungkan lapisan-lapisan dan fungsi tata kelola yang berbeda, bukan mencari cetak biru (blueprint) yang statis yang membatasi berat relatifnya. Pertanyaan mendasar bukannya bagaimana kita secara tepat dapat mencapai keseimbangan yang tepat antara lapisan-lapisan pusat, regional, dan lokal atau antara sektor-sektor berbeda: publik, swasta, dan sukarela. Justeru, kita perlu bertanya Bagaimana suatu sistem secara keseluruhan menjadi lebih dari sekedar jumlah dari bagian-bagiannya?. Secara sederhana dikatakan, manajemen berbasis sekolah bukanlah “senjata ampuh” yang akan menghantar pada harapan reformasi sekolah. Bila diimplementasikan dengan kondisi yg benar, ia menjadi satu dari sekian strategi yang diterapkan dalam pembaharuan terus-menerus dengan strategi yang melibatkan pemerintah, penyelenggara, dewan manajemen sekolah dalam satu sistem sekolah.


F.     Tujuan Manajemen Sekolah Dasar


Tujuan Manajemen Sekolah menurut Sagala (2007) adalah mewujudkan tata kerja yang lebih baik dalam empat hal.


1)    meningkatnya efesiensi penggunaan sumber daya dan penugasan staf.


2)    meningkatnya profesionalisme guru dan tenaga kependidikan di sekolah.


3)    munculnya gagasan-gagasan baru dalam implementasi kurikulum, penggunaan teknologi pembelajaran, dan pemanfaatan sumber-sumber belajar.


4)    meningkatnya mutu partisipasi masyarakat dan stakeholder.


Tujuan utama penerapan Manajemen Sekolah pada intinya adalah untuk penyeimbangan struktur kewenangan antara sekolah, pemerintah daerah pelaksanaan proses dan pusat sehingga manajemen menjadi lebih efisien. Kewenangan terhadap pembelajaran di serahkan kepada unit yang paling dekat dengan pelaksanaan proses pembelajaran itu sendiri yaitu sekolah.


Disamping itu untuk memberdayakan sekolah agar sekolah dapat melayani masyarakat secara maksimal sesuai dengan keinginan masyarakat tersebut. Tujuan penerapan Manajemen sekolah adalah untuk memandirikan atau memberdayakan sekolah melalui kewenangan kepada sekolah dan mendorong sekolah untuk melakukan pengambilan keputusan secara partisipatif.


Lebih rincinya Manajemen sekolah bertujuan untuk:


1.      Meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah dalam mengelola dan memberdayakan sumber daya yang tersedia.


2.      Meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam menyelenggarakan pendidikan melalui pengambilan keputusan bersama.


3.      Meningkatkan tanggung jawab sekolah kepada orangtua, masyarakat, dan pemerintah tentang mutu sekolahnya.


4.      Meningkatkan kompetisi yang sehat antar sekolah tentang mutu pendidikan yang akan dicapai.


          Sedangkan tujuan manajemen sekolah dasar adalah mencapai tujuan institusional sekolah dasar, yaitu memberikan bekal kemampuan dasar kepada siswa untuk mengembangkan kehidupannya sebagai pribadi, anggota masyarakat, warga negara dan anggota ummat manusia serta mempersiapkan siswa untuk mengikuti pendidikan menengah. Dengan manajemen sekolah dasar yang baik diharapkan sekolah dasar menjadi lembaga pendidikan yang baik dalam segala aspek.








MBS adalah suatu manajemen yang menggunakan sumber daya secara efektif untuk mencapai sasaran. Berbasis memiliki karta dasar basis yang berarti dasar atau asas. Sekolah adalah lembaga untuk belajar dan mengajar serta tempat menerima dan memberikan pelajaran. MBS dapat diartikan sebagai penggunaan sumber daya yang berasaskan pada sekolah itu sendiri dalam proses pengajaran atau pembelajaran.


Dalam konteks manajemen pendidikan menurut MBS, berbeda dari manajemen pendidikan sebelumnya yang semua serba diatur dari pemerintah pusat. Sebaliknya, manajemen pendidikan model MBS ini berpusat pada sumber daya yang ada disekolah itu sendiri. Dengan demikian, akan terjadi perubahan paradigma manajemen sekolah, yaitu yang semula diatur oleh birokrasi di luar sekolah menuju pengelolaan yang berbasis pada potensi internal sekolah itu sendiri. 


Implementasi MBS akan berlangsung secara efektif dan efisien apabila didukung oleh sumber daya manusia yang professional untuk mengoprasikan sekolah, dan yang cukup agar sekolah mampu menggaji staf sesuai dengan fungsinya, sarana dan prasarana yang memadai untuk mendukung proses belajar mengajar, serta dukungan orang tua siswa atau masyarakat yang tinggi.


Secara sederhana dikatakan, manajemen berbasis sekolah bukanlah “senjata ampuh” yang akan menghantar pada harapan reformasi sekolah. Bila diimplementasikan dengan kondisi yg benar, ia menjadi satu dari sekian strategi yang diterapkan dalam pembaharuan terus-menerus dengan strategi yang melibatkan pemerintah, penyelenggara, dewan manajemen sekolah dalam satu sistem sekolah.






                 Dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan, sangat dibutuhkan partisipasi dari semua lapisan masyarakat. Terlebih khusus ditujukan kepada guru dan staff organisasi sekolah. Dalam hal ini, kepala sekolah mempunyai peranan yang penting dalam mengepalai organisasi sekolah agar dapat berjalan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.


                 Dengan adanya suatu organisasi di bidang pendidikan, diharapkan pelaksanaan pendidikan di Indonesia akan semakin tertata secara baik. Oleh karena itu diharapkan para pelaksana dan pendukung dalam pengorganisasian ini perlu melaksanakan tugasnya dengan baik dan penuh tanggung jawab.



















Sutomo dkk. 2011. Manajemen Sekolah. Semarang: UNNES Press


Umaedi, Hadiyanto dan Siswantari. 2009. Manajemen Berbasis Sekolah. Jakarta: Universitas terbuka



Tara%27s%20Blog%20%20Model%20Strategi%20Implementasi%20Manajemen%20Pendidikan.htm Diakses pada tanggal 10 Juni 2013