Jelaskan dan sebutkan kekuasaan daulah bani umayyah yang terbagi menjadi dua fase?

Rep: Nidia Zuraya Red: Heri Ruslan

REPUBLIKA.CO.ID, Runtuhnya Dinasti Umayyah bukanlah semata-mata disebabkan oleh serangan Bani Abbas. Ensiklopedi Tematis Dunia Islam: Khilafah, menyebutkan, terdapat sejumlah faktor yang sangat kompleks yang menyebabkan tumbangnya kekuasaan Dinasti Umayyah. Berikut penyebabnya:

* Pengangakatan lebih dari satu putra mahkota

Sebagian besar khalifah Bani Umayyah mengangkat lebih dari seorang putra mahkota. Biasanya putra tertua diwasiatkan terlebih dahulu untuk menduduki takhta. Setelah itu, wasiat dilanjutkan kepada putra kedua dan ketiga atau salah seorang kerabat khalifah, seperti paman atau saudaranya. Putra mahkota yang lebih dahulu menduduki takhta cenderung mengangkat putranya sendiri. Hal itu menimbulkan perselisihan.

 * Timbulnya fanatisme kesukuan

Sejak pertama kali diturunkan ajaran Islam berhasil melenyapkan fanatisme kesukuan antara bangsa Arab Selatan dan Arab Utara, yang telah ada sebelum Islam. Namun, pada masa Bani Umayyah, fanatisme ini muncul kembali terutama setelah kematian Yazid bin Muawiyah (Yazid I). Bangsa Arab Selatan yang pada masa itu diwakili kabilah Qalb adalah pendukung utama Muawiyah dan putranya, Yaid I. Ibu Yazid I, yang bernama Ma'sum, berasal dari kabilah Qalb. Pengganti Yazid I, Muawiyah II, ditolak oleh bangsa Arab Utara yang diwakili oleh kabilah Qais dan mengakui kekhalifahan Abdullah bin Zubair (Ibnu Zubair). Ketika terjadi bentrokan antara kedua belah pihak, kabilah Qalb dapat mengalahkan kabilah Qais yang mengantarkan Marwan I ke kursi kekhalifahan.

* Kehidupan khalifah yang melampaui batas

Beberapa khalifah Umayyah yang pernah berkuasa diketahui hidup mewah dan berlebih-lebihan. Hal ini menimbulkan rasa antipati rakyat kepada mereka. Kehidupan dalam istana Bizantium agaknya mempengaruhi gaya hidup mereka. Yazid bin Muawiyah (Yazid I), misalnya, dikabarkan suka berhura-hura dengan memukul gendang dan bernyanyi bersama para budak wanita sambil minum minuman keras. Yazid bin Abdul Malik (Yazid II) juga tidak lebih baik dari Yazid I. Ia suka berfoya-foya dengan budak wanita. Putranya, al-Walid II, ternyata tidak berbeda dengan ayahnya.

* Fanatisme kearaban Bani Umayyah

Kekhalifahan Bani Umayyah memiliki watak kearaban yang kuat. Sebagian besar khalifahnya sangat fanatik terhadap kearaban dan bahasa Arab yang mereka gunakan. Mereka memandang rendah kalangan mawali (orang non-Arab). Orang Arab merasa diri mereka sebagai bangsa terbaik dan bahasa Arab sebagai bahasa tertinggi.Fanatisme ini menimbulkan kebencian penduduk non-Muslim kepada Bani Umayyah. Oleh karena itu, mereka ikut ambil bagian setiap kali timbul pemberontakan untuk menumbangkan Dinasti Umayyah. Keberhasilan Bani Abbas dalam menumbangkan Bani Umayyah disebabkan antara lain oleh dukungan dan bantuan mawali, khususnya Persia yang merasa terhina oleh perlakuan pejabat Bani Umayyah.

* Kebencian golongan Syiah

Bani Umayyah dibenci oleh golongan Syiah karena dipandang telah merampas kekhalifahan dari tangan Ali bin Abi Thalib dan keturunannya. Menurut golongan Syiah, khilafah (kepemimpinan atau kekuasaan politik) atau yang mereka sebut imamah adalah hak Ali dan keturunannya, karena diwasiatkan oleh Nabi Muhammad SAW.

  • dinasti islam
  • ambruk
  • abbasiyah
  • umayyah

Jelaskan dan sebutkan kekuasaan daulah bani umayyah yang terbagi menjadi dua fase?

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...

Suksesi kepemimpinan secara turun-temurun dimulai ketika Muawiyah berkuasa.

mideastweb.org

Peta wilayah kekuasaan Dinasti Umayyah.

Red: Agung Sasongko

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Muawiyah bin Abu Sufyan adalah khalifah pertama Dinasti Umayyah. Ia memindahkan ibu kota negara dari Madinah ke Damaskus. Selain itu, ia juga mengganti sistem pemerintahan.

Menurut Taqiyuddin Ibnu Taimiyah dalam karyanya yang berjudul As-Syiyasah As-Syar'iyah fi Islah Ar-Ra'iyah, sistem pemerintahan Islam yang pada masa al-Khulafa' ar-Rasyidun yang bersifat demokrasi berubah menjadi monarki heredetis (kerajaan turun-menurun). Suksesi kepemimpinan secara turun-temurun dimulai ketika Muawiyah mewajibkan seluruh rakyatnya untuk menyatakan setia terhadap anaknya, Yazid.

Perintah Muawiyah ini merupakan bentuk pengukuhan terhadap sistem pemerintahan yang turun-temurun yang dibangun Muawiyah. Tidak ada lagi suksesi kepemimpinan berdasarkan asas musyawarah dalam menentukan seorang pemimpin baru. Muawiyah telah mengubah model kekuasaan dengan model kerajaan, kepemimpinan diberikan kepada putra mahkota.

Baca: Bani Umayyah Peletak Fondasi Kekhalifahan di Damaskus

Dalam bukunya yang berjudul Dinasti Bani Umayyah: Perkembangan Politik, Gerakan Oposisi, Perkembangan Ilmu Pengetahuan, dan Kejatuhan Dinasti, Mohammad Suhaidi memaparkan, dengan berlakunya sistem (monarki) tersebut, orang-orang yang berada di luar garis keturunan Muawiyah tidak memiliki ruang dan kesempatan yang sama untuk naik sebagai pemimpin pemerintahan umat Islam. Karena, sistem dinasti hanya memberlakukan kekhalifahan dipimpin oleh keturunannya.

Dari segi cara hidup, para khalifah Dinasti Umayyah telah meninggalkan pola dan cara hidup Nabi Muhammad SAW dan al-Khulafa' ar-Rasyidun. Hingga masa Ali, pemimpin negara berlaku sebagai seorang biasa: tinggal di rumah sederhana, menjadi imam masjid, dan memenuhi kebutuhan hidupnya, seperti kebanyakan orang Muslim lainnya.

Namun, pada masa Dinasti Umayyah, yang mengadopsi tradisi sistem kerajaan pra-Islam di Timur Tengah, mereka menjaga jarak dengan masyarakat karena tinggal di istana yang dikelilingi oleh para pengawal. Mereka juga hidup dengan bergelimang kemewahan dan memiliki kekuasaan mutlak.

Baca: Umayyah, Dinasti Dua Keluarga

Sistem dan model pemerintahan yang diterapkan Dinasti Umayyah ini mengundang kritik keras, terutama dari golongan Khawarij dan Syiah. Karena itu, tak mengherankan jika semasa berkuasa, para pemimpin Bani Umayyah kerap kali disibukkan untuk menekan kelompok oposisi.

Dinasti Umayyah juga dikenal karena fanatisme kearabannya. Sebagian besar khalifahnya sangat fanatik terhadap kearaban dan bahasa Arab yang mereka gunakan. Mereka memandang rendah orang non-Arab dan memosisikan mereka sebagai warga kelas dua. Kondisi tersebut menimbulkan kebencian penduduk non-Muslim kepada Bani Umayyah.

Karena khawatir dengan berakhirnya kekuasaan, pemerintahan terus mengonsolidasikan persoalan internal. Tujuannya adalah untuk memperkokoh barisan dalam rangka pertahanan dan keamanan dalam negeri serta antisipasi terhadap setiap gerakan pemberontak.

Dalam tulisannya yang bertajuk Dinasti Umayyah: Perkembangan Politik, Hermain El-Hermawan mengungkapkan, ada lima diwan (lembaga) yang menopang suksesnya konsolidasi yang dilakukan Muawiyah. Masing-masing adalah Diwan al-Jund (Urusan Kemiliteran), Diwan ar-Rasail (Urusan Administrasi dan Surat), Diwan al-Barid (Urusan Pos), Diwan al-Kharaj (Urusan Keuangan), dan Diwan al-Khatam (Urusan Dokumentasi).

Dalam mengendalikan pemerintahannya, Muawiyah didukung oleh beberapa pembantu utama. Ia mengangkat sejumlah gubernur dari kalangan sahabat dan kerabatnya. Di antaranya adalah Amr bin Ash yang diangkat menjadi gubernur Mesir; Mugirah bin Syu’bah, gubernur di Kufah; dan saudara tirinya Ziyad bin Abihi, gubernur Basra, Khurasan, serta Suriah.

Di bidang yudikatif, para qadi (hakim) ditunjuk oleh gubernur setempat yang diangkat oleh khalifah. Namun, jabatan hakim biasanya diberikan kepada keluarga tertentu yang dekat atau diharapkan dapat membantu kelanggengan kekuasaan gubernur.

Ketika Abdul Malik naik takhta, perbaikan di bidang administrasi pemerintahan dan pelayanan umum digalakkan. Ia memerintahkan penggunaan bahasa Arab sebagai bahasa resmi di setiap kantor pemerintahan. Sebelum itu, bahasa Yunani digunakan di Suriah, bahasa Persia di Persia, dan bahasa Qibti di Mesir.

Pada masa pemerintahan Abdul Malik, para gubernur yang diangkatnya menjalankan fungsinya dengan baik. Gubernur Mesir saat itu, Abdul Aziz bin Marwan, membuat alat pengukur Sungai Nil, membangun jembatan, dan memperluas Masjid Jami’ Amr bin Ash.

Sementara itu, gubernur Irak, Hajjaj bin Yusuf, melakukan perbaikan sistem irigasi dengan mengalirkan air Sungai Tigris dan Eufrat ke seluruh pelosok Irak sehingga kesuburan tanah pertanian terjamin. Ia juga melarang keras perpindahan orang desa ke kota. Kehidupan ekonomi pun dibangun dengan memperbaiki sistem keuangan, alat timbangan, takaran, dan ukuran.

Pada masa Hisyam bin Abdul Malik, seorang gubernur juga mempunyai wewenang penuh dalam hal administrasi politik dan militer dalam provinsinya. Namun, penghasilan daerah ditangani oleh pejabat tertentu (sahib al-kharaj) yang mempunyai tanggung jawab langsung pada khalifah.

Ketika al-Walid I naik takhta menggantikan Abdul Malik, kesejahteraan rakyat mendapat perhatian besar. Ia mengumpulkan anak yatim, memberi mereka jaminan hidup, dan menyediakan guru untuk mengajar mereka. Bagi orang cacat, ia menyediakan pelayan khusus yang diberi gaji. Orang buta diberikan penuntun dan bagi orang lumpuh disediakan perawat. Ia juga mendirikan bangunan khusus untuk orang kusta agar mereka dirawat sesuai dengan persyaratan kesehatan.

Al-Walid I juga membangun jalan raya, terutama jalan ke Hedzjaz. Di sepanjang jalan itu, digali sumur untuk menyediakan air bagi orang yang melewati jalan. Untuk mengurus sumur-sumur itu, ia mengangkat pegawai.

Pada saat Umar bin Abdul Aziz memerintah, ia melakukan pembersihan di kalangan keluarga Bani Umayyah. Tanah-tanah atau harta lain yang pernah diberikan kepada orang tertentu dimasukkannya ke dalam baitul mal. Terhadap para gubernur dan pejabat yang bertindak sewenang-wenang, ia tidak ragu-ragu mengambil tindakan tegas berupa pemecatan.

Kebijakannya di bidang fiskal mendorong orang non-Muslim memeluk agama Islam. Pajak yang dipungut dari orang Nasrani dikurangi. Jizyah atau pajak yang masih dipungut dari orang yang telah masuk Islam di antara mereka dihentikan. Dengan demikian, mereka berbondong-bondong masuk Islam.

Selama masa pemerintahannya, Umar bin Abdul Aziz melakukan berbagai perbaikan dan pembangunan sarana pelayanan umum, seperti perbaikan lahan pertanian, penggalian sumur baru, pembangunan jalan, penyediaan tempat penginapan bagi para musafir, memperbanyak masjid, dan sebagainya.

Orang sakit mendapat bantuan dari pemerintah. Dinas pos yang sudah dibangun sejak masa Khalifah Muawiyah juga diperbaiki agar tidak hanya melayani pengiriman surat resmi para gubernur dan pegawai khalifah atau sebaliknya, tetapi juga melayani pengiriman surat rakyat. Kebijakan pemerintahan Umar bin Abdul Aziz terhadap kelompok pemberontak cenderung lebih melunak. Ia lebih mengedepankan dialog daripada peperangan.

  • dinasti
  • dinasti umayyah
  • umayyah
  • bani umayyah

Jelaskan dan sebutkan kekuasaan daulah bani umayyah yang terbagi menjadi dua fase?

sumber : Islam Digest Republika

Silakan akses epaper Republika di sini Epaper Republika ...