Jelaskan hubungan antara perdagangan internasional dengan pendidikan

Post :   |   08 November 2013   |   12:00 WIB   |   Dilihat 20643 kali

Pendahuluan

Pembangunan Ekonomi merupakan salah satu upaya yang mutlak dilakukan untuk meningkatkan kemakmuran masyarakat dalam negara yang ditandai dengan adanya peningkatan pendapat berkapita dalam jangka panjang. Untuk itu diperlukan serangkaian upaya agar pembangunan tersebut berjalan dengan baik.

Membaca judul di atas mengingatkan kita kembali pada tujuan pendidikan yang ditetapkan dalam Undang-undang No. 4 Tahun 1950 dari Republik Indonesia dahulu tentang Dasar-dasar Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah Untuk Seluruh Indonesia, dan disahkan oleh DPRS.R.I., berlaku untuk seluruh tanah air, tanggal 17 Januari 1954. Tujuan itu berbunyi:

“Tujuan pendidikan dan pengajaran ialah membentuk manusia susila yang cakap dan Warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab tentang kesejahteraan masyarakat dan tanah air” (Bab II, Pasal 3).

Sejarah Pendidikan Indonesia mencatat bahwa rumusan tujuan itu merupakan pengejawantahan dari keseluruhan isi, jiwa, dan semangat Proklamasi 17 Agustus 1945 sebagaimana tertuang dalam Pembukaan UUD 1945. Oleh karena itu nilai-nilai dasar sekaligus prinsip dalam penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran, ialah “memberi pembinaan kepada peserta didik agar menjadi manusia susila yang cakap, serta warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab atas kesejahteraan masyarakat dan tanah air. ‘Maka nilai-nilai dasar dan prinsip itu kemudian dikukuhkan sebagai “dasar, fungsi, dan tujuan dalam ”sistem pendidikan nasional“ sebagaimana tertuang dalam Undang-undang R.I No. 20 Tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bab II :

“Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Negara Republik Indonesia Tahun 1945.” (Pasal 2)

“Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, beakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.” (Pasal 3)

Selain itu UUD. RI. 1945 juga menetapkan bahwa “setiap warga negara berhak mendapat pendidikan” (Pasal 31). Oleh karena itu pendidikan juga merupakan salah satu bagian tak terpisahkan dari “hak asasi manusia,” sebagaimana ditegaskan dalam UUD. 1945, pasal 28c, ayat (1) “Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia.” Maka salah satu prinsip penyelenggaraan pendidikan secara tegas dinyatakan pula dalam Undang-undang Sisdiknas No. 20 Th. 2003, bahwa: “Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia nilai keagamaan, nilai cultural dan kemajemukan bangsa.”

Pembangunan Nasional

Pembangunan adalah sebuah istilah yang sangat populer dalam kehidupan bangsa Indonesia, terutama pada masa Orde Baru. Kata ini seakan-akan menjadi suatu kekuatan besar yang memberikan energi dan motivasi kepada bangsa Indonesia untuk meraih keberhasilan dan kesejahteraan dalam segala aspek kehidupan.

Kebijakan dan program pembangunan yang disusun setiap lima tahun (Repelita) sekali dengan Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) sebagai landasan operasionalnya telah “membius” dan menambah keyakinan masyarakat akan kehebatan pembangunan. Hal ini diperkuat dengan laporan-laporan, data statistik, dan dukungan dunia internasional yang menunjukkan kesuksesan pelaksanaan pembangunan -- menurunnya angka kemiskinan sampai 15% pada tahun 1990; angka pertumbuhan ekonomi (PNB) yang tinggi, mencapai 7,34% tahun 1993 dan pendapatan perkapita (PDB) mencapai 919 dolar per tahun; perkembangan teknologi dan industri (industri pesawat terbang dan mobil nasional); serta indikator-indikator sosial-ekonomi lainnya -- semakin menambah kepercayaan bangsa Indonesia akan keampuhan dan “kesaktian” kata pembangunan, meskipun dalam kenyataannya sebagian besar mereka hidup dalam kesulitan dan kebodohan karena kemiskinan.

Kita terjebak dengan laporan dan angka-angka statistik yang begitu meyakinkan, karena selama itu (Orde Baru) keberhasilan dalam pencapaian pembangunan sangat bias ekonomi. Sebagaimana dikatakan oleh Arief Budiman (1995): Di Indonesia, kata pembangunan sudah menjadi kata kunci bagi segala hal. Secara umum, kata ini diartikan sebagai usaha untuk memajukan kehidupan masyarakat dan warganya. Seringkali, kemajuan yang dimaksud terutama adalah kemajuan material. Maka, pembangunan seringkali diartikan sebagai kemajuan yang dicapai oleh sebuah masyarakat dalam bidang ekonomi.

Pembangunan dikatakan berhasil, manakala pertumbuhan ekonominya tinggi yang pada gilirannya akan memberikan efek tetesan ke bawah (trickle down effect) sehingga keberhasilan tersebut akan dirasakan oleh setiap anggota masyarakat. Kenyataan menunjukkan hal yang berbeda dari anggapan tersebut, karena keberhasilan pembangunan hanya dinikmati oleh sekelompok kecil orang, sementara sebagian besar masyarakat hidup dalam angan dan harapan yang sampai berakhirnya masa Orde Baru (setelah 32 tahun berkuasa) masih menampakkan kesenjangan yang lebar.

Badai krisis (ekonomi dan politik) yang pada akhirnya mengantarkan penguasa Orde Baru untuk lengser keprabon dari percaturan kekuasaan, membuktikan kekhawatiran para pengamat sosial-ekonomi terhadap pelaksanaan pembangunan yang sangat memihak kepada para pemilik modal (konglomerat) dan mengabaikan kekuatan masyarakat bawah sebagai sumber daya manusia yang sangat potensial. Padahal, mereka (golongan masyarakat ekonomi bawah) merupakan bagian terbesar dari penduduk Indonesia.

Pemihakan tersebut sangat dimungkinkan karena paradigma pembangunan yang diterapkan lebih mengacu pada pertumbuhan ekonomi (economic growth) yang mengutamakan uang atau capital sebagai yang paling utama (capital centered development). Dengan demikian menjadi “wajar”, apabila para pemilik modal ditempatkan sebagai ujung tombak pembangunan sekaligus yang paling banyak menikmati hasilnya. Pemihakan ini sebenarnya bertentangan dengan tujuan pembangunan nasional yang menekankan pada pembangunan untuk seluruh masyarakat (pemerataan) dan pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pasal 33 UUD 1945 yang menyatakan bahwa asas pembangunan nasional adalah kekeluargaan dan pelaksanaan pembangunan diserahkan kepada tiga komponen bangsa, yakni Pemerintah dalam hal ini BUMN, Swasta, dan Koperasi. Tetapi dalam prakteknya, porsi yang terbesar diberikan kepada swasta (konglomerat) sementara BUMN terlebih lagi koperasi, hanya menjalankan peran yang marjinal. Ketidakkonsistenan pemerintah tersebut akhirnya menjadi “bumerang” yang mengantarkan kejatuhan mereka, akibat keberhasilan pembangunan yang semu.

Tidak dapat dipungkiri pembangunan nasional yang berjalan di Indonesia sejak kemerdekaan sampai masa orde baru, serta sejak masa orde baru sampai saat ini, telah menghasilkan kemajuan yang amat berarti bangsa Indonesia. Melalui pembangunan nasional yang dijalankan oleh pemerintah bersama-sama dengan rakyat telah dicapai berbagai keberhasilan.

Secara fisik jalan, jembatan, gedung-gedung, dan bangunan fisik lain yang mulanya belum ada menjadi ada, atau yang mulainya belum bagus sekarang menjadi bagus. Fisik jalan misalnya, kalau di awal kemerdekaan kita memiliki jalan beraspal tidak lebih dari 1.000 km, meningkat menjadi 8.725 km di awal tahun 1980-an, dan sekarang sudah bertambah lagi menjadi lebih dari 25.000 km. Keadaan ini juga berlaku untuk jembatan, bangunan pasar, bangunan pertokoan, bangunan perkantoran, dan sebagainya.

Secara nonfisik kemajuan di bidang pendidikan ekonomi dan bidang-bidang pembangunan lainnya juga telah diraih. Dalam hal ini kita bisa menunjuk pada angka-angka partisipasi pendidikan, angka melek huruf, angka melanjutkan studi, dsb, yang meningkat secara signifikan dari waktu ke waktu. Tingkat partisipasi pendidikan di Sekolah Dasar (SD) yang bilangannya kurang dari 20 persen pada tahun-tahun awal kemerdekaan sekarang sudah meningkat menjadi di atas 90 persen. Peningkatan yang cukup signifikan seperti ini juga terjadi pada satuan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP), Sekolah Menengah Umum (SMU), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) maupun Perguruan Tinggi (PT).

Bahwa bangsa Indonesia telah banyak mencapai kemajuan di berbagai bidang pembangunan semenjak kemerdekaan sampai sekarang ini tentu tidak terbantahkan; hanya masalahnya adalah bahwa kemajuan itu tidak selaju bangsa-bangsa lain sehingga secara komparatif kita berada pada posisi yang lebih rendah.

Pembangunan Ekonomi

Pembangunan ekonomi didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan perkapita penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang, disertai dengan perubahan ciri-ciri penting suatu masyarakat, yaitu perubahan dalam keadaan sistem politik, struktur sosial, nilai-nilai masyarakat dan struktur kegiatan ekonominya. Tujuan pembangunan ekonomi pada prinsipnya dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu : menaikkan produktivitas dan menaikkan pendapatan perkapita.

Beberapa manfaat yang dapat dirasakan oleh masyarakat maupun perekonomian antara lain adalah : output atau kekayaan suatu masyarakat atau perekonomian akan bertambah, kebahagiaan penduduk bertambah, menambah kesempatan untuk mengadakan pilihan yang lebih luas, memberikan manusia kesempatan yang lebih besar untuk memanfaatkan alam sekitar, memberikan kebebasan untuk memilih kesenangan yang lebih luas, mengurangi jurang perbedaan antara negara-negara yang sedang berkembang dengan negara-negara yang sudah maju.

Kerugian-kerugian dari pembangunan ekonomi adalah : mendorong seseorang untuk berpikir maupun bertindak lebih mementingkan diri sendiri, mendorong seseorang lebih bersifat materialistis, sifat hidup gotong royong yang pada umumnya terdapat di negara-negara sedang berkembang semakin berkurang, sifat kekeluargaan dan hubungan keluarga semakin berkurang.

Selama hampir setengah abad, perhatian utama masyarakat perekonomian dunia tertuju pada cara-cara untuk mempercepat tingkat pertumbuhan pendapatan nasional. Para ekonom dan politisi dari semua negara, baik negara-negara kaya maupun miskin, yang menganut sistem kapitalis, sosialis maupun campuran, semuanya sangat mendambakan dan menomorsatukan pertumbuhan ekonomi (economic growth). Pada setiap akhir tahun, masing-masing negara selalu mengumpulkan data-data statistiknya yang berkenaan dengan tingkat pertumbuhan GNP relatifnya, dan dengan penuh harap mereka menantikan munculnya angka-angka pertumbuhan yang membesarkan hati. “Pengejaran pertumbuhan” merupakan tema sentral dalam kehidupan ekonomi semua negara di dunia dewasa ini. Seperti kita telah ketahui, berhasil-tidaknya program-program pembangunan di negara-negara dunia ketiga sering dinilai berdasarkan tinggi-rendahnya tingkat pertumbuhan output dan pendapatan nasional.

Mengingat konsep pertumbuhan ekonomi sebagai tolok ukur penilaian pertumbuhan ekonomi nasional sudah terlanjur diyakini serta diterapkan secara luas, maka kita tidak boleh ketinggalan dan mau tidak mau juga harus berusaha mempelajari hakekat dan sumber-sumber pertumbuhan ekonomi tersebut. Pertumbuhan dan pembangunan ekonomi memiliki definisi yang berbeda, yaitu pertumbuhan ekonomi ialah proses kenaikan output per kapita yang terus menerus dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi tersebut merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan. Dengan demikian makin tingginya pertumbuhan ekonomi biasanya makin tinggi pula kesejahteraan masyarakat, meskipun terdapat indikator yang lain yaitu distribusi pendapatan. Sedangkan pembangunan ekonomi ialah usaha meningkatkan pendapatan per kapita dengan jalan mengolah kekuatan ekonomi potensial menjadi ekonomi riil melalui penanaman modal, penggunaan teknologi, penambahan pengetahuan, peningkatan

ketrampilan, penambahan kemampuan berorganisasi dan manajemen.

Setidaknya ada tiga permasalahan dasar/ pokok yang dihadapi oleh negara sedang berkembang. Tiga permasalahan tersebut adalah sebagai berikut : berkembangnya ketidakmerataan pendapatan, kemiskinan, gap atau jurang perbedaan yang semakin lebar antara negara maju dengan negara sedang berkembang.

Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya ketidakmerataan distribusi pendapatan di negara sedang berkembang, menurut Irma Adelman & Cynthia Taft Morris adalah sebagai berikut : menurunnya pendapatan per kapita, inflasi, ketidakmerataan pembangunan antar daerah, investasi yang sangat banyak dalam proyek-proyek yang padat modal (capital intensive), sehingga persentase pendapatan modal dari harta tambahan lebih besar dibandingkan dengan persentase pendapatan yang berasal dari kerja. Hal ini mengakibatkan pengangguran bertambah, rendahnya mobilitas sosial, pelaksanaan kebijaksanaan industri substitusi impor yang mengakibatkan kenaikan harga-harga barang hasil industri untuk melindungi usaha-usaha golongan kapitalis, memburuknya nilai tukar (term of trade) negara sedang berkembang dalam perdagangan dengan negara-negara maju, sebagai akibat ketidakelastisan permintaan negara-negara maju terhadap barang-barang ekspor negara sedang berkembang, hancurnya industri-industri kerajinan rakyat, seperti pertukangan, industri rumah tangga dan lain-lain. Kemiskinan ditimbulkan oleh dua hal, yaitu: kemiskinan yang bersifat alamiah atau kultural, dan kemiskinan yang disebabkan oleh miskinnya strategi dan kebijakan pembangunan yang ada, yang biasa disebut dengan kemiskinan struktural.

Di samping beberapa karakteristik di atas, ada beberapa faktor lain yang merupakan penghambat bagi pembangunan ekonomi di negara sedang berkembang antara lain adalah : dualisme ekonomi, iklim tropis, kebudayaan yang tidak ekonomis, produktivitas rendah, jumlah kapital yang sedikit, perdagangan luar negeri dan ketidaksempurnaan pasar.

Perubahan Struktur Ekonomi dalam Proses Pembangunan

Terjadinya pembangunan ekonomi, struktur ekonomi akan mengalami perubahan dari sektor pertanian ke sektor industri atau dari sektor primer ke sekunder maupun ke tersier. Terjadinya perubahan struktur ekonomi akan berakibat pula perubahan peranannya terhadap pendapatan nasional maupun kesempatan kerja. Oleh sebab itu, sumbangan yang diberikan oleh masing-masing sektor akan mengalami perubahan dengan adanya pembangunan ekonomi.

Untuk mengetahui bagaimana mekanisme perubahan struktural dapat dipelajari dalam teori perubahan struktural. Ada dua teori utama yang membahas tentang perubahan struktural yaitu teori yang dikemukakan oleh Arthur Lewis dengan teori migrasinya dan teori yang dikemukakan oleh Hollis Chenery dengan teori transformasi struktural. Teori pembangunan yang dikemukakan oleh Arthur Lewis pada dasarnya membahas tentang proses pembangunan yang terjadi antara daerah desa dan kota, yang mengikut sertakan proses urbanisasi yang terjadi dari desa ke kota. Teori ini mengatakan bahwa urbanisasi terjadi karena adanya perbedaan dalam pembangunan antara desa dan kota. Kesenjangan antara desa dengan kota inilah yang menyebabkan banyak masyarakat desa yang berbondong-bondong pindah ke kota. Sedangkan teori pembangunan ekonomi Hollis Chenery dengan teorinya Pattern of Development memfokuskan terhadap perubahan struktur dalam tahapan pembangunan ekonomi, industri dan struktur institusi dari perekonomian yang sedang berkembang, yang mengalami transformasi dari pertanian tradisional beralih ke sektor industri sebagi mesin pertama pertumbuhannya.

Untuk mengetahui ada tidaknya perubahan sumbangan dari berbagai sektor terhadap produksi nasional, harus diketahui seberapa besar sumbangan masing-masing sektor terhadap produksi nasional sebelum ada pembangunan ekonomi, dan selanjutnya dibandingkan setelah ada pembangunan ekonomi.

Teori Pertumbuhan Ekonomi

Dalam sejarah pemikiran ekonomi, ahli-ahli ekonomi yang membahas tentang proses pertumbuhan ekonomi dapat dikelompokkan menjadi empat aliran yaitu aliran klasik, neo-klasik, Schumpeter, dan post Keynesian.

Ahli ekonomi yang lahir antara abad delapan belas dan permulaan abad kedua puluh ini, lazim digolongkan sebagai aliran/ kaum Klasik. Aliran/ kaum klasik ini dibedakan ke dalam dua golongan, yaitu: aliran Klasik dan aliran Neo-Klasik. Dari kedua golongan ahli-ahli ekonomi Klasik dan Neo-Klasik, sebagian besar menumpahkan perhatiannya pada analisis sifat-sifat kegiatan masyarakat dalam jangka pendek, hanya sedikit sekali yang menganalisis mengenai masalah pertumbuhan ekonomi. Kurangnya perhatian kedua golongan tersebut terhadap pertumbuhan ekonomi disebabkan terutama oleh pandangan mereka yang diwarisi dari pendapat Adam Smith, yang berkeyakinan bahwa mekanisme pasar akan menciptakan suatu perekonomian berfungsi secara efisien.

Menurut Schumpeter, perkembangan ekonomi bukan merupakan proses yang harmonis ataupun gradual, melainkan merupakan perubahan yang spontan dan terputus-putus. Selanjutnya menurut Schumpeter, perkembangan selanjutnya itu tidak bersifat gradual, tetapi mengandung ketidaktentuan dan risiko yang besar, sehingga tidak dapat diperhitungkan terlebih dahulu dan ini menyebabkan timbulnya keragu-raguan dalam mengembangkan usaha lebih lanjut. Menurut Schumpeter, faktor terpenting untuk perkembangan ekonomi adalah wiraswasta (entrepreneur). Karena mereka adalah orang-orang yang mengambil inisiatif untuk berkembangnya produksi nasional.

Ahli-ahli Post-Keynesian mencoba mengembangkan teori pertumbuhan Keynes. Pada hakikatnya teori tersebut dikembangkan oleh dua ahli ekonomi secara sendiri-sendiri, namun karena inti dari teori tersebut adalah sama, maka sekarang dikenal sebagai teori Harrod-Domar. Teori Harrod-Domar pada hakikatnya menganalisis mengenai persoalan-persoalan tentang: syarat-syarat apakah atau keadaan yang bagaimanakah yang harus tercipta dalam perekonomian untuk menjamin agar dari masa ke masa kesanggupan memproduksi yang selalu bertambah, sebagai akibat dari penanaman modal akan selalu sepenuhnya digunakan.

Tahap-Tahap Pembangunan Ekonomi

Ada beberapa ahli yang memaparkan teori tentang tahap-tahap pembangunan ekonomi yaitu Fredrich List, Bruno Hilderbrand, Karl Bucher dan W.W Rostow. Fredrich List adalah seorang penganut paham Laissez faire. Ia berpendapat bahwa paham Laissez faire dapat menjamin alokasi sumber-sumber secara optimal, meskipun ia menghendaki adanya proteksi bagi industri-industri yang masih lemah. Menurut List, perkembangan ekonomi hanya akan terjadi apabila dalam masyarakat terdapat kebebasan dalam organisasi politik dan kebebasan perseorangan. Ia menyusun tahap-tahap perkembangan ekonomi di mulai dari : fase primitif biadab, fase pertanian, fase pertanian dan pabrik, pabrik dan perdagangan.

Bruno Hilderbrand mengemukakan bahwa tahap-tahap pembangunan ekonomi itu menjadi 3 tahap yaitu : perekonomian barter atau perekonomian natural, perekonomian uang, dan perekonomian kredit.

Menurut Karl Bucher, perkembangan ekonomi melalui tiga tingkat atau tahap yaitu : produksi untuk kebutuhan sendiri, perekonomian kota dan perekonomian nasional, di mana peranan pedagang-pedagang tampak makin penting. Menurut tahap ketiga ini, bahwa barang-barang itu diproduksi untuk pasar bukan untuk kepentingan sendiri.

Tahap-tahap pembangunan ekonomi menurut Rostow dikelompokkan menjadi : masyarakat tradisional, prasyarat lepas landas, lepas landas, menuju kematangan dan konsumsi berlebih.

Peranan Penduduk dalam Pembangunan Ekonomi

Dalam analisis masalah ketenagakerjaan, penduduk dibedakan menjadi 2 golongan yaitu tenaga kerja dan bukan tenaga kerja. Dilihat dari peranannya terhadap pembangunan ekonomi, penduduk memiliki dua peranan penting yaitu dilihat dari sisi permintaan dan dilihat dari sisi penawaran. Dilihat dari sisi permintaan, penduduk bertindak sebagai konsumen, sedangkan dilihat dari sisi penawaran penduduk bertindak sebagai produsen.

Oleh karena itu, perkembangan penduduk yang cepat tidaklah selalu merupakan penghambat bagi jalannya pembangunan ekonomi jika penduduk ini mempunyai kapasitas yang tinggi untuk menghasilkan dan menyerap hasil produksi. Ini berarti bahwa pertambahan penduduk yang tinggi harus disertai dengan tingkat penghasilan yang tinggi pula. Pertambahan penduduk dengan tingkat penghasilan yang rendah tidak ada artinya bagi pembangunan ekonomi.

Bagi negara-negara maju, pertambahan penduduk yang pesat justru menyumbang terhadap kenaikan penghasilan riil per kapita. Hal ini disebabkan karena di negara-negara yang maju pada umumnya mempunyai tabungan yang siap untuk melayani kebutuhan investasi, sehingga tambahan penduduk justru akan menambah potensi masyarakat sebagai sumber permintaan yang baru. Sebagai suatu contoh dengan bertambahnya penduduk juga akan menambah permintaan akan kebutuhan perumahan, kendaraan, kesehatan, pendidikan, pengangkutan dan lain sebagainya.

Bagi negara-negara sedang berkembang keadaannya sama sekali terbalik. Perkembangan penduduk yang cepat justru akan menghambat perkembangan ekonomi. Menurut aliran Klasik seperti Adam Smith, David Ricardo dan Thomas Robert Malthus, berpendapat bahwa selalu akan ada perlombaan antara tingkat perkembangan output dengan tigkat perkembangan penduduk, yang akhirnya akan menang perkembangan penduduk.

Masalah dan Kebijakan Kependudukan dalam Pembangunan Ekonomi

Ada 4 aspek penduduk yang perlu diperhatikan di negara-negara sedang berkembang, yaitu : adanya tingkat kelahiran yang relatif tinggi, adanya struktur umur yang tidak favorabel, tidak meratanya distribusi penduduk dan tidak cukupnya tenaga kerja yang terdidik dan terlatih.

Selain 4 permasalahan tentang kependudukan di atas masih ada permasalahan lain yang berkaitan dengan masalah kependudukan yaitu terjadinya ledakan penduduk di negara sedang berkembang. Ada tiga faktor yang menentukan perkembangan penduduk. Ketiga faktor tersebut adalah tingkat kelahiran, tingkat kematian, dan mobilitas.

Untuk memecahkan masalah kependudukan ada beberapa cara. Cara utama yang dilakukan untuk menekan tingkat pertumbuhan penduduk adalah dengan pengendalian kelahiran (birth control), yaitu dengan program Keluarga Berencana. Selain dengan program keluarga berencana cara lain yang bisa dilakukan adalah dengan pemanfaatan Sumber Daya manusia.

Tenaga kerja yang menganggur merupakan persediaan faktor produksi yang dapat dikombinasikan dengan faktor-faktor produksi lain untuk meningkatkan output di negara-negara sedang berkembang. Oleh karena itu, tenaga tersebut perlu dimanfaatkan. Dalam memanfaatkan tenaga yang menganggur ini dapat dilihat dari dua segi, yaitu : dari segi permintaan dan penawaran. Di samping cara di atas masih ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah kependudukan khususnya untuk mengatasi masalah pengangguran. Untuk mengatasi pengangguran di Indonesia yang kian bertambah, ada beberapa kebijakan yang bisa ditempuh. Beberapa kebijakan tersebut adalah :

  1. Membuka lapangan kerja baru,
  2. Pemerintah perlu menetapkan kebijakan pembangunan ekonomi yang mandiri dengan menggunakan sumber dana pembangunan dalam negeri,
  3. Pemerintah harus melarang para investor Indonesia melakukan investasi ke luar negeri. Kebijakan ini sebagai upaya menangkal pelarian modal (capital flight) dari Indonesia,
  4. Sektor pertanian menjadi sektor primadona pembangunan ekonomi,
  5. Pemerintah perlu membersihkan berbagai inefisiensi ekonomi yang menyebabkan ekonomi biaya tinggi (high cost economy) dan inefisiensi ekonomi.

Peranan Modal dalam Pembangunan Ekonomi

Secara umum istilah pembangunan diartikan sebagai usaha untuk memajukan kehidupan warga masyarakat. Kemajuan di sini lebih diartikan sebagai kemajuan di bidang material. Oleh karena itu, kata pembangunan sering dipahami sebagai kemajuan yang dicapai sebuah masyarakat di bidang ekonomi. Untuk mencapai kemajuan di bidang ekonomi faktor modal/ kapital merupakan salah satu faktor yang penting.

Kapital merupakan semua bentuk kekayaan yang dapat digunakan baik langsung maupun tidak langsung dalam produksi untuk menambah output. Dilihat dari fungsinya dalam pembangunan ekonomi, kapital mempunyai dua fungsi pokok yaitu: sebagai alat pendorong perkembangan ekonomi, dan sebagai sumber-sumber untuk menaikkan tenaga produksi. Kapital di negara-negara sedang berkembang pada umumnya relatif jarang. Hal ini disebabkan karena beberapa faktor. Namun salah satu faktor yang dominan yang menyebabkan langkanya jumlah kapital di negara sedang berkembang adalah karena adanya lingkaran perangkap kemiskinan (Vicious Circles).

Dalam arti uang, sumber-sumber kapital untuk pembangunan baik yang berasal dari dalam negeri maupun luar negeri dapat dikelompokkan menjadi 3 sumber yaitu: tabungan sukarela (Voluntary Saving), pajak (Forced Saving), dan pinjaman luar negeri (Foreign Loans). Selain ketiga sumber di atas, kapital untuk pembangunan dapat diperoleh dari: menggeser kelebihan tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor lain, menekan konsumsi, meningkatkan ekspor, dan memindahkan faktor-faktor produksi dari penggunaan yang kurang produktif ke penggunaan yang lebih produktif.

Dalam penggunaan kapital untuk investasi dalam pembangunan ada beberapa macam kriteria yang dapat digunakan. Beberapa kriteria tersebut di antaranya adalah kriteria neraca pembayaran, kriteria produktivitas sosial marginal, kriteria intensitas faktor-faktor produksi, kriteria bagian investasi kembali, dan kriteria operasional.

Dalam hubungannya dengan penggunaan kapital untuk keperluan investasi ada dua teori yaitu : teori usaha perlahan-lahan dan teori dorongan besar. Teori usaha perlahan-lahan berpendapat bahwa suatu usaha sebaiknya tidak dilaksanakan secara besar-besaran. Sedangkan teori dorongan besar berpendapat bahwa suatu usaha harus dilaksanakan secara besar-besaran, karena kalau suatu usaha untuk menaikkan pendapatan hanya dilakukan secara kecil-kecilan atau dengan menggunakan kapital yang sedikit keuntungan yang diperoleh relatif kecil, hal ini justru hanya akan mendorong pertumbuhan penduduk. Kedua teori ini mengilhami dua model pembangunan yaitu pembangunan seimbang dan pembangunan tidak seimbang.

Pendapatan Nasional dan Pertumbuhan Ekonomi

Pendapatan nasional merupakan jumlah keseluruhan nilai dari barang dan jasa yang dihasilkan oleh seluruh lapisan masyarakat selama periode tertentu, untuk Indonesia adalah satu tahun kalender. Sedang pendapatan per kapita merupakan keseluruhan pendapatan nasional dibagi dengan jumlah penduduk. Ada tiga metode perhitungan pendapatan nasional. Ketiga metode tersebut adalah metode produksi, pendapatan dan pengeluaran. Idealnya dengan menggunakan ketiga metode tersebut mendapatkan hasil yang sama. Dengan metode produksi, pendapatan nasional dihitung dengan cara menjumlahkan keseluruhan nilai dari barang dan jasa yang dihasilkan untuk seluruh lapisan masyarakat selama periode waktu tertentu. Agar tidak terjadi pencatatan ganda dalam penggunaan metode ini hendaknya yang dijumlahkan adalah nilai tambahnya. Dengan metode pendapatan, pendapatan nasional dihitung dengan cara menjumlahkan seluruh pendapatan yang dihasilkan karena penggunaan faktor-faktor produksi. Sedang dengan metode pengeluaran, pendapatan nasional dihitung dengan cara menjumlahkan seluruh pengeluaran yang di lakukan oleh seluruh lapisan masyarakat.

Pengertian pendapatan perlu dibedakan antara pendapatan nasional menurut harga yang berlaku dan pendapatan nasional riil. Pendapatan nasional menurut harga yang berlaku merupakan pendapatan nasional yang dihitung menurut harga-harga yang berlaku pada tahun yang bersangkutan. Sedangkan pendapatan nasional riil merupakan pendapatan nasional yang dihitung berdasarkan harga tetap. Dari data pendapatan nasional riil dari tahun ke tahun, dapatlah dihitung laju pertumbuhan ekonomi.

Beberapa manfaat perhitungan dan analisis dari pendapatan nasional dan pendapatan per kapita adalah : untuk mengetahui tingkat kemakmuran suatu negara, untuk mengetahui struktur perekonomian suatu negara membandingkan tingkat kemakmuran antar negara, sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah dalam menentukan kebijakan, dan dasar penentu kemanfaatan hubungan luar negeri.

Kelemahan Pendapatan Per Kapita Sebagai Indikator Tingkat Kesejahteraan

Pendapatan per kapita sering kali digunakan sebagai indikator tingkat kesejahteraan masyarakat dan tingkat pembangunan ekonomi suatu negara. Namun demikian, dalam menggunakan pendapatan per kapita sebagai indeks tingkat kesejahteraan kita harus hati-hati, karena meskipun pendapatan per kapita jelas dapat menunjukkan kinerja suatu perekonomian, namun itu bukanlah pengukur tingkat kesejahteraan yang memuaskan.

Ada beberapa kelemahan pendapatan per kapita sebagai pengukur tingkat kesejahteraan. Beberapa kelemahan tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu kelemahan yang bersifat umum dan kelemahan yang bersifat metodologis. Oleh karena adanya beberapa kelemahan maka agar pendapatan per kapita tetap dapat digunakan sebagai pengukur tingkat kesejahteraan masyarakat diperlukan upaya-upaya penyempurnaan.

Dalam usaha penyempurnaan indeks tingkat kesejahteraan, Backerman membedakan berbagai penyelidikan ke dalam tiga golongan : Golongan pertama, berusaha membandingkan tingkat kesejahteraan masyarakat di dua atau beberapa negara dengan memperbaiki cara-cara yang dilaksanakan dalam perhitungan pendapatan nasional biasa. Golongan kedua, adalah usaha untuk membuat penyesuaian dalam pendapatan masyarakat yang dibandingkan dengan mempertimbangkan perbedaan tingkat harga di setiap negara. Golongan ketiga, adalah usaha untuk membuat perbandingan tingkat kesejahteraan dari setiap negara berdasarkan pada data yang tidak bersifat moneter (non-monetary indicators).

Kebijakan Dalam Pembangunan Ekonomi

Kebijakan dalam pembangunan ekonomi dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu kebijakan ekonomi dalam negeri dan kebijakan ekonomi luar negeri. Kebijakan ekonomi dalam negeri meliputi : peranan pemerintah dalam hal campur tangan terhadap proses pembangunan ekonomi, pendidikan dan kesehatan, fasilitas pelayanan umum, perbaikan di bidang pertanian, kebijakan di bidang fiskal, dan kebijakan moneter.

Kebijakan ekonomi luar negeri meliputi:

  1. Kebijakan pemerintah dalam perdagangan barang-barang manufaktur yang lebih menguntungkan daripada barang-barang pertanian, di samping juga memberikan subsidi untuk meningkatkan term of trade dan kebijakan perdagangan yang restriktif untuk memperbaiki neraca pembayaran internasional.
  2. Bantuan teknis, mengatur dan membentuk tim internasional untuk memberi nasihat kepada pemerintah negara yang belum maju dalam hubungannya dengan rencana pendidikan di luar negeri untuk menyediakan tenaga ahli.
  3. Investasi asing swasta, baik investasi langsung maupun investasi portofolio dengan membeli saham-saham perusahaan di negara yang sedang berkembang.
  4. Investasi asing pemerintah; yang pada dasarnya juga untuk mendorong investasi swasta asing dan dalam negeri.
  5. Kebijakan tata niaga; yang meliputi pola umum pengembangan sektor industri, pengaturan tata niaga dan permasalahannya, misalnya: pola ekspor, pola dasar dalam negeri, tarif, kuota, dan penunjukan importir.

Pembangunan Ekonomi yang Berkelanjutan

Pembangunan sering kali menjadi semacam ideology of development. Kesadaran suatu bangsa yang terbentuk melalui pengalamannya, baik pengalaman sukses maupun pengalaman kegagalan yang dialami, amat menentukan interpretasi mereka tentang Pembangunan Ekonomi. Pembangunan berlanjut atau Sustainable Development merupakan proses perubahan dimana eksploitasi sumber alam, arah investasi, orientasi perkembangan teknologi, perubahan kelembagaan konsisten dengan kebutuhan pada saat sekarang dan saat yang akan datang. Pembangunan yang membawa peningkatan produksi, konsumsi, kapital yang kemudian akan membawa kemajuan teknologi, ternyata memiliki segi negatif: yaitu terjadinya pencemaran lingkungan, yang mesti dihindari karena akan mengganggu kelangsungan hidup manusia dan makhluk lain. Sehingga pendekatan secara ekosistem dalam proses pembangunan merupakan keharusan agar dapat menghindarkan dari segi negatif di atas.

Perlu kita ketahui bahwa memang sulit untuk mencapai pertumbuhan ekonomi dan sekaligus melestarikan lingkungan untuk kepentingan generasi mendatang. Dalam penggalian sumber-sumber alam untuk keperluan pembangunan ekonomi, harus diusahakan agar supaya tidak merusak tata lingkungan manusia, dilaksanakan dengan kebijaksanaan yang menyeluruh, dan memperhitungkan kebutuhan generasi yang akan datang. Demikian besar peranan lingkungan dalam pembangunan ekonomi sehingga dikhawatirkan pembangunan itu sendiri akan mengalami stagnasi, karena sumber daya alam sudah tidak ada lagi yang dapat digali atau karena kondisi sumber daya alamnya sudah demikian buruk, karena menggebunya pembangunan yang dilaksanakan atau karena pertumbuhan penduduk yang cepat sehingga tidak terpikirkan pelestarian dari sumber daya alam itu sendiri.

Pembangunan yang berwawasan lingkungan merupakan suatu usaha untuk mewujudkan peningkatan kesejahteraan masyarakat/affluent society dengan memperhatikan dan memelihara sumber daya alam atau planet bumi agar di kemudian hari tidak terjadi deteriorasi ekologis, soil depletion dan penyusunan sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui. Masalahnya bagi negara yang sedang berkembang, seperti negara kita Indonesia adalah bagaimana dapat meningkatkan pemenuhan kebutuhan bagi orang-orang miskin melalui kegiatan pembangunan ekonomi dengan tetap memelihara kelestarian lingkungan

Peran Pendidikan

Merujuk pada keseluruhan isi, jiwa, dan semangat yang terangkum dalam sejarah pendidikan Indonesia, bahwa “peran pendidikan dalam pembangunan,” merupakan bagian tak terpisahkan dari visi dan misi pendidikan nasional. Artinya, bahwa pendidikan nasional harus besifat demokrasi dan menjunjung tinggi hak asasi manusia. Maka bisa dipahami jika dalam sejarah pergerakan nasional Indonesia, pendidikan dalam arti proses maupun kelembagaannya dicatat sebagai “motor penggerak sekaligus “sumber inspirasi” dari pergerakannya. Dalam hal ini tokoh-tokoh pergerakan nasional berkeyakinan, bahwa untuk menuju Indonesia merdeka dan mewujudkan cita-cita kemerdekaannya sebagaimana yang diabadikan dalam Pembukaan UUD. 1945, haruslah didukung oleh warga negaranya yang berpendidikan. Bahkan sejarah pergerakan nasional pun telah mencatat bahwa gerakan kebangkitan nasional bukanlah digerakkan oleh gegap gempitanya massa, melainkan oleh sekelompok pemuda, pelajar dan mahasiswa.

Selain itu perlu diperhatikan bahwa pendidikan telah menjadi satu bentuk investasi sumber daya manusia (human investment). Bahkan telah dibuktikan bahwa negara-negara yang sumber daya alamnya terbatas, tetapi mampu memajukan dan mengembangkan sistem pendidikannya, maka negara itu menjadi negara yang terpandang serta diperhitungkan. Dengan demikian gerakan mengembangkan pendidikan anak usia dini (PAUD), dan pembelajaran sepanjang hayat merupakan salah satu langkah strategis peran pendidikan dalam pembangunan.

Sekarang bangsa Indonesia sudah berada dalam era globalisasi, satu era yang ditandai dengan "menciutnya" dunia disebabkan berkembangnya teknologi informasi. Dalam era ini dunia yang sebenarnya luas terkesan menjadi sempit karena daya jangkau informasi yang semakin panjang, semakin luas, dan semakin cepat sehingga membuka kemungkinan sistem aksesabilitas yang makin sempurna. Sistem pengetahuan bangsa Indonesia pun mengalami perubahan yang meyangkut lima aspek sekaligus, yaitu sebagai berikut :

  1. dari egosentrisme ke sivilitas,
  2. dari pengabaian hukum ke kesadaran hukum,
  3. dari fanatisme ke toleransi,
  4. dari cukup diri ke saling bergantung, serta
  5. dari sejarah alamiah ke sejarah yang manusiawi.

Dalam realitasnya kinerja pendidikan nasional kita masih rendah, maka persoalannya sekarang ialah bagaimana membenahi pendidikan itu sendiri untuk meningkatkan kualitas manusia supaya bisa berperan dalam pembangunan nasional.

Belum memuaskannya kinerja pendidikan di negara kita tidak lepas dari visi kepemimpinan kolektif pemerintah, baik pemerintah pusat maupun daerah. Sangat Ironis, negara Indonesia yang sangat kaya dengan sumber daya alam ternyata kurang memiliki pemimpin yang mempunyai visi kepemimpinan jauh ke depan serta komitmen yang tinggi untuk membangun bangsa melalui pendidikan.

Keadaan tersebut di atas bukan saja dialami sekarang, akan tetapi sudah dirasakan sejak bertahun-tahun yang lalu ketika kondisi ekonomi dan politik tidak sekompleks saat ini. Para petinggi pemerintah cenderung disibukkan oleh berbagai permasalahan instan serta terlena pada berbagai persoalan yang berjangka pendek sehingga kurang dapat memecahkan permasalahan bangsa dalam jangka panjang ke depan. Sampai sekarang kita tidak dapat menggambarkan bagaimana profil bangsa Indonesia seperempat abad ke depan dikarenAkan para petinggi pemerintah memang tidak memiliki desain perencanaan yang matang.

Di samping kurang memiliki visi kepemimpinan jauh ke depan ternyata komitmen pemerintah terhadap pendidikan juga sangat terbatas adanya. Pada waktu pemerintahan negara masih menggunakan sistem sentralisasi terlihat bahwa komitmen pemerintah (pusat) terhadap bidang pendidikan jauh dari kata maksimal. Sekarang, ketika pemerintahan negara menggunakan sistem desentralisasi ternyata komitmen pemerintah pusat terhadap bidang pendidikan masih saja jauh dari kata memadai; bahkan keadaan seperti ini juga dilakukan oleh banyak pemerintah daerah. Rendahnya komitmen pemerintah terhadap pendidikan dapat dicermati antara lain pada rendahnya anggaran yang dialokasikan pada bidang pendidikan. Sejak kemerdekaan dideklarasikan di negara ini lebih dari setengah abad yang lalu, ternyata anggaran pendidikan tidak pernah mencapai angka yang memadai. Anggaran pendidikan di Indonesia memang sangat minim dan termasuk paling rendah dibanding negara-negara lain, baik dengan negara-negara maju, berkembang, maupun terbelakang. Hal ini sungguh tidak realistik.

Kalau dibandingkan perjalanan pendidikan Indonesia dengan Malaysia cukup menarik hasilnya. Perjalanan kita lebih lambat dari pada Malaysia. Dulu Malaysia pernah berguru pada Indonesia, kini kondisinya terbalik 180 derajat. Ketika Indonesia kehilangan ketangguhan daya saing, sekarang daya saing Malaysia diperhitungkan oleh masyarakat dunia. Apa kunci kemajuan di Malaysia? Pertama, para petinggi pemerintah di Malaysia memang memiliki visi kepemimpinan yang jauh ke depan. Dibuatnya program "Malaysia 2020" dan jabarannya dalam program SMART di bidang pendidikan membuktikan hal itu.

Kedua, komitmen pemerintah terhadap pendidikan memang relatif tinggi. Ini semua dibuktikan secara riil dengan mengalokasi anggaran pendidikan secara memadai. Selama ini, anggaran pendidikan di Malaysia tidak pernah kurang dari 15 persen terhadap budget negara. Ilustrasi tersebut di atas menggambarkan pentingnya visi dan komitmen pemerintah untuk, meningkatkan kinerja pendidikan nasional sehingga lebih berperan dalam mengkondisi masyarakat untuk kepentingan pembangunan nasional.

Penutup

Pertumbuhan ekonomi merupakan hasil akumulasi kapital dan investasi yang dilakukan terutama oleh sektor swasta yang dapat menaikkan produktivitas perekonomian. Hal ini tidak dapat dicapai atau terwujud bila tidak didukung oleh adanya barang-barang dan pelayanan jasa sosial seperti sanitasi dan program pelayanan kesehatan dasar masyarakat, pendidikan, irigasi, penyediaan jalan dan jembatan serta fasilitas komunikasi, program-program latihan dan keterampilan, dan program lainnya yang memberikan manfaat kepada masyarakat.

Pembangunan ekonomi yang berkelanjutan, baik yang telah lalu maupun yang akan datang, memerlukan dukungan yang kondusif. Untuk kepentingan tersebut diperlukan manusia-manusia bermutu sebagai hasil dari pendidikan, dan untuk itu semua diperlukan visi dan komitmen pemerintah yang lebih nyata terhadap pendidikan itu sendiri.

Oleh Dewi Kurniasari, SE, M.Si

Penulis adalah Pengajar/Dosen Pada FISIP UIN Sunan Gunung Djati bandung