Jelaskan peranan para wali dalam menyebarkan agama Islam di Indonesia

ERAMADANI.COM, – Para ulama yang sangat berjasa dalam penyebaran agama Islam di Indonesia adalah Wali Songo atau Wali Sembilan yang disebarkan dengan jalan damai.

Wali adalah sebutan bagi orang-orang yang berpengetahuan dan penghayatan agama Islamnya sudah mencapai tingkat sangat dalam dan sanggup berjuang untuk kepentingan agama tersebut.

Disamping mempunyai peranan yang sangat besar dalam penyebaran agama Islam di Jawa, Wali Songo juga berperan sebagai penasehat raja dan pendukung raja-raja Islam yang berkuasa, bahkan ada yang menjadi raja, seperti Sunan Gunung Jati.

Nama-nama Wali Songo

Adapun daftar nama Wali Songo yang pernah menyebarkan agama Islam di Pulau Jawa adalah sebagai berikut.

Maulana Malik Ibrahim (Sunan Gresik)

Maulana Malik Ibrahim (Sunan Gresik) juga dikenal dengan sebutan Magribi atau Syekh Maghribi, yang merupakan tokoh keturunan Arab, putra Zainal bin Hasan Ali ra.

Ia sangat berjasa dalam berdakwah di Pulau Jawa, yang datang Jawa Timur pada tahun 1379 M dan wafat pada 12 Rabiul Awal 882 H atau pada bulan April 1419 M dan dimakamkan di Gresik.

Ia berdakwah dengan cara bergaul bersama anak negeri, berbudi bahasa lembut, ramah tamah dan berakhlak tinggi.

Ia juga mendirikan pesantren yang merupakan tempat pendidikan agama Islam guna menggembleng para siswa sebagai kader mubaligh Islam pada masa mendatang.

Raden Rahmat (Sunan Ampel)

Nama kecil Sunan Ampel adalah Raden Rahmat. Ia berasal dari Campa (kemungkinan wilayah Jeumpa, Aceh), ia juga ikut mendirikan Masjid Agung Demak yang dibangun pada tahun 1401 Saka atau 1479 M.

Sunan Ampel juga berperan sebagai perencana berdirinya Kerajaan Islam Demak di Jawa yang beribu kota di Bintar

Raden Rahmat memilih daerah Ampeldenta dekat Surabaya sebagai pusat kegiatan perkembangan agama Islam. Oleh karena itu pusat dakwahnya berada di Ampeldenta maka Raden Rahmat lebih dikenal sebagai Sunan Ampel.

Sunan Ampel mulai mengembangkan agama Islam di Jawa Timur dengan mendirikan Pesantren Ampeldenta. Pesantren ini digunakan untuk mendidik para pemuda Islam sebagai kader yang nantinya disebarkan keseluruh pelosok pulau Jawa.

Diantara siswa-siswanya yang terkenal adalah Raden Paku yang kemudian dikenal sebagai Sunan Giri.

Raden Mahdum Ibrahim (putranya sendiri) yang terkenal dengan sebutan Sunan Bonang, Masih Maunud atau Syarifuddin (putanya sendiri) yang terkenal dengan sebutan Sunan Drajat.

Syarifuddin (Sunan Drajat)

Syarifuddin atau Masih Maunud yang di kenal dengan Sunan Drajat yang merupakan putra Sunan Ampel. Ia menyebarkan agama Islam di daerah Jawa Timur dan ia yang berjiwa sosial serta dermawan.

Islam dengan memberikan pertolongan kepada yang sengsara, seperti membantu anak yatim piatu, orang sakit dan fakir miskin. Sebagian ahli sejarah menyatakan bahwa Sunan Drajat adalah pencipta Gending Pangkur.

Maulana Makhdum Ibrahim (Sunan Bonang)

Raden Maulana Makhdum Ibrahim yang dikenal dengan nama Sunan Bonang adalah putra Sunan Ampel.

Semasa hidupnya giat sekali menyebarkan agama Islam di daerah Tuban dan menjadikannya sebagai pusat kegiatan penyebaran agama Islam.

Raden Paku (Sunan Giri)

Sunan Giri disebut juga Raden Paku, Prabu Satmaka atau Sultan Fakih. Beliau putra Maulana Ishak yang pernah ditugaskan oleh Raden Rahmat untuk menyebarkan agama Islam ke daerah Blambangan.

Pada waktu itu masih memeluk agama Hindu. Di Giri ia kemudian mendirikan sebuah mesjid dan pesantren yang menampung banyak murid dari berbagai wilayah.

Sunan Giri pernah mengirimkan utusan keluar Jawa, seperti Madura, Pulau Bawean, Pulau Kangean, serta ke Ternate dan Haruku (kepulauan Maluku) untuk menyebarkan agama Islam.

Ia banyak menciptakan permainan anak-anak yang bernuansa Islam, seperti Ilir-ilir, jamuran dan cuplak-cuplak suweng.

Raden Mas Syahid (Sunan Kalijaga)

Sunan Kalijaga yang mempunyai nama kecil Raden Mas Syahid adalah putra Tumenggung Sahur Wilantika, Bupati Tuban.

Sunan Kalijaga selai seorang wali, juga dikenal sebagai mubalig, pejuang, pujangga dan filusufi yang berjiwa besar, ia termasuk mubalig keliling sehingga daerah penyebarannya tidak terbatas.

Ia menyebarkan Islam adalah dengan melalui cerita-cerita wayang yang sudah banyak dimasuki ajaran-ajaran Islam.

Ja’far Shodiq (Sunan Kudus)

Sunan Kudus yang mempunya nama kecil Ja’far Shodiq adalah putra Raden Mas Usman Haji atau Sunan Ngundung di Jipang Panolan (sebelah utara Blora).

Daerah penyebaran Islamnya meliputi daerah pesisir sebelah utara Jawa Tengah. Dalam mengajarkan agama Isla, Suan Kudus berusaha mengikis habis pengaruh Hindu. Tempat beliau mengajar agama diberi nama Kudus yang berasal dari bahasa Arab, quds yang berarti suci.

Raden Prawata (Sunan Muria)

Suanan Muria adalah putra Sunan Kalijaga. Nama kecil Sunan Muria adalah Raden Prawata. Daerah penyebaran dakwah islamnya berada di sekitar lereng Gunung Muria.

Cara dakwah yang dilakukan adalah member kursus kepada rakyat jelata. Sunan Muria wafat dan dimakamkan di puncak Gunung Muria.

Fatahillah (Sunan Gunung Jati)

Sunan Gunung Jati mempunyai nama yang sangat banyak antara lain Fathillah, Muhammad Nurudin, Faletehan, Syah Nurullah, Syarif Hidayatullah, Makhdum Jati, dan Makhdum Rahmatullah.

Sunan Gunung Jati berasal dari Pasai, sebelah utara Aceh dan masih keturunan raja. Setelah menamatkan pelajarannya di Mekah, Fatahillah dating ke Demak karena pasai sudah diduduki Portugis.

Kedatangan Fatahillah di Jawa diterima baik oleh kerajaan Islam Demak yang pada masa itu diperintah oleh Sultan Trenggana (1521-1546 ). Fatahillah diangkat sebagai panglima yang ditugaskan ke Jawa Barat.

Di Jawa Barat dapat menududki tempat-tempat penting, seperti pantai Sunda Kelapa. Beliau mengubah nama Sunda Kelapa menjadi Jayakarta (Kota Kemenangan) pada tahun 1527.

Usaha Fatahillah selanjutnya adalah mendirikan kerajaan Banten dan Kerajaan Cirebon.

Perjuangan Fatahillah di Jawa Barat bukan hanya menyebarkan agama Islam tetapi juga melawan kedatangan kaum Portugis dari Malaka. Fatahillah wafat dan dimakamkan di Gunung Jati, Cirebon. (HAD)

Wali Songo atau Sembilan Wali merupakan tokoh yang memiliki peranan cukup penting dalam penyebaran agama Islam di Indonesia khususnya Pulau Jawa. Bahkan, saat ini Indonesia menjadi negara dengan jumlah mayoritas pemeluk agama Islam terbesar di dunia.

Secara harfiah, Wali berarti “wakil” atau “utusan” dan sanga atau songo berarti “Sembilan”. Dalam penyebaran agama Islam, para Wali Songo ini berdakwah dengan menggunakan cara yang halus melalui pendekatan kebudayaan, kesenian, maupun pendidikan. Oleh masyarakat, para wali songo ini diberi gelar Sunan yang artinya “yang dihormati”. Adapun kesembilan wali tersebut, antara lain :

Sunan Gresik (Maulana Malik Ibrahim)

Maulana Malik Ibrahim dipercaya sebagai keturunan dari Nabi Muhammad. Wali yang disebut Sunan Gresik ini dianggap sebagai wali pertama yang mendakwahkan Islam di Pulau Jawa. Selain berdakwah, Sunan Gresik mengajarkan cara baru dalam bercocok tanam.

Ia membangun pondokan tempat belajar agama di Leran, Gresik. Saat Majapahit sedang berada diambang keruntuhan karena perang saudara hingga ada masalah politik dan krisis ekonomi maka Sunan Gresik berusaha menenangkan dan menggugah semangat masyarakat.

Bersama dengan pasukan dan tentara dari Laksamana Cheng Ho, Sunan Gresik mencetak sawah baru dan membangun irigasi untuk pertanian rakyat. Tindakannya ini berhasil membawa perbaikan pada masyarakat pesisir Gresik. Melalui pendekatan yang halus maka secara perlahan agama Islam dapat disebarkan dengan baik.

Sunan Ampel

Raden Rahmat atau dikenal dengan Sunan Ampel adalah wali songo yang dianggap sesepuh oleh para wali lainnya. Ia adalah wali yang berasal dari Jeumpa, Aceh. Selama berdakwah, Sunan Ampel terkenal dalam kemampuannya berdiplomasi. Ia mampu mengajarkan agara Islam ditengah masyarakat yang masih terikat kasta.

Sunan Ampel dikenal dengan ajarannya “Molimo” yaitu tidak mau melakukan lima perkara yang dilarang, antara lain “emoh main” (tidak mau berjudi), “emoh ngumbi” (tidak mau minum yang memabukkan), “emoh madat” (tidak mau mengisap candu atau ganja), “emoh maling” (tidak mau mencuri atau kolusi), dan “emoh madon” (tidak mau berzina).

Sunan Bonang (Raden Makhdum Ibrahim)

Raden Makhdum Ibrahim atau dikenal Sunan Bonang adalah putra dari Sunan Ampel. Berkat didikan ayahnya, ia memperdalam ajaran Islam dan berguru pada Maulana Ishaq (ayah Sunan Giri) di Malaka. Setelah itu, ia kembali ke Tuban untuk mulai berdakwah. Sunan Bonang berdakwah melalui saluran pendidikan dan kesenian, yaitu dengan mendirikan pondok pesantren dan memperbarui gamelan Jawa dengan memasukan rebab dan bonang.

Sunan Drajat (Raden Qasim Syarifuddin)

Raden Qasim Syarifuddin adalah putra Sunan Ampel dan adik dari Sunan Bonang. Sunan Drajat banyak berdakwah kepada masyarakat kalangan rakyat kecil. Ia menekankan kedermawanan, kerja keras, dan peningkatan kemakmuran masyarakat, sebagai pengamalan dari agama Islam.

(Baca juga: Saluran Penyebaran Islam di Indonesia)

Dakwahnya diselingi dengan tembang suluk yang berisi petuah-petuah indah dan mendalam. Minat yang tinggi dari masyarakat terhadap dakwahnya mendorong Sunan Drajat untuk mendirikan pesantren yang dijalankan secara mandiri sebagai wilayah otonom dan bebas pajak.

Sunan Kudus (Jafar Shaddiq)

Ja’far Shaddiq adalah putra Sunan Ngudung atau Raden Usman Haji dan Cucu Sunan Ampel. Sunan Kudus memulai dakwahnya di pesisir utara Jawa Tengah dan ia terkenal memiliki wawasan ilmu agama serta pengetahuan yang luas, sehingga dijuluki wali al-ilmu atau “orang berpengetahuan”.

Kecerdasannya itu membuat masyarakat memintanya menjadi pimpinan di daerah yang kemudian dinamakan “Kudus”. Ia bahkan berperan besar dalam pemerintahan Kesultanan Demak sebagai panglima perang, penasihat Sultan Demak, dan hakim peradilan kerajaan.

Sunan Giri (Muhammad Ainul Yaqin)

Wali yang termasyur dengan sebutan Sunan Giri ini bernama asli Raden Paku. Sejak remaja ia belajar agama Islam di pondok pesantren Ampel dan berguru kepada Sunan Ampel. Ia mendirikan pesantren di Giri Kedaton yang berperan sebagai pusat dakwah di wilayah Jawa dan Indonesia Timur bahkan sampai ke Kepulauan Maluku.  Sunan Giri terkenal dengan dakwahnya yang membawa keceriaan, yang mana di tengah dakwahnya, ia menyelipkan tembang yang riang seperti cublak cublak suweng, lir ilir, dan jamuran.

Sunan Kalijaga (Raden Mas Said)

Masa muda dari Sunan Kalijaga dihabiskan sebagai “perampok budiman”, yang mengambil harta orang kaya untuk dibagikan ke rakyat miskin. Petualangannya itu berakhir saat bertemu Sunan Bonang, sehingga bertobat dan tergerak untuk menimba ilmu agama Islam.

Sunan Kalijaga menjadikan Demak sebagai pusat dakwahnya. Dimana, ia berdakwah menggunakan pendekatan budaya dan kesenian yaitu wayang kulit serta tembang suluk. Ciri khas dari dakwahnya adalah toleransinya terhadap budaya dan tradisi setempat yang secara bertahap ia tanamkan kesadaran akan nilai-nilai Islam pada budaya masyarakat.

Sunan Muria (Raden Umar Said)

Raden Umar Said adalah putra Sunan Kalijaga. Seperti ayahnya, Sunan Muria menggunakan budaya dan kesenian dalam dakwahnya, dimana tembang sinom, kinanti, dan tradisi kenduri merupakan hasil kreativitasnya.

Ia berupaya menanamkan kesadaran akan keluhuran nilai-nilai Islam secara bertahap. Pendekatannya disesuaikan dengan kondisi para pendengarnya yang kebanyakan berasal dari kalangan pedagang, nelayan, dan rakyat biasa. Adapun wilayah dakwahnya meliputi Pati, Juwana, Tayu, dan Kudus.

Sunan Gunung Jati (Syarif Hidayatullah)

Sunan Gunung Jati merupakan satu-satunya wali yang berdakwah untuk Jawa Barat. Ia mengembangkan Cirebon sebagai pusat dakwah dan pemerintahan. Dalam perkembangannya, pusat ini kemudian menjadi Kesultanan Cirebon. Dibantu putranya, Maulana Hasanuddin juga berhasil menyebarkan agama Islam di Banten dan Sunda Kelapa serta merintis berdirinya Kesultanan Banten.