Jelaskan mengenai repayment capacity dalam penggunaan kredit modal kerja untuk usaha

ANALISIS REPAYMENT CAPACITY KREDIT USAHA RAKYAT SEKTOR AGRIBISNIS PADA BANK RAKYAT INDONESIA UNIT CIBUNGBULANG-BOGOR SKRIPSI TERESA M.G. HUTABARAT H34080124 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

RINGKASAN TERESA M.G. HUTABARAT. H34080124. 2012. Analisis Repayment Capacity Kredit Usaha Rakyat Sektor Agribisnis Pada Bank Rakyat Indonesia Unit Cibungbulang-Bogor. Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan DWI RACHMINA). Sesuai dengan data Departemen Koperasi dan UMKM, usaha mikro, kecil, dan menengah mendominasi sektor perekonomian Indonesia dengan proporsi sebesar 99 persen dari total usaha yang ada. Akan tetapi, penyaluran kredit untuk usaha yang berskala kecil dan menengah lebih rendah jika dibandingkan dengan usaha yang berkala besar. Hingga Desember 2011, proporsi penyaluran kredit di sektor UMKM hanya sebesar 21,23 persen dari total penyaluran kredit nasional. Lebih jauh lagi, sektor perdagangan dan industri adalah penerima kredit UMKM terbesar, dengan proporsi sebesar 43,7 persen dari total kredit UMKM. Hal ini tidak sesuai dengan keadaan di mana pertanian adalah mata pencaharian sebagian besar rakyat Indonesia. Untuk meningkatkan kredit pada sektor usah kecil dan menengah, pemerintah menyusun suatu program yang bertujuan untuk membantu masyarakat yang masih belum memenuhi persyaratan untuk mengajukan kredit komersil. Salah satu jenis program yang berlangsung hingga saat ini adalah Kredit Usaha Rakyat (KUR). KUR adalah sebuah program pemerintah yang ditujukan untuk usaha UMKM yang feasible akan tetapi belum bankable. Dengan pertimbangan bahwa sebagian besar usaha UMKM merupakan usaha yang belum bankable, maka calon penerima dana KUR tidak harus memiliki jaminan untuk mengajukan permintaan kredit. Akan tetapi, untuk mengurangi peluang terjadinya adverse selection, hanya usaha yang telah berdiri paling tidak enam bulan yang dapat mengajukan permohonan dana KUR. Selain itu, pemilik usaha juga harus memiliki perhitungan cash flow usaha yang dijalankan serta pengeluran pribadi yang berdampak terhadap kemampuan membayar (repayment capacity). Permasalahan yang terjadi di dalam penyaluran KUR adalah tingginya nilai non-performing loan (NPL) atau kredit gagal bayar. Kondisi ini juga terjadi di BRI Unit Cibungbulang, Bogor. Pada tahun 2009, NPL dari KUR yang disalurkan oleh BRI Unit Cibungbulang mencapai 35,61 persen. Nilai ini jauh di atas batas normal NPL kredit yang sehat. Akan tetapi, pada November 2011 nilai NPL dari BRI Unit ini hanya sebesar 18,37 persen. Meskipun tergolong besar, tetapi penurunan yang signifikan ini menunjukkan adanya perbaikan di dalam penyaluran KUR. Salah satu indikator di dalam penentuan persetujuan kredit adalah nilai repayment capacity yang dimiliki oleh debitur. Semakin besar nilai repayment capacity yang dimiliki oleh debitur maka semakin kecil kemungkinan penunggakan di dalam pengembalian kredit. Dengan demikian, penelitian ini bertujuan untuk meneliti hubungan di antara nilai repayment capacity debitur dan tingkat kelancaran pengambalian kredit, serta faktor-faktor yang mempengaruhi nilai repayment capacity yang dimiliki oleh debitur. Penelitian ini dilakukan pada debitur Kredit Usaha Rakyat mikro yang bergerak di sub-sistem agribisnis Bank Rakyat Indonesia Unit Cibungbulang, Bogor yang berjumlah sebanyak 46 orang. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 3

Januari 2012 hingga 20 Februari 2012. Responden untuk penelitian ini berjumlah 36 orang, dengan 11 debitur bergerak di sub-sistem on-farm dan 25 orang bergerak di sub-sistem off-farm. Pemilihan sample untuk penelitian ini dilakukan secara purposive. Metode analisis yang digunakan adalah metode analisis kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan untuk menggambarkan karakteristik responden, sedangkan metode analisis kuantitatif digunakan untuk menganalisis korelasi di antara repayment capacity dan tingkat kelancaran pengembalian kredit (menggunakan metode regresi logistik) dan untuk menemukan faktor-faktor yang menentukan besarnya nilai repayment capacity responden (menggunakan metode regresi berganda). Tingkat kepercayaan untuk kedua analisis kuantitatif ini adalah sebesar 90 persen (α = 0.1). Berdasarkan hasil analisis regresi logistik, faktor yang berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat kelancaran pengembalian kredit adalah nilai dari repayment capacity yang dimiliki oleh debitur. Korelasi di antara kedua variabel ini bersifat negatif. Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar nilai repayment capacity yang dimiliki oleh responden maka kemungkinan terjadinya penunggakan juga akan semakin besar. Faktor lain seperti omzet usaha, agunan, dan total angsuran tidak memiliki pengaruh nyata terhadap tingkat kelancaran pengembalian KUR. Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai repayment capacity responden secara signifikan adalah omzet usaha dan usia responden. Korelasi di antara omzet usaha dan nilai repayment capacity responden bernilai positif. Artinya, semakin besar omzet usaha responden, maka semakin besar nilai repayament capacity yang dimiliki. Sebaliknya, usia responden memiliki korelasi negatif terhadap nilai repayment capacity yang dimiliki. Semakin dewasa responden maka semakin kecil nilai repayment capacity yang dimiliki. Berdasarkan penelitian ini pihak BRI sebaiknya melakukan penyaringan yang lebih ketat lagi di dalam memilih debitur yang akan mendapatkan dana KUR. Faktor-faktor seperti usia debitur dan jumlah tanggungan keluarga sebaiknya juga ikut diperhitungkan di dalam menilai kelayakan calon debitur. selain itu, pihak BRI sebaiknya memberdayakan debitur yang berusia muda. Debitur yang berusia muda memiliki potensi yang besar di dalam mengembangkan usaha yang dimiliki, akan tetapi juga memerlukan bimbingan di dalam kedisiplinan di dalam mengembalikan kredit. Jumlah kredit yang diberikan kepada debitur juga sebaiknya tidak hanya berpatokan kepada nilai repayment capacity debitur, tetapi juga kemampuan debitur di dalam mengelola dana yang akan diterima.

ANALISIS REPAYMENT CAPACITY KREDIT USAHA RAKYAT SEKTOR AGRIBISNIS PADA BANK RAKYAT INDONESIA UNIT CIBUNGBULANG-BOGOR TERESA M.G. HUTABARAT H34080124 Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

Judul Skripsi Nama NIM : Analisis Repayment Capacity Kredit Usaha Rakyat Sektor Agribisnis Pada Bank Rakyat Indonesia Unit Cibungbulang- Bogor : Teresa M.G. Hutabarat : H34080124 Menyetujui, Pembimbing Ir. Dwi Rachmina, M.Si NIP. 19631227 199003 2 001 Mengetahui, Ketua Departemen Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP. 19580908 198403 1 002 Tanggal Lulus :

PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul Analisis Repayment Capacity Kredit Usaha Rakyat Sektor Agribisnis Pada Bank Rakyat Indonesia Unit Cibungbulang-Bogor adalah karya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Mei 2012 Teresa M.G. Hutabarat H34080124

RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 08 Mei 1990 dari pasangan Erwin Hutabarat dan Sere Siahaan. Penulis menamatkan pendidikan sekolah dasar di SD Immanuel Medan, lalu melanjutkan Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Atas pada Yayasan Pendidikan Sutomo I Medan. Penulis diterima oleh Insitut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) dan diterima sebagai mahasiswi jurusan Agribisnis. Selama menjalani pendidikan di Intitut Pertanian Bogor penulis ikut berpartisipasi di dalam berbagai acara yang diadakan oleh IPB,HIPMA maupun BEM FEM.

KATA PENGANTAR Puji syukur kepada Tuhan yang Maha Esa atas segala rahmatnya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini dengan baik. Skripsi ini berjudul Analisis Repayment Capacity Kredit Usaha Rakyat Sektor Agribisnis Pada Bank Rakyat Indonesia Unit Cibungbulang-Bogor. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat kepada masyarakat luas ataupun kepada mahasiswa yang ingin melakukan penelitian yang berkaitan dengan topik ini. Penulis sangat menyadari bahwa masih ada kekurangan dari penelitian ini, baik dari sisi metode penelitian maupun di dalam pembahasannya, sehingga peneliti memohon maaf atas segala kekurangan yang terdapat di dalam penelitian ini. Hendaknya penelitian ini dapat menjadi bahan pembelajaran pada peneliti lain yang akan meneliti topik yang sama, sehingga dapat lebih baik lagi dari penelitian yang sebelumnya. Bogor, Mei 2012 Teresa M.G. Hutabarat

UCAPAN TERIMA KASIH Skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik tidak terlepas dari berkat Tuhan Yang Maha Esa yang selalu memberikan rahmat-nya kepada penulis. Selain itu, penulis juga mendapatkan bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis hendak mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya. Penghargaan dan ucapan terima kasih tersebut penulis sampaikan kepada : 1. Orang tua dan saudara-saudara yang selalu memberi dukungan dan semangat, terutama di dalam pengerjaan skripsi ini. Erwin Hutabarat dan Sere Siahaan, Vanessa, dan Obriel, terima kasih atas semua doa yang telah diberikan. 2. Ibu Ir. Dwi Rachmina, M.Si selaku dosen pembimbing akademik dan dosen pembimbing skripsi yang tidak pernah berhenti memberikan masukan dan semangat selama penulis menyelesaikan studi di Insitut Pertanian Bogor, terutama di dalam proses penyusunan skripsi. 3. Ir. Netti Tinaprillia, MM selaku penguji utama dan Bapak Yeka Hendra Fatika, SP selaku penguji Komisi Pendidikan yang telah bersedia untuk meluangkan waktu untuk menguji pada sidang penulis, serta saran dan kritik yang telah diberikan untuk perbaikan skripsi ini. 4. Bapak Oscar Hutagaol, Bapak Ngatari sebagai pemimpin Kantor Cabang BRI Bogor, staf BRI Unit Ciampea, Kepala Unit BRI Unit Cibungbulang, serta Mas Hendri dan staf BRI Unit Cibungbulang lainnya yang telah banyak membantu di dalam penelitian ini. 5. Seluruh nasabah BRI Unit Cibungbulang yang telah bersedia menjadi responden dalam penelitian ini. 6. Staf pelayanan akademik (Bu Ida, Bu Yoyoh, dan Mbak Dian) yang telah membantu penulis menyelesaikan semua keperluan administrasi, Bapak Yusuf yang selalu membantu di dalam persiapan seminar dan siding, serta seluruh staf Departemen Agribisnis lainnya. 7. Septiannisa Rahmi yang selalu seiring jalan dengan penulis di dalam penyelesaian skripsi, baik di dalam penyusunan, seminar, hingga sidang. 8. Opung Doli, Opung Boru, Opung OB, dan Opung Bunan yang selalu membantu penulis di dalam menghadapi masa-masa sulit.

9. WH dan JH, yang selalu memberikan dorongan untuk lebih baik lagi di dalam masa penyelesaian studi. 10. Willie Putri, Widya, Akhemi, Pratiwi, dan Veranita yang telah menjadi sahabat penulis hingga lebih dari satu dekade. 11. Pingkan, Gebyar, Fiqi, dan Dwi Endah serta teman-teman agribisnis lainnya yang telah mendukung penulis selama tiga tahun bersama. 12. Dina, Nik, Mutia, Pinti, Rini, Testa, Ririn, teman-teman Putri Bunda, serta teman-teman IPB yang selalu menemani penulis selama menjalani perkuliahan di IPB. 13. Tante Henny, Kakak Erna, Kakak Ipah, Kakak Upik, Kakak Eva, Bang Udin dan Bang Amat yang telah menjaga dan menemani penulis setiap saat. 14. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu, atas semua bantuan dan dukungan yang telah diberikan kepada penulis. Bogor, Mei 2012 Teresa M.G. Hutabarat

DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... xii xiv xv I. PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar belakang... 1 1.2. Rumusan Masalah... 3 1.3. Tujuan penelitian... 5 1.4. Manfaat penelitian... 6 II. TINJAUAN PUSTAKA... 7 2.1. Peranan Kredit di DalamPerkembangan Usaha.... 7 2.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengembalian Kredit... 8 2.3 Pengaruh Repayment Capacity Terhadap Kelancaran Kredit..... 10 2.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Repayment Capacity... 10 III. KERANGKA PEMIKIRAN... 12 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis... 12 3.1.1 Peranan Kredit di Dalam Usaha... 12 3.1.2 Risiko Kredit... 12 3.1.3 Penilaian Repayment Capacity di dalam Pemberian Kredit... 15 3.2. Kerangka Pemikiran Operasional... 16 IV. METODOLOGI PENELITIAN... 19 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian... 19 4.2. Jenis dan Sumber Data... 19 4.3 Metode Pengambilan Sampel... 19 4.4. Metode Analisis Data... 20 4.4.1 Analisis Kualitatif.... 20 4.4.2 Analisis Kuantitatif... 21 4.4.2.1 Faktor-faktor yang Mempegaruhi Tingkat Kelancaran Pengembalian Kredit... 21 4.4.2.2 Faktor-Faktor yang Mempegaruhi Nilai Nilai Repayment Capacity... 22 4.5 Definisi Operasional... 22 V. GAMBARAN UMUM BRI... 24 5.1 Sejarah Bank Rakyat Indonesia... 24 5.2 Visi dan Misi Bank Rakyat Indonesia... 24 5.3 Gambaran Umum BRI Unit Cibungbulang... 24 5.4 Struktur Organisasi BRI Unit Cibungbulang... 25 5.5 Mekanisme Penyaluran KUR... 26

VI. KARAKTERISTIK RESPONDEN... 28 6.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Kelancaran Pengembalian Kredit... 28 6.1.1 Karakteristik Individu Responden... 28 6.1.2 Karakteristik Usaha Responden... 31 6.1.3 Karakteristik Kredit Responden... 33 6.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Nilai Repayment Capacity... 37 6.2.1 Karakteristik Individu... 37 6.2.2 Karakteristik Usaha... 40 VII. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGEMBALIAN KREDIT DAN REPAYMENT CAPACITY... 43 7.1 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Pengembalian KUR... 43 7.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Repayment Capacity... 47 7.3 Implikasi Manajerial... 50 VII KESIMPULAN DAN SARAN... 51 8.1 Kesimpulan... 53 8.2 Saran... 53 DAFTAR PUSTAKA... 55 LAMPIRAN... 58

Nomor DAFTAR TABEL Halaman 1. Penyaluran Kredit Modal Kerja per Sektor Ekonomi... 1 2. Sebaran Responden Berdasarkan Jenis Kelamin dan Status Pengembalian Kredit... 29 3. Sebaran Responden Berdasarkan Usia dan Status Pengembalian Kredit... 29 4. Sebaran Responden Berdasarkan Jumlah Tanggungan Keluarga dan Status Pengembalian Kredit.. 30 5. Sebaran Responden Berdasarkan Omzet Usaha dan Status Pengembalian Kredit... 31 6. Sebaran Responden Berdasarkan Repayment capacity dan Status Pengembalian Kredit 32 7. Sebaran Responden Berdasarkan Lama Usaha dan Status Pengembalian Kredit 33 8. Sebaran Responden Berdasarkan Jumlah Pinjaman dan Status Pengembalian Kredit 34 9. Sebaran Responden Berdasarkan Jumlah Angsuran dan Status Pengembalian Kredit 35 10. Sebaran Responden Berdasarkan Lama Angsuran dan Status Pengembalian Kredit.... 36 11. Sebaran Responden Berdasarkan Ada Tidaknya Agunan dan Status Pengembalian Kredit 36 12. Sebaran Responden Berdasarkan Usia dan Nilai Repayment Capacity.. 38 13. Sebaran Responden Berdasarkan Pengeluaran Rumah Tangga dan Nilai Repayment Capacity.. 39 14. Sebaran Jumlah Tanggungan Keluarga Terhadap Pengeluaran Rumah Tangga 40 15. Sebaran Responden Berdasarkan Omzet dan Nilai Repayment Capacity... 41 16. Sebaran Responden Terhadap Lama Usaha dan Nilai Repayment Capacity... 42 17. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Pengembalian KUR... 43

18. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Repayment Capacity... 48

DAFTAR GAMBAR No Halaman 1. Kerangka Pemikiran Operasional. 18 2. Struktur Organisasi BRI Unit Cibungbulang.... 26

Nomor DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Output regresi logistik (minitab)..... 59 2. Output regresi berganda (minitab).. 60

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kredit adalah salah satu faktor yang berperan penting di dalam pengembangan usaha. Pada umumnya ada dua jenis kredit, yaitu kredit modal kerja dan kredit investasi. Kredit modal kerja adalah kredit berjangka waktu pendek atau menengah yang bertujuan untuk menambah modal yang mendukung kegiatan operasional di dalam satu siklus usaha, sedangkan kredit investasi adalah kredit berjangka waktu menengah hingga panjang yang bertujuan untuk menambah modal yang berbentuk investasi, seperti mesin dan bangunan. Pada Agustus 2011, penyaluran kredit modal kerja dan kredit investasi adalah sebesar Rp 1.301.955 milyar dengan komposisi 67,5 persen kredit modal kerja dan 32,5 persen kredit investasi. Kredit modal kerja merupakan jenis kredit yang paling banyak diberikan kepada debitur, hal ini dapat dilihat dari persentase kredit modal kerja yang lebih besar jika dibandingkan dengan kredit investasi. Tabel 1 menunjukkan besarnya penyaluran kredit modal kerja berdasarkan sektor ekonomi. Tabel 1. Penyaluran Kredit Modal Kerja per sektor ekonomi Periode Pertanian secara luas (Rp Milyar) Pertambangan (Rp Milyar) Industri Pengolah-an (Rp Milyar) Perdagangan (Rp Milyar) Keuangan, Real Estate, dan Jasa Perusahaan (Rp Milyar) Jasa-Jasa (Rp Milyar) Jumlah (Rp Milyar) 2006 26.761 8.502 141.905 138.061 na 97.889 415.003 2007 33.112 14.693 159.049 184.031 na 135.727 526.612 2008 37.993 19.075 213.475 220.595 na 186.523 677.661 2009 37.639 26.175 188.101 257.505 na 188.996 698.416 2010 40.255 40.092 216.137 245.568 101.136 111.588 754.776 2011* 42.815 46.061 241.970 308.274 115.579 124.158 878.857 Laju (%/tahun) 10,17 41,58 12,25 18.16 14,28 9,54 16,63 Sumber : BPS (diolah) *Hingga Agustus 2011 Berdasarkan Tabel 1, dapat dilihat bahwa proporsi laju penyaluran kredit di sektor pertanian per tahun hingga 2011 relatif sedikit jika dibandingkan dengan penyaluran kredit di sektor lainnya, yaitu sebesar 10,17 persen per tahun. Hal ini menunjukkan bahwa pihak perbankan cenderung menghindari sektor pertanian, 1

dikarenakan sifat usaha yang memiliki risiko tinggi dan sifat risiko yang sulit untuk diminimalisir. Usaha kecil dan menengah adalah salah satu penunjang perekonomian negara. Sesuai data Departemen Koperasi dan UKM, pada tahun 2009 proporsi usaha UMKM di dalam perekonomian Indonesia mencapai 53.283.732 unit 1 atau sebesar 99 persen dari total usaha yang ada di Indonesia. Perkembangan usaha UMKM dari tahun 2006 hingga tahun 2010 2 meningkat sebanyak 9,80 persen.dengan demikian, UMKM memiliki peran yang cukup besar di bidang perekonomian negara. Jika dibandingkan dengan perkembangan usaha berskala besar yang hanya mencapai 5,69 persen 3 pada periode 2006-2010, maka perkembangan UMKM relatif lebih signifikan. Akan tetapi, penyaluran kredit untuk usaha yang berskala kecil dan menengah lebih rendah jika dibandingkan dengan usaha yang berskala besar. Hingga Desember 2011, proporsi penyaluran kredit di sektor UMKM hanya sebesar 21,23 4 persen dari total penyaluran kredit nasional. Lebih jauh lagi, sektor perdagangan dan industri adalah penerima kredit UMKM terbesar, dengan proporsi sebesar 43,7 persen 5 dari total kredit UMKM. Untuk meningkatkan kredit pada sektor usah kecil dan menengah, pemerintah menyusun suatu program yang bertujuan untuk membantu masyarakat yang masih belum memenuhi persyaratan untuk mengajukan kredit komersil. Salah satu jenis program yang berlangsung hingga saat ini adalah Kredit Usaha Rakyat (KUR). KUR adalah sebuah program pemerintah yang ditujukan untuk usaha UMKM yang feasible akan tetapi belum bankable. Dengan pertimbangan bahwa sebagian besar usaha UMKM merupakan usaha yang belum bankable, maka calon penerima dana KUR tidak harus memiliki jaminan untuk mengajukan permintaan kredit. Akan tetapi, untuk mengurangi peluang terjadinya adverse selection, hanya usaha yang telah berdiri paling tidak enam bulan yang dapat mengajukan 1 Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah. Data UKM 2011.www.depkop.go.id. [14 Desember 2011] 2 Loc.cit [22 Februari 2012] 3 Loc.cit 4 Bank Indonesia. Perkembangan kredit UMKM Desember 2011. www.bi.go.id [6 Maret 2012] 5 Laporan triwulan III 2011 Bank Indonesia 2

permohonan dana KUR. Selain itu, pemilik usaha juga harus memiliki perhitungan cash flow usaha yang dijalankan serta pengeluran pribadi yang berdampak terhadap kemampuan membayar (repayment capacity). Pemerintah mengkategorikan KUR ke dalam dua bagian, yaitu KUR mikro dan KUR ritel. Perbedaan di antara kedua jenis KUR ini terdapat pada persyaratan di dalam pengajuan kredit, jumlah kredit maksimum yang dapat diberikan kepada debitur, dan tingkat suku bunga yang dibebankan. KUR mikro ditujukan untuk UMKM yang pada umumnya masih belum memiliki surat ijin usaha, sedangkan KUR ritel ditujukan untuk usaha yang sudah memiliki perijinan dan ketetapan hukum. Selain itu, jumlah kredit maksimum yang dapat diberikan kepada debitur KUR mikro adalah Rp 20 juta, sedangkan untuk KUR ritel jumlah maksimum yang dapat diberikan kepada debitur adalah Rp 500 juta. Pada umumnya, suku bunga untuk KUR mikro lebih besar jika dibandingkan dengan suku bunga pada KUR ritel. Jenis KUR yang akan menjadi fokus dari penelitian ini adalah KUR mikro. Pemerintah menetapkan 19 bank sebagai lembaga penyalur KUR. Kesembilanbelas bank ini terdiri dari Bank Rakyat Indonesia, Bank Mandiri, Bank Negara Indonesia, Bank Tabungan Negara, Bank Bukopin, Bank Syariah Mandiri, dan 13 Bank Pembangunan Daerah. Sumber dana KUR berasal dari bank pelaksana, dengan pemerintah sebagai penjamin sebesar 70 persen dan bank pelaksana sebesar 30 persen. Bank Rakyat Indonesia (BRI) adalah salah satu bank yang ditunjuk oleh pemerintah untuk menyalurkan dana KUR. BRI melayani KUR mikro dan KUR ritel. Berdasarkan data hingga Desember 2010, KUR mikro memiliki nasabah lebih banyak dibandingkan dengan KUR ritel. Hal ini sesuai dengan karakteristik KUR yang bertujuan untuk membantu usaha UMKM agar dapat meningkatkan skala usahanya. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan laporan akhir tahun 2010 6, Provinsi Jawa Barat menempati urutan ketiga dalam penyaluran KUR dengan share sebesar 13,13 persen. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat animo yang besar dari masyarakat Jawa Barat untuk 6 Laporan akhir tahun Bank Rakyat Indonesia 3

meningkatkan skala usahanya. Salah satu sentra agribisnis di Provinsi Jawa Barat adalah Kabupaten Bogor, di mana banyak terdapat usaha di bidang pertanian secara luas yang masih bersifat mikro. Salah satu unit BRI cabang Bogor yang paling banyak melayani nasabah KUR di bidang agribisnis adalah BRI unit Cibungbulang. Hingga November 2011, BRI unit Cibungbulang telah menyalurkan dana KUR mikro sebesar Rp 984.420.971,00 dengan total nasabah sebanyak 274 orang dengan 46 nasabah di antaranya bergerak di bidang agribisnis. Terdapat lima kriteria yang digunakan oleh pihak perbankan di dalam menentukan kelayakan seorang calon debitur di dalam menerima dana kredit. Kriteria tersebut adalah capacity (kapasitas calon debitur), character (karakter calon debitur), capital (kapital yang dimiliki oleh calon debitur), collateral (agunan), dan condition of economy (kondisi perekonomian). Jika calon debitur tidak memenuhi salah satu dari lima kriteria ini, maka calon debitur tersebut dinilai tidak layak di dalam menerima kredit. Sebagai salah satu bentuk kredit, KUR juga memiliki persyaratan di dalam menentukan debitur yang layak. Hanya saja, karena kredit ini ditujukan untuk usaha yang bersifat feasible tetapi belum bankable, tidak semua dari kelima kriteria tersebut dapat digunakan. KUR ditujukan untuk UMKM, sehingga pada umumnya calon debitur belum memiliki pengalaman kredit. Tidak adanya pengalaman ini menyulitkan pihak perbankan di dalam menilai karakter calon debitur. Agunan juga tidak dapat dijadikan sebagai salah satu kriteria, dikarenakan agunan bukan merupakan syarat yang harus dimiliki oleh calon debitur, sedangkan kondisi perekonomian dan kapital yang dimiliki oleh calon debitur pada umumnya tidak dapat menggambarkan kelayakan calon debitur tersebut di dalam menerima kredit. Dengan demikian, pihak perbankan menggunakan kapasitas yang dimiliki oleh calon debitur di dalam menilai layak tidaknya seorang calon debitur di dalam menerima kredit. Kapasitas yang dimiliki oleh calon debitur dinilai dengan menggunakan nilai repayment capacity yang dimiliki. Nilai dari repayment capacity menggambarkan kemampuan debitur di dalam mengembalikan kredit (ability to pay), sehingga semakin besar nilai repayment capacity maka kemungkinan 4

terjadinya penunggakan akan semakin kecil. Repayment capacity pada umumnya dinilai dengan menghitung selisih di antara pendapatan usaha dan pengeluaran usaha. Akan tetapi, untuk Kredit Usaha Rakyat nilai repayment capacity dinilai dengan menghitung selisih di antara pendapatan usaha, pengeluaran usaha, dan pengeluaran rumah tangga. Hal ini disebabkan karena pada umumnya pemilik UMKM belum memisahkan pengeluaran usaha dengan pengeluaran rumah tangga. Dengan demikian besarnya pengeluaran rumah tangga mempengaruhi nilai repayment capacity calon debitur. Hingga November 2011, Non-Performing Loan (NPL) KUR mikro BRI Cibungbulang mencapai 18,37 persen. Walaupun tingkat NPL tergolong tinggi, tetapi nilai ini lebih rendah jika dibandingkan dengan NPL pada tahun 2009 yang mencapai 35,61 persen. Penurunan ini menunjukkan adanya perbaikan di dalam sistem penyaluran dana KUR. Akan tetapi, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Lubis (2009), repayment capacity pada BRI unit Cibungbulang pada tahun 2009 berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap tingkat kelancaran pengembalian kredit. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kenaikan nilai repayment capacity tidak meningkatkan kelancaran pengembalian kredit, tetapi menurunkan kelancaran pengembalian. Korelasi negatif di antara kedua variabel ini mengindikasikan adanya faktor lain di luar pendapatan usaha, pengeluaran usaha, dan pengeluaran rumah tangga yang mempengaruhi nilai repayment capacity. Penelitian yang dilakukan oleh Durguner dan Katchova (2011) menunjukkan bahwa adanya faktor usia debitur yang mempengaruhi nilai repayment capacity secara positif. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan permasalahan yang akan dibahas di dalam penelitian ini, yaitu : 1) Apakah repayment capacity debitur mempengaruhi tingkat kelancaran pengembalian debitur? 2) Apakah faktor yang mempengaruhi nilai repayment capacity debitur? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 5

1) Menganalisis korelasi di antara repayment capacity dan tingkat kelancaran pengembalian kredit debitur. 2) Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi nilai repayment capacity debitur. 1.4 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada pihakpihak yang berkepentingan, yaitu : 1) Bagi Bank Rakyat Indonesia, diharapkan dapat bermanfaat dalam upaya meminimalisir terjadinya kredit yang bersifat gagal bayar. 2) Bagi mahasiswa, diharapkan dapat menjadi bahan penambah wawasan dalam dunia perbankan dan khususnya kredit UMKM. 3) Bagi penulis, agar dapat menjadi media dalam menerapkan semua ilmu yang didapat di dalam perkuliahan, sebagai alat analisis, mengaplikasikan teori, dan dalam persiapan dalam menghadapi dunia kerja. 6

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Peranan Kredit di Dalam Perkembangan Usaha Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sari (2011) mengenai pengaruh kredit program kemitraan dan bina lingkungan terhadap produksi dan pendapatan petani belimbing dewa di Kota Depok, kredit tidak berdampak nyata terhadap perkembangan usaha dan peningkatan pendapatan petani. Hal ini disebabkan oleh penggunaan kredit yang tidak sesuai dengan tujuan pemberian kredit, yaitu untuk kegiatan produksi usaha. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode analisis regresi dengan taraf nyata sebesar 10 persen. Novitasari (2006) di dalam penelitiannya mengenai kinerja dan dampak KUPEDES terhadap peningkatan pendapatan usaha kecil di BRI Unit Kreo, Tangerang, menyimpulkan bahwa dana yang diperoleh dari KUPEDES mampu meningkatkan pendapatan debiturnya dengan tingkat kenaikan rata-rata sebesar 31,96 persen. Hal ini menunjukkan bahwa KUPEDES efektif di dalam membantu pengembangan usaha. Metode yang digunakan di dalam penelitian ini adalah metode analisis regresi dengan tingkat kepercayaan sebesar 95 persen. Penelitian mengenai kinerja penyaluran KUPEDES serta dampaknya terhadap peningkatan pendapatan usaha nasabah BRI Unit Citeureup yang dilakukan oleh Fitrianingsih (2008) menunjukkan bahwa KUPEDES mampu meningkatkan pendapatan nasabahnya. Peningkatan pedapatan rata-rata yang dialami oleh nasabah mencapai 29,14 persen, sedangkan sektor perdagangan mengalami peningkatan yang paling signifikan dengan peningkatan sebesar 35,26 persen. Tingkat kepercayaan pada penelitian ini adalah 95 persen, dikarenakan jumlah responden yang tidak banyak. Wijaya (2011) di dalam penelitiannya mengenai analisis kinerja usaha Restoran XYZ dengan menggunakan fasilitas kredit UKM menunjukkan bahwa terjadi perkembangan usaha jika dibandingkan dengan keadaan keuangan sebelum mendapatkan kredit. Akan tetapi, peningkatan ini tidak diikuti dengan peningkatan omzet. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan belum dapat mengelola aktiva dengan efisien. 7

Penelitian mengenai analisis penerimaan KUPEDES terhadap performance business dalam sektor perdagangan, industri, dan pertanian di Bank Rakyat Indonesia Unit Parung yang dilakukan oleh Sudarmaji (2008) menunjukkan bahwa sektor pertanian dan industri memiliki keterikatan yang lebih besar di antara KUPEDES dan performance business jika dibandingkan dengan sektor perdagangan. Akan tetapi, sektor perdagangan lebih unggul jika dilihat dari rasio aktivitas dan profitabilitas. 2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengembalian Kredit Hasibuan (2010) pada penelitiannya mengenai faktor yang mempengaruhi tingkat pengembalian kredit macet KUPEDES pada BRI Unit Cijeruk, Bogor, menemukan bahwa variabel usia, tingkat pendidikan, dan agunan berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat kelancaran pengembalian kredit. Variabel usia dan pendidikan memiliki nilai koefisien negatif, akan tetapi variabel agunan memiliki koefisien positif. Dengan demikian semakin bertambah usia dan semakin tinggi tingkat pendidikan responden maka kemungkinan terjadinya penunggakan akan semakin tinggi. Sebaliknya, adanya agunan akan mengurangi kemungkinan terjadinya penunggakan terhadap pengembalian kredit. Penelitian yang dilakukan oleh Triwibowo (2009) mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi pengembalian kredit bermasalah pada BPR Rama Ganda Bogor menyimpulkan bahwa omzet memiliki hubungan negatif dengan kelancaran pembayaran kredit debitur walaupun hal ini tidak berpengaruh secara signifikan. Faktor yang mempengaruhi pengembalian kredit di dalam penelitian ini adalah jumlah tanggungan keluarga dan pengalaman dalam pengambilan kredit. Penelitian yang dilakukan oleh Muhammamah (2008) mengenai faktor yang mempengaruhi tingkat pengembalian kredit Kupedes (studi kasus BRI unit Cigudeg, Bogor) menunjukkan bahwa omzet usaha dan pengalaman dalam pengambilan kredit adalah faktor yang menentukan tingkat kelancaran pembayaran kredit. Metode analisis yang digunakan adalah regresi logistik dengan tingkat kepercayaan sebesar 95 persen. Penelitian yang dilakukan oleh Agustania (2009) mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kelancaran pengembalian KUR di BRI Unit Cimanggis 8

menunjukkan bahwa dengan taraf nyata sebesar 10 persen adanya pinjaman terhadap pihak lain, omzet usaha, dan besarnya jumlah pinjaman mempengaruhi tingkat pengembalian. Adanya pinjaman terhadap pihak lain berdampak negatif terhadap kelancaran pembayaran kredit, sedangkan omzet usaha dan besarnya jumlah pinjaman berpengaruh positif terhadap tingkat pengembalian kredit. Limsombunchai, Gan, dan Lee (2005) di dalam penelitiannya yang berjudul An Analysis of Credit Scoring for Agricultural Loans in Thailand menemukan bahwa total nilai aset, capital turnover ratio, dan durasi kerjasama di antara bank dan debitur mempengaruhi tingkat kelancaran pengembalian kredit. Semakin besar total nilai aset maka semakin lancar pengembalian kredit debitur. Akan tetapi, semakin besar capital turnover ratio dan semakin lama durasi kerjasama di antara bank dan debitur maka semakin besar kemungkinan terjadinya penunggakan kredit. Penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi pengembalian KUPERTA (Studi kasus di Kabupaten Takalar Provinsi Sulawasi Selatan) yang dilakukan oleh Sulaiman (2006) menunjukkan bahwa jumlah pinjaman, jarak di antara rumah debitur dan bank pelaksana, adanya usaha sampingan, lama pinjaman yang lebih dari satu tahun, dan pendidikan yang lebih dari SMA memiliki peranan yang siginifikan di dalam tingkat kelancaran pengembalian kredit. Rachmat (2011) di dalam penelitiannya mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi pengembalian pembiayaan agribisnis pada bank umum syariah (studi kasus pada BMI Cabang Depok) menemukan bahwa jumlah tanggungan keluarga, pendapatan usaha, lama usaha, dan jenis usaha berpengaruh nyata terhadap pengembalian pembiayaan. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode regresi logistik dengan tingkat kepercayaan sebesar 95 persen. Haloho (2010) melakukan penelitian yang berjudul Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Pengembalian Kredit Mikro PT BPD JaBar Banten KCP Darmaga menemukan bahwa faktor usia, tingkat pendidikan, serta jaminan menentukan tingkat kelancaran pengembalian kredit. Penelitian ini dilakukan 9

dengan menggunakan metode analisis regresi logistik, dan memiliki tingkat kepercayaan sebesar 90 persen. 2.3 Pengaruh Repayment capacity Terhadap Kelancaran Kredit Penelitian yang dilakukan oleh Irawati (2011) mengenai faktor yang mempengaruhi realisasi KUR di BRI Unit Cibinong, Bogor menggunakan analisis regresi linier berganda. Hasil penelitian dengan metode ini menunjukkan bahwa omzet memiliki nilai positif walaupun tidak signifikan, sedangkan repayment capacity memiliki nilai negatif walaupun tidak signifikan. Penelitian yang dilakukan oleh Lubis (2009) di BRI Unit Cibungbulang mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kelacaran pembayaran KUR di BRI Cibungbulang menunjukkan bahwa omzet bernilai positif dan siginifikan terhadap tingkat kelancaran pembayaran kredit, akan tetapi repayment capacity memiliki korelasi negatif dan tidak siginifikan. Hal ini sesuai dengan nilai Non-Performing Loan yang bernilai cukup besar, yaitu 35,61 persen. Auditiya (2011) di dalam penelitiannya mengenai analisis faktor-faktor yang mempengaruhi pengembalian kredit usaha rakyat mikro menunjukkan bahwa repayment capacity berpengaruh positif terhadap tingkat kelancaran pengembalian kredit, akan tetapi tidak berpengaruh secara signifikan. Faktorfaktor yang berpengaruh secara signifikan terhadap pengembalian kredit adalah jarak tempat tinggal dengan BRI dan omzet usaha. 2.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Repayment capacity Durguner dan Katchova (2011) melakukan penelitian yang berjudul Repayment capacity of Farmers: A Balanced Panel Data Approach untuk menemukan faktor-faktor yang mempengaruhi nilai repayment capacity petani. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan data time series mulai dari tahun 2000 hingga 2006 terhadap 184 orang petani di Illinois. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa working-capital ratio, debt-to-asset ratio dan usia responden berpengaruh signifikan terhadap nilai repayment capacity responden. Workingcapital ratio mempengaruhi nilai repayment capacity secara negatif, debt-to-asset ratio mempengaruhi nilai repayment capacity secara negatif, dan usia responden mempengaruhi nilai repayment capacity secara positif. Korelasi positif di antara usia dan nilai repayment capacity menunjukkan bahwa semakin dewasa 10

responden maka nilai repayment capacity yang dimiliki akan semakin besar, akan tetapi nilai tersebut mengalami penurunan setelah mencapai tingkat usia tertentu. Penelitian yang dilakukan oleh Zech dan Pederson (2003) menunjukkan bahwa turnover ratio mempengaruhi nilai repayment capacity secara positif, besarnya pengeluaran rumah tangga berpengaruh secara negatif, dan debt-to-asset ratio mempengaruhi nilai repayment capacity secara negatif. Usia responden berpengaruh secara negatif walaupun tidak signifikan. Penelitiaan ini berbeda dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Durguner dan Katchova (2011) serta penelitian Zech dan Pederson (2003). Perbedaan dapat dilihat pada skala usaha yang digunakan, metode perhitungan repayment capacity, ketersediaan data yang dapat digunakan, dan jenis kredit yang menjadi objek penelitian. Akan tetapi, penelitian ini menggunakan penelitian yang dilakukan oleh Durguner dan Katchova (2011) dan Zech dan Pederson sebagai acuan di dalam penentuan variabel yang diperkirakan akan mempengaruhi nilai repayment capacity yang dimiliki oleh responden. 11

III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Peranan Kredit di Dalam Usaha Pada hakikatnya setiap perusahaan akan membutuhkan tambahan modal untuk dapat berkembang. Menurut Murray dan Nelson (1960) ada beberapa sumber tambahan modal, yaitu savings, family arrangement, incorporation, leasing, purchase contracts, vertical integration, dan credit. Ketujuh sumber ini memiliki keunggulan dan kekurangannya masing-masing, sehingga satu sumber yang tepat untuk suatu usaha belum tentu tepat digunakan untuk usaha lain yang memiliki karakteristik yang berbeda. Salah satu sumber tambahan modal yang umum digunakan adalah kredit. Hal ini disebabkan karena kredit relatif lebih menguntungkan jika dibandingkan dengan sumber lainnya, dengan bunga sebagai harga yang harus dibayar oleh debitur setelah mendapatkan kredit. Besarnya nilai kredit yang diberikan bergantung kepada cash flow perusahaan, sehingga penting bagi calon debitur untuk memiliki pencatatan keuangan usahanya. Berdasarkan Nicholson (2002), ada tiga faktor di dalam fungsi produksi, yaitu capital, land, dan labor. Ketiga faktor ini akan mempengaruhi output yang dihasilkan, yang pada akhirnya akan mempengaruhi profit yang didapatkan oleh perusahaan. Penambahan dana yang didapatkan dari kredit akan memberikan kesempatan bagi pemilik usaha untuk meningkatkan profit yang didapatkan dengan cara menambah nilai faktor yang mempengaruhi fungsi produksi perusahaan. 3.1.2 Risiko Kredit Bank menghadapi risiko gagal bayar di dalam setiap transaksi kredit yang diberikan kepada debitur. Non-performing loan atau kredit yang mengalami gagal bayar dapat diakibatkan oleh faktor internal debitur, seperti moral hazard, maupun faktor eksternal debitur, seperti keadaan ekonomi yang menyebabkan penurunan profit yang mengakitbatkan debitur tidak dapat memenuhi kewajiban bunga. 12

Penilaian kredit perlu dilakukan untuk meminimalisir kemungkinan terjadinya gagal bayar. Faktor-faktor yang dinilai dari calon debitur menurut Dendawijaya (2005) adalah: a) Character Karakter dari calon debitur akan menentukan menunjukkan willingness to pay atau kemauan untuk mengembalikan kredit dari calon debitur. Penilaian karakter dapat dilakukan dengan cara melakukan wawancara terhadap pihak-pihak yang merekomendasikan calon debitur maupun melihat sejarah kredit calon debitur, baik di bank yang sama maupun bank lainnya. b) Capacity Kapasitas menunjukkan kemampuan calon debitur di dalam mengembalikan kredit yang telah didapatkan. Penilaian terhadap kapasitas calon debitur dilakukan dengan menganalisis cash flow usaha, menganalisis repayment capacity, dan memproyeksikan pertumbuhan usaha jika mendapatkan kredit. c) Condition of economy Kondisi perekonomian secara makro akan mempengaruhi usaha yang dimiliki calon debitur, baik secara langsung maupun tidak langsung. Faktor-faktor yang dipertimbangkan antara lain trend usaha, kondisi politik, dan kondisi sosial budaya. d) Collateral Agunan adalah jaminan yang diberikan oleh calon debitur kepada pihak perbankan. Pada umumnya jaminan yang diberikan berbentuk barang yang memiliki nilai yang hampir sama dengan jumlah kredit yang diberikan. e) Capital Kapital adalah besarnya modal selain kredit yang dimiliki oleh calon debitur. Penilaian terhadap kapital calon debitur dapat dilakukan dengan cara melihat debt to equity ratio, yang menghitung perbandingan antara total debt dan net worth. 13

Jika calon debitur dinilai tidak memenuhi salah satu dari kelima persyaratan ini, maka pihak bank akan menolak memberikan kredit yang telah diajukan. Hal ini sesuai dengan prinsip kehati-hatian yang dijalankan oleh bank. Hanya saja pada kredit mikro collateral atau jaminan bukanlah persyaratan yang harus dipenuhi oleh calon debitur. Debitur kredit mikro pada umumnya tidak memiliki jaminan, akan tetapi menurut Aghion dan Murdoch (2005) ada beberapa langkah yang dapat diambil oleh pihak perbankan untuk meminimalisir kemungkinan terjadinya penunggakan. Langkah-langkah tersebut adalah : 1) Melakukan perjanjian di mana jika debitur gagal mengembalikan dana kredit yang diterima maka debitur tidak akan mendapatkan kredit di kemudian hari. 2) Memberikan dana kredit secara bertahap. 3) Melakukan komunikasi dengan pihak perbankan lainnya mengenai status kredit debitur, sehingga debitur tidak dapat mengajukan kredit kepada bank lain jika telah mendapatkan kredit sebelumnya. 4) Frekuensi pembayaran yang diperbanyak, sehingga gejala awal kemungkinan terjadinya penunggakan dapat terdeteksi lebih cepat. 5) Melakukan pendekatan yang lebih fleksibel terhadap jaminan yang harus dimiliki oleh calon debitur. Pada kredit makro jaminan yang dimiliki oleh debitur memiliki nilai yang sama atau lebih besar jika dibandingkan dengan jumlah kredit yang didapatkan. Akan tetapi, pada kredit mikro jaminan yang dimiliki oleh debitur tidak harus memiliki nilai yang sama atau lebih besar dari jumlah kredit yang didapatkan, tetapi memiliki nilai atau value yang bersifat personal terhadap debitur. Dengan pendekatan ini maka hampir semua calon memiliki aset yang dapat dijadikan jaminan. 6) Financial Collateral. Pihak perbankan dapat meminimalisir terjadinya kegagalan pembayaran dengan cara mengajukan persyaratan keuangan usaha kepada calon debitur. Sebelum mendapatkan kredit calon debitur 14

harus dapat menunjukkan keadaan keuangan usaha yang dimiliki dan besarnya jumlah uang yang dapat disisihkan untuk dimasukkan ke dalam tabungan. Dana yang disimpan di dalam tabungan ini dapat digunakan sebagai jaminan kepada pihak perbankan. 7) Mengumpulan informasi mengenai calon debitur sebelum memberikan kredit. Informasi yang dikumpulkan oleh staf dari pihak perbankan melalui wawancara dan kunjungan lapangan terbukti lebih efektif di dalam penyaringan debitur jika dibandingkan dengan informasi yang didapatkan hanya dari laporan keuangan usaha calon debitur. 3.1.3 Penilaian Repayment capacity di Dalam Pemberian Kredit Salah satu faktor penting di dalam penilaian calon debitur adalah capacity atau kapasitas usaha calon debitur. Faktor ini akan menunjukkan sejauh mana kemampuan calon debitur mampu mengembalikan kredit yang diterima. Menurut Dendawijaya (2005), hal yang perlu dianalisis di dalam menilai kapasitas calon debitur adalah : 1) Jadwal pembangunan proyek calon debitur 2) Rencana produksi dan penjualan 3) Proyeksi laba/rugi 4) Proyeksi cash flow 5) Kemampuan manajerial pemilik usaha 6) Kemampuan calon debitur di dalam memenuhi kewajibannya terhadap pihak lain. Salah satu output dari penilaian terhadap kapasitas calon debitur adalah repayment capacity. Besarnya nilai repayment capacity yang dimiliki oleh calon debitur akan menentukan besarnya jumlah kredit yang akan didapatkan. Pada kredit non-program, nilai repayment capacity didapatkan dengan melakukan perhitungan selisih di antara omzet usaha dan pengeluaran usaha. Akan tetapi, untuk Kredit Usaha Rakyat nilai repayment capacity didapatkan dengan menghitung selisih di antara pendapatan usaha, pengeluaran usaha, dan pengeluaran rumah tangga. 15

3.2 Kerangka Operasional Kredit Usaha Rakyat pada dasarnya adalah kredit semi-program yang bertujuan untuk meningkatkan produktivitas usaha melalui pertambahan modal. Dengan demikian, walaupun memiliki persyaratan yang relatif sederhana,debitur tetap harus mengikuti peraturan kredit yang ditetapkan oleh pemerintah dan bank. Debitur yang gagal mengembalikan kredit yang diterima setelah masa angsuran selesai secara otomatis akan masuk ke dalam black list Bank Indonesia. Ada lima prinsip yang dimiliki oleh pihak perbankan dalam menilai kelayakan calon debitur sebelum memberikan kredit, yaitu capacity, capital, character, condition of economy, dan collateral. Kelima faktor ini dapat digunakan untuk menilai kelayakan seorang calon debitur dan menggambarkan keadaan usaha yang dimiliki oleh calon debitur. Dari kelima kriteria ini, kriteria utama yang digunakan di dalam Kredit Usaha Rakyat untuk menilai kelayakan calon debitur adalah capacity. Capacity adalah kemampuan calon debitur dalam mengembalikan dana kredit yang diterima. Kapasitas dapat dilihat dari cash flow usaha, omzet, dan proyeksi peningkatan usaha jika mendapatkan kredit. Pada akhirnya, output dari capacity adalah repayment capacity yang menunjukkan kemampuan membayar calon debitur. Nilai dari repayment capacity menunjukkan ability to pay atau kemampuan membayar debitur. Ada beberapa faktor yang diduga mempengaruhi repayment capacity, yaitu omzet usaha, debt-to-asset ratio, working capital ratio, pengeluaran rumah tangga, lama usaha, dan usia responden. Keenam faktor ini dipilih sesuai dengan referensi penelitian terdahulu dan melalui diskusi yang dilakukan dengan pihak yang merupakan ahli di bidang kredit mikro. Akan tetapi dikarenakan keterbatasan data, maka faktor yang akan digunakan di dalam model adalah omzet, besarnya pengeluaran rumah tangga, lamanya usaha telah berdiri, serta usia responden. Omzet merupakan pendapatan yang didapatkan dari usaha yang dimiliki debitur. Omzet usaha diduga berkorelasi positif terhadap tingkat repayment capacity, di mana semakin tinggi omzet usaha maka nilai repayment capacity juga akan meningkat. 16

Pengeluaran rumah tangga adalah besarnya biaya yang harus dikeluarkan oleh debitur untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Pada umumnya pengeluaran rumah tangga bukanlah faktor yang diperhitungkan di dalam penilaian repayment capacity, akan tetapi pada usaha mikro, kecil, dan menengah pengeluaran rumah tangga dan pengeluaran usaha tidak terpisah, sehingga besarnya pengeluaran rumah tangga berdampak langsung terhadap pendapatan bersih usaha. Oleh karena itu, pengeluaran rumah tangga diduga berdampak negatif terhadap nilai repayment capacity. Lama usaha adalah lamanya suatu usaha telah berdiri. Semakin lama suatu usaha telah berdiri maka pengalaman debitur di dalam bidang usahanya akan semakin banyak. Dengan demikian lama usaha diduga berpengaruh positif terhadap nilai repayment capacity. Usia responden menunjukkan tingkat kedewasaan responden. Selain itu, usia responden juga mempengaruhi kemampuan rasional debitur, sehingga semakin bertambah usia responden diduga nilai repayment capacity yang dimiliki akan semakin besar. Dari penjelasan di atas, maka diduga ada korelasi positif di antara repayment capacity dan tingkat kelancaran pengembalian KUR. Faktor-faktor yang diduga memiliki dampak terhadap repayment capacity adalah omzet, pengeluaran rumah tangga, lama usaha, dan usia responden. Semua variabel ini diduga berpengaruh secara signifikan terhadap nilai repayment capacity. Gambar 1 menjelaskan kerangka operasional secara ringkas. 17

Pengembalian KUR BRI Unit Cibungbulang Capacity Character Capital Collateral Condition of Economy Repayment capacity Omzet Pengeluaran Rumah Tangga Lama Usaha Usia Responden Gambar 1. Kerangka Pemikiran Operasional 18

IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada tanggal 3 Januari 2012 hingga 20 Februari 2012 pada PT. Bank Rakyat Indonesia Unit Cibungbulang. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara purposive atau sengaja, dikarenakan BRI Unit Cibungbulang merupakan salah satu Unit yang mengalami penurunan Non- Performing Loan yang signifikan sejak penelitian terdahulu pada tahun 2009, serta aksesibilitas penulis terhadap responden yang akan diteliti. 4.2 Jenis dan Sumber Data Penelitian ini dilakukan dengan mengumpulkan data yang berasal dari dua sumber, yaitu: 1) Data Primer Di dalam penelitian ini, data primer didapatkan dengan melakukan wawancara baik secara kunjungan dengan menggunakan bantuan kuesioner. Data primer juga didapatkan dengan melakukan wawancara terhadap Kepala Unit BRI Unit Cibungbulang dan Mantri yang langsung melihat kondisi lapangan debitur. 2) Data Sekunder Data sekunder pada penelitian ini diperoleh dari data internal BRI nasional berupa data KUR secara nasional, BRI Cabang Bogor berupa penyaluran KUR di daerah Bogor, serta BRI Unit Cibungbulang berupa data nasabah yang merupakan debitur KUR di bidang agribisnis. Data sekunder juga diperoleh dari jurnal, pedoman KUR baik dari pihak BRI maupun pemerintah, serta Badan Pusat Statistik. Data sekunder yang digunakan antara lain penyaluran kredit di Indonesia, penyebaran kredit berdasarkan sektor usaha, dan jumlah UMKM di Indonesia. 4.3 Metode Pengambilan Sampel Populasi pada penelitian ini adalah nasabah KUR mikro BRI Unit Cibungbulang yang bergerak di bidang agribisnis, baik di subsistem on-farm maupun subsistem off-farm. Total dari debitur yang bergerak di bidang agribisnis 19

adalah 46 orang, dengan debitur yang bergerak di subsistem on-farm sebanyak 12 orang dan debitur yang bergerak di bidang off-farm sebanyak 34 orang. Pengambilan sampel dilakukan secara purposive dikarenakan keterbatasan akses, dengan total sampel yang akan digunakan sebanyak 36 orang, yaitu 11 debitur yang bergerak di subsistem on-farm dan 25 orang bergerak di subsistem off-farm. 4.4 Metode Analisis Data Analisis data akan dilakukan dengan cara analisis kualitatif dan analisis kuantitatif. Analisis kualitatif berupa tabulasi yang menjelaskan karakteristik nasabah, sedangkan analisis kuantitatif menggunakan analisis regresi logistik dan regresi berganda. Data kuantitatif akan diolah dengan mengguanakan software Minitab 16, sedangkan analisis kualitatif akan digunakan untuk mendukung hasil yang didapatkan dari analisis kuantitatif. 4.4.1 Analisis Kualitatif Analisis kualitatif akan dilakukan dengan metode deskriptif. Data akan disajikan di dalam bentuk tabulasi dan akan disortir berdasarkan kesamaan jawaban atau persamaan lainnya. Metode ini digunakan untuk melihat gambaran keadaan responden yang diteliti. Terdapat tiga karakter yang akan dijelaskan dengan analisis deskriptif, yaitu karakter individu, karakter usaha, dan karakter kredit. untuk analisis faktor yang mempengaruhi kredit ketiga karakteristik ini akan dihubungkan dengan kelancaran kredit, sedangkan untuk analisis faktor yang mempengaruhi repayment capacity ketiga karakteristik ini akan dihubungkan dengan nilai repayment capacity responden. Karakteristik individu yang akan dijelaskan dengan metode ini adalah jenis kelamin, usia responden, serta pengeluaran rumah tangga. Sedangkan untuk karakteristik usaha responden akan dijelaskan mengenai lama usaha dan omzet usaha. Untuk karakteristik kredit, akan dijelaskan mengenai tingkat kelancaran pengembalian kredit, ada tidaknya agunan, total angsuran, jumlah kredit, dan repayment capacity responden. 20